7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pola Makan Pola makan sering diartikan sebagai kebiasaan makan seseorang setiap harinya. Menurut Baliwati (2004), pola makan adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Pembentukan pola makan seseorang didasari oleh faktor-faktor tertentu di lingkungan sekitarnya. Pendapat ahli menyatakan bahwa pola makan merupakan cara yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang untuk memilih makanan dan mengonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial (Harper, 1986). Pola makan juga merupakan berbagai informasi yang memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan oleh setiap orang dan merupakan ciri khas suatu kelompok masyarakat tertentu (Ranti dan Soegeng, 2004). Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pola makan adalah cara atau kebiasaan yang dilakukan seseorang atau sekelompok dalam hal mengonsumsi makanan yang dilakukan secara berulang-ulang pada waktu tertentu dalam jangka waktu yang lama serta merupakan reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial di lingkungan sekitarnya. Pola makan terdiri dari gambaran mengenai jumlah, frekuensi, jenis, dan asupan makanan yang dikonsumsi setiap hari. Pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang dalam memilih dan menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi 7 Universitas Sumatera Utara
8
frekuensi makan, asupan makanan, dan jenis makan yang berdasarkan faktorfaktor sosial budaya dimana mereka hidup. Aktivitas dapat kita laksanakan dengan baik apabila kita menerapkan pola makan yang sehat. Pola makan sehat adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah, frekuensi dan jenis bahan makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit. Dengan demikian, pola makan yang sehat dapat diartikan sebagai suatu cara atau usaha untuk melakukan kegiatan makan secara sehat. Pola makan yang sehat selalu mengacu kepada gizi yang seimbang yaitu terpenuhinya semua zat gizi sesuai dengan kebutuhan. Terdapat enam unsur gizi yang harus dipenuhi yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Karbohidrat, lemak dan protein merupakan zat gizi makro sebagai sumber energi, sedangkan vitamin dan mineral merupakan zat gizi mikro sebagai pengatur kelancaran metabolisme tubuh. Kebutuhan zat gizi tubuh hanya dapat terpenuhi dengan pola makan yang bervariasi dan beragam, sebab tidak ada satupun bahan makanan yang mengandung makronutrien dan mikronutrien yang lengakap, maka semakin bervariasi dan semakin lengkap jenis makanan yang kita peroleh maka semakin lengkaplah perolehan zat gizi untuk mewujudkan kesehatan yang optimal. Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai asupan makanan, jenis makanan, jadwal makan dan jenis makanan yang dikonsumsi setiap hari (Persagi, 2006). Penjelasan komponen pola makan tersebut dijelaskan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
9
2.1.1
Asupan Makanan Asupan makanan merupakan jumlah makanan yang dikonsumsi individu
dalam sehari. Penilaian asupan makanan biasanya dilihat melalui jumlah zat-zat gizi yang dikonsumsi. Zat-zat gizi yang masuk terdiri dari makronutrient yakni karbohidrat, protein dan lemak serta mikronutrient yang terdiri dari vitamin dan mineral. Kita harus menyeimbangkan jumlah kalori yang masuk dengan jumlah energi yang dikeluarkan. Makanan yang dikosumsi harus seimbang dengan kebutuhan yang disesuaikan dengan umur dan piramida makanan yaitu karbohidrat 50-60%, lemak 25-30% dan protein 15-20%. Apabila jumlah kalori yang masuk lebih besar dari energi yang dikeluarkan maka akan mengalami kelebihan berat badan. Menurut Permenkes RI nomor 75 tahun 2013 angka kecukupan gizi untuk perempuan umur 16-49 tahun adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat, yang Dianjurkan untuk Perempuan 16-29 Tahun di Indonesia (perorang perhari) Umur BB TB Energi Karbohidrat Protein Lemak (kkal) (g) (g) (g) 16-18 tahun 50 158 2125 292 59 71 19-29 tahun 54 159 2250 309 56 75 30-49 tahun 55 159 2150 323 57 60
2.1.2
Jenis makanan Di alam terdapat berbagai jenis bahan pangan baik pangan nabati maupun
pangan hewani. Diantara beragam jenis bahan pangan tersebut, ada yang kaya akan satu jenis zat gizi dan ada yang kekurangan zat gizi tertentu. Oleh karena itu
Universitas Sumatera Utara
10
manusia memerlukan berbagai macam bahan pangan untuk menjamin agar semua zat gizi yang diperlukan tubuh dapat dipenuhi dalam jumlah yang cukup. Jenis makanan yang kita konsumsi harus mengandung karbohidrat, protein, lamak dan nutrient spesifik. Karbohidrat kompleks bisa kita penuhi dari gandum, beras, terigu, buah dan sayuran. Jenis karbohidrat yang baik dikonsumsi adalah karbohidrat yang berserat tinggi. Karbohidrat yang berasal dari gula, sirup dan makanan yang manis-manis sebaiknya dikurangi yakni 3-5 sendok makan perhari saja. Konsumsi protein harus lengkap antara protein nabati dan protein hewani. Sumber protein nabati didapat dari kedelai, tempe dan tahu, sedangkan protein hewani berasal dari ikan, telur, dan daging (sapi, ayam, kambing, kerbau). Sumber vitamin dan mineral terdapat pada vitamin A (hati, susu, wortel dan sayuran), vitamin D (ikan, susu dan kuning telur), vitamin E (minyak, kacang-kacangan dan kedelai), vitamin K (brokoli, bayam dan wortel), vitamin B (gandum, ikan, susu dan telur), serta kalsium (susu, ikan dan kedelai). Makanan terbagi atas dua jenis yaitu makanan selingan dan makanan utama. Makanan selingan adalah makanan yang dikonsumsi disela-sela waktu makanan utama. Makanan utama terdiri dari makanan pokok, lauk pauk hewani dan nabati, sayur, buah dan minuman. Penjelesan lebih lanjut mengenai dua jenis makanan tersebut dijelaskan dibawah ini : 1) Makanan Utama Makanan utama adalah makanan yang dikonsumsi seseorang berupa makan pagi, makan siang, dan makan malam yang terdiri dari makanan pokok, seperti nasi, lauk pauk, sayur, buah, dan minuman.
Universitas Sumatera Utara
11
Makanan pokok adalah makanan yang dianggap memegang peranan penting dalam susunan hidangan. Pada umumnya makanan berfungsi sebagai sumber energi (kalori) dalam tubuh dan memberi rasa kenyang. (Soediaoetama, 2004). 2) Makanan Selingan Makanan selingan adalah makanan kecil yang dibuat sendiri maupun yang dijual di depan rumah atau di toko atau di supermarket. Makanan selingan menurut bentuknya terdiri dari : a. Makanan selingan bentuk kering seperti kripik pisang, kripik singkong, kacang telur, pop corn dan sebagainya. b. Makanan selingan berbentuk basah seperti lemper, semar, mendem, tahu isi, pastel, pisang goreng dan sebagainya. c. Makanan selingan berbentuk kuah seperti bakso, mie ayam, empek-empek, mie ketupat dan sebagainya. 2.1.3
Frekuensi Makan Frekuensi adalah suatu kejadian yang berkelanjutan atau kejadian yang
berulang. Menurut Okviani (2011), Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari baik kualitatif maupun kuantitatif. Jadi, frekuensi makan adalah sejumlah pengulangan yang dilakukan dalam hal mengonsumsi makanan baik kualitatif maupun kuantitatif yang terjadi secara berkelanjutan. Frekuensi makan juga dapat diartikan sebagai seberapa seringnya seseorang melakukan kegiatan makan dalam sehari baik makan utama maupun makan selingan. Frekuensi makan merupakan jumlah waktu makan dalam sehari meliputi makanan lengkap (full meat) dan makan selingan (snack). Makanan lengkap
Universitas Sumatera Utara
12
biasanya diberikan tiga kali sehari (makan pagi, makan siang dan makan malam), sedangkan makanan selingan biasa diberikan antara makan pagi dan makan siang dan antara makan siang dan makan malam. Frekuensi makan yang dapat memicu munculnya kejadian maag adalah frekuensi makan kurang dari frekuensi yang dianjurkan yaitu makan tiga kali sehari. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Jika rata-rata umumnya lambung kosong antara 3-4 jam. Maka jadwal makan ini pun harus menyesuaikan dengan kosongnya lambung. Pada umumnya setiap orang melakukan kegiatan makan makanan utama 3 kali dalam sehari yaitu makan pagi, makan siang, dan makan malam atau sore. Ketiga waktu makan tersebut yang paling penting adalah makan pagi sebab dapat membekali tubuh dengan berbagai zat makanan terutama kalori dan protein yang berguna sebagai cadangan energi untuk melakuakan aktivitas dalam sehari. Berdasarkan penelitian Pereira dari University of Minnesota School of Public Health menyatakan bahwa orang yang makan pagi dapat mengendalikan nafsu makan mereka. Hal itu dapat mencegah mereka makan secara berlebihan saat makan siang atau makan malam. Makan siang diperlukan setiap orang karena sejak pagi merasa lelah akibat melakukan aktivitas. Selain makan utama yang dilakukan tiga kali, makan selingan juga harus dilakukan yakni sekali atau dua kali diantara waktu makan guna menanggulangi rasa lapar, sebab jarak waktu makan yang lama.
Universitas Sumatera Utara
13
2.1.4
Jadwal makan
Dalam pola makan sehari-hari kebiasaan jadwal makan sering tidak teratur seperti terlambat makan atau menunda waktu makan bahkan tidak makan sehingga membuat perut mengalami kekosongan dalam jangka waktu yang lama. Jadwal makan yang tidak teratur tentunya akan dapat menyerang lambung dan berisiko menyebabkan gastritis. Frekuensi makan dalam sehari terdiri dari tiga makan utama yaitu makan pagi, makan siang, dan makan malam. Jadwal makan sehari dibagi menjadi makan pagi (sebelum pukul 09.00), makan siang (jam 12.00-13.00), dan makan malam (jam 18.00-19.00). Jadwal makan ini disesuaikan dengan waktu pengosongan lambung yakni 3-4 jam sehingga waktu makan yang baik adalah dalam rentang waktu ini sehingga lambung tidak dibiarkan kosong terutama dalam waktu yang lama (Oktavani, 2011). Lambung yang kosong mengakibatkan kadar asam yang meningkat sehingga dapat mengiritasi lambung dan menimbulkan berbagai keluhan gejala maag. Jenis makanan yang dikonsumsi sebaiknya makanan yang tidak menyebabkan pengeluaran asam lambung secara berlebih serta jadwal makan harus teratur, lebih baik makan dalam jumlah sedikit tapi sering dan teratur daripada makan dalam porsi banyak tapi tidak teratur (Almatsier, 2010). Jadwal makan malam juga tidak boleh terlalu dekat dengan waktu tidur. Cristina-Maria Kastorini, MSc, ahli gizi dari University of Ioannina di Yunani mengatakan jika seseorang langsung tidur setelah makan malam maka orang tersebut rentan mengalami refluks asam lambung. Kondisi ini menyebabkan asam lambung naik menuju kerongkongan dan memicu rasa tidak nyaman.
Universitas Sumatera Utara
14
2.2 Stres Stres merupakan suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan tidak dapat dihindari serta akan dialami oleh setiap orang. Stres dapat didefinisikan sebagai sebuah keadaan yang kita alami ketika ada sebuah ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dengan kemampuan untuk mengatasinya (Looker, 2005). Menurut
Mantellow (2007), stres merupakan kumpulan hasil, respon,
jalan dan pengalaman yang berkaitan yang disebabkan oleh berbagai stresor, keadaan atau peristiwa yang menyebabkan stres. Istilah stres digunakan untuk menunjukkan adanya suatu reaksi tubuh yang dipaksa, dimana hal tersebut menganggu equilibrium (homeostasis) fisiologi normal (Julie, 2005). Menurut Greenberg (2004), stres diungkapkan sebagai reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh terhadap situasi yang menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan dan merisaukan seseorang. Definisi lain menyebutkan bahwa stres merupakan ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut (Hardjana, 1994). 2.2.1 Etiologi Stres Kondisi sehat dapat dipertahankan karena individu mempunyai ketahanan tubuh yang baik. Stres terjadi karena tidak adekuatnya kebutuhan dasar manusia yang akan bermanifestasi pada perubahan fungsi fisiologis, kognitif, emosi, dan perilaku (Gunawan, 2007). Stres dapat terjadi karena terdapat suatu perubahan baik dari kondisi fisik, psikologis, maupun sosial yang dapat muncul pada situasi kerja, di rumah,
Universitas Sumatera Utara
15
kehidupan sosial dan lingkungan luar lainnya (Patel, 1996 dalam Nasir & Muhith, 2011). Kondisi tersebut dapat menyebabkan stres yang disebut sebagai stresor. Stres yang dialami seseorang mengakibatkan munculnya konsep stresor, yaitu stresor internal dan stresor eksternal (Selye, 1976 dalam Potter & Perry, 2005). Stresor internal berasal dari dalam diri seseorang misalnya demam, penyakit infeksi, trauma fisik, malnutrisi, kelelahan fisik, kekacauan fungsi biologik yang berkelanjutan. Stresor eksternal berasal dari luar diri seseorang seperti terjadinya perubahan bermakna dalam sutau lingkungan, perubahan peran dan sosial, proses pembelajaran, pekerjaan, hubungan interpersonal, dan penurunan kondisi keuangan. Berdasarkan penjabaran singkat tentang stresor, setiap individu harus beradaptasi dengan stresor yang terjadi pada dirinya dalam rangka bertahan hidup terhadap stresor yang datang dari internal dan eksternal. 2.2.2 Tingkat Stres Stres dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan yaitu : 1. Stres Ringan Stres ringan adalah stres yang tidak merusak aspek fisiologis dari seseorang. Stres ringan umumnya dirasakan dan dihadapi oleh setiap orang secara teratur seperti lupa, kebanyakan tidur, kemacetan, dan kritik. Situasi seperti ini biasanya berakhir dalam beberapa menit atau beberapa jam dan biasanya tidak akan menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi terus menerus.
Universitas Sumatera Utara
16
2. Stres Sedang Stres sedang adalah stres yang terjadi lebih lama beberapa jam sampai beberapa hari seperti pada waktu perselisihan, kesepakatan yang belum selesai, sebab kerja yang berlebih, mengharapkan pekerjaan baru, permasalahan keluarga. Situasi seperti ini dapat berpengaruh pada kondisi kesehatan seseorang. 3. Stres Berat Stres berat merupakan stres kronis yang terjadi beberapa minggu sampai beberapa tahun yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti hubungan suami istri yang tidak harmonis, kesulitan finansial, dan penyakit fisik yang lama (Rasmund, 2004). 2.2.3 Dampak Stres Stres yang dialami oleh individu akan menimbulkan dampak positif atau negatif. Dampak positif stres yakni dapat meningkatkan kemampuan individu dalam proses belajar dan berfikir. Sebaliknya dampak negatif stres dapat berupa gejala fisik maupun psikis dan akan menimbulkan gejala-gejala tertentu. Dampak negatif stres yang dirasakan oleh individu dalam lima gejala, yaitu gejala fisiologis, psikologis, kognitif, interpersonal, dan organisasional. Gejala fisiologis yang dirasakan individu berupa keluhan seperti sakit kepala, sembelit, diare, sakit pinggang, tekanan darah tinggi, kelelahan, sakit perut, maag, berubah selera makan, susah tidur, dan kehilangan semangat. Selain gejala fisiologis, individu yang mengalami stres akan mengalami perubahan gejala emosional berupa perasaan gelisah, cemas, mudah marah, gugup, takut, mudah tersinggung, sedih dan depresi. Gejala kognitif berupa sulit berkonsentrasi, sulit membuat keputusan,
Universitas Sumatera Utara
17
mudah lupa, melamun secara berlebihan dan pikiran kacau. Dampak negatif stres yang mudah diamati dari gejala interpersonal yaitu sikap acuh tak acuh pada lingkungan, apatis, agresif, minder, kehilangan kepercayaan pada orang lain dan mudah menyalahkan orang lain. Selain itu, gejala organisasional berupa meningkatnya keabsenan dalam kerja/kuliah, menurunnya produktifitas dan menurunnya dorongan untuk berprestasi.
2.3 Gastritis Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Gastritis adalah inflamasi pada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa gaster (Hadi, 1999). Peradangan pada lambung ini disebabkan karena produksi asam lambung yang berlebih. Menurut Ardiansyah (2012), Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang bersifat akut, kronik, difus atau lokal, dengan karakteristik anoreksia, perasaan penuh di perut (tengah), tidak nyaman pada epigastrium, mual, dan muntah. Gastritis atau yang secara umum dikenal dengan istilah sakit “maag” adalah suatu peradangan mukosa lambung yang paling sering diakibatkan oleh ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti mikroorganisme penyebab penyakit, alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi (Yuliarti, 2009). Secara histologi gastritis dapat dibuktikan dengan adanya inflamasi sel-sel radang pada daerah tersebut. Pada manifestasi klinis dapat dibagi akut dan kronis (Hirlan, 2001). Gastritis akut adalah inflamasi mukosa lambung yang sering
Universitas Sumatera Utara
18
diakibatkan pola diet yang tidak tepat. Sedangkan gastritis kronik adalah inflamasi mukosa lambung yang berkepanjangan yang disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari lambung dan bakteri Helicobacter Pylori (Brunner dan Suddart, 2002). Berdasarkan definisi-definisi dari berbagai para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah suatu peradangan atau perdarahan pada mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi, dan ketidakteraturan dalam pola makan. Ketidakteraturan dalam pola makan misalnya jadwal makan yang tidak tepat, asupan makanan yang tidak sesuai, dan makan makanan yang memicu peningkatan asam lambung seperti terlalu banyak bumbu, gas, santan dan pedas. 2.3.1 Klasifikasi Gastritis Secara garis besar, gastritis dapat dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan pada manifestasi klinis, gambaran histopatologi yang khas, distribusi anatomi, dan kemungkinan patogenesis gastritis. Didasarkan pada manifestasi klinis, gastritis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Harus diingat bahwa walaupun dilakukan pembagian menjadi akut dan kronik tetapi keduanya tidak saling berhubungan. Gastritis akut adalah kelainan klinis yang jelas penyebabnya dengan tanda gejala yang khas, biasanya ditemukan sel inflmasi akut dan neutrofil. Sedangkan gastritis kronik merupakan suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang menahun yang disebabkan oleh ulkus dan berhubungan dengan bakteri Helicobacter Pylori (Mansjoer,2001).
Universitas Sumatera Utara
19
a. Gastritis Akut Gastritis akut merupakan suatu penyakit yang sering ditemukan dan biasanya bersifat jinak dan sembuh sempurna (Suratum, 2010). Gastritis akut merupakan peradangan pada mukosa lambung yang menyebabkan erosi dan pendarahan mukosa lambung akibat terpapar pada zat iritan. Erosi yang terjadi pada gastritis akut tidak sampai mengenai lapisan otot lambung. Penyebab terberat dari gastritis akut adalah makanan yang bersifat asam atau alkali kuat yang dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi. Pembentukan jaringan parut dapat terjadi akibat obstruksi pylorus. Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat berbentuk penyakit yang berat adalah gastritis erosif atau gastritis hemoragik. Disebut gastritis hemoragik karena pada penyakit ini akan dijumpai perdarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat dan terjadi erosi yang berarti hilangnya kontinuitas mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai inflamasi pada mukosa lambung tersebut. b. Gastritis Kronik Gastritis kronik merupakan peradangan bagian mukosa lambung yang menahun. Gastritis kronik sering dihubungkan dengan ulkus peptik dan karsinoma lambung tetapi hubungan sebab akibat antara keduanya belum diketahui. Penyakit gastritis kronik menimpa kepada orang yang mempunyai penyakit gastritis yang tidak disembuhkan. Awalnya sudah mempunyai penyakit gastritis dan tidak disembuhkan, maka penyakit gastritis menjadi kronik dan susah untuk disembuhkan. Gastritis kronik terjadi infiltrasi sel-sel radang pada lamina propria dan daerah intra epiteil terutama terdiri dari sel-sel radang kronik yaitu limfosit
Universitas Sumatera Utara
20
dan sel plasma. Gastritis kronis didefenisikan secara histologis sebagai peningkatan jumlah limfosit dan sel plasma pada mukosa lambung. Derajat ringan pada gastritis kronis adalah gastritis superfisial kronis yang mengenai bagian sub epitel di sekitar cekungan lambung. Kasus yang lebih parah juga mengenai kelenjar-kelenjar pada mukosa yang lebih dalam dan hal ini biasanya berhubungan dengan atrofi kelenjar (gastritis atrofi kronis) dan metaplasia intestinal. Sebagian besar kasus gastritis kronis merupakan salah satu dari dua tipe, yaitu tipe A yang merupakan gastritis autoimun adanya antibodi terhadap sel parietal yang pada akhirnya dapat menimbulkan atropi mukasa lambung, 95% pasien dengan anemia pernisiosa dan 60% pasien dengan gastritis atropik kronik. Biasanya kondisi ini merupakan tendensi terjadinya Ca Lambung pada fundus atau korpus. Tipe B merupakan gastritis yang terjadi akibat Helicobacter Pylory terdapat inflamasi yang difusi pada lapisan mukosa sampai muskularis sehingga sering menyebabkan perdarahan dan erosi (Suratum, 2010). Menurut Misnadiarly (2009) gastritis diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk yaitu: a) Gastritis gastropati dengan keluhan umum nyeri pada ulu hati, mual, muntah dan diare. Penyebabnya obat-obatan seperti aspirin, alkohol, trauma pada lambung seperti pengobatan dengan laser, kelainan pembuluh darah pada lambung dan luka akibat operasi. b) Gastritis spesifik yaitu nyeri pada ulu hati, mual dan muntah. Penyebabnya karena infeksi bakteri, virus, jamur, parasit, nematoda dan adanya penyakit pada saluran pencernaan. Bila disebabkan oleh toksin biasanya disertai
Universitas Sumatera Utara
21
dengan diare, nyeri perut, badan menjadi panas, menggigil, dan kejang otot. c) Gastritis kronis. Keluhan pada gastritis kronis pada umumnya tidak spesifik berupa perasaan tidak enak pada ulu hati yang disertai mual, muntah dan perasaan penuh dihati. Penyebabnya antara lain: infeksi C.Pylori, gastropati reaktif, autoimun, adanya tumor pada lambung dan faktor stres. 2.3.2 Gejala Gastritis Gastritis atau sering disebut maag cukup umum dikenal oleh masyarakat. Meski demikian banyak dari masyarakat yang belum sepenuhnya memahami gejala-gejala gastritis. Dasar diagnosa umum gastritis adalah riwayat rasa tidak enak berulang di ulu hati ½ hingga 1 jam setelah makan (pencernaan) dan timbul terutama pada dini hari. Rasa nyeri akan menghilang dengan diberi makan atau antasida, sekurang-kurangnya untuk sementara. Rasa mual dan muntah sering sekali menyertai rasa nyeri di ulu hati. Menurut Mansjoer (2001), Penyakit gastritis adalah suatu penyakit luka atau lecet pada mukosa lambung. Seseorang penderita penyakit gastritis akan mengalami keluhan nyeri pada lambung, mual, muntah, lemas, kembung, dan terasa sesak, nyeri pada ulu hati, tidak ada nafsu makan, wajah pucat, suhu badan naik, keringat dingin, pusing atau bersendawa serta dapat juga terjadi perdarahan saluran cerna. Rasa perih pada lambung merupakan hal yang sering disebut sebagai tanda umum gastritis. Faktanya, gejala gastritis/maag tersebut tidak harus terasa perih, akan tetapi rasa tidak nyaman pada lambung/ulu hati yang diikuti mual atau
Universitas Sumatera Utara
22
kembung dan sering sendawa atau cepat merasa kenyang. Gejala lainnya adalah rasa pahit yang dirasakan di mulut. Rasa pahit ini timbul karena asam lambung yang berlebihan mendorong naik ke kerongkongan sehingga kadang kala timbul rasa asam ataupun pahit pada kerongkongan dan mulut. Berikut penjelasan lebih dalam tentang gejala-gejala tersebut : a. Sendawa Sendawa (burping/belching) adalah keluarnya gas dari saluran cerna (kerongkongan dan lambung) ke mulut yang disertai adanya suara dan kadang-kadang bau. b. Kembung Untuk memahami kembung ada 2 hal yang harus diketahui: 1)
Gejala/bloating: merupakan perasaan (subyektif) perut seperti lebih besar dari normal, jadi merupakan suatu tanda atau gejala ketidaknyamanan, merupakan hal yang lebih ringan dari distention.
2)
Tanda/distention: merupakan hasil pemeriksaan fisik (obyektif) dimana didapatkan bahwa perut lebih besar dari normal, bisa didapatkan dari observasi saat menggunakan baju jadi kesempitan dan lambung jelas lebih besar dari biasanya.
c. Kentut/Flatus Flatus merupakan keluarnya gas dalam saluran cerna melalui anus yang bersumber dari udara yang tertelan atau hasil produksi dari bakteri. Namun terjadinya flatus lebih sering diakibatkan oleh produksi dari bakteri di saluran cerna atau usus besar berupa hidrogen atau metan pada keadaan banyak mengkonsumsi kandungan gula dan polisakarida. Contoh
Universitas Sumatera Utara
23
gula adalah seperti laktosa (gula susu), sorbitol sebagai pemanis rendah kalori, dan fruktosa pemanis yang biasanya digunakan pada permen. Menurut Misnadiarly (2009), gejala gastritis atau maag antara lain tidak nyaman sampai nyeri pada saluran pencernaan terutama bagian atas, mual, muntah, nyari ulu hati, lambung merasa penuh, kembung, bersendawa, cepat kenyang, perut keroncongan dan sering kentut serta timbulnya luka pada dinding lambung. Gejala ini bisa menjadi akut, berulang dan kronis. Disebut kronis bila gejala itu berlangsung lebih dari satu bulan terus-menerus. Berdasarkan klasifikasi gastritis yakni gastritis akut dan gastritis kronik, tanda dan gejala gastritis dapat dibedakan menjadi : a. Tanda dan gejala Gastritis Akut Gejala yang paling sering dijumpai pada penderita penyakit gastritis adalah keluhan nyeri, mulas, rasa tidak nyaman pada perut, mual, muntah, kembung, sering buang angin, cepat kenyang, rasa penuh di dalam perut, rasa panas seperti terbakar dan sering sendawa (Puspadewi, 2012). b. Tanda dan Gejala Gastritis Kronis Menurut Minggu (2014) tanda dan gejala gastritis kronis adalah gastritis sel plasma, nyeri yang menetap pada daerah epigastrium, mausea sampai muntah, dyspepsia, anoreksia, berat badan menurun, dan keluhan yang berhubungan dengan anemia. 2.3.3 Penyebab Gastritis Terjadinya gastritis disebabkan karena produksi asam lambung yang berlebih. Asam lambung yang semula membantu lambung malah merugikan lambung. Dalam keadaaan normal lambung akan memproduksi asam sesuai
Universitas Sumatera Utara
24
dengan jumlah makanan yang masuk. Tetapi bila pola makan kita tidak teratur, lambung sulit beradaptasi dan lama kelamaan mengakibatkan produksi asam lambung yang berlebih (Uripi,2002). Penyebab asam lambung menjadi tinggi antara lain mengonsumsi makanan dan minuman yang memicu tingginya sekresi asam lambung, seperti makanan dan minuman dengan rasa asam, pedas, bergas, kecut, berkafein tinggi, bersantan, dan berminyak. Aktivitas padat sehingga telat makan serta stress tinggi juga berimbas pada produksi asam lambung berlebih. Faktor lain yaitu infeksi kuman (e-colli, salmonella atau virus), pengaruh obat-obatan, dan konsumsi alkohol berlebih. Menurut Brunner & Suddarth (2001) faktor-faktor resiko yang sering menyebabkan gastritis diantaranya : 1) Pola makan Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit. Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbul rasa nyeri. Pola makan terdiri dari frekuensi, jenis dan asupan makanan, adapun faktor resiko yang disebabkan pola mkan yang salah dijelaskan sebagai berikut : a. Frekuensi Makan Frekuensi makan adalah jumlah kegiatan makan dalam sehari. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Jika rata-rata umumnya
Universitas Sumatera Utara
25
lambung kosong antara 3-4 jam. Maka jadwal makan ini pun menyesuaikan dengan kosongnya lambung (Okviani, 2011). Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit gastritis. Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung sehingga timbul rasa nyeri. Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung mulai terstimulasi. Bila seseorang telat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih
sehingga
dapat
mengiritasi
mukosa
lambung
serta
menimbulkan rasa nyeri disekitar episgastrium. Kebiasaan makan tidak teratur ini akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi. Jika hal itu berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada lambung dan dapat berlanjut menjadi tukak peptik. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa perih dan mual. Gejala tersebut bisa naik ke kerongkongan yang menimbulkan rasa panas terbakar. b. Jenis Makanan Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna, dan diserap akan menghasilkan susunan menu sehat dan
Universitas Sumatera Utara
26
seimbang. Namun beberapa makanan justru dapat menyebabkan gangguan pencernaan seperti halnya makanan pedas. Mengonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Hal ini akan mengakibatkan rasa panas dan nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual dan muntah. Gejala tersebut membuat penderita makin berkurang nafsu makannya. Bila kebiasaan mengonsumsi makanan pedas lebih dari satu kali dalam seminggu selama minimal 6 bulan dibiarkan terus-menerus dapat menyebabkan iritasi pada lambung yang disebut dengan gastritis. Gastritis dapat disebabkan pula dari konsumsi makanan yang tidak tepat. Makanan tertentu dapat menyebabkan penyakit gastritis seperti buah yang masih mentah, daging mentah, makanan bersantan, dan makanan yang banyak mengandung krim atau mentega. Bukan berarti makanan ini tidak dapat dicerna, melainkan karena lambung membutuhkan waktu yang labih lama untuk mencerna makanan tersebut dan lambat meneruskannya kebagian usus. Akibatnya, isi lambung dan asam lambung tinggal di dalam lambung untuk waktu yang lama sebelum diteruskan ke dalam duodenum dan asam yang dikeluarkan menyebabkan rasa panas di ulu hati dan dapat mengiritasi lambung. c. Asupan Makanan Asupan makanan merupakan jumlah makanan yang dikonsusmi seseorang dalam sehari. Setiap orang harus makan makanan dalam
Universitas Sumatera Utara
27
jumlah benar sebagai bahan bakar untuk semua kebutuhan tubuh. Jika konsumsi makanan berlebihan, kelebihannya akan disimpan di dalam tubuh dan menyebabkan obesitas (kegemukan). Selain itu, makanan dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi lambung yang pada akhirnya membuat kekuatan dinding lambung menurun. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan peradangan atau luka pada lambung. 2) Rokok Akibat negatif dari rokok sesungguhnya sudah mulai terasa pada waktu orang baru mulai menghisap rokok. Dalam asap rokok yang dihisap, terdapat kurang lebih 300 macam bahan kimia, diantaranya acrolein, nikotin, asap rokok, gas CO. Nikotin dapat menghalang timbulnya rasa lapar. Itu sebabnya seseorang menjadi tidak lapar karena merokok, sehingga akan meningkatkan asam lambung dan dapat menyebabkan gastritis. 3) Kopi Zat yang terkandung dalam kopi adalah kafein ternyata dapat menimbulkan perangsangan terhadap susunan saraf (otak), sistem pernafasan, sistem pembuluh darah dan jantung. Oleh sebab itu tidak heran setiap minum kopi dalam jumlah wajar (1-3 cangkir), tubuh kita terasa segar, bergairah, daya pikir lebih cepat, tidak mudah lelah atau mengantuk. Kafein dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat sehingga dapat meningkatkan aktivitas lambung dan sekresi hormon gastrin pada lambung dan pepsin. Sekresi asam yang meningkat dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi pada mukosa lambung sehingga menjadi gastritis.
Universitas Sumatera Utara
28
4) Teh Hasil penelitian Hiromi Shinya dalam buku “The Miracle of Enzyme” menemukan bahwa orang-orang Jepang yang meminum teh lebih dari dua gelas secara teratur sering menderita penyakit gastritis. Pada teh terdapat zat yang disebut tannin. Tannin inilah yang menyebabkan beberapa buah dan tumbuh-tumbuhan memiliki rasa sepat dan mudah teroksidasi. Tannin merupakan suatu senyawa kimia yang memiliki afinitas tinggi terhadap protein pada mukosa dan sel epitel mukosa (selaput lendir yang melapisi lambung). Akibatnya terjadi proses dimana membran mukosa akan mengikat lebih kuat dan menjadi kurang permeabel. Proses tersebut menyebabkan peningkatan proteksi mukosa terhadap mikroorganisme dan zat kimia iritan. Dosis tinggi tannin menyebabkan efek tersebut berlebih sehingga dapat mengakibatkan iritasi pada membran mukosa usus. Selain itu apabila tannin terkena air panas atau udara dapat dengan mudah berubah menjadi asam tanat. Asam tanat ini juga berfungsi mengumpalkan protein mukosa lambung. Asam tanat akan mengiritasi mukosa lambung perlahan-lahan sehingga sel-sel mukosa lambung menjadi atrofi. Hal inilah yang menyebabkan orang tersebut menderita berbagai masalah lambung, seperti gastritis atrofi, ulcus peptic, hingga kanker lambung. 5) Helicobacter pylori Helicobacter pylori adalah kuman gram negatif, basil yang terbentuk kurva dan batang. Bakteri ini menyebabkan pereadangan pada lapisan lambung yang kronis (gastritis) pada manusia. Infeksi bakteri ini
Universitas Sumatera Utara
29
sering diketahui sebagai penyebab utama terjadinya ulkus peptikum dan gastritis. 6) AINS (Anti Inflamasi Non Steroid) Obat Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) atau Non Steroid Anti Inflamasi Drugs (NSAIDS) dan kortikosteroid dapat menghambat sintesis prostaglandin, sehingga sekresi HCL meningkat dan menyebabkan suasana lambung menjadi sangat asam dan menimbulkan iritasi mukosa lambung. 7) Alkohol Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding lambung dan membuat dinding lambung lebih rentan terhadap asam lambung walaupun pada kondisi normal. Berdasarkan penelitian, orang minum alkohol 75 gr (4 gelas/minggu) selama 6 bulan dapat menyebabkan gastritis. 8) Usia Usia tua memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita gastritis dibandingkan dengan usia muda. Hal ini menunjukkan dengan seiring bertambah usia mukosa gaster cenderung menjadi tipis sehingga lebih cenderung memiliki infeksi Helicobacter pylori atau gangguan autoimun dari pada orang yang lebih muda. Sebaliknya, jika mengenai usia muda biasanya lebih berhubungan dengan pola hidup yang tidak sehat. 9) Stress Stress merupakan reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh terhadap situasi yang menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan dan merisaukan seseorang. Definisi lain menyebutkan
Universitas Sumatera Utara
30
bahwa stress merupakan ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi baik mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia yang juga dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut. Sakit maag sering dihubungkan dengan faktor stress dan makan yang tidak teratur. Keadaan stress menyebabkan produksi cairan asam lambung meningkat. Cairan asam lambung ini bisa mengikis dinding lambung sehingga luka dan terasa perih bila terkena bahan asam. Bila luka lambung semakin meluas, berisiko melukai pembuluh darah dan terjadi perdarahan (Budiman, 2011). Adapun jenis stres adalah sebagai berikut : a. Stress Psikis Produksi asam lambung akan meningkat pada keadaan stress, misalnya pada beban kerja berat, panik, tergesa-gesa. Kadar asam lambung yang meningkat dapat mengiritasi mukosa lambung dan jika hal itu dibiarkan, lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya gastritis. b. Stress Fisik Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar, refluk empedu, atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan juga ulkus dan pendarahan pada lambung. 2.3.4
Pencegahan Gastritis Gastritis merupakan penyakit yang menimbulkan keluhan-keluhan yang
dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Gastritis dapat dicegah dengan melakukan beberapa hal sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
31
a) Menerapkan pola makan yang baik dengan makan secara teratur seperti makan pada jadwal makan yang tepat dan menerapkan frekuensi makan yang baik yaitu dengan tiga kali makan makanan utama dan tiga kali makan makanan selingan. Makan dengan tenang jangan terburu-buru. Kunyah makanan hingga hancur menjadi butiran lembut untuk meringankan kerja lambung. Makan secukupnya, jangan biarkan perut kosong tetapi jangan makan berlebihan sehingga perut terasa sangat kenyang. Makanan yang diolah dengan cara digoreng, pedas, dan asam, sebaiknya dihindari karena dapat mengiritasi lambung. Makanan yang dikonsumsi sebaiknya adalah makanan yang lunak atau lembek yang dimasak dengan cara direbus, disemur atau ditim. b) Makan dalam jumlah kecil tapi sering serta memperbanyak makan makanan yang mengandung tepung, seperti nasi, jagung, dan roti akan menormalkan produksi asam lambung. Kurangilah makanan yang dapat mengiritasi lambung, misalkan makanan yang pedas, asam, digoreng, dan berlemak. c) Tidak mengonsumsi alkohol. Tingginya konsumsi alkohol dapat mengiritasi atau merangsang lambung, bahkan menyebabkan lapisan dalam lambung terkelupas sehingga menyebabkan peradangan dan perdarahan di lambung. d) Tidak merokok. Merokok akan merusak lapisan pelindung lambung. Oleh karena itu, orang yang merokok lebih sensitif terhadap gastritis maupun ulser. Merokok juga akan meningkatkan asam lambung, melambatkan kesembuhan, dan meningkatkan risiko kanker lambung.
Universitas Sumatera Utara
32
e) Ganti obat penghilang rasa sakit, jika memungkinkan hindari pemakaian obat penghilang rasa sakit dari golongan NSAIDs, seperti aspirin, ibuprofen, dan naproxen dan obat-obat tersebut dapat mengiritasi lambung. f) Berkonsultasi dengan dokter bila menemukan gejala sakit maag. g) Olahraga. Olahraga aerobik dapat meningkatkan detak jantung yang dapat menstimulasi aktivitas otot usus sehingga mendorong isi perut dilepaskan dengan lebih cepat. h) Manajemen stres. Stres dapat meningkatkan serangan jantung dan stroke. Kejadian ini akan menekan respons imun dan akan mengakibatkan gangguan pada kulit. Selain itu, kejadian ini juga akan meningkatkan produksi asam lambung dan menekan pencernaan. Tingkat stres seseorang berbeda-beda dan cara menurunkan tingkat stress aalah dengan mengonsumsi makanan bergizi, cukup istirahat, berolahraga secara teratur, serta selalu menenangkan pikiran. Cara menenangkan pikiran dapat dilakukan dengan meditasi atau yoga untuk menurunkan tekanan darah, kelelahan dan rasa letih. 2.3.5
Pengaturan Diet dalam Pencegahan Gastritis Syarat diet dalam pencegahan gastritis adalah mengonsumsi makanan yang
mudah dicerna dan tidak merangsang, serta dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi. Jumlah energi harus disesuaikan dengan kebutuhan. Sebaliknya, asupan protein harus cukup tinggi (± 20-25 % dari total jumlah energi yang biasa diberikan), sedangkan lemak perlu dibatasi. Sebaiknya pilih lemak yang mengandung asam lemak tak jenuh.
Universitas Sumatera Utara
33
Pemberian lemak dan minyak perlu dipertimbangkan secara teliti. Lemak berlebihan dapat menimbulkan rasa mual, rasa tidak enak diulu hati dan muntah karena tekanan dalam lambung meningkat. Mengonsumsi jenis makanan yang mengandung asam lemak tak jenuh secara cukup merupakan pilihan yang tepat, sebab lemak jenis ini lebih mudah dicerna. Menurut Persagi (2006), sebaiknya penderita gastritis menghindari makanan yang bersifat merangsang, diantaranya makanan berserat dan penghasil gas maupun mengandung banyak bumbu dan rempah. Selain itu, penderita juga harus menghindari alkohol, kopi dan soda. Selain itu perlu diperhatikan pula teknik mengolah makanan seperti direbus, dikukus dan dipanggang adalah teknik memasak yang dianjurkan, sebaliknya menggoreng bahan makanan tidak dianjurkan. Maag dapat disebabkan oleh pola makan yang salah seperti makan tidak teratur serta tidak memperhatikan jenis makanan yang dikonsumsi. Jenis makanan yang dianjurkan untuk dikonsumsi guna mencegah gastritis adalah sumber karbohidrat yang mudah dicerna (nasi lunak, roti, biskuit, krekers), sumber protein yang diolah dengan cara direbus dan dipanggang dan ditumis, sayuran yang tidak bergas dan tidak banyak serat (bayam, dan wortel), buah-buahan yang tidak bergas (pepaya, pisang, pir), dan minuman (teh, susu). Sedangkan jenis makanan yang tidak dianjurkan adalah sumber karbohidrat yang sulit dicerna (nasi keras, beras ketan, mie, jagung, singkong, talas, cake, kue tart), sumber protein yang diolah dengan cara digoreng dan digulai, sarden, kornet dan keju, sayuran yang bergas dan banyak serat (daun singkong, kol, kembang kol, sawi), buah-buahan yang bergas dan tinggi serat
Universitas Sumatera Utara
34
(kedondong, jambu biji, durian, nangka dan buah-buahan masam), makanan yang pedas, makanan bergas dan berlemak tinggi (tapai, coklat, gorengan, jeroan) dan minuman bergas. Menurut Almatsier (2010) terdapat jenis makanan yang dapat dikonsumsi guna mencegah peningkatan asam lambung dan makanan yang tidak boleh dikonsumsi karena dikhawatirkan dapat memicu timbulnya gastritis. Jenis makanan tersebut antara lain : Tabel 2.2 Makanan yang boleh dan tidak boleh diberikan sebagai pencegahan peningkatan asam lambung No. Jenis Bahan Boleh Diberikan Tidak Boleh Diberikan Makanan 1.
Sumber hidrat arang (nasi atau penggantinya).
Beras, kentang, mie,bihun, makaroni, roti, biskuit dan tepung- tepungan.
Beras ketan, bulgur, jagung cantel,singkong, kentang goreng, cake, dodol.
2.
Sumber protein hewani.
Ikan, hati, daging sapi, telur ayam, susu.
Daging, ikan, ayam (yang diawetkan/dikalengkan digoreng,dikeringkan atau didendeng), telur ceplok atau goreng.
3.
Sumber Protein Nabati.
Tahu, tempe, kacang hijau direbus atau dihaluskan.
4.
Lemak.
Margarine, minyak (tidak untuk menggoreng dan santan encer).
Tahu, tempe, kacang merah, kacang tanah yang digoreng atau panggang. Lemak hewan, santan kental.
5.
Sayuran
Sayuran yang tidak banyak serat dan tidak menimbulkan gas.
Sayuran yang banyak mengandung serat dan menimbulkan gas, sayuran mentah.
Universitas Sumatera Utara
35
No.
Jenis Bahan Makanan
Boleh Diberikan
Tidak Boleh Diberikan
6.
Buah-bauhan.
Pepaya, pisang rebus, sawo, jeruk garut, sari buah.
Buah yang banyak mengandung serat, dan menimbulakn gas misalnya : jambu, nenas, durian, nangka dan buah yang dikeringkan.
7.
Bumbu-bumbu.
Gula, garam, vitsin, kunyit, kunci, serasi, salam, lengkuas, jahe dan bawang
Cabai, merica, cuka, dan bumbu bumbu yang merangsang.
2.4 Hubungan Pola Makan dan Tingkat Stres dengan Timbulnya Keluhan Gastritis Terjadinya gastritis disebabkan oleh pola makan yang tidak teratur terdiri dari jadwal, frekuensi, jenis dan asupan makanan yang tidak tepat. Penelitian yang dilakukan Mawaddah Rahmah,dkk (2012) dengan judul faktor risiko kejadian gastritis di wilayah kerja Puskesmas Kampili Kabupaten Gowa menunjukkan bahwa pola makan (jenis makanan dan frekuensi makan) merupakan faktor risiko kejadian gastritis. Faktor lain yang juga menjadi risko gastritis adalah kebiasaan meminum kopi, merokok, penggunaan obat anti inflamasi non steroid, dan riwayat gastritis keluarga. Makan dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi lambung, pada akhirnya kekuatan dinding lambung menurun, dan tidak jarang kondisi seperti ini dapat menimbulkan luka pada lambung. Frekuensi dan jadwal makan yang tidak tepat juga menjadi faktor risiko terjadinya gastritis. Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga
Universitas Sumatera Utara
36
timbul rasa nyeri. Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam jumlah yang kecil, setelah 3-4 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. Bila seseorang telat makan maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di sekitar epigastrium. Kebiasaan makan tidak teratur ini akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi. Jika hal itu berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada lambung dan dapat berlanjut menjadi tukak peptik. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa perih dan mual. Gejala tersebut bisa naik ke kerongkongan yang menimbulkan rasa panas terbakar. Jenis makanan yang dikonsumsi turut berperan dalam tejadinya gastritis. Konsumsi makanan pedas, berlemak/minyak, santan, bergas, kopi, teh, alkohol dapat memicu peningkatan asam lambung. Produksi HCL yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya gesekan pada dinding lambung dan usus halus, sehingga timbul rasa nyeri pada epigastrum. Gesekan akan lebih parah bila lambung dalam keadaan kosong akibat makan yang tidak teratur, pada akhirnya akan menyebabkan perdarahan pada lambung. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pola makan dengan kejadian gastritis. Penelitian yang dilakukan oleh Wati Oktaviani (2008) yang meneliti hubungan pola makan dengan kejadian gastritis pada mahasiswa S1 keperawatan program A FIKES UPN Veteran Jakarta tahun 2008 menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara frekuensi makan, jenis
Universitas Sumatera Utara
37
makanan dan pola makan. Penelitian lain juga dilakukan oleh Sri Hartati, Wasisto Utomo, dan Jumain (2014) yang meniliti hubungan pola makan dengan resiko gastritis pada mahasiswa yang menjalani sistem KBK. Dari penelitian tersebut ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan pola makan dengan resiko gastritis pada mahasiswa yang menjalani sistem KBK. Gastritis biasanya diawali oleh pola makan yang tidak teratur sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat. Pola makan yang baik dan teratur merupakan salah satu dari pencegahan dan penatalaksanaan gastritis. Penyembuhan gastritis membutuhkan pengaturan makanan sebagai upaya untuk memperbaiki kondisi pencernaan. Selain pola makan, tingkat stres individu juga merupakan faktor pendukung terjadinya gastritis. Hal ini dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Mareyke Saroinsong, Henry Palandeng, dan Hendro Bidjuni (2014) yang meneliti hubungan stres dengan kejadian gastritis pada remaja kelas XI IPA di SMA Negeri 9 Manado, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara stres dengan kejadian gastritis pada remaja kelas XI IPA di SMA Negeri 9 Manado. Selain iu penelitian lain yang dilakukan oleh Nur Rahma, Yusran Haskas, Akuilina Semana (2013) yang meneliti hubungan antara pola makan dan stres dengan kejadian penyakit gastritis pada pasien di Rumah Sakit Umum Massenrempulu Enrekang, menunjukkan terdapat hubungan antara pola makan dan stres dengan kejadian gastritis di Rumah Sakit Umum Massenrenpulu Enrekang.
Universitas Sumatera Utara
38
2.5 Kerangka Konsep Penelitian ini untuk mengidentifikasi gambaran pola makan, tingkat stres dan keluhan gejala gastritis (maag) pada Sales Promotion Girl (SPG) di Matahari Departemen Store Plaza Medan Fair. Kerangka yang disusun pada penelitian ini yaitu kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian (Setiadi, 2007).
Pola Makan 1. Jenis Makanan 2. Frekuensi Makan 3. Jadwal Makan 4. Asupan Makanan
Gastritis
Tingkat Stres Gambar 2.1 Kerangka Penelitian Gambaran Pola Makan, Tingkat Stres dan Keluhan Gejala Gastritis (Maag) pada Sales Promotion Girl (SPG) di Matahari Departemen Store Plaza Medan Fair
Universitas Sumatera Utara