BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Belajar dan Pembelajaran 1. Belajar a) Pengertian Belajar Hakikat belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan dengan membaca dan menggunakan pengalaman sebagai pengetahuan yang memandu perilaku pada masa yang akan datang. Pakar psikologi melihat perilaku belajar sebagai proses psikologis dalam interaksinya dengan lingkungan secara alami, sedangkan pakar pendidikan melihat perilaku belajar sebagai proses psikologis-pedagogis yang ditandai dengan adanya interaksi individu dengan lingkungan belajar yang sengaja diciptakan. Belajar mengajar merupakan suatu proses yang senantiasa ada dalam kehidupan sehari-hari. Itulah sebabnya mengapa ditekankan mengapa setiap individu wajib belajar. Apakah sebenarnya belajar itu? Banyak ahli yang memberikan rumusan atau pendapat tentang belajar, diantara pendapat-pendapat tersebut adalah: Menurut pendapat yang dikutip S. Nasution (2000: 34) dalam bukunya Didaktis Asasasas Mengajar dikemukakan bahwa: .Belajar adalah penambahan pengetahuan1. Pendapat ini sangat sempit cakupannya, karena hanya menekankan pada menambah dan mengumpulkan pengetahuan, tidak memandang manfaat pengetahuan tersebut.
Sedangkan menurut pendapat yang dikutip oleh Sardiman (2004: 20-21) dalam bukunya .Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar., mengatakan bahwa belajar adalah usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju tercapainya kepribadian seutuhnya. Pendapat ini lebih luas dari pendapat pertama, dengan upaya yang dilakukannya untuk menguasai ilmu pengetahuan, dengan harapan kepribadian seseorang akan terbentuk setelah mempelajari dan menguasai ilmu pengetahuan. Selain di atas, menurut Morgan (dalam NgalimPurwanto, 1996: 84) dalam bukunya .Psikologi Pendidikan., mengemukakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dan tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Menurut pendapat ini, belajar membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya pada jumlah pengetahuan, melainkan juga berbentuk kecakapan, kebiasaan, penghargaan, minat, penyesuaian diri, pendekatan mengenai segala aspek organisme atau pribadi seseorang. Pemahaman di atas dikuatkan Gagne dalam Udin S. Winataputra (2007) yang menyatakan “Learning is change in human disposition or capability that persists over a period of time and is not simply ascribable” yang berarti bahwa belajar adalah suatu perubahan dalam kemampuan yang bertahan lama dan bukan berasal dari proses pertumbuhan. Lebih lanjut, Gagne,Bell-Gredler dalam Udin S. Winataputra (2007) juga menambahklan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies ( kemampuan ), skills ( ketrampilan ), dan
attitudes ( sikap ). Singkatnya, belajar adalah suatu perubahan yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies ( kemampuan ), skills ( ketrampilan ), dan attitudes ( sikap ) dengan ditandai dengan adanya interaksi individu dengan lingkungan belajar yang sengaja diciptakan. Dengan kata lain belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progrfesif. Belajar juga dipahami sebagi suatu perilaku, pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Jika tidak belajar, maka responnya menurun. Jadi belajar adalah suatu perubahan dalam kemungkinan atau peluang terjadi respon. Jika dalam belajar anak mendapat nilai yang baik, maka anak akan belajar dengan giat.
b) Faktor – faktor Belajar Prinsip-prinsip belajar yang hanya memberikan petunjuk umum tentang belajar, tetapi prinsip-prinsip itu tidak dapat dijadikan hukum belajar yang bersifat mutlak, kalau tujuan belajar berbeda maka dengan sendirinya cara belajar juga harus berbeda, contoh: belajar untuk memperoleh sifat berbeda dengan belajar untuk mengembangkan kebiasaan dan sebagainya. Karena itu, belajar yang efektif sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kondisional yang ada. Lebih lanjut Oemar Hamalik (2008: 32-33) menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar sebagai berikut:
1) Faktor kegiatan, penggunaan dan ulangan; siswa yang belajar melakukan banyak kegiatan baik kegiatan neural system, seperti melihat, mendengar, merasakan, berpikir, kegiatan motoris, dan sebagainya maupun kegiatankegiatan lainnya yang diperlukan untuk memperoleh pengetahuan, sikap, kebiasaan, dan minat. Apa yang telah dipelajari perlu digunakan secara praktis dan diadakan ulangan secara kontinu di bawah kondisi yang serasi, sehingga penguasaan hasil belajar menjadi lebih mantap. 2) Belajar memerlukan latihan, dengan jalan: relearning, recalling, dan reviewing agar pelajaran yang terlupakan dapat dikuasai kembali dan pelajaran yang belum dikuasai akan dapat lebih mudah dipahami. 3) Belajar siswa lebih berhasil, belajar akan lebih berhasil jika siswa merasa berhasil dan mendapatkan kepuasannya. Belajar hendaknya dilakukan dalam suasana yang menyenangkan. 4) Siswa yang belajar perlu mengetahui apakah ia berhasil atau gagal dalam belajarnya. Keberhasilan akan menimbulkan kepuasan dan mendorong belajar lebih baik, sedangkan kegagalan akan menimbulkan frustrasi. 5) Faktor asosiasi besar manfaatnya dalam belajar, karena semua pengalaman belajar antara yang lama dengan yang baru, secara berurutan diasosiasikan, sehingga menjadi satu kesatuan pengalaman. 6) Pengalaman masa lampau (bahan apersepsi) dan pengertian-pengertian yang telah dimiliki oleh siswa, besar perananya dalam proses belajar. Pengalaman dan pengertian itu menjadi dasar untuk menerima pengalaman-pengalaman baru dan pengertian-pengertian baru.
7) Faktor kesiapan belajar. Murid yang telah siap belajar akan dapat melakukan kegiatan belajar lebih mudah dan lebih berhasil. Faktor kesiapan ini erat hubungannya dengan masalah kematangan, minat, kebutuhan, dan tugas-tugas perkembangan. 8) Faktor minat dan usaha. Belajar dengan minat akan mendorong siswa belajar lebih baik daripada belajar tanpa minat. Minat ini timbul apabila murid tertarik akan sesuatu karena sesuai dengan kebutuhannya atau merasa bahwa sesuatu yang akan dipelajari dirasakan bermakna bagi dirinya. Namun demikian, minat tanpa adanya usaha yang baik maka belajar juga sulit untuk berhasil. 9) Faktor-faktor fisiologis. Kondisi badan siswa yang belajar sangat berpengaruh dalam proses belajar. Badan yang lemah, lelah akan menyebabkan perhatian tak mungkin akan melakukan kegiatan belajar yang sempurna. Karena itu faktor fisiologis sangat menentukan berhasil atau tidaknya murid yang belajar. 10) Faktor intelegensi. Murid yang cerdas akan lebih berhasil dalam kegiatan belajar, karena ia lebih mudah menangkap dan memahami pelajaran dan lebih mudah mengingat-ingatnya. Anak yang cerdas akan lebih mudah berpikir kreatif dan lebih cepat mengambil keputusan. Hal ini berbeda dengan siswa yang kurang cerdas, para siswa yang lamban. c) Teori Belajar Ada beberapa teori belajar seperti yang dikemukakan Udin S. Winataputra dalam buku Teori Belajar dan Pembelajaran (2007), yaitu : 1) Teori Belajar Menurut Bruner Jarome Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar matematika
akan lebih berhasil jika proses pengajarannya diarahkan pada konsep-konsep dan struktur-struktur. Bruner dalam teorinya mengemukakan bahwa dalam proses belajar sebaiknya peserta didik diberi kesempatan untuk melihat secara langsung keteraturan yang terdapat pada benda atau obyek yang dipelajari melalui gambar. 2) Teori Belajar Menurut Edward L. Thorndike Dalam hukum belajar menurut Edward yang dikenal dengan sebutan Law of Effect, belajar akan lebih berhasil bila respons peserta didik terhadap stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasan. Kepuasan peserta didik akan lahir atau timbul jika dalam diri peserta didik timbul kecenderungan untuk melakukan tindakan atau kegiatan tertentu dan segera melakukan tindakan tersebut. 2. Pembelajaran Pembelajaran adalah proses atau cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar (Poerwadarminta, 2002: 17). Dalam proses belajar mengajar, guru sebagai pengajar dan peserta didik sebagai subyeknya dituntut adanya profil kualifikasi tertentu dalam hal pengetahuan, kemampuan, sikap dan tata nilai agar proses itu dapat berlangsung dengan efektif dan efisien. Menurut Pasaribu dalam Udin S Winataputra (2008) pembelajaran adalah proses perubahan kegiatan reaksi terhadap lingkungan. Dengan kata lain pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam rangka membimbing dan mendorong siswa untuk memperoleh pengalaman yang berguna bagi perkembangan dari seluruh potensi (kemampuan) yang dimilikinya semaksimal mungkin.
Dari uraian di atas maka dapat dipahami bahwa pembelajaran adalah sebuah upaya guru untuk menciptakan suatu sistem atau cara yang terencana sehingga memungkinkan terjadi suatu proses belajar siswa dalam rangka mengembangkan semua aspek dalam dirinya ditandai adanya interaksi seseorang dengan lingkungannya untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
B. Hasil Belajar Menurut Darsono (2000:110) hasil belajar siswa merupakan perubahan-perubahan yang berhubungan dengan pengetahuan/kognitif, keterampilan/ psikomotor, dan nilai sikap/afektif sebagai akibat inetraksi aktif dengan lingkungan. Sudjana (1999: 18) menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemapuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Dari pendapat tersebut di atas dapat dikatakan bahwa hasil belajar dapat dilihat dari tingkah laku siswa meliputi aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif setelah mereka memperoleh pengalaman belajar. Lebih jauh Usman (1995:29) mengungkapkan bahwa perubahan kognitif siswa merupakan suatu perubahan yang menyangkut tujuan yang berhubungan dengan ingatan, pengetahuan, dan kemampuan intelektual. Bloom
dalam
Usman
(1995:29)
menegaskan
bahwa
perubahan
kognitif
siswa/domain kognitif terdiri atas enam bagian sebagai berikut: 1. Pengetahuan, mengacu pada kemampuan mengenal atau mengingat materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai pada teori- teori yang sukar. 2. Pemahaman, mengacu pada kemampuan memahami makna materi. 3. Penerapan, mengacu pada kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang
sudah dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut pada penggunaan aturan dan prinsip. 4. Analisis, mengacu pada kemampuan menguraikan materi kedalam komponen – komponen atau faktor penyebab, dan mampu memahami hubungan diantara bagian yang satu dengan lainnya sehingga struktur dan aturanya dapat lebih dimengerti. 5. Síntesis, mengacu pada kemampuan memadukan konsep atau komponen– komponen sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk baru. 6. Evaluasi, mengacu pada kemampuan memberikan pertimbangan terhadap nilai – nilai materi untuk tujuan tertentu. Perubahan psikomotor mencakup perubahan yang berhubungan dengan tujuan yang berhubungan dengan manipulasi dan kemampuan gerak
(motor). Hasil belajar yang
diharapkan pada perubahan psikomotor tersebut berhubungan dengan kemampuan yang harus dikuasai siswa untuk mengerjakan sesuatu sebagai hasil penguasaan materi yang telah dipelajari. Hal tersebut dapat dilihat dari performance/kinerja yang dilakukan oleh siswa terhadap tugas yang diberikan, siswa diminta untuk dapat menunjukkan kinerja yang memperlihatkan keterampilan-keterampilan tertentu atau kreasi mereka untuk membuat sesuatu yang berhubungan dengan materi. Sedangkan perubahan afektif merupakan suatu perubahan yang menyangkut tujuan yang berhubungan dengan sikap, nilai, perasaan, dan minat pada diri siswa. Hasil belajar yang diharapkan dari perubahan afektif ini adalah sikap yang berhubungan dengan menerima, menanggapi, menilai, mengelola dan menghayati yang dapat mempengaruhi pikiran dan tindakan siswa.
Menurut Saiful Bahri (2006: 141) faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar ada empat yaitu: 1. Faktor lingkungan, yaitu faktor lingkungan alami dan faktor lingkungan sosial budaya 2. Faktor Instrumental meliputi; kurikulum, program, sarana, fasilitas dan guru. 3. Kondisi Psikologis meliputi; minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampuan kognitif. 4. Kondisi Fisiologis yaitu; keadaan jasmani dari peserta didik (mata, hidung, telinga, dan tubuh) yang dapat bekerja dengan baik. Dalam penerapan di sekolah, hasil belajar dapat dipahamai sebagai pemahaman siswa tentang sebuah pelajaran yang dapat dilihat dari ketelitian, dan kecermatan dalam mengerjakan latihan, tugas, ulangan harian dan ulangan semester.
C. Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan Kewarganegaraan yaitu pendidikan yang menyangkut status formal warga negara yang pada awalnya diatur dalaam Undang-Undang No.2 tahun 1949 (Ruminiati, 2008: 25). Undang – Undang ini berisi tentang diri kewarganegaraan dan peraturan tentang naturalisasi atau pemerolehan status sebagai warga negara Indonesia (Winaputra, 1995 dalam Ruminiati, 2008: 25). Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan sendiri yaitu untuk membentuk watak arau karakteristik warga negara yang baik. Sementara tujuan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menurut Mulyasa (2006: 10) adalah menjadikan siswa: 1. Mampu berfikir secara kritis, rasional, kreatif dalam menanggapi persoalan hidup maupun isu kewarganegaraan di negaranya.
2. Mampu
berpartisispasi
dalam
segala
bidang
kegiatan,
secara
aktif
dan
bertanggungjawab, sehingga bisa bertindak secara cerdas dalam semua kegiatan, dan 3. Bisa berkembang secara positif dan demokratis, sehingga mampu hidup bersama dengan bangsa lain di dunia dan mampu berinteraksi, serta mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dengan baik. Hal ini akan mudah tercapai jika pendidikan moral dan norma tetap di tanamkan pada siswa sejak usia dini, karena sudah memiliki nilai moral yang baik, maka tujuan untuk membentuk warga negara yang baik akan mudah diwujudkan. Berdasarkan
tujuan
di
atas,
dapat
dipahami
bahwa
tujuan
Pendidikan
Kewarganegaraan di Sekolah Dasar adalah untuk menjadikan warga negara yang baik yaitu warga negara yang tahu, mau, dan sadar akan hak dan kewajibannya. Dengan demikian, kelak siswa diharapkan dapat menjadi bangsa yang terampil dan cerdas dan bersikap baik, serta mampu mengikuti kemajuan teknologi modern.
D. Kompetensi Dasar Mendiskripsikan Pengertian Organisasi Kelas
: V ( Lima )
Semester
: II ( Dua )
Standar Kompetensi
: Memahami Kebebasan berorganisasi
Kompetensi Dasar
: 3.1 Mendeskripsikan Pengertian Organiasi 3.2 Menyebutkan contoh organisasi di Sekolah dan masyarakat. 3.3 Menampilkan peran serta dalam pemilihan organisasi di Sekolah.
Dalam kompetensi dasar ini memaparkan pengertian organisasi secara terperinci dan bermakna. Adapun penjelasan mengenai isinya diuraiakan berikut ini. Organisasi adalah sekelompok manusia yang diatur untuk bekerjasama dalam rangka mencapai tujuan bersama (Setiati Widihastuti dan Fajar Rahayuningsih, 2008: 58). Dalam setiap organisasi memiliki tujuan bersama. Adapun ciri-ciri sebuah organisasi yaitu: 1. Kumpulan manusia Kumpulan manusia merupakan cikal bakal sekaligus ciri pertama organisasi, karena berupa kumpulan, sebuah organisasi pastilah terdiri atas dua orang atau lebih. 2. Tujuan bersama Sekumpulan manusia dapat dikatakan sebuah orangisasi bila mempunyai tujuan bersama. Tujuan tersebut berkaitan dengan kesepakatan bersama untuk memajukan organisasi yang telah dibuat 3. Kerja sama, dan Untuk dapat disebut sebagai organisasi, tujuan bersama harus dicapai bersamasama, artinya, harus ada kerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Kerja sama tersebut harus melibatkan semua orang di dalam kelompok tersebut. Jadi, semua orang dalam kelompok tersebut harus bersepakat untuk bekerja sama. Semua orang dalam kelompok tersebut haruslah berusaha mencapai tujuan bersama. Bila salah satu tidak turut serta mengusahakannya, organisasi menjadi macet. 4. Pengaturan. Dalam melakukan kerjasama, sebuah organisasi membutuhkan aturan. Hal ini dimaksudkan agar semua orang dalam kelompok terlibat dalam kerjasama. Untuk itu, setiap orang mendapatkan tugasnya masing–masing, agar organisasi dapat berjalan.
E. Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining 1. Pengertian metode Student Facilitator and Explaning Metode pembelajaran Student Facilitator and Explaning merupakan salah satu metode Pembelajaran lebih aktif karena kegiatan pembelajarannya berpusat pada siswa. Menurut (Suprijono, 2009: 1) PAIKEM adalah pembelajaran bermakna yang dikembangkan dengan cara membantu peserta didik untuk membangun keterkaitan antara informasi (pengetahuan) baru dengan pengalaman yang telah dimiliki dan dikuasai peserta didik. Selanjutnya, peserta didik diajarkan cara mempelajari konsep dan konsep tersebut dapat dipergunakan di luar kelas. Peserta didik diperkenankan bekerjasama secara kooperatif. Student
Facilitator
and
Explaning
termasuk
dalam
kategori
metode
Pembelajaran Aktif. Kata Aktif dalam pembelajaran Aktif berarti pembelajaran harus menumbuhkan suasana yang memotivasi peserta didik aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar adalah proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan (Suprijono, 2009: 3). Lebih jauh Suprijono mengemukakan bahwa pembelajaran aktif adalah proses belajar yang menumbuhkan dinamika belajar bagi peserta didik. Metode pembelajaran aktif memiliki banyak jenis seperti group resume, team quiz, modeling the way, student facilitator and explaining, dan lain sebagainya. Penelitian ini menggunakan metode student student facilitator and explaining. Metode ini memanfaatkan kemampuan siswa yang unggul dalam hal ini memiliki pemahaman yang lebih baik dibandingkan teman yang lainnya untuk dapat menjelaskan
materi pada temannya. Dengan kata lain siswa merupakan fasilitator pembelajaran bagi siswa yang lain.
2. Langkah – langkah metode Student Facilitator and Explaning Riyanto (2009: 283) menjabarkan langkah – langkah dalam pembelajaran sebagai berikut: a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai b. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi c. Memberikan kesempatan siswa untuk menjelaskan kepada siswa lainnya misalnya melalui bagan/peta konsep d. Guru menyimpulkan ide/pendapat dari siswa e. Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu f. Penutup 3. Kelebihan metode Student Facilitator and Explaning Adapun kelebihan metode Student Facilitator and Explaning yaitu: a. Siswa lebih mudah memahami materi karena dijelaskan oleh temannya sendiri. b. Proses kegiatan belajar mengajar lebih aktif 4.
Kelemahan metode Student Facilitator and Explaning a. Kondisi kelas sulit dikendalikan b. Membutuhkan waktu yang lebih lama c. Membutuhkan persiapan yang matang
F. Bagan Peta Konsep Dalam Mata Pelajaran Kewarganegaraan. Yang dimaksud dengan peta konsep dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah
sebuah
susunan
organisasi
baik
organisasi
sekolah
maupun
organisasi
kemasyarakatan. Sedangkan susunannya adalah ada pelindung organisasi, ketua organisasi, sekretaris dan bendahara. Contoh :
1. Susunan organisasi umum SDN Kuripan 03 2. Susunan Organisasi UKS SDN Kuripan 03 3. Susunan Organisasi Pramuka SDN Kuripan 03