7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Program Efisiensi Biaya
Pada prinsipnya adalah sebuah upaya untuk menekan berbagai biaya untuk meningkatkan baik profit dan kinerja dari kelangsungan usaha (Business Survival).
2.1.1
Definisi dari Program Efisiensi Biaya
Menurut Kohlers dalam kamus untuk Akuntan dijelaskan, program efisiensi biaya adalah salah satu perlengkapan manajemen dalam berbagai kegiatan operasi penting yang menghasilkan biaya yang lebih rendah dari sebelumnya atau mencapai biaya standar. Bentuk dari perlengkapan tersebut adalah penyelidikan terhadap bahan material yang mahal, peningkatan meyode dan kendali produksi, meningkatnya standar kendali mutu dan tepat waktu, WW Cooper, et, al, 1994, hal 139. [2] Menurut definisi diatas, dapat diyakini bahwa program efisiensi biaya tidak terbatas pada pengurangan biaya saja, tetapi juga meningkatkan pendapatan, berarti biaya rata-rata yang menurun. Kadang-kadang program efisiensi biaya disebut juga program pengendalian biaya (Cost Control Program), tetapi ada perbedaan mendasar dari kedua program tersebut. Program efisiensi biaya adalah bagian manajemen biaya
8
(cost management), yang dimana manajemen biaya merupakan suatu upaya untuk membantu konsumen dengan harga yang murah, melalui pengendalian biaya secara terus menerus, Charles T. Horngreen, 1993, hal 5.
2.1.2 Perbedaan Antara Program Efisiensi Biaya dan Pengendalian Biaya
1. Program Efisiensi Biaya (Cost Efficiency Program) z
Pengeluaran/biaya selalu ditekan dan dikontrol
z
Mengarah pada perkiraan yang standar
z
Berkonsentrasi pada kondisi saat ini dan hasil yang akan datang
z
Program yang dapat diaplikasikan ke semua unit pada suatu organisasi
z
Kondisi pada sebuah perusahaan selalu berubah-ubah
z
Program ini akan selesai, pada suatu kondisi tertentu, bila pengeluaran didalam organisasi dapat ditekan pada tingkat yang minimum.
2. Program Pengendalian Biaya (Cost Control Program ) z
Biaya selalu dikendalikan dan diamati pada tingkat yang diproyeksikan.
z
Menetapkan biaya standar yang diproyeksi, untuk dicapai.
z
Program yang memfokuskan pada masa dan hasil yang lalu.
z
Tidak dapat diaplikasikan ke setiap unit, terbatas pada unit-unit tertentu saja.
9
z
Program tidak akan berakhir, pengendalian biaya terus dilakukan selama perusahaan beroperasi.
2.2 Konsep Key Performance Indicator (KPI)
Key Performance Indicator adalah ukuran performa secara kuantitatif dari segi finansial dan non-finansial yang digunakan untuk membantu suatu perusahaan atau organisasi untuk mengukur seberapa jauh kemajuan yang sudah dilakukan terhadap tujuan perusahaan. KPI juga digunakan dalam Business Intelligence untuk melihat kondisi bisnis yang ada pada saat ini dalam perusahaan dan untuk menentukan langkah pengambilan keputusan perusahaan. Jenis KPI sangat beragam tegantung dari sudut pandang, tujuan dan strategi perusahaan. KPI membantu organisasi atau perusahaan dalam mengukur kemajuan terhadap tujuan organisasi/perusahaan itu sendiri. KPI umumnya digunaan untuk menghitung dan mengukur hal-hal yang sulit untuk diukur seperti tingkat kepuasan, perkembangan kepemimpinan, keunggulan dari leadership development. (F. John Reh, 2008, hal 1).
2.2.1 Beberapa Perspektif Dalam Konsep KPI
Setiap perusahaan harus menentukan strategi bisnis dan operational goalnya, kemudian memilih KPI yang mana yang mencerminkan tujuan operasional mereka.
10
Menurut konsep balance scorecard, KPI dibagi kedalam beberapa perspektif: 1. Financial Perspective Financial perspective berguna untuk melihat apakah implementasi dan eksekusi strategi perusahaan yang telah dilakukan memberikan kontribusi dasar bagi pengembangan perusahaan, yang melambangkan tujuan strategi jangka panjang perusahaan dan mengkonversikan hasilnya kedalam bentuk finance. Pengukuran tingkat pertumbuhan keuangan dari growth stage atau tingkat pertumbuhan suatu organisasi akan terlihat dari perkembangan dan pertumbuhan organisasi tersebut yang dimana akan menunjukkan peningkatan volume penjualan, akusisi pelanggan baru, pertumbuhan pendapatan dan lainlain. Pada sustain stage, atau tingkat mempertahankan akan di warnai dengan pengukuran yang mengevaluasi efektifitas organisasi, cara pengaturan biaya dan operasional, yang dilakukan dengan menghitung return on investment, return on capital employed dan lainnya. Kemudian pada tingkat panen atau harvest stage,
akan didasari oleh perhitungan cash flow analysis yang
mengukur periode piutang dan volume revenue. Beberapa penghitungan lainnya yang juga berhubungan dengan financial perspective adalah EVA, revenue growth, costs, profit margins, cash flow, net operating income dan lain-lain. 2. Customer Perspective Definisi dari customer perspective adalah nilai proposional yang digunakan oleh perusahaan untuk memuaskan pelanggan dan juga menaikkan angka
11
penjualan kepada segmen yang paling diminati atau paling menguntungkan perusahaan. Pengukuran yang digunakan dalam perspektif konsumen harus mengukur nilai yang di berikan kepada konsumen (value position) dimana melibatkan waktu, kualitas, performa, servis, biaya dan jumlah nilai yang di hasilkan dari perhitungan tersebut, seperti tingkat kepuasan pelanggan dan market share. 3. Process Perspective Perspektif ini mengacu kepada internal business processes. Pengukuran berdasarkan perspektif ini digunakan oleh perusahaan untuk mengetahui seberapa baik bisnis mereka berjalan dan juga seberapa baik produk dan servis mereka terhadap permintaan pelanggan. Perhitungan ini harus dirancang sebaik mungkin oleh individu yang mengerti lebih mendalam tentang proses tersebut. Sehubungan dengan strategic management process, ada dua macam business processes yang teridentifikasi; mission oriented processes dan support processes. 4. Human Resource and Innovation Perspective. Perspektif ini mencakup program training karyawan dan corporate cultural attitudes, yang berhubungan dengan indivdu dan perbaikan diri perusahaan. Dalam ilmu pengetahuan tentang worker-organization, manusia adalah sumber daya utama perusahaan. Dalam iklim perubahan teknologi yang pesat seperti pada saat ini, sangat diperlukan sumberdaya manusia yang mampu terus menerus dapat mengikuti perubahan teknologi. Pengukuran dibidang ini
12
dapat digunakan oleh para manajemen untuk mengalokasikan dana pelatihan SDM yang optimal di segi yang paling dibutuhkan. Dalam hal ini, pelatihan dan perkembangan SDM secara terus-menerus sangat penting bagi pondasi kesuksesan organisasi yang bergantung pada kemampuan pengetahuan SDMnya. Florian Stapf, 2008, hal 1.
2.3 Human Resource Return On Investment
Pembiayaan untuk keperluan Human Resource Development seharusnya tidak di anggap sebagai biaya atau cost, tetapi sebagai biaya investasi. Untuk membuat investasi tersebut menjadi akuntabel dan dengan mengaturnya dengan baik akan meningkatkan keefektifan dari program Human Resource Development itu sendiri. Konsep dari HR ROI (Human Resource Return On Investment) definisikan dengan perumusan standar perhitungan berikut ini.
Keunggulan utama dari penggunaan HR ROI adalah kemampuan untuk mentraining dan mengembangkan karyawan menjadi high performance employee's.
13
Agar tetap kompetitif dalam jangka panjang, sangatlah penting untuk menyediakan kesempatan berbisnis yang lebih menarik kepada para karyawan dengan menjadikan
mereka market value yang tinggi sehingga mereka akan secara sukarela berkomitmen dengan perusahaannya dalam jangka waktu yang panjang. Masuki A. & Kazuki O, 2002.
2.4 Electronic Toll Collection System
Sistem Electronic Toll Collection digunakan untuk menciptakan sistem penarikan tarif jalan tol yang lebih cepat dan efisien dari sistem manual pada gerbang-gerbang tol. Hal ini dimungkinkan karena kendaraan yang melewati gerbang tol tidak perlu melambat ataupun berhenti untuk membayar tarif tol pada gerbang tol tersebut, tarif tol akan otomatis terbayarkan yang di debet langsung ke rekening si pengguna kendaraan. Pada lajur tol yang menggunakan sistem elektronik, telah di siapkan antena khusus yang terus menerus mengirim sinyal. Sinyal ini digunakan untuk mengidentifikasi kendaraan yang melewatinya secara otomatis. Untuk menggunakan fasilitas jalan tol secara elektronik, pengguna jalan harus membuat rekening dan memasang alat transpoder atau pemancar di kendaraannya. Pemancar ini biasanya di letakkan pada kaca depan kendaraan. Pemancar ini memuat seluruh data si pengguna kendaraan. Antena pada jalan tol mengirimkan sinyal radio secara terus
14
menerus, yang hanya akan memeberikan respon apabila diterima oleh sebuah pemacar yang di pasang pada kendaraan. Sinyal tersebut kemudian di pancarkan balik oleh pemancar yang ada di kendaraan ke antena jaan tol, sinya ini membawa no seri pemacar yang berada di kendaraan tersebut, yang berisi tentang identitas, rekening, dan sisa kredit yang dimiliki oleh pemilik kendaraan. Data-data lain seperti tanggal, jam, dan banyaknya frekuensi kendaraan tersebut melewati gerbang bisa tercatat tergantung dari kebutuhan data si pengelola jalan tol. Setelah menerima gelombang mikro ini, alat transpoder kemudian menggunakan kabel fiber-optic, selular modems atau pemancar wireless untuk mengirim balik gelombang mikro ke tempat pusat pemancar, dimana komputer akan menggunakan sejumlah kode yang unik untuk mengidentifikasi rekening dari pelanggan yang dimana ongkos bea tol di debetkan. Sistem ETC ini menggunakan bermacam-macam teknologi yang berbeda untuk melakukan cara kerja.
GAMBAR 1. ETC SYSTEM OPERATION
15
Gambar 2 menunjukkan bekerjanya sistem koleksi tarif tol beserta komponennya. komponen ini dapat bertukar-tukar tergantung dari teknologi yang digunakan. Ketika kendaraan masuk jalur tol, sensor ( 1) mendeteksi kendaraan itu. Kemudian alat dua-antenna ( 2) membaca transponder ( 3) yang terdapat pada kaca depan mobil Ketika kendaraan itu melewati garis keluar sensor ( 4) secara elektronis digolongkan oleh sensor darat ( 5) yang didasarkan pada banyaknya poros sumbu roda, dan biaya tol dibebankan sejumlah yang sesuai dengan jenisnya. Kemudian feedback disajikan kepada pengarah pada pengemudi kendaraan dengan suatu layar elektronik ( 6). Jika kendaraan tidak mempunyai transponder, maka sistem akan menggolongkannya sebagai pelanggar, yang kemudian sebuah kamera akan ( 7) mengambil foto kendaraan tersebut beserta pelat nomornya untuk diproses.
2.4.1 Komponen dari Electronic Toll Collection System
Sistem ETC mengirimkan berbagai sinyal komunikasi dan teknologi elektronik untuk mendukung pungutani pembayaran tarif tol yang diotomatisasikan pada gerbang tol. Secara bersamaan, aplikasi ini adalah suatu teknologi dalam meningkatkan sistem pembayaran tol, meningkatkan layanan pelanggan jalan tol, meningkatkan keselamatan, dan mengurangi dampak lingkungan. Komponen dari teknologi ETC adalah sebagai berikut: 1. Automatic Vehicle Identification ( AVI)
16
Sistem ini adalah sebuah teknologi untuk menidentifikasi identitas si pemilik kendaraan, yang dimana biaya tarif tol akan ditagihkan.
2. Automatic Vehicle Classification Dari jenis kendaraan dan tipe kelasnya, memiliki tarif tol yang berbedabeda, kelas kendaraan dapat ditentukan dari bentuk fisik kendaraan tersebut, berapa jumlah penumpangnya ,dan jumlah as roda yang dimiliki kendaraan tersebut
3. Video Enforcement System Ketika menggunakan lajur ETC, sistem video enforcement menangkap gambar nomor polisi bagi kendaran yang melewati jalur ETC tanpa transpoder.
2.4.2 Keunggulan dari Electronik Toll Collection system
Ada suatu jumlah pekerjaan yang telah dilaksanakan dan pantas dipertimbangkan dalam mengevaluasikan manfaat dari sistem ETC. Hasil penemuan Al-Deek (1997) menunjukkan bahwa ada manfaat yang dipersembahkan oleh ETC, yaitu waktu layanan berkurang lima detik/kendaraan dan maksimum kemacetan telah berkurang menjadi 2.5 sampai 3 menit/kendaraan. Ini menandai bahwa manfaat dari ETC sangat besar tetapi tergantung kepada waktu yang diperlukan untuk mengkonversi penerapan dari manual ke elektronik.
17
Levinson (2003) mengembangkan sebuah model untuk memaksimalkan kesejahteraan sosial dengan pengefisienan gerbang tarif toll. Dia mengembangkan suatu pilihan model pembayaran biaya mengunakan ETC sebagai fungsi peringanan keterlambatan, harga, dan biaya dalam memperoleh alat transponder. Kemacetan akan bergantung pada gerbang elektronik dan gerbang manual. Jika jumlah angka gerbang elektronik maka delay pada gerbang manual akan ditingkatkan menjadi 22 satuan waktu. Harga bergantung kepada para pemakai ETC. Biaya untuk memperoleh transponder tidak dilihat hanya dari status keuangan tetapi suatu usaha juga dilibatkan dalam penerapan program ETC. Levisson mengasumsikan bahwa kesejahteraan bergantung kepada ETC, yang meliputi konsumsi bahan bakar, tarif toll, dan biaya sosial seperti polusi udara. Penelitiannya telah menguji kombinasi yang terbaik dari ETC dan diskon tarif toll untuk memaksimalkan kesejahteraan. Pengembangan model ini diberlakukan pada jembatan California Carquinez untuk mempelajari efeknya. Keuntungan yang diperoleh dari penerapan sistem ETC adalah: 1. Penurunan kemacetan di pintu tol 2. Peningkatan kapasitas pintu tol. 3. Penghematan bensin bagi pengendara. 4. Pengurangan biaya operasional. 5. Hemat waktu. 6. Pengurangan emisi gas buang kendaraan. 7. Mempermudah pengaturan cash. 8. Sistem pembayaran yang fleksibel.
18
9. Pengambilan Data primer lebih mudah. 10. Mengurangi kecelakaan (Gillen, 1999). Dengan keunggulan-keunggulan tersebut, maka jelas bahwa ada beberapa kemungkinan untuk dilakukan penelitian sehubungan dengan dampak keunggulan implementasi jalur ETC pada jalan tol.
2.5 Electronic Toll Collection di Indonesia Electronic Toll Collection di Indonesia sebenarnya sudah diterapkan, tetapi masih belum sepenuhnya otomatis (Semi Otomatis) yang dinamakan GTO ( Gerbang Tanpa Orang). Kenapa masih di bilang semi otomatis karena hanya pengambilan kartu tol yang sudah otomatis, tetapi untuk pembayarannya masih manual. Generasi pertama ETC yang dinamakan GTO diimplematasikan sejak July 2005 dan Generasi kedua beroprasi pada Maret 2007, tetapi untuk saat ini masih terbatas pada kendaraan Golongan 1. Pengguna masih harus menekan tombol di mesin kartu untuk mendapatkan kartu TOL. Gerbang ini sudah memungkinkan untuk digunakannya teknologi “Tuch n Go” tetapi untuk saat ini masih terbatas untuk internal pegawai Jasamarga. Gerbang ini hanya ada di daerah Bandung, karena lalu lintas di daerah bandung tidak sepadat lalu lintas di Jakarta dan hal ini tidak akan menyebakan resiko yang tinggi. Berikut ini gambar dari GTO generasi pertama.
19
Sistem TnG untuk orang dalam
Pengambilan Kartu
Tombol untuk mengeluarkan kartu
GAMBAR 2. Gerbang Tanpa orang (GTO) generasi i
Cara kerja GTO (Gerbang Tanpa Orang) Berikut ini kami akan menjelaskan cara kerja dari GTO: 1. Dalam keadaan Automatic Line Barrier (ALB) tertutup, loop detector akan mendeteksi kendaraan masuk dan kartu akan keluar. 2. Pengguna mengambil kartu, ALB terbuka.
20
3. Pengguna melewati sensor Infra Merah yang terletak diantara mesin GTO dan ALB. 4. ALB akan tertutup. Cara kerja GTO (untuk internal Jasamarga): 1. Dalam keadaan Automatic Line Barrier (ALB) tertutup, loop detector akan mendeteksi kendaraan masuk dan kartu akan keluar. 2. Pengguna cukup menyentuhkan kartu dinas di bagian tulisan “Kartu Dinas”, kartu TOL akan masuk kembali dan ALB akan terbuka. 3.
Pengguna melewati sensor Infra Merah yang terletak diantara mesin GTO dan ALB.
4. ALB akan tertutup.
Berikut ini gambar dari GTO generasi kedua Mesin GTO
21
Loop Detector Sensor Infra Merah
GAMBAR 3. Gerbang Tanpa orang (GTO) generasi II Mesin Pendisplay harga
Sistem GTO ini sudah dipakai pada gerbang Baros 1, Padalarang Timur, Cileunyi. Di lokasi ini biasanya dilalui 500 kendaraan perjamnya. Sistem GTO ini diakui relatif lebih cepat melayani pengguna jalan TOL dan memungkinkan setiap ALB transaksi lebih terpantau. Sistem yang bertujuan utnuk jangka panjang ini bila ditinjau dari sisi investasi sekarang ini memang terlihat mahal, akan tetapi manfaat dari penerapan sistem ini sudah dapat dari sekarang dengan contoh : 1. Antrian telah berkurang. 2. Biaya operasional sedikit demi sedikit berkurang. 3. Produktivitas volume lalulintas bertambah. Dengan meningkatkan efektifitas secara operasional, selain menerapkan sistem GTO, Jasamarga sudah menerapkan kebijaksanaan untuk tidak menambah pekerja operasional TOL lagi, apabila memang dirasakan perlu, pekerja aka di outsource ke perusahaan lain. Electronic Toll Collection yang ada sekarang masih menggunakan sistem semi otomatis atau yang lebih dikenal yaitu GTO (Gerbang Tanpa Orang) dan juga hanya kendaraan Golongan I yang dapat menggunakan GTO. GTO sendiri sekarang
22
ini masih digunakan hanya pada pintu masuk Tol. Pada kesempatan kali ini penulis akan menjelaskan GTO yang tidak hanya pada gerbang masuk saja, tetapi juga untuk gerbang keluar atau pada pembayaran Tol. Sistem GTO ini pengguna jalan tidak hanya mendapat pelayanan otomatis dari gerbang masuk, tetapi juga pada gerbang pembayarannya. Sistem kerja dari GTO yang akan kami jelaskan tidak berbeda dengan yang ada sekarang, hanya kami menambahkan pada sistem pembayarannya. Pertama-tama pengguna jalan tetap akan mengambil tiket tol dari mesin GTO. Selama ini pengguna setibanya di gerbang keluar masih harus membayar dengan uang. Dengan GTO yang kami jelaskan akan dibagi menjadi tiga alternatif pembayaran yaitu: 1. Dengan menggunakan kartu langganan. 2. Dengan menggunakan kartu debit dari bank atau kartu kredit. 3. Tetap dengan pembayaran tunai / cash. Dengan adanya tiga alternatif pembayaran akan membuat pengurangan dari antrian pada gerbang tol dan akan membuat keuntungan-keuntungan yang akan kami jelaskan pada halaman-halaman berikutnya.
2.6 Sumber Daya Manusia Sebagaimana diketahui, berdasarkan laporan The World Economic Forum, daya saing Indonesia dari tahun ke tahun selalu mengalami penurunan, yakni berada
23
di urutan 31 diantara 41 negara pada tahun 1994, urutan 33 dari 482 negara pada tahun 1995, serta urutan 41 dari 46 negara pada tahun 1996. Penilaian terhadap tingkat daya saing ini didasarkan pada delapan indikator, yaitu kekuatan ekonomi domestik, kemampuan menembus pasar internasional, kondisi pemerintah, keuangan, infrastruktur, penguasaan iptek, dan kemampuan sumber daya manusia. Akan tetapi dilihat dari besarnya korupsi, Indonesia justru menjadi negara peringkat teratas. Berdasarkan kondisi tersebut, maka ketiga faktor determinan diatas (SDM, kebijakan/ketatalaksanaan dan kelembagaan) harus selalu diberdayakan. Pembinaan / pemberdayaan SDM, perlu diarahkan kepada terwujudnya sosok aparatur yang terampil, menguasai bidang tugasnya, berwawasan luas, profesional, serta menerapkan nilai-nilai imtak dan iptek dalam mendukung kelancaran tugasnya. Pemberdayaan ketatalaksanaan diarahkan pada tersedianya perangkat aturan / hukum yang menciptakan iklim kondusif bagi tumbuhnya kreativitas dan daya cipta (inovasi), penyederhanaan prosedur perijinan dan pelayanan umum, serta konsistensi kebijakan yang menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Sedangkan pemberdayaan kelembagaan diarahkan kepada terbentuknya struktur dan kewenangan organisasi yang bersifat luwes dan fleksibel, akordion, kejelasan dalam pembaganan dan pembagian tugas, ramping, serta memperbanyak tenaga-tenaga ahli fungsional.
2.6.1 Pelatihan dan Pengembangan SDM
24
Data komposisi SDM mengindikasikan bahwa Jasa Marga merupakan perusahaan besar dengan karyawan 5.640 orang yang masih mengandalkan kompetensi tenaga kerja terampil dengan 70,96% karyawan bekerja sebagai staf operasional yang mengoperasikan jalan tol. Berdasarkan lokasi kerja, 88,30% karyawan berada di kantor cabang dan 3,14% berada di kantor proyek. Sedangkan berdasarkan usia, terlihat pergeseran kearah menengah dengan 99,18% berada pada usia 26 hingga 50 tahun.
Upaya perubahan terus dilakukan menghadapi era persaingan industri jalan tol,
oleh
karenanya
Jasamarga
menyelenggarakan
program
pelatihan
dan
25
pengembangan SDM yang merupakan subyek perubahan, yang dilakukan secara seimbang terhadap perkembangan manajemen, keahlian dan sikap. Secara keseluruhan, program ini menjangkau karyawan dengan komposisi peserta tingkat manajer, staf ahli, pelaksana kantor dan pelaksana lapangan masing-masing sebanyak 20%, 10%, 30% dan 40%. Jasa Marga senantiasa memotivasi karyawannya dengan memberikan Penghargaan Cabang Terbaik, Karyawan Operasional Terbaik (yang terdiri dari Kepala Gerbang Tol Terbaik, Kepala Shift Terbaik, Petugas Pengumpul Tol Terbaik, Kepala Shift Petugas Layanan Jalan Tol Terbaik, Petugas Layanan Jalan Tol Terbaik, Petugas Paramedis Terbaik dan Petugas Informasi dan Komunikasi Terbaik) maupun Karyawan Berjasa. Mereka berkesempatan untuk meninjau jalan tol di luar negeri. Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kepada pemakai jalan, Jasa Marga melakukan pembinaan Gugus Kendali Mutu (GKM) dan Sumbang Saran
dan Perbaikan (SSP) melalui penyelenggaraan Konvensi Mutu yang dilaksanakan setiap tahun pada bulan Januari hingga Maret. Dalam kesempatan ini diberikan penghargaan kepada peringkat I, II dan III berupa Dana Pembinaan Gugus. Mereka juga berkesempatan untuk mewakili Jasa Marga mengikuti Konvensi Mutu Nasional dan Konvensi Mutu Internasional (QCC). Hasil-hasil GKM dan SSP dibakukan untuk digunakan oleh seluruh jajaran Perusahaan sebagai upaya peningkatan produktifitas.
26
2.6.2 TUJUAN UTAMA SDM DALAM MENYIKAPI PERUBAHAN
Karyawan harus meningkatkan profesionalisme dalam mengelola perusahaan agar dapat menjadi lembaga kontrol yang baik dalam memberi masukan kepada manajemen, sehingga arah dan kebijakan perusahaan yang akan dibuat juga didasari dari pemikiran-pemikiran karyawan yang di formulasikan lewat sistem organisasi Perusahaan yang solid dan terpadu. Langkah yang paling penting adalah mengambil langkah proaktif untuk mengetahui apa yang diinginkan para karyawan dari perusahaan, mendengarkan dan menindaklanjuti keluhan dan keinginan mereka. Tindakan tersebut dapat dipastikan akan memotivasi para karyawan untuk lebih produktif. Untuk menangani situasi ini dengan lebih baik dalam hal Sumber Daya Manusia, PT Jasamarga harus membangun budaya unggulan dengan moto “Research Makes The Difference”, Manajemen perusahaan harus mengadakan survey terhadap sikap karyawan atas berbagai hal kebijakan perusahaan dengan mendirikan semacam lembaga Center for Values Research. Tujuan dari membangun budaya unggulan adalah meningkatkan Reputasi dan Building Self Confidence terhadap arus perubahan yang nyata. PT Jasamarga harus memulai budaya baru, seperti melalui dengar pendapat tentang Reenginering The Company, para karyawan harus dijadikan subyek bukan hanya obyek dari sistem pengembangan SDM. Sistem ini sebaiknya mempersilakan
27
para karyawan untuk mengambil inisiatif serta memperlihatkan kualitas proaktifnya untuk meninjau organisasi perusahaan
2.6.3 STRATEGI PEMBERDAYAAN SDM
Karyawan-karyawan penunjang operasional yang berada di kantor-kantor cabang dan di kantor Pusat untuk melihat efesiensi antara beban pekerjaan administratif terhadap jumlah karyawan yang tersedia. Hal tersebut secara kasat mata dapat dilihat bahwa jumlah SDM indoor dirasakan over capacity, maka harus dilakukan rasionalisasi
dalam empowering manajemen perusahaan, dan juga
distribusi beban kerja yang merata harus mendapat perhatian sepenuhnya. PT Jasamarga harus menangani tugas ini dengan tegas, karena Jasamarga masih bekerja dalam lingkungan yang relatif masih ragu-ragu, di mana para karyawan masih bersikap reaktif, untuk mempertanyakan apakah kebijakan perusahaan atau kebijakan Pemerintah yang mempengaruhi masa depan ? Dalam hal ini PT Jasamarga harus melakukan perubahan-perubahan tersebut dengan sangat hati-hati selangkah demi selangkah, dan secara bertahap membangun keyakinan organisasi terhadap komitmen-komitmen serta memperlihatkan ketangguhan mental yang berdisiplin. Untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang pemberdayaan, secara teoretis berikut dikemukakan beberapa definisi pemberdayaan dari para pakar sebagai berikut :
28
1. Alat/teknik manajemen untuk memperbaiki kinerja organisasi melalui penyebaran pembuatan keputusan dan tanggung jawab, sehingga akan mendorong keterlibatan (sekaligus rasa memiliki) dari seluruh anggota organisasi, serta membawa rasa kedekatan antara organisasi dengan masyarakat atau pelanggannya (Cook and Macaulay, 1996 : 1) 2. Upaya untuk membangun potensi (sumber daya) organisasi dengan cara mendorong, memberikan motivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya, serta berupaya untuk mengembangkannya (Kartasasmita, dalam Prijono dan Pranarka, 1996 : 140). 3. Upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional, internasional maupun dalam bidang politik, ekonomi dan lain-lain (Pranarka dan Moeljarto, dalam Prijono dan Pranarka, 1996 : 56).