BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Pestisida Pestisida sesungguhnya telah digunakan sekitar 500 tahun sebelum
masehi. Sulfur, dalam catatan sejarah, merupakan pestisida pertama. Arsen, air raksa, dan timah hitam baru digunakan sekitar abad ke-15 untuk membasmi serangga pengganggu. Sementara itu, DDT ditebar pada tahun 1939. Kini, lebih dari 2,5 ton pestisida digunakan setiap tahun (Arisman,2009). Mengingat peranannya yang sangat besar, perdagangan pestisida ini semakin ramai. Berdasarkan data pencatatan dari Badan Proteksi Lingkungan Amerika Serikat, saat ini 2.600 bahan aktif pestisida yang telah beredar di pasaran. Sebanyak bahan aktif tersebut, 575 berupa herbisida, 610 berupa insektisida, 670 berupa fungisida dan nematisida, 125 berupa rodentisida dan 600 berupa disinfektan. Lebih dari 35 ribu formulasi telah dipasarkan di dunia (Sudarmo,2007). Pembasmi hama atau pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, memikat atau membasmi organisme pengganggu. Nama ini berasal dari pest (hama) yang diberi akhiran –cide (pembasmi). Sasarannya bermacam-macam seperti serangga, tikus, gulma, burung, mamalia, ikan atau mikroba yang dianggap mengganggu. Pestisida biasanya bersifat toksik (racun) (Rahayuningsih, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yang dimaksud hama adalah sangat luas yaitu serangga, tungau, jamur, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan (Sudarmo,2007). Untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam khususnya kekayaan alam hayati, dan pestisida digunakan secara efektif, maka peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida diatur dengan Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2001. Dalam peraturan pemerintah tersebut yang disebut sebagai pestisida adalah bahan beracun dan berbahaya semua zat kimia dan bahan lain serta jasadrenik dan virus yang dipergunakan untuk memberantas atau mencegah hama penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman atau hasil pertanian, memberantas gulma, mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman, kecuali yang tergolong pupuk, memberantas atau mencegah hama luar pada ternak dan hewan piaraan, mencegah atau memberantas hama air, memberantas atau mencegah binatang dan jasad renik dalam rumah tangga, memberantas atau mencegah binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang dilindungi, dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air (Sudarmo,2007). Pestisida merupakan bahan-bahan kimia yang tidak terlepas dari penggunaannya untuk mengendalikan hama dan jasad pengganggu lainnya. Pestisida tidak saja membawa dampak positif terhadap peningkatan produk
Universitas Sumatera Utara
pertanian, tapi juga membawa dampak negatif terhadap lingkungan sekitarnya (Diana, 2000). Menurut The United States Federal Environment Pesticide Control Act, pestisida adalah semua zat atau campuran zat khusus untuk memberantas atau mencegah gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, cendawan, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang terdapat pada manusia dan binatang lainnya. Atau semua zat atau campuran zat yang digunakan sebagai pengatur pertumbuhan tanaman atau pengering tanaman (Sudarmo,2007). Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 07/PERMENTAN/SR.140/2/2007 mendefinisikan bahwa pestisida adalah zat kimia atau bahan lain dan jasad renik serta virus yang digunakan untuk : 1. Memberantas atau mencegah hama-hama tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil pertanian. 2. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman yang tidak diinginkan. 3. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman, tidak termasuk pupuk. 4. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan piaraan dan ternak. 5. Memberantas dan mencegah hama-hama air. 6. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat pengangkutan.
Universitas Sumatera Utara
7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air (Djojosumarto,2008). Pestisida telah digunakan sebagai sarana untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) di Indonesia sejak sebelum PD II. Penggunaan pestisida di subsektor tanaman pangan dan holtikultura meningkat sangat pesat sejak dilakukan program bimbingan masal pada akhir dasawarsa 1960-an. (Rahayuningsih, 2009). 2.2
Formulasi Pestisida Pestisida yang diperdagangkan tidak berada dan digunakan dalam bentuk
yang murninya melainkan harus diproses terlebih dulu oleh pabrik sebelum dapat digunakan. Pembuat pestisida senantiasa akan memproses senyawa-senyawa murni dengan cara mencampurkannya dengan bahan-bahan lain seperti bahan pengemulsi, bahan pelarut, atau bahan pembasah tertentu. Proses ini dikenal dengan nama formulasi. (Rini, 1999) Beberapa jenis
formulasi
pestisida
yang umum
digunakan dan
diperdagangkan akan dijelaskan secara rinci, diantaranya : 1. Emulsi Pekat Bahan ini merupakan formulasi cairan yang bahan aktifnya dapat larut dalam pelarut yang tidak larut dalam air, misalnya minyak. Oleh karena itu jika dicampur dengan air, formulasi ini akan membentuk emulsi pekat. Untuk
Universitas Sumatera Utara
mengurangi pembentukan emulsi, zat penahan emulsi dicampurkan ke dalam formulasi oleh pabrik.
2. Serbuk Basah Serbuk basah merupakan formulasi pestisida yang kering dengan kandungan bahan aktif yang cukup tinggi. Apabila formulasi ini dicampur dengan air, akan terbentuk dua lapisan yang terpisah dengan serbuknya terapung di bagian atas. Untuk menghindari hal ini, formulasi dicampur dengan bahan pembasah. Pestisida
dalam
bentuk
formulasi
ini
sering
digunakan
untuk
mengendalikan berbagai jenis jasad pengganggu. Jika dibandingkan dengan formulasi emulsi pekat, serbuk basah harganya relatif lebih murah, mudah disimpan dan diangkut, dan lebih aman bagi para pemakai. Bagaimanapun formulasi ini lebih mudah untuk terhisap oleh pemakai pada saat kerja-kerja penyiapannya. Untuk menghindarinya, para pemakai harus menggunakan penutup hidung dan alat-alat keselamatan lainnya. 3. Serbuk Larut Air Seperti halnya formulasi serbuk basah, formulasi ini merupakan formulasi kering. Perbedaannya dengan serbuk basah ialah formulasi ini dapat membentuk larutan jika dicampur dengan air sedangkan serbuk basah hanya terjadi pencampuran saja. Formulasi ini biasanya mengandung 50% bahan aktif.
Universitas Sumatera Utara
Kadangkala bahan pembasah atau bahan perata diperlukan jika akan digunakan untuk menyemprot tanaman yang memiliki permukaan batang/daun yang licin atau berbulu.
4. Suspensi Telah dijelaskan bahwa terdapat jenis – jenis pestisida yang dapat larut dalam air atau pelarut minyak. Di sampng itu ada beberapa jenis pestisida yang hanya larut pada jenis-jenis pelarut organik yang sulit untuk diperoleh sehingga formulasinya sangat mahal dan sulit untuk diperdagangkan. Untuk mengatasi masalah ini maka bahan murninya harus dicampur dahulu dengan serbuk tertentu dan sedikit air sehingga terbentuk campuran pestisida dengan serbuk halus yang basah. Campuran ini dapat bercampur dengan rata jika dilarutkan dalam air sebelum disemprotkan. Komposisi seperti ini dikenal dengan suspensi. 5. Debu Debu merupakan formulasi pestisida yang paling sederhana untuk memudahkan pemakaiannya dan juga merupakan formulasi kering yang mengandung konsentrasi bahan aktif yang sangat rendah yaitu berkisar antara 110%. 6. Butiran
Universitas Sumatera Utara
Formulasi ini menyerupai debu tetapi dengan ukutan yang lebih besar dan dapat digunakan langsung tanpa dicairkan atau dicampurkan dengan bahan pelarut. Bahan aktif dari formulasi ini pada mulanya berbentuk cair tetapi setelah dicampur dengan bahan butiran akan menyerap atau melekat pada butiran. Jumlah bahan aktif yang terdapat pada formulasi ini biasanya berkisar antara 2-45%. 7. Aerosol Bahan aktif jenis ini harus larut dan mudah menguap dengan ukuran butiran yang kurang dari 10 mikron sehingga mudah terhisap manusia sewaktu bernafas. Senyawa ini akan menyerap ke dalam jaringan pernafasan di paru-paru. Oleh karena itu, bernafas sewaktu penyemprotan tidak dianjurkan. 8. Umpan Umpan merupakan makanan atau bahan-bahan tertentu yang telah dicampur racun. Bahan makanan ini menjadi daya penarik jasad pengganggu sasaran. Umpan boleh digunakan di rumah-rumah, kantor, kebun, sawah untuk mengendalikan tikus,lalat,lipas,burung, ataupun siput. 9. Gas Fumigan merupakan formulasi yang berada dalam bentuk gas atau cairan yang mudah menguap. Gas ini dapat terhisap atau diserap oleh kulit. Fumigan sering digunakan untuk mengendalikan hama-hama gudang, hama-hama, dan jamur patogen yang berada di dalam tanah. 2.3
Jenis-Jenis Pestisida
Universitas Sumatera Utara
Pestisida yang lazim digunakan adalah fungisida, herbisida, insektisida dan
rodentisida.
Secara
kimiawi,
pestisida
digolongkan
sebagai
organoklorin,organofosfat,piretrin, dan karbamat (Arisman,2009). Dari banyaknya jenis jasad pengganggu yang bisa mengakibatkan fatalnya hasil pertanian, pestisida ini diklasifikasikan lagi menjadi beberapa macam sesuai dengan sasaran yang akan dikendalikan. (Rini, 1999) 1. Insektisida Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa mematikan semua jenis serangga. Untuk membunuh serangga, insektisida masuk dalam tubuh serangga melalui lambung, kontak, dan alat pernafasan. Sedangkan dilihat dari cara kerjanya, insektisida dibedakan atas peracun fisik, peracun protoplasma, dan peracun pernafasan. 2. Fungisida Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan dapat digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi / cendawan. Fungisida sistemik adalah senyawa kimia yang bila diaplikasikan pada tanaman akan bertranslokasi ke bagian lain. Aplikasi dapat melalui penetrasi daun, melalui tanah untuk selanjutnya diabsorbsi oleh akar, atau injeksi melalui batang. 3. Bakterisida
Universitas Sumatera Utara
Disebut bakterisida karena senyawa ini mengandung bahan aktif beracun yang dapat membunuh bakteri. Bakterisida biasanya sistemik karena bakteri melakukan perusakan dalam tubuh inang. 4. Akarisida Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh tungau, caplak, dan laba-laba. Tungau adalah binatang kecil yang besarnya kurang dari 0,5 mm, berkaki 8, dan berkulit lunak dengan kerangka khitin. Warnanya bermacam-macam, ada yang merah, kuning dan ada pula yang hijau. 5. Herbisida Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untuk membunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma. Kehadiran gulma dalam areal pertanaman sangat tidak dikehendaki karena akan menyaingi tanaman yang ditanam dalam memperoleh unsur hara, air, dan matahari. Ditinjau dari cara kerjanya, herbisida dibedakan atas herbisida kontak dan herbisida sistemik. a. Herbisida kontak akan mematikan jaringan gulma yang terkena. Herbisida ini diaplikasikan dengan penyemprotan dan sangat sesuai untuk mengendalikan gulma setahun atau gulma semusim. Misalnya ceplukan, wedusan atau babadotan dan bayam duri. Gulma ini akan mati secara keseluruhan bila kontak dengan herbisida ini. Namun bila
Universitas Sumatera Utara
diaplikasikan pada gulma tahunan yang mati hanya bagian atasnya. Jadi hanya seperti dibabat, sedangkan akarnya tetap hidup. b. Herbisida sistemik diabsorbsi oleh akar atau daun masuk ke dalam jaringan pembuluh kemudian diedarkan ke bagian lain sehingga gulma mengalami kematain total. Maka dari itu, aplikasinya dapat dengan cara penyemprotan daun atau penyemprotan ke akar tanaman. Gulma tahunan misalnya alang-alang, teki, dan sembung dapat sangat efektif dikendalikan dengan herbisida sistemik. Adapun jenis pestisida yang digunakan dalam proses penyemprotan pestisida di perkebunan kelapa sawit PT. LANGKAT NUSANTARA KEPONG yaitu : Tabel 2.1 Jenis Pestisida NO
MERK DAGANG
JENIS PESTISIDA
BAHAN AKTIF
1
Amiron
Herbisida
Metil metsulfuron 20%
2
Metsulindo
Herbisida
Metil metsulfuron 20%
3
Momento
Herbisida
Metil metsulfuron 20 %
4
Kenlon
Herbisida
Triklopir Butoksi Etil Ester 480g/l
5
Kenfosat
Herbisida
Isoprapilamina Glifosat 490-972
6
Prima up
Herbisida
Isopropilamina Glifosat 480gr/lt
Universitas Sumatera Utara
7
Starlon
Herbisida
Heristimix Triklopir Butoksi Etil Ester . 665
8
Trister
Herbisida
Triklopir Butoksi Etil Ester . 480 – GZ
2.3.1
Amiron Amiron merupakan Herbisida sistemik pra tumbuh & purna tumbuh yang
bersifat selektif untuk mengendalikan gulma : berdaun lebar dan golongan teki tekian antara lain: (Ludwigia octovalvis, Monochoria vaginalis, Marsilea crenata) pada tanaman monokultur (karet, kelapa sawit, teh,kakao, kopi dan pada budidaya Padi Sawah).
2.3.2
Metsulindo Metsulindo merupakan bahan kimia yang efektif terhadap gulma pada
karet (Ageratum conyzoides, Borreria latifolia, Synedrella nodi flora, Paspalum conjugatum), kelapa sawit (Leguminosa, Borreria latifolia), kacangan penutup tanah (Calopogonium mucunoides), padi (Limnochoris flava). Metsulindo adalah herbisida berbahan metil metsulfuron yang paling cepat larut, memiliki spektrum penggunaan yang luas untuk mengendalikan gulma berdaun lebar, gulma berkayu dan pakis-pakisan seperti Nephrolepis bisserata dan Lunathyrium japonicum. Herbisida jenis metsulindo ini secara biologis aktif pada dosis rendah sehingga biaya penggunaan per hektar menjadi ekonomis. Dapat pula diformulasikan dalam bentuk tepung yang mudah larut dalam air dan tidak
Universitas Sumatera Utara
meninggalkan endapan serta dapat dicampur dengan herbisida lain yang berbahan aktif glifosat dan paraquat untuk meningkatkan spektrum pengendalian pada gulma berdaun sempit. Metsulindo memiliki rumus kimia C14H15N5O6S. Identifikasi bahaya yang ditimbulkan dari herbisida jenis ini yakni dapat menyebabkan keracunan melalui mulut, kulit, dan pernafasan dan akibatnya terhadap kesehatan dapat menyebabkan muntah dan diare. Bahan jenis ini memiliki bentuk padat, bau agak menyengat dan berwarna putih sampai krim. Toksisitas pada bahan kimia ini yaitu LD50 (oral) : >500mg/kg, LD50 (dermal) : >1000 mg/kg, dan LC50 (pernafasan) : >5.3 mg/L. 2.3.3 Momento Momento adalah salah satu Herbisida pencampur pengendali gulma daun lebar di semua tanaman. Herbisida jenis ini lebih ampuh mengendalikan semua gulma yang ada di perkebunan dan merupakan herbisida selektif sehingga aman bagi tanaman. Herbisida ini juga mampu memaksimalkan pertumbuhan tanaman karena tanaman terbebas dari gulma sejak awal tanaman sampai panen sekaligus dapat meningkatkan ketahanan tanaman dari serangan hama dan penyakit karena tanaman sehat dan kuat. Herbisida jenis ini memiliki rumus kimia C14H15N5O6S. Identifikasi bahaya yang dapat ditimbulkan yaitu dapat menyebabkan keracunan melalui mulut, kulit, dan pernafasan serta dapat menyebabkan iritasi ringan pada mata dan tidak pada kulit. Momento berbentuk padat (tepung), bau agak menyengat dan
Universitas Sumatera Utara
berwarna putih. Toksisitas pada bahan kimia jenis ini yaitu LD50 (oral) : >500mg/kg, LD50 (dermal) : >1000 mg/kg, dan LC50 (pernafasan) : >5.3 mg/L 2.3.4
Kenlon Kenlon adalah herbisida purna tumbuh sistemik berbentuk pekatan yang
dapat diemulsikan berwarna coklat terang untuk mengendalikan gulma umum pada pertanaman Kelapa Sawit (TBM). Herbisida ini diserap melalui daun dan akar gulma, dan selanjutnya ditranslokasikan kesemua jaringan gulma. Herbisida Kenlon 480 EC sangat cocok digunakan untuk persiapan maupun pemeliharaan tanaman kelapa sawit. Herbisida ini juga dapat dicampur dengan herbisida lain seperti glifosat maupun parakuat untuk hasil pengendalian gulma yang maksimal. 2.3.5
Kenfosat Herbisida sistemik purna tumbuh berbentuk larutan dalam air berwarna
kekuningan, untuk mengendalikan gulma berdaun lebar, berdaun sempit pada pertanaman Kelapa Sawit (TBM). 2.3.6
Prima Up Prima Up merupakan salah satu herbisida sistemik purna tumbuh dengan
bahan aktif Isopropilamina Glifosat 480gr/lt. Herbisida jenis ini berbentuk larutan dalam air berwarna kuning kecoklatan untuk mengendalikan alang-alang pada lahan tanpa tanaman. 2.3.7
Starlon Starlon adalah herbisida purna tumbuh yang sistemik, berbentuk pekatan
yang dapat diemulsikan berwarna coklat untuk mengendalikan semak dan gulma berkayu, berdaun lebar pada tanaman kelapa sawit. Keunggulan dari starlon
Universitas Sumatera Utara
adalah dapat diserap melalui daun dan diangkut keseluruh gulma, dapat dicampur dengan herbisida lain seperti:glifosat, sulfosat atau paraquat untuk mengendalikan seluruh jenis gulma campuran, formulasi lebih stabil dan tercampur merata, formulasi tidak cepat rusak akibat terpapar sinar matahari dibandingkan dengan triklopir merek lain, tidak menyebabkan pengendapan pada penyimpanan lama serta sangat efektif untuk mengendalikan gulma berkayu dan bergetah. 2.3.8 Triester 480 EC Triester 480 EC adalah herbisida sistemik purna tumbuh berwarna ungu tua berbentuk pekatan yang dapat diemulsikan untuk mengendalikan gulma pada tanaman sawit (TBM), karet dan kakao. Herbisida ini dapat mengendalikan gulma daun lebar semak-semak dan gulma berkayu yang bandel, Aplikasi mudah, bisa dengan spray (semprot) atau oles pada batang atau tunggul kayu serta dapat dicampur dengan herbisida lainnya seperti : SUPREMO 480 SL, SUPRETOX 278 SL dan ABOLISI 885 SL. Berdasarkan LDKB (Lembar Data Keselamatan Bahan), herbisida jenis ini apabila kontak dengan bahan akan timbul gejala seperti iritasi mata dan kulit dengan atau tanpa efek sistemik. Jika tertelan, gejalanya seperti sakit kepala, pusing, mual dan muntah. Akibatnya terhadap kesehatan dapat menyebabkan sakit kepala, lemah, mual, hilang selera makan, muntah dan mencret. Triester berbentuk cair dan memiliki warna coklat. Toksisitas pada bahan kimia jenis ini yaitu LD50 (oral) : 1099.06 mg/kg (tikus jantan) dan 1709.12 mg/kg tikus betina, LD50 (dermal) : >5000 mg/kg (tikus) dan LC50 (pernafasan) : >4.8 mg/L udara (tikus).
Universitas Sumatera Utara
2.4
Toksisitas Pestisida Semua senyawa pestisida adalah beracun bagi hewan mamalia meskipun
tingkat keracunannya berbeda-beda dari jenis yang satu ke jenis yang lainnya. Terdapat perbedaan yang sangat nyata anatara toksisitas dengan bahaya keracunan. Toksisitas adalah daya racun yang dimiliki oleh senyawa pestisida – dengan perkataan lain seberapa kuat daya racunnya terhadap sejenis hewan pada kondisi percobaan yang dilakukan di laboratorium. Bahaya keracunan adalah bahaya atau risiko keracunan dari seseorang pada waktu sejenis pestisida sedang digunakan (Soetikno,1999). Bagi para pemakai pestisida, bahaya keracunan lebih penting jika dibandingkan dengan toksisitasnya. Bahaya keracunan tidak saja tergantung pada toksisitas senyawa pestisida tetapi juga kesempatan akan kemungkinan terjadinya kecelakaan terkena sejumlah racun dari pestisida yang digunakan. Kemungkinan resiko keracunan akibat penggunaan pestisida dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu keracunan yang akut, yang diakibatkan oleh kelalaian dalam menangani dan menggunakan pestisida, jumlah yang sedikit namun berulang kali dan lama atau menghisap/menelannya (Soetikno,1999). Keracunan yang akut banyak kaitannya dengan orang-orang yang bekerja langsung di bagian pembuatan dan formulasi pestisida di pabrik-pabrik agrokimia dan juga yang langsung menggunakannya. Adapun keracunan kronik lebih erat kaitannya dengan masyarakat luas sebagai konsumen hasil-hasil pertanian baik dengan memakan buah-buahan atau sayur-sayuran (Soetikno,1999). 2.5
Dampak Penggunaan Pestisida Terhadap Kesehatan
Universitas Sumatera Utara
Pestisida masuk dalam tubuh manusia bisa dengan cara sedikit demi sedikit dan mengakibatkan keracunan. Menurut World Health Organization (WHO), paling tidak 20.000 orang per tahun, mati akibat keracunan pestisida. Diperkirakan 5.000-10.000 orang per tahun mengalami dampak yang sangat fatal, seperti mengalami penyakit kanker, cacat tubuh, kemandulan dan penyakit liver (Djojosumarto,2008). Di Jepang, terdapat kira-kira 1078 kejadian keracunan pestisida. Dari angka tersebut, kira-kira 30% telah disebabkan oleh senyawa organofosforus, 15% herbisida, dan 10% organosulfur. Di Malaysia, kejadian keracunan pestisida juga banyak dilaporkan terjadi. Hampir lebih dari 54% petani pengguna pestisida pernah mengalami keracunan pestisida meskipun tingkat keracunannya berbedabeda mulai dari yang ringan hingga yang berat (Soetikno,1992). Pada umumnya terdapat 4 penyebab utama terjadinya keracunan pestisida pada manusia, yakni: a. Pestisida secara sengaja diminum atau dimakan untuk tujuan bunuh diri. b. Kelalaian para pengguna pestisida khususnya di kalangan petani yang bekerja tanpa mengindahkan langkah-langkah keselamatan yang perlu diambil. c. Kelalaian para petugas penyimpan pestisida yang secara tidak sengaja lalai dalam menyimpan pestisida bukan pada tempatnya, dalam botol-
Universitas Sumatera Utara
botol yang mudah terjangkau oleh anak-anak, atau dalam botol bekas minuman. d. Melalui bahan-bahan makanan yang mengandung sisa pestisida dalam jumlah yang cukup tinggi (Soetikno,1992). Pestisida merupakan bahan kimia, campuran bahan kimia atau bahanbahan lain yang bersifat bioaktif. Pada dasarnya, pestisida itu bersifat racun. Setiap racun berpotensi mengandung bahaya. Oleh karena itu, ketidakbijaksanaan dalam penggunaan pestisida dapat menimbulkan dampak negatif. Adapun dampak negatif dari penggunaan pestisida terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu keracunan akut ringan, akut berat, dan kronis (Djojosumarto,2008). Keracunan ringan menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi kulit ringan, badan terasa sakit, diare. Keracunan akut berat menimbulkan gejala mual, menggigil, kejang perut, sulit bernafas, keluar air liur, pupil mata mengecil, dan denyut nadi meningkat. Selanjutnya keracunan yang sangat berat dapat mengakibatkan pingsan, kejang-kejang, bahkan dapat menyebabkan kematian (Djojosumarto,2008). Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan tidak menimbulkan gejala serta tanda yang spesifik. Namun keracunan kronis dalam jangka waktu lama bisa menimbulkan gangguan kesehatan. Beberapa gangguan kesehatan yang sering dihubungkan dengan penggunaan pestisida di antaranya
Universitas Sumatera Utara
iritasi kulit dan mata, kanker, keguguran, cacat pada bayi serta gangguan saraf, hati, ginjal dan pernafasan (Djojosumarto,2008). 2.6
Jalur Masuk Pestisida Pada Manusia Pestisida dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai rute, yakni
(Djojosumarto, 2004): 1. Penetrasi lewat kulit (dermal contamination) Pestisida yang menempel di permukaan kulit dapat meresap ke dalam tubuh dan menimbulkan keracunan. Kejadian kontaminasi pestisida lewat kulit merupakan kontaminasi yang paling sering terjadi. Lebih dari 90% dari kasus keracunan di seluruh dunia disebabkan oleh kontaminasi lewat kulit. Tingkat bahaya kontaminasi lewat kulit dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut: a. Toksisitas dermal (dermal LD50) pestisida yang bersangkutan : makin rendah angka LD50, makin berbahaya. b. Konsentrasi pestisida yang menempel pada kulit: makin pekat pestisida, makin berbahaya. c. Formulasi pestisida: misalnya formulasi EC dan ULV lebih mudah diserap kulit daripada formulasi butiran. d. Jenis atau bagian kulit yang terpapar: mata, misalnya, mudah sekali meresapkan pestisida. Kulit punggung tangan lebih mudah meresapkan pestisida daripada kulit telapak tangan. e. Luas kulit yang terpapar pestisida: makin luas kulit yang terpapar, makin besar resikonya.
Universitas Sumatera Utara
f. Lamanya kulit terpapar: makin lama kulit terpapar, makin besar resikonya. g. Kondisi fisik seseorang: makin lemah kondisi fisik seseorang, makin tinggi resiko keracunannya. Pekerjaan yang menimbulkan resiko tinggi kontaminasi lewat kulit adalah: a.
Penyemprotan dan aplikasi lainnya, termasuk pemaparan langsung
oleh droplet atau drift pestisida dan menyeka wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarung tangan yang terkontaminsai pestisida. b.
Pencampuran pestisida.
c.
Mencuci alat-alat aplikasi
2. Terhisap lewat saluran pernafasan (inhalation) Keracunan pestisida karena partikel pestisida terhisap lewat hidung merupakan terbanyak kedua setelah kulit. Gas dan partikel semprotan yang sangat halus (kurang dari 10 mikron) dapat masuk ke paru-paru, sedangkan partikel yang lebih besar (lebih dari 50 mikron) akan menempel di selaput lendir atau kerongkongan. Pestisida yang berbentuk gas mudah masuk ke dalam paru-paru dan sangat berbahaya. Partikel atau droplet yang berukuran kurang dari 10 mikron dapat mencapai paru-paru, namun droplet yang berukuran lebih dari 50 mikron mungkin tidak mencapai paru-paru, tetapi dapat menimbulkan gangguan pada selaput lendir hidung dan kerongkongan. Gas beracun yang terhisap ditentukan oleh: 1. Konsentrasi gas di dalam ruangan atau di udara 2. Lamanya pemaparan
Universitas Sumatera Utara
3. Kondisi fisik seseorang (pengguna) Pekerjaan-pekerjaan yang menyebabkan terjadinya kontaminasi lewat saluran pernafasan adalah : a. Bekerja dengan pestisida (menimbang, mencampur, dsb) di ruang tertutup atau yang ventilasinya buruk. b. Aplikasi pestisida berbentuk gas atau yang akan membentuk gas, aerosol, terutama aplikasi di dalam ruangan, aplikasi berbentuk tepung mempunyai resiko tinggi. c. Mencampur pestisida berbentuk tepung (debu terhisap pernafasan). 3. Masuk ke dalam saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral) Pestisida keracunan lewat mulut sebenarnya tidak sering terjadi dibandingkan dengan kontaminasi lewat kulit. Keracunan lewat mulut dapat terjadi karena : a. Makan, minum, dan merokok ketika bekerja dengan pestisida. b. Menyeka keringat di wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarung tangan yang terkontaminasi pestisida. c. Drift pestisida terbawa angin masuk ke mulut. d. Makanan dan minuman terkontaminasi pestisida. e. Kecelakaan khusus, misalnya pestisida disimpan dalam berkas wadah makanan atau disimpan tanpa label sehingga salah ambil (dikira bukan pestisida). f. Meniup nozzle yang tersumbat langsung dengan mulut.
Universitas Sumatera Utara
Kejadian-kejadian seperti yang telah disebutkan diatas pada umumnya disebabkan karena kurangnya perhatian atas keselamatan kerja dan kurangnya kesadaran bahwa pestisida adalah racun. Kadang-kadang para pekerja penyemprot pestisida, kurang menyadari daya racun pestisida, sehingga dalam melakukan penyimpanan dan penggunaannya tidak memperhatikan segi-segi keselamatan.
2.7
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keracunan Pestisida Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya keracunan pestisida
yaitu: a. Umur Semakin lama seseorang hidup maka umur seseorang juga akan semakin bertambah. Seiring dengan bertambahnya usia seseorang, maka kadar rata-rata kilinestrase dalam darah akan semakin rendah sehingga akan mempermudah terjadinya keracunan pestisida. b. Jenis Kelamin Jenis kelamin sangat mempengaruhi terjadinya gangguan kesehatan dalam hal ini. Jenis kelamin laki-laki lebih rendah dibandingkan dengan jenis kelamin wanita. Pada umumnya, wanita lebih banyak enzim kholinesterase. Namun demikian, tidak dianjurkan bagi wanita untuk menyemprot pestisida, karena pada saat kehamilan kadar cholinesterase cenderung menurun. c. Masa Kerja Pada penyemprot pestisida, semakin lama bekerja maka semakin sering kontak dengan pestisida sehingga resiko keracunan pestisida akan semakin tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Penurunan aktifitas kholinesterase dalam plasma darah karena keracunan pestisida akan berlangsung mulai dari seseorang terpapar hingga 2 minggu setelah melakukan penyemprotan (dalam Rusli Asri Djau,2009). 2.8
Pemeriksaan Enzim Cholinesterase Pemeriksaan cholinesterase digunakan untuk monitoring keracunan
pestisida. Aktivitas cholinesterase dapat menurun. Untuk dapat mengevaluasi dengan baik, nilai dasar pasien sebelum paparan seharusnya diperiksa terlebih dahulu. Cara kerja semua jenis pestisida organofosfat hampir sama yaitu menghambat penyaluran impula syaraf dengan cara mengikat cholinesterase. Hambatan ini dapat terjadi beberapa jam sampai beberapa minggu. Ketika pestisida memasuki tubuh manusia atau hewan, pestisida menempel pada enzim cholinesterase. Karena kholinesterase tidak dapat memecahkan asetil kholin, impuls syaraf mengalir terus (konstan) menyebabkan suatu reaksi yang cepat dari otot-otot dan akhirnya mengarah kepada kelumpuhan. Pada saat otot pada system pernafasan tidak berfungsi, terjadilah kematian. 2.9 Pemeriksaan Kesehatan Berkala Menurut
PERMENAKERTRANS
No.Per.02/MEN/1980
tentang
pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam penyelenggaraan keselamatan dan kesehatan kerja, pemeriksaan kesehatan berkala (rutin) adalah pemeriksaan kesehatan pada waktu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja yang dilakukan oleh dokter. Pemeriksaan
kesehatan
berkala
(rutin)
dimaksudkan
untuk
mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerja sesudah berada dalam
Universitas Sumatera Utara
pekerjaannya serta menilai kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan yang seawal mungkin yang perlu dikendalikan dengan usaha-usaha pencegahan. Sesuai dalam PERMENAKERTRANS No.Per.02/MEN 1980 pasal 3 ayat 3 menyebutkan bahwa pemeriksaan kesehatan berkala meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru (bilamana mungkin) dan laboratorium rutin serta pemeriksaan-pemeriksaan lain yang dianggap perlu.
Universitas Sumatera Utara