BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Biaya dan Terminologi Biaya Menurut Sugiri (2002:21), biaya adalah “pengorbanan sumber daya ekonomis tertentu untuk memperoleh sumber daya ekonomi lainnya”. Pengukuran biaya sebagian besar bergantung pada kemampuan untuk menelusuri biaya terhadap objek biaya. Menurut Carter dan Usry (2004:30) oleh penerjemah Krista, objek biaya adalah “suatu item atau aktivitas yang biayanya diakumulasi dan diukur”. Kemampuan untuk menelusuri biaya terhadap objek biaya bervariasi tingkatannya. Cara umum untuk membedakan karakter biaya adalah memberikan label biaya langsung atau tidak langsung dari suatu objek biaya tertentu. Sering kali istilah biaya (cost) digunakan sebagai sinonim dari beban (expense). Menurut Carter dan Usry (2004:30), beban dapat didefinisikan sebagai ”aliran keluar terukur dari barang atau jasa, yang kemudian dibandingkan dengan pendapatan untuk menentukan laba.” Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa biaya dan beban merupakan
suatu
bentuk
pengorbanan
sumber
ekonomi,
tetapi
tujuan
pengorbanannya berbeda. Biaya dikeluarkan untuk memperoleh barang dan jasa, sedangkan beban untuk memperoleh pendapatan. Untuk membedakan antara biaya dan beban, maka dapat dibayangkan tentang pembelian bahan baku secara tunai, karena aktiva bersih tidak terpengaruh, maka tidak ada beban yang diakui. Sumber daya perusahaan hanya diubah dari kas menjadi persediaan bahan baku. Bahan baku tersebut dibeli dengan biaya tertentu, tetapi belum menjadi beban. Ketika perusahaan menjual bahan baku tersebut yang sudah diolah menjadi barang jadi,
Universitas Sumatera Utara
maka biaya dari bahan baku dibukukan sebagai beban di laba rugi. Setiap beban adalah biaya, tetapi tidak setiap biaya adalah beban. Contoh aktiva adalah biaya, tetapi bukan (belum) menjadi beban. Menurut Carter dan Usry (2004:40), biaya dapat diklasifikasikan menjadi: 1. Biaya dalam hubungannya dengan produk Yaitu: a. Biaya manufaktur (manufacturing cost) Biaya manufaktur merupakan biaya pabrik yang terdiri dari 3 elemen biaya, yaitu biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik. b. Beban komersial (commercial cost) Beban komersial terdiri dari 2 klasifikasi besar, yaitu beban pemasaran dan beban administratif. Beban pemasaran mulai dari titik dimana biaya manufaktur berakhir, yatu ketika proses manufaktur selesai dan produk ada dalam kondisi siap jual. Beban administratif termasuk beban yang terjadi dalam mengarahkan dan mengendalikan organisasi. 2. Biaya dalam hubungannya dengan volume produksi/penjualan Yaitu: a. Biaya variabel (variable cost) Jumlah total biaya variabel berubah secara proporsional terhadap perubahan aktivitas dalam rentang yang relevan. b. Biaya tetap (fixed cost) Biaya tetap bersifat konstan secara total dalam rentang yang relevan. c. Biaya semi variabel (semi variable cost) Beberapa jenis biaya memiliki elemen biaya tetap dan biaya variabel. Jenis biaya ini disebut dengan biaya semi variabel. 3. Biaya dalam hubungannya dengan departemen produksi atau segmen lain Yaitu: a. Departemen produksi (factory department) dan departemen jasa (service department) Pada departemen produksi, operasi manual dan operasi mesin seperti pembentukan dan perakitan dilakukan secara langsung pada produk atau bagian-bagian dari produk. Pada departemen jasa, jasa diberikan untuk keuntungan departemen lain. b. Biaya bersama (common cost) dan biaya gabungan (join cost) Biaya bersama dan biaya gabungan adalah jenis biaya tidak langsung. Biaya bersama biasanya ada di organisasi dengan banyak departemen atau segmen. Biaya gabungan terjadi ketika produksi dari suatu produk menghasilkan satu atau beberapa produk tanpa dapat dihindari. 4. Biaya dalam hubungannya dengan periode akuntansi (period accounting cost) Biaya dapat diklasifikasikan sebagai pengeluaran modal atau sebagai pengeluaran pendapatan. Suatu pengeluaran modal ditujukan untuk memberikan manfaat di masa depan dan dilaporkan sebagai aktiva. Pengeluaran pendapatan memberikan manfaat untuk periode sekarang dan dilaporkan sebagai beban. 5. Biaya dalam hubungannya dengan suatu keputusan, tindakan atau evaluasi
Universitas Sumatera Utara
Ketika suatu pilihan harus dibuat di antara tindakan-tindakan atau alternatifalternatif yang mungkin dilakukan, maka adalah penting untuk mengidentifikasikan biaya (dan pendapatan, pengurangan biaya, dan penghematan) yang relevan terhadap pilihan tersebut. Biaya diferensial adalah salah satu nama dari biaya yang relevan untuk suatu pilihan di antara banyak alternatif. Dari uraian di atas, dapat diketahui biaya dapat diklasifikasikan menjadi lima jenis. Biaya dapat diklasifikasikan berdasarkan hubungannya dengan produk, hubungannya dengan volume produksi/penjualan, hubungannya dengan departemen produksi atau segmen lain, hubungannya dengan periode akuntansi, dan hubungannya dengan suatu keputusan, tindakan atau evaluasi. Informasi biaya sangat diperlukan perusahaan. Tanpa informasi biaya, maka manajemen tidak memiliki ukuran apakah masukan yang dikorbankan memiliki nilai ekonomi yang lebih rendah atau lebih tinggi daripada nilai keluarannya. Akibatnya manajemen tidak memiliki informasi apakah kegiatan usahanya menghasilkan laba atau tidak. Begitu juga tanpa informasi biaya, manajemen tidak memiliki dasar untuk mengalokasikan berbagai sumber ekonomi yang dapat dikorbankan agar dapat menghasilkan sumber ekonomi lain. Akuntansi biaya menyediakan informasi biaya yang memungkinkan manajemen melakukan pengelolaan alokasi berbagai sumber ekonomi untuk menjamin dihasilkannya keluaran yang memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai masukan yang dikorbankan.
B. Pengambilan Keputusan Ekonomis Penutupan usaha merupakan salah satu pengambilan keputusan yang dilakukan oleh perusahaan. Menurut Dermawan (2005:35), pengambilan keputusan adalah: Suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakekat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif
Universitas Sumatera Utara
yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat. Menurut Sugiri (2002:139), pengambilan keputusan adalah “memilih salah satu alternatif tindakan yang ada”. Pengambilan keputusan itu diambil dengan sengaja, tidak secara kebetulan, dan tidak boleh sembarangan dimana masalahnya terlebih dahulu harus diketahui dan dirumuskan dengan jelas, sedangkan pemecahannya harus didasarkan pada pemilihan alternatif terbaik dari alternatifalternatif yang ada. Tujuan pengambilan keputusan adalah untuk memutuskan suatu masalah dengan pemilihan alternatif yang terbaik dan ekonomis. Di dalam masyarakat yang masih sederhana, secara relatif proses pengambilan keputusannya juga bersifat sederhana. Akan tetapi, dalam masyarakat modern dimana pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah maju pesat, pengambilan keputusan menjadi lebih rumit. Menurut Whitten, Bentley dan Dittman (2004:10), pengambilan keputusan merupakan sebuah sistem yang membantu mengidentifikasi kesempatan pembuatan keputusan atau menyediakan informasi untuk membantu pembuat keputusan. Dengan demikian, pengambilan keputusan ini mempunyai arti sebuah sistem yang dapat membantu perusahaan dalam mengidentifikasi peluang/kesempatan untuk melakukan pembuatan keputusan atau menyediakan informasi untuk membantu pembuat keputusan. Menurut
Dermawan
(2005:37),
terdapat
prosedur-prosedur
dalam
pengambilan keputusan yang ekonomis, antara lain: 1. Mengetahui hakekat daripada masalah yang dihadapi, dengan perkataan lain mendefinisikan masalah yang dihadapi dengan setepat-tepatnya. 2. Mengumpulkan fakta-fakta dan data yang relevan. 3. Mengolah fakta-fakta dan data tersebut. Universitas Sumatera Utara 4. Menentukan beberapa alternatif yang mungkin ditempuh.
5. Memilih cara pemecahan dari alternatif-alternatif yang telah diolah dengan matang. 6. Memutuskan tindakan apa yang hendak dilakukan. 7. Menilai hasil-hasil yang diperoleh sebagai akibat daripada keputusan yang telah diambil. Dalam pengambilan keputusan yang ekonomis, perlu diketahui hakekat dari masalah yang dihadapi, dengan kata lain mendefinisikan masalah yang dihadapi dengan setepat-tepatnya, mengumpulkan fakta-fakta dan data yang relevan, mengolah fakta-fakta dan data tersebut, menentukan beberapa alternatif yang mungkin ditempuh, memilih cara pemecahan dari alternatif-alternatif yang telah diolah dengan matang, memutuskan tindakan apa yang hendak dilakukan, dan menilai hasil-hasil yang diperoleh sebagai akibat dari keputusan yang telah diambil. Dengan adanya pengambilan keputusan yang ekonomis, perusahaan mampu mendukung penyelesaian masalah kompleks, respon yang cepat terhadap situasi yang tidak diharapkan yang disebabkan oleh perubahan kondisi, mampu mencoba berbagai strategi berbeda pada konfigurasi yang berbeda dengan cepat dan objektif, wawasan yang baru, memudahkan komunikasi, meningkatkan kinerja dan pengendalian manajemen, penghematan biaya, keputusan yang objektif, serta meningkatkan keefektifan manajerial dan meningkatkan produktivitas analisa. Keterlibatan manajemen harus dilakukan secara mendalam sepanjang pengembangan tersebut dan harus dalam bentuk peran kepemimpinan dalam proyek tersebut. Baik manajer menengah maupun atas harus terlibat secara mendalam dalam suatu proyek. Manajer menengah dapat memberi pengarahan selama proses tersebut. Sistem pengambilan keputusan harus dikembangkan agar bisa mencakup gaya pembuatan keputusan personal dari manajer. Gaya keputusan diakomodasi (untuk beberapa manajer potensial) dengan cara membangun kemampuan ke dalam sistem Universitas Sumatera Utara
pengambilan keputusan untuk berinteraksi dengan berbagai cara atau pendekatan dan gaya.
C. Perilaku Biaya Hansen dan Mowen (2005:84) mendefinisikan perilaku biaya sebagai “istilah umum untuk menggambarkan apakah biaya berubah seiring dengan perubahan output”. Biaya-biaya bereaksi pada perubahan output seperti perubahan biaya tetap, biaya variabel, dan biaya campuran. Menurut Halim dan Supomo (2005:22), perubahan biaya total sebagai akibat dari perubahan volume kegiatan perusahaan memiliki 3 pola yaitu: 1. Jumlahnya tetap, meskipun volume kegiatan berubah (biaya tetap). 2. Jumlahnya berubah secara proporsional dengan perubahan volume kegiatan (biaya variabel). 3. Jumlahnya berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan (biaya semi variabel). Untuk menentukan pola perilaku sebagaimana dinyatakan dalam fungsi tersebut di atas, terdapat berbagai metode/pendekatan. Menurut Halim dan Supomo (2005:24), terdapat tiga pendekatan dalam menentukan pola perilaku biaya yaitu: 1. Pendekatan intuisi 2. Pendekatan analisis enjinering 3. Pendekatan analisis data biaya masa lalu. Pendekatan intuisi didasari intuisi manajemen. Intuisi tersebut bisa didasarkan oleh surat-surat keputusan, kontrak-kontrak kerja dengan pihak lain, dan sebagainya. Misalnya, manajemen menetapkan biaya penyusutan merupakan biaya tetap, biaya komisi merupakan biaya variabel, dan lain sebagainya. Pendekatan ini kurang ilmiah. Pendekatan analisis enjinering didasarkan pada hubungan fisik yang jelas antara masukan dengan keluaran. Misalnya, pada sebuah perusahaan yang memproduksi mobil, maka sebuah mobil secara fisik dapat diketahui akan Universitas Sumatera Utara
memerlukan sebuah mesin, 4 buah ban, dan lain sebagainya. Dengan demikian, harga ban merupakan harga yang membentuk biaya variabel. Biaya gaji atau upah insinyur atau tenaga kerja yang terlibat langsung dengan pengolahan fisik ban mobil merupakan biaya variabel. Bila tidak ada hubungan fisik secara langsung, maka akan termasuk ke dalam biaya tetap. Pendekatan ini memang teliti, namun sering kali memerlukan waktu dan biaya yang relatif tinggi. Pendekatan analisis data biaya masa lalu didasarkan pada data biaya masa lalu. Pendekatan ini berasumsi bahwa biaya di masa yang akan datang sama perilakunya dengan biaya di masa yang lalu. Data biaya masa lalu dianalisis untuk mengetahui perilaku masing-masing biaya. Menurut Halim dan Supomo (2005:30), untuk memudahkan manajemen dalam perencanaan dan pengendalian, biaya tetap dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Biaya tetap komitet. 2. Biaya tetap diskresionari. Penggolongan biaya tetap menjadi biaya tetap komitet berdasarkan pada mudah atau tidaknya biaya tetap dieliminasi atau dikurangi oleh manajemen. Biaya tetap komitet merupakan jenis biaya tetap yang tidak mudah dieliminasi atau dikurangi oleh manajemen, karena umumnya biaya ini timbul dari pendirian perusahaan atau pemilikan ekuipmen. Dengan kata lain, biaya tetap komitet terjadi sebagai akibat keputusan manajemen di masa yang akan datang. Biaya tetap komitet pada umumnya akan tetap timbul, meskipun perusahaan menghentikan kegiatan usahanya. Contoh biaya tetap komitet adalah biaya depresiasi gedung pabrik dan ekuipmen, pajak bumi dan bangunan, biaya sewa jangka panjang, dan gaji direksi. Pada biaya tetap diskresionari, biaya tetap dapat dieliminasi atau dikurangi oleh manajemen, karena pada umumnya biaya ini timbul dari kebijakan manajemen
Universitas Sumatera Utara
dalam penyusunan anggaran. Biaya tetap diskresionari yang terdapat dalam suatu tahun tertentu dapat dihapus atau dikurangi pada tahun berikutnya berdasarkan kebijakan manajemen. Contoh biaya tetap diskresionari seperti biaya promosi, biaya riset dan pengembangan, biaya konsultan dan gaji pegawai honorer. Menurut Halim dan Supomo (2005:31), biaya variabel dapat digolongkan menjadi biaya enjiner dan biaya variabel diskresionari yaitu: 1. Biaya variabel enjiner. 2. Biaya variabel diskresionari. Biaya variabel enjiner mempunyai hubungan fisik dengan volume kegiatan perusahaan. Biaya ini bersifat variabel karena antara masukan dan keluarannya mempunyai hubungan yang optimum. Sebagai contoh adalah biaya bahan baku. Sebagai masukan, bahan baku mempunyai hubungan optimum dengan hasil produksi. Pada biaya variabel diskresionari bersifat variabel karena kebijakan manajemen. Biaya ini berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan, karena manajemen menghendaki demikian. Sebagai contoh, biaya komisi penjualan yang ditentukan manajemen sebesar 5% dari hasil penjualan. Biaya komisi penjualan jumlahnya akan berubah secara proporsional sesuai dengan perubahan hasil penjualan. Menurut Halim dan Supomo (2005:31), ada faktor-faktor yang harus diperhitungkan dalam menetapkan pola perilaku suatu biaya, yaitu: 1. Harus dipilih biaya yang akan diselediki pola perilakunya. Biaya ini merupakan variabel tidak bebas dan biasanya dinyatakan dengan simbol y. 2. Harus dipilih variabel bebas yaitu sesuatu yang menyebabkan biaya tersebut berfluktuasi. 3. Dengan demikian, variabel tidak bebas seperti biaya reparasi dan pemeliharaan dapat dinyatakan dalam suatu fungsi dari variabel bebas seperti jam mesin. Asumsi yang mendasari penggambaran hubungan linear antara total biaya Universitas Sumatera Utara
dengan variabel bebas adalah hubungan teknologi antara masukan dan keluaran harus
linear. Sebagai contoh, setiap satuan produk selesai harus memerlukan jumlah bahan baku yang sama. Masukan yang dibeli harus sama dengan masukan yang digunakan, misalnya setiap karyawan dimanfaatkan secara penuh dan harga pokok masukan yang dibeli harus mempunyai fungsi linear dengan kuantitas yang dibeli, seperti harga bahan baku per satuan harus sama untuk jumlah pembelian berapapun.
D. Anggaran Nafarin (2004:12) mendefinisikan anggaran sebagai “suatu rencana keuangan periodik yang disusun berdasarkan program yang telah disahkan.” Sementara Anthony dan Govindarajan (2005:3) mendefinisikan anggaran sebagai “alat penting untuk perencanaan dan pengendalian jangka pendek yang efektif dalam organisasi”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa anggaran merupakan alat untuk merencanakan dan mengendalikan keuangan perusahaan yang penyusunannya dilakukan secara periodik. Bentuk proses pembuatan anggaran seperti pada Gambar 2.1 berikut:
Opsi strategis A
Opsi strategis A Opsi strategis B Opsi strategis C
Perencanaan Strategis
Pembuatan Anggaran Universitas Sumatera Utara Opsi strategis
Gambar 2.1. Bentuk Proses Pembuatan Anggaran Sumber: Anthony dan Govindarajan, 2005:3
Suatu anggaran memerlukan komitmen sumber daya untuk tahun mendatang. Oleh karena itu, manajemen perlu membuat komitmen sumber daya semacam itu dengan ide yang jelas mengenai kearah mana arah organisasi untuk beberapa tahun ke depan. Suatu rencana strategis menyediakan kerangka kerja yang lebih luas. Dengan demikian, manfaat penting dari pembuatan suatu rencana strategis adalah bahwa rencana tersebut memfasilitasi formulasi dari anggaran yang efektif. Di dalam suatu perusahaan, perencanaan anggaran harus sesuai dengan sumber dana dan investasi dana serta perlu diketahui secara jelas sumber dana perusahaan, seperti diperoleh dari mana dan berapa jumlah investasi dana yang disanggupi perusahaan, dimana hal ini memerlukan pelaksanaan fungsi perencanaan dan pengawasan. Dengan dilaksanakannya fungsi perencanaan dan pengawasan, perusahaan dapat lebih mudah melakukan tindakan, pengawasan dan pengambilan keputusan seperti memberikan batasan atas jumlah dana yang akan dicari dan digunakan, merinci jenis sumber dana yang dicari maupun jenis investasi dana sehingga dapat memudahkan pengawasan, menyempurnakan rencana yang telah disusun karena dengan anggaran terlihat lebih jelas dan nyata, merealisasikan sumber dan investasi dana agar dapat mencapai hasil yang maksimal serta menampung, menganalisis, dan memutuskan setiap usulan yang berkaitan dengan keuangan. Berdasarkan kegunaan atau manfaat anggaran, maka anggaran mempunyai fungsi perencanaan, komunikasi, motivasi, pengendalian, evaluasi, dan pendidikan. Universitas Sumatera Utara
Dalam fungsi perencanaan, anggaran merupakan salah satu kegiatan yang berkaitan
dengan perencanaan, di samping program. Para manajer dalam menyusun anggaran harus mempertimbangkan kemungkinan perubahan kondisi pada masa yang akan datang dan menentukan langkah yang diperlukan dalam menghadapi perubahan kondisi tersebut. Dalam fungsi komunikasi, rencana kegiatan yang telah disusun oleh manajemen tidak akan dapat dilaksanakan dengan baik jika manajemen yang bersangkutan tidak cukup memahami apa yang dimaksud dalam rencana tersebut. Pemahaman yang cukup, tidak hanya pengetahuan mengenai rencana tertentu, misalnya jumlah produk atau jasa yang dihasilkan, metode produksi yang digunakan, spesifikasi tenaga kerja dan peralatan yang digunakan, jumlah bahan baku yang diperlukan atau penentuan harga jual, tetapi juga meliputi pemahaman mengenai kebijakan yang akan diterapkan dan kemungkinan kendala yang akan dihadapi oleh organisasi. Misalnya penguasaan informasi mengenai jumlah biaya maksimum untuk iklan, pemeliharaan, dan administrasi. Demikian juga pengetahuan mengenai tingkat upah, jam kerja, dan tingkat kualitas yang diinginkan. Dalam fungsi motivasi, anggaran dapat berfungsi sebagai alat pendorong yang dapat memotivasi para manajer dalam mencapai tujuan pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya dan tujuan perusahaan secara keseluruhan. Motivasi tersebut akan semakin meningkat jika para manajer berperan secara aktif dalam menyusun dan melaksanakan anggaran tersebut. Dalam fungsi pengendalian, suatu anggaran memuat tentang hasil-hasil yang diinginkan oleh suatu organisasi atau bagian organisasi dalam jangka waktu tertentu. Anggaran perlu disusun secara cermat, agar dapat digunakan sebagai dasar pembanding bagi realisasi anggaran. Dalam proses pengendalian, manajemen Universitas Sumatera Utara
menjamin bahwa kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan hasil-hasil yang diinginkan seperti yang termuat dalam anggaran. Dalam fungsi evaluasi, dapat dilihat perbandingan antara realisasi dengan anggaran. Hasil perbandingan antara realisasi dengan anggaran selama satu tahun umumnya merupakan faktor yang menentukan untuk mengevaluasi setiap manajer dan pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya. Dalam fungsi pendidikan, anggaran berfungsi sebagai piranti pendidikan para manajer. Hal ini terutama dalam kaitannya dengan segala macam pekerjaan yang ada dalam pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya dan pertaliannya dengan pusatpusat pertanggungjawaban yang lain di dalam organisasi. Proses penyusunan anggaran terdiri dari perencanaan strategis dan prediksi. Perencanaan strategis merupakan proses untuk memutuskan hakikat dan ukuran dari beberapa program yang harus dijalankan guna mengimplementasikan berbagai strategi organisasi. Perencanaan strategis dan penyusunan anggaran melibatkan perencanaan, namun jenis aktivitas perencanaannya adalah berbeda antara kedua proses tersebut. Proses penyusunan anggaran berfokus pada satu tahun,
sementara
perencanaan strategis berfokus pada aktivitas–aktivitas yang mencakup periode beberapa tahun. Perencanaan strategis mendahului penyusunan anggaran dan menyediakan kerangka kerja dimana anggaran tahunan dikembangkan. Suatu anggaran, intinya merupakan potongan satu tahun dari rencana strategis organisasi, dimana proses penyusunan anggaran mencakup lebih dari sekedar mengiris satu potongan. Perbedaan lain antara rencana strategis dan anggaran adalah bahwa rencana strategis intinya terstruktur berdasarkan lini produk atau program lain, sementara anggaran terstruktur berdasarkan pusat tanggung jawab.
Universitas Sumatera Utara
Pengaturan ulang program penting untuk dilakukan berkaitan dengan pusat tanggung jawab yang bertugas untuk melaksanakannya, karena anggaran tersebut akan digunakan untuk mempengaruhi kinerja manajer sebelum terjadi dan menilai kegiatan tersebut sesudah terjadi. Anggaran berbeda dari prediksi dalam beberapa hal. Suatu anggaran merupakan suatu rencana manajemen dengan asumsi implisit bahwa langkah–langkah positif akan diambil oleh pembuat anggaran dimana manajer yang menyusun anggaran membuat kegiatan nyata sesuai dengan rencana. Suatu prediksi hanyalah suatu perkiraan akan apa yang mungkin terjadi, tetapi tidak mengandung implikasi bahwa pembuat prediksi akan berupaya untuk membentuk kejadian sehingga prediksinya akan terealisasi. Dalam proses penyusunan anggaran, diperlukan tindakan pengambilan keputusan yang tepat dalam menentukan jumlah anggaran yang sesuai. Tujuan pengambilan keputusan ini adalah untuk memutuskan suatu masalah dengan pemilihan alternatif yang terbaik. Di dalam ruang lingkup perusahaan yang masih sederhana, secara relatif proses pengambilan keputusannya juga bersifat sederhana. Akan tetapi, dalam ruang lingkup perusahaan yang sudah luas dengan aktivitas yang sudah kompleks, pengambilan keputusan akan menjadi lebih rumit.
E. Analisis Impas (Break-Even) Menurut Mulyadi (2001:232), impas merupakan “keadaan suatu usaha yang tidak memperoleh laba dan tidak mengalami kerugian.“ Dengan kata lain, suatu usaha dikatakan impas bila jumlah pendapatan (revenues) sama dengan jumlah biaya, atau apabila laba kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutup biaya tetap saja. Menurut Hansen dan Mowen (2005:274), titik impas merupakan “titik dimana total pendapatan sama dengan total biaya atau titik dimana laba sama dengan nol.”.
Universitas Sumatera Utara
Hansen dan Mowen (2005:232) menambahkan bahwa analisis titik impas merupakan “suatu cara untuk mengetahui volume penjualan minimum agar suatu usaha tidak mengalami kerugian, tetapi juga belum memperoleh laba.” Dengan adanya analisis ini, perusahaan dapat dengan mudah melakukan pengawasan volume penjualan dalam mencapai target laba yang ditentukan. Dengan analisis titik impas ini, maka dapat dilakukan perhitungan biaya volume laba, karena untuk mengetahui impas perlu dilakukan analisis terhadap hubungan antara biaya, volume, dan laba. Oleh karena perhitungan biaya volume laba menekankan keterkaitan antara biaya, kuantitas yang terjual dan harga, maka semua informasi keuangan perusahaan terkandung di dalamnya. Perhitungan biaya volume laba dapat menjawab beberapa permasalahan, antara lain jumlah unit yang harus dijual untuk mencapai titik impas, dampak pengurangan biaya tetap terhadap titik impas, dan kenaikan harga terhadap laba jangka pendek. Jumlah laba yang diperoleh merupakan indikator keberhasilan bagi perusahaan yang orientasinya mencari laba. Agar diperoleh laba sesuai dengan yang dikehendaki, maka perusahaan perlu menyusun perencanaan laba yang baik. Hal tesebut ditentukan oleh kemampuan perusahaan untuk memprediksi kondisi usaha pada masa yang akan datang yang penuh dengan ketidakpastian, serta mengamati kemungkinan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laba perusahaan. Biaya yang timbul dari perolehan atau untuk pengolahan suatu produk atau jasa akan mempengaruhi harga jual produk yang bersangkutan. Harga jual produk atau jasa akan mempengaruhi besarnya volume penjualan produk atau jasa yang bersangkutan, sedangkan besarnya volume penjualan berpengaruh terhadap volume produk atau jasa tersebut. Selanjutnya pada gilirannya volume produksi akan mempengaruhi besar kecilnya biaya produksi. Dengan demikian, faktor-faktor yang
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi laba di atas saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Dengan adanya perhitungan biaya volume laba, pengeluaran biaya yang terjadi dan volume penjualan yang harus diupayakan perusahaan dapat direncanakan dan diawasi agar laba yang direncanakan dapat tercapai. Dasar-dasar perhitungan biaya volume laba memanfaatkan marjin kontribusi. Menurut Sugiri (2002:107), marjin kontribusi merupakan “selisih antara hasil penjualan dan seluruh komponen biaya variabel (produksi, administrasi, dan penjualan)”. Marjin kontribusi positif menunjukkan kelebihan dari hasil penjualan terhadap total biaya variabel. Selisih positif tersebut menunjukkan dana yang tersedia untuk menutup biaya. Apabila marjin kontribusi melebihi jumlah biaya tetap total, maka kelebihan tersebut merupakan laba. Berikut ini akan dibuat contoh: Tabel 2.1. Laba Rugi Produk PT. ABC Periode Yang Berakhir Desember 2007
Penjualan (10.000 unit) Biaya variabel Marjin kontribusi Biaya tetap Laba bersih
Total Rp. 3.000.000 Rp. 1.200.000 (-) Rp. 1.800.000 Rp. 720.000 (-) Rp. 1.080.000
per Unit Rp. 300 Rp. 120 (-) Rp. 180
Sumber: Penulis Dari marjin kontribusi per unit yang besarnya Rp. 180, maka kita dapat menganalisis bahwa setiap unit barang terjual mempunyai kontribusi untuk menutup biaya tetap sebesar Rp. 180. Biaya tetap pada laporan di atas menunjukkan jumlah Rp. 720.000. Dengan memperhatikan makna marjin kontribusi per unit, maka dapat dengan cepat diketahui berapa unit barang harus terjual agar seluruh biaya tetap tadi dapat tertutup. Dengan kata lain, titik impasnya dapat ditentukan. Agar seluruh biaya tetap tertutup Universitas Sumatera Utara
tanpa memperoleh laba, maka jumlah marjin kontribusi total harus sebesar Rp.
720.000. Ini tercapai apabila jumlah produk yang terjual adalah 4.000 unit, yaitu biaya tetap total dibagi dengan marjin kontribusi per unit (Rp. 720.000/180). Tabel 2.2. berikut menunjukkan titik impas apabila penjualannya adalah 4.000 unit, yaitu: Tabel 2.2. Titik Impas Penjualan PT. ABC
Penjualan (4.000 unit) Biaya variabel Marjin kontribusi Biaya tetap Laba bersih
Total Rp. 1.200.000 Rp. 480.000 (-) Rp. 720.000 Rp. 720.000 (-) Rp. 0
per Unit Rp. 300 Rp. 120 (-) Rp. 180
Sumber: Penulis Dengan memperhatikan makna titik impas dan marjin kontribusi per unit, maka kita dapat menganalisis lebih lanjut bahwa setiap penjualan satu unit di atas titik impas akan memberi laba sebesar marjin kontribusi per unit tersebut. Analisis seperti ini memudahkan manajer untuk merencanakan jumlah unit yang harus dijual di atas titik impas untuk mencapai sejumlah laba tertentu. Seandainya manajer merencanakan untuk mencapai laba Rp. 1.800., maka manajer akan menargetkan penjualan 10 unit di atas titik impas, seperti pada Tabel 2.3. berikut: Tabel 2.3. Penjualan PT. ABC di atas Titik Impas
Penjualan (4.010 unit) Biaya variabel Marjin kontribusi Biaya tetap Laba bersih Sumber: Penulis
Total Rp. 1.203.000 Rp. 481.200 (-) Rp. 721.800 Rp. 720.000 (-) Rp. 1.800
per Unit Rp. 300 Rp. 120 (-) Rp. 180
Yang diperoleh dari laba yang diinginkan dibagi dengan marjin kontribusi per unit, jadi Rp. 1800/180 yaitu 10 unit. Analisis titik impas dapat dihitung dengan menggunakan metode persamaan (equation method) dan metode marjin kontribusi (margin contribution method). Universitas Sumatera Utara
Kedua metode tersebut ekuivalen. Adapun kedua metode tersebut adalah:
1. Metode persamaan (equation method) Metode persamaan memanfaatkan data-data dari laporan laba rugi yang disusun dengan format berupa persamaan berikut : Laba = Penjualan – (Biaya Variabel + Biaya Tetap) atau Penjualan = Biaya Variabel + Biaya Tetap + Laba Sumber: Garrison dan Noreen,2002:259 2. Metode marjin kontribusi (conttibution margin method) Metode marjin kontribusi pada dasarnya adalah metode singkat dari metode persamaan. Pendekatan ini memusatkan pada ide bahwa setiap unit yang terjual memberikan marjin kontribusi yang dapat digunakan untuk menutupi biaya tetap. Adapun formulanya sebagai berikut : Biaya Tetap
Titik impas (Unit) ==
Marjin Kontribusi/Unit Penjualan Biaya Tetap
Titik impas (Jual) = =
Rasio Marjin Kontribusi Rasio marjin kontribusi
=
Marjin Kontribusi Total Penjualan
Sumber: Garrison dan Noreen,2002:259 Perhitungan biaya volume laba dapat digunakan untuk menentukan titik impas. Karena dapat digunakan untuk menentukan titik impas, analisis ini sering disebut dengan analisis titik impas. Hal yang harus diperhatikan dalam perhitungan biaya volume laba adalah bahwa biaya diklasifikasikan ke dalam biaya tetap dan biaya variabel. Untuk memberikan ilustrasi, maka dibuat suatu contoh. Misalnya data perusahaan PT. XYZ sebagai berikut: Biaya tetap total selama 1 periode
= Rp. 20.000
Universitas Sumatera Utara
Biaya variabel per unit produk
= Rp.
600
Harga jual produk per unit
= Rp. 1.000
Jika X adalah jumlah unit produk yang dijual, maka laba yang diperoleh dengan menggunakan persamaan di atas adalah sebagai berikut: Laba = 1.000X - 600X - 20.000 Pada persamaan di atas, penjualan total adalah perkalian harga jual per unit dengan volume penjualan, yaitu 1.000X. Biaya variabel total adalah perkalian antara biaya variabel per unit dengan volume penjualan yaitu 600X. Adapun biaya tetap total adalah konstan Rp. 20.000 karena tidak tergantung pada volume penjualan. Dalam kondisi impas laba adalah nol (0), yaitu sebagai berikut: 0 = 1.000X - 600X - 20.000 Jadi X (penjualan) pada titik impas dapat dicari dengan menyelesaikan persamaan di atas, yaitu sebagai berikut: 20.000 = 400X X= 20.000/400 X= 50 Jadi impas tercapai pada volume penjualan sebanyak 50 unit produk. Ini terbukti dari perhitungan berikut: Penjualan 50 unit @ Rp. 1.000
Rp. 50.000
Biaya variabel 50 unit @ Rp.600
Rp. 30.000 (-)
Marjin kontribusi
Rp. 20.000
Biaya tetap
Rp. 20.000 (-)
Laba bersih
Rp.
0
Marjin kontribusi dapat digunakan untuk menutupi biaya tetap dan bila masih tersisa, maka sisanya merupakan laba. Jika manajemen ingin mengetahui kuantitas
Universitas Sumatera Utara
penjualan impas, maka perlu disadari bahwa marjin kontribusi total jumlahnya harus sama dengan biaya tetap total. Keadaan ini akan tercapai bila kuantitas penjualan adalah sebanyak biaya tetap total dibagi dengan marjin kontribusi per unit. Adapun formulanya sebagai berikut: Titik impas
Biaya Tetap
=
Margin Kontribusi per Unit Sumber: Sugiri, 2002:114 Dari contoh PT. XYZ di atas, maka dapat dihitung titik impasnya yaitu: Titik impas
Biaya Tetap
=
(Marjin Kontribusi/Unit Penjualan) Titik impas
20.000
=
(20.000/50 unit) Titik impas
=
50 unit
Setiap tambahan satu unit produk yang terjual di atas titik impas, maka laba akan bertambah sebesar marjin kontribusi per unit produk seperti berikut: Penjualan 51 unit @ Rp. 1.000
Rp. 51.000
Biaya variabel 51 unit @ Rp.600
Rp. 30.600 (-)
Marjin kontribusi
Rp. 20.400
Biaya tetap
Rp. 20.000 (-)
Laba bersih
Rp.
400
Pendekatan persamaan dan marjin kontribusi per unit yang telah diuraikan di atas menghitung titik impas dan tingkat dalam unit produk yang terjual. Akan tetapi, volume penjualan tidak selalu diukur dalam unit produk. Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu, maka harus menggunakan rasio margin kontribusi yang merupakan perbandingan antara marjin kontribusi dengan penjualan. Rasio ini menunjukkan persentase tiap satuan rupiah penjualan yang dapat digunakan untuk menutupi biaya tetap dan laba. Dengan demikian, formula rasio margin kontribusi adalah: Marjin Kontribusi
Rasio marjin kontribusi
= Penjualan
Sumber: Sugiri, 2002:115 Sehingga formula titik impas adalah sebagai berikut: Titik impas
Biaya Tetap = Rasio Margin Kontribusi
Sumber: Sugiri, 2002:115 Pada contoh PT. XYZ di atas, maka rasio margin kontribusi adalah sebesar 40% yang diperoleh dari: Rasio margin kontribusi
Marjin Kontribusi
=
Penjualan 20.000
Rasio margin kontribusi
= 50.000
Rasio margin kontribusi
= 0,4 atau 40%
Sehingga titik impas dapat dihitung sebagai berikut: Titik impas
=
20.000 0.4
Titik impas
=
Rp. 50.000
Universitas Sumatera Utara
F. Analisis Shutdown Point Pengambilan keputusan merupakan tindakan memilih salah satu alternatif tindakan yang ada. Pemilihan ini biasanya menggunakan dasar ukuran tertentu yang dapat berupa alat bantu untuk menentukan profitabilitas atau penghematan biaya maupun melakukan penutupan usaha. Salah satu penyebab suatu perusahaan dapat mengambil keputusan rencana penutupan usaha adalah karena persaingan yang begitu kuat sehingga dirasakan tidak dapat melanjutkan usahanya. Menurut Kotler (2005:266), terdapat 5 kekuatan persaingan yang merupakan ancaman bagi perusahaan yaitu: 1. 2. 3. 4. 5.
Ancaman persaingan segmen yang ketat. Ancaman pendatang baru. Ancaman produk substitusi. Ancaman peningkatan kekuatan posisi tawar pembeli. Ancaman peningkatan kekuatan posisi tawar pemasok. Dalam ancaman persaingan segmen yang ketat, segmen tertentu menjadi tidak
menarik jika perusahaan telah memiliki pesaing yang banyak, kuat, atau agresif. Perusahaan bahkan menjadi lebih tidak menarik jika segmen tersebut stabil atau menurun, penambahan kapasitas pabrik dilakukan secara besar-besaran, biaya tetap tinggi, hambatan untuk keluar besar, atau pesaing memiliki kepentingan yang besar untuk tinggal di dalam segmen tersebut. Kondisi ini akan menyebabkan sering terjadinya perang harga, perang iklan, dan pengenalan produk baru, sehingga akan menjadi sangat mahal bagi perusahaan untuk bersaing. Dalam ancaman pendatang baru, daya tarik segmen berbeda-beda menurut tingginya hambatan untuk masuk dan keluar. Segmen yang paling menarik adalah segmen yang memiliki hambatan untuk masuk yang tinggi dan hambatan yang rendah untuk keluar. Sedikit perusahaan baru yang dapat memasuki industri ini, dan perusahaan yang berkinerja buruk dapat dengan mudah keluar. Jika hambatan untuk
Universitas Sumatera Utara
masuk dan hambatan untuk keluar tinggi, potensi labanya juga tinggi namun perusahaan menghadapi resiko yang lebih besar, karena perusahaan yang berkinerja buruk tinggal dan berjuang keras di sana. Jika hambatan untuk masuk dan keluar rendah, perusahaan dengan mudah dapat masuk dan keluar dari industri, serta tingkat pengembalian investasinya stabil dan rendah. Kasus terburuk adalah jika hambatan untuk masuk rendah dan hambatan untuk keluar tinggi. Di sini perusahaanperusahaan akan masuk dalam situasi yang menguntungkan namun sulit untuk keluar dari situasi yang buruk. Akibatnya adalah terjadinya kelebihan kapasitas yang kronis dan penurunan harga dan penghasilan bagi semua pihak. Dalam ancaman produk substitusi, segmen tertentu menjadi tidak menarik jika terdapat substitusi produk yang aktual atau potensial. Subsitusi membatasi harga dan laba. Perusahaan harus memantau secara dekat trend harga produk substitusi. Jika kemajuan teknologi atau persaingan meningkat di industri substitusi tersebut, harga dan laba dalam segmen tersebut cenderung akan menurun. Dalam ancaman peningkatan kekuatan posisi tawar pembeli, segmen tertentu memjadi tidak menarik jika pembeli memiliki kekuatan posisi tawar (bargaining power) yang kuat atau semakin meningkat. Kekuatan posisi tawar para pembeli berkembang jika mereka menjadi lebih terkonsentrasi atau terorganisasi, produk tersebut merupakan bagian yang signifikan dari biaya pembeli, produk tersebut tidak terdiferensiasi, biaya perpindahan ke pemasok/produk lain rendah, pembeli peka terhadap harga karena laba yang rendah, atau pembeli dapat melakukan integrasi ke hulu. Untuk melindungi diri mereka,
para penjual dapat memilih pembeli yang
memiliki kekuatan posisi tawar yang paling rendah atau yang sulit mengganti pemasok. Pertahanan yang lebih baik adalah mengembangkan tawaran unggul yang tidak dapat ditolak oleh para pembeli yang kuat.
Universitas Sumatera Utara
Dalam ancaman peningkatan kekuatan posisi tawar pemasok, segmen tertentu menjadi tidak menarik jika para pemasok perusahaan mampu menaikkan harga atau mengurangi kuantitas yang mereka pasok. Para pemasok cenderung menjadi kuat jika mereka terkonsentrasi atau terorganisasi, terdapat sedikit substitusi, produk yang dipasok merupakan input yang penting, biaya berpindah pemasok tinggi, dan pemasok dapat melakukan integrasi ke hilir. Pertahanan terbaik adalah membangun hubungan menang-menang (win-win solution) dengan para pemasok atau memakai berbagai sumber pemasok. Salah satu alat bantu yang dapat digunakan dalam mempermudah pengambilan keputusan penutupan usaha adalah shut down point. Apabila ditinjau dari sudut biaya, pengambilan keputusan untuk menutup usaha dilakukan dengan mempertimbangkan pendapatan penjualan dengan biaya tunai (biaya yang keluar dari saku). Biaya tunai adalah biaya-biaya yang memerlukan pembayaran segera dengan uang kas. Dalam pengambilan keputusan untuk menutup usaha, harus dibuat perbedaan antara biaya keluar dari saku dengan biaya terbenam. Biaya terbenam adalah pengeluaran biaya yang dilakukan di masa lalu, yang manfaatnya masih dinikmati sampai sekarang. Contoh biaya terbenam adalah biaya depresiasi dan amortisasi. Suatu usaha harus dihentikan apabila pendapatan yang diperoleh tidak dapat menutupi biaya tunainya. Untuk mengetahui pada tingkat penjualan berapa suatu usaha harus dihentikan, dapat dilakukan dengan mencari posisi perpotongan antara pendapatan dengan biaya tunai. Adapun formula shut down point sebagai berikut: Titik Penutupan Usaha
Biaya Tetap =
(Satuan Unit)
(Marjin Kontribusi/Unit Terjual)
Universitas Sumatera Utara
Titik Penutupan Usaha
Biaya Tetap =
(Satuan Rupiah)
(Marjin Kontribusi/Penjualan)
Sumber: Mulyadi,2001:256 Untuk mempermudah pemahaman penerapan analisis shutdown point dalam keputusan rencana penutupan usaha, maka akan dibuat suatu contoh kasus. PT. X merupakan perusahaan yang bergerak di bidang penjualan generator. Harga jual barang tersebut adalah Rp. 1.600.000. Data penjualan produk di bulan Januari 2008 adalah sebanyak 60 unit. Adapun perincian data biaya tetap perusahaan seperti pada Tabel 2.4. berikut: Tabel 2.4. Data Biaya Tetap Perusahaan Nama Biaya Biaya Operasional Perusahaan Biaya Sewa Gedung Biaya Gaji Manajer
Jumlah 7.000.000 5.000.000 20.000.000 32.000.000
Total Biaya Tetap
Adapun perincian data biaya variabel perusahaan seperti pada Tabel 2.5. berikut: Tabel 2.5. Data Biaya Variabel Perusahaan Nama Biaya Biaya Transportasi Biaya Listrik Biaya Gaji Karyawan Biaya Air Biaya Telepon Biaya Depresiasi/Penyusutan Aktiva Tetap Total Biaya Variabel
Jumlah 125.000 5.500.000 64.000.000 1.125.000 950.000 625.000 72.325.000
Jika dijabarkan data transaksi perusahaan, maka laba bersih yang diperoleh perusahaan pada bulan Januari 2008 sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Penjualan 60 unit @ Rp. 1.600.000
Rp. 96.000.000
Biaya variabel 60 unit x Rp. 1.205.417
Rp. 72.325.000
Marjin kontribusi
Rp. 23.675.000
Biaya tetap
Rp. 32.000.000
Laba bersih
Rp. (8.325.000)
-
-
Dalam biaya variabel di atas, terdapat Rp. 1.205.417 diperoleh dari total biaya variabel dibagi dengan unit terjual. Dengan demikian Rp. 1.205.417 merupakan biaya variabel per unit. Jika dilihat data perhitungan laba bersih perusahaan, maka diketahui bahwa perusahaan mengalami kerugian sebesar Rp. 8.325.000. Untuk mengetahui volume penjualan minimum agar suatu usaha tidak mengalami kerugian, dapat dilakukan dengan analisis impas. Adapun perhitungan dengan analisis impas yaitu: Titik impas
Biaya Tetap
=
(Marjin Kontribusi/Unit Penjualan) Titik impas
=
Rp. 32.000.000 (Rp. 23.675.000/60 unit)
Titik impas
=
81 unit
Atau Titik impas
=
Biaya Tetap (Marjin Kontribusi/Total Penjualan)
Titik impas
=
Rp. 32.000.000 (Rp. 23.675.000/Rp. 96.000.000)
Titik impas
=
Rp. 129.757.128
Dengan demikian, volume dan total penjualan minimal yang harus dicapai perusahaan agar tidak rugi adalah sebesar 81 unit atau Rp. 129.757.128.
Universitas Sumatera Utara
Seperti yang telah diuraikan di atas, suatu usaha dapat dihentikan apabila pendapatan yang diperoleh tidak dapat menutupi biaya tunainya. Semua biaya tetap perusahaan adalah biaya tunai, dan pada biaya variabel terdapat biaya tidak tunai/terbenam, yaitu pada biaya depresiasi/penyusutan aktiva tetap. Hal ini disebabkan karena suatu aktiva tetap dapat mengalami penyusutan/penurunan nilai perolehan dan penyusutan/penurunan nilai perolehan ini dianggap biaya, walaupun perusahaan tidak melakukan pembayaran biaya secara langsung. Untuk melakukan perhitungan dengan analisis shutdown point, maka biaya depresiasi ini harus dikeluarkan karena bukan biaya tunai sehingga total biaya variabel menjadi Rp. 71.700.000. Adapun penerapan analisis shutdown point dalam keputusan penutupan perusahaan ini adalah: Penjualan 60 unit @ Rp. 1.600.000
Rp. 96.000.000
Biaya variabel 60 unit x Rp. 1.195.000
Rp. 71.700.000 -
Marjin kontribusi
Rp. 24.300.000
Biaya tetap
Rp. 32.000.000 -
Laba bersih
Rp. (7.700.000)
Dalam biaya variabel di atas, terdapat Rp. 1.195.000 diperoleh dari total biaya variabel dibagi dengan unit terjual. Dengan demikian Rp. 1.195.000 merupakan biaya variabel per unit. Usaha ini dapat dihentikan jika volume penjualan atau total penjualan dicapai sebesar: Titik Penutupan Usaha
Biaya Tetap =
(Satuan Unit)
(Marjin Kontribusi/Unit Terjual)
Titik Penutupan Usaha
Rp. 32.000.000 =
(Satuan Unit)
(Rp. 24.300.000/60)
Universitas Sumatera Utara
Titik Penutupan Usaha
= 79 unit
Atau Titik Penutupan Usaha
Biaya Tetap =
(Satuan Rupiah)
(Marjin Kontribusi/Penjualan)
Titik Penutupan Usaha
Rp. 32.000.000 =
(Satuan Rupiah)
(Rp. 24.300.000/Rp. 96.000.000)
Titik Penutupan Usaha
= Rp. 126.419.753
Dengan demikian, perusahaan ini dapat menutup usahanya jika volume penjualan atau total penjualan dicapai sebesar 79 unit atau Rp. 126.419.753. Jika digambarkan dengan grafik, seperti pada Gambar 2.2 berikut:
Gambar 2.2. Grafik Penutupan Usaha Sumber: Penulis
Universitas Sumatera Utara