1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Bunga Kenanga 2.1.1 Klasifikasi Tanaman Bunga Kenanga Tanaman bunga kenanga dapat diklasifikasi sebagai berikut: Kerajaa
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Magnoliales
Famili
: Annonaceae
Genus
: Cananga
Spesies
: C. odorata
Gambar 1. Bunga kenanga
Tanaman bunga
kenanga adalah tanaman dari Asia Tenggara yang
memiliki aroma khas. Ada dua jenis kenanga, yaitu macrophylla yang dikenal sebagai kenanga biasa dan genuine dikenal sebagai kenanga Filipina atau ylangylang (Ira, 2013). Selain itu, masih dikenal pula kenanga perdu (Cananga odorata fruticosa), yang banyak ditanam sebagai hiasan di halaman rumah (Ira, 2013). Kenanga ylang-ylang memiliki aroma yang lebih tinggi dibandingkan kenanga
2
biasa, sehingga pada penelitian ini menggunakan kenanga Filipina atau ylangylang.
2.1.2 Karakteristik Fisik Tanaman Bunga Kenanga Kenanga (Canangium odoratum) adalah tumbuhan berbatang besar sampai diameter 0,1-0,7 meter dengan usia puluhan tahun. Tumbuhan kenanga mempunyai batang yang getas (mudah patah) pada waktu mudanya. Tinggi pohon kenanga biasa atau macrophylla dapat mencapai 5-20 meter dan pada genuina atau ylang-ylang tinggi pohon hanya mencapai 3 meter (Rochin Armando, 2009). Bunga kenanga akan muncul pada batang pohon atau ranting bagian atas pohon dengan susunan bunga yang spesifik. Sebuah bunga kenanga terdiri dari enam lembar daun dengan mahkota berwarna kuning serta dilengkapi tiga lembar daun berwarna hijau. Dasar bunganya berbentuk bundar pipih dan mengembung sedangkan benang sari jumlahnya banyak, bertangkai pendek dan tersusun dalam gulungan spiral. Kotak sari berbentuk tiang, terdiri dua sel, bersifat menempel dan membelah memanjang. Bakal buah berbentuk oblong, dan bakal bijinya berjumlah banyak serta menyebar pada sisi-sisinya. Putik bunga bertangkai pendek, berkepala bundar dan berlendir. Buah berbentuk oval, berdaging tebal, berwarna hijau ketika masih muda dan menjadi hitam setelah tua, pada umumnya mengelompok 6-10 buah pada satu tangkai utama. Bijinya berjumlah 8-12 untuk tiap buah, pada umumnya tersusun dalam dua baris, berbentuk bundar, pipih, berkulit keras, berwarna cokelat. Susunan bunga tersebut majemuk dengan garpugarpu. Bunga kenanga beraroma harus dan khas. Di pedesaan, kenanga sering dipelihara untuk dipetik bunganya (Rochin Armando, 2009).
3
2.1.3 Habitat Tanaman Bunga Kenanga Tumbuhan kenanga mudah tumbuh di daerah dataran rendah mulai ketinggian 25-1.000 meter di atas permukaan laut. Semula tanaman ini hanya tumbuh di hutan-hutan, tetapi kini sudah banyak dibudidayakan. Tentu saja tanaman ini dapat tumbuh lebih baik jika kondisi tanahnya subur, terutama jenis tanah alluvial, dan dapat berbunga lebat jika ketinggian daerahnya antara 20-700 m di atas permukaan laut, yang beriklim panas dan lembab. (Thomas A.N.S, 1989).
2.1.4 Manfaat Bunga Kenanga Bunga kenanga merupakan maskot Kota Kabupaten Bangli Provensi Bali. Bunga kenanga memiliki banyak nilai guna, antara lain sebagai sumber minyak atsiri, sumber obat dan sebagai tanaman hias. Bunga kenanga yang dapat menghasilkan minyak atsiri berharga tinggi berasal dari tanaman kenanga jenis Cananga odorata forma genuina atau sering disebut dengan jenis ylang-ylang (Kusuma, 2004) Di daerah Banyumas (Jawa Tengah), ekstrak bunga kenanga yang dikeringkan digunakan untuk obat malaria. Di Ujung pandang dan juga di Jawa, bunga kenanga diolah menjadi minyak rambut (dalam bahasa Jawa biasa disebut lengo cem-ceman), dengan cara dimasukkan ke dalam minyak kelapa dan dipanaskan sehingga minyak tersebut beraroma kenanga. Para wanita di Malaysia dan pulau Bali menggunakan bunga kenanga segar untuk mengharumkan rambut, pakaian dan tempat tidurnya. Sedangkan para wanita di Thailand menggunakan
4
remasan bunga kenanga segar sebagai pengharum tubuh setelah mandi. (Hatta Sunanto,1993). Bunga kenanga dapat diambil minyak atsirinya dengan cara penyulingan. Minyak atsiri ini memiliki nilai ekonomi tinggi dan sudah sejak lama menjadi komoditi ekspor. Indonesia merupakan salah satu dari negara-negara berkembang yang potensial mengekspor minyak atsiri ke Benua Eropa dan Amerika sejak tahun 1864. Di negara-negara pengimpor, minyak atsiri bunga kenanga digunakan sebagai bahan baku industri parfum, kosmetika dan sabun mandi. Sejak lama bunga kenanga dimanfaatkan sebagai sumber obat tradisional seperti reumatik, demam nifas, penyakit kulit (kudis dan gigitan serangga), sakit kepala, malaria, asma, bronchitis, sesak nafas, mencegah dan mengobati bau badan serta keputihan, mencegah dan mengobati hepatitis, radang saluran kencing. Produk kecantikan seperti parfum, sabun, masker dan lulur serta dimanfaatkan sebagai tanaman hias (Kusuma, 2004). Beberapa hal berikut perlu mendapat perhatian agar bisa dihasilkan minyak kenanga yang bermutu baik, diantaranya: a. Bunga kenanga yang yang baik dan tepat untuk dipanen adalah bunga yang warnanya sudah mulai kuning atau kuning benar. b. Pemetikkan bunga kenanga diusahakan pagi-pagi sekali sebelum matahari terbit. Pemetikkan bunga pada suhu rendah (pagi), berarti belum banyak minyak yang menguap
5
2.1.5 Kandungan pada Bunga Kenanga Bahan kimia yang terkandung di dalam minyak atsiri bunga kenanga adalah Benzyl benzoat, Cadinine, Cincol, Eugenol, Farnesol, Geraniol, Isosafrole, Safrole, Limonen, Linalool ester dan Methyl salicylate, Metil benzonate, Ylangol, Terpenes Safrol, Benzyl Acetate, Pinene dan campuran Acyd Bensoik, Formik, Acetik, dan Valerik. Menurut Depkes RI (2000), bunga kenanga mengandung saponin, flavonoida, poilifenol dan minyak atsiri. Hasil penelitian menunjukkan, ekstrak bunga kenanga memiliki kemampuan menolak nyamuk karena adanya minyak atsiri yang mengandung linalool, geraniol, dan eugenol yang merupakan senyawa fenol yang berfungsi sebagai repelen nyamuk. Mekanisme repelan adalah bau yang terkandung dalam minyak atsiri meresap ke pori-pori kulit dan karena panas tubuh, lingkungan, minyak atsiri menguap ke udara. Bau ini akan terdeteksi oleh reseptor kimia yang terdapat pada antena nyamuk dan diteruskan ke impuls saraf, direspon ke dalam otak sehingga nyamuk akan mengekspresikan diri untuk menghindar. Kandungan minyak atsiri bunga kenanga linalool, geraniol, dan eugenol adalah: a. Linalool Linalool adalah racun kontak yang meningkatkan aktivitas saraf sensorik pada
serangga,
lebih-besar
menyebabkan
stimulasi
saraf
motor
yang
menyebabkan kejang dan kelumpuhan beberapa serangga, seperti kutu dewasa. Zat ini dapat ditemukan juga di minyak cengkeh, minyak jeruk.
6
b. Eugenol Eugenol merupakan cairan tak berwarna atau kuning pucat, bila kena cahaya matahari berubah menjadi coklat kehitaman, dan berbau spesifik. Sumber alaminya dari minyak cengkeh. Terdapat pula pada pala, kulit manis, dan salam. Eugenol sedikit larut dalam air namun mudah larut pada pelarut organiK. Aromanya menyegarkan dan pedas seperti bunga cengkeh kering, sehingga sering menjadi komponen untuk menyegarkan mulut. Komponen eugenol dalam jumlah besar (70-80%) yang mempunyai sifat sebagai stimulan, anestetik lokal, karminatif, antiemetik, antiseptik dan antispasmodik. Sebagai insektisida eugenol pada konsenterasi 10% dapat menyebabkan tidak menghasilkan keturunan. Selain rasanya hangat, juga bersifat antiseptik dan yang paling penting dapat terhindar dari gangguan nyamuk, meskipun mekanisme yang pasti dari proses ini belum diketahui. c. Geraniol Geraniol berupa cairan berwarna kuning pucat, terdapat di minyak mawar, minyak palmarosa, minyak serai. Kandungan minyak tanaman sereh wangi meliputi geraniol dalam minyak sebesar 44,01%-51% dan citronella sebesar 0.51,3%. Bahan-bahan ini kemungkinan merupakan sisa metabolisme tumbuhtumbuhan dan digunakan untuk menjalankan peran ganda, seperti menarik serangga atau mengusir serangga. Senyawa-senyawa tersebut diduga mempunyai daya tarik terhadap lalat buah tetapi aplikasi cairan ini ternyata tidak mematikan lalat buah sehingga dalam perangkap masih perlu ditambahkan larutan deterjen (Sudarmo, 1991).
7
Geraniol dapat mengakibatkan kematian 65% pada larva ulat kubis diduga geraniol diduga bersifat racun lambung, karena pada hari pertama terjadi kontak belum memperlihatkan gejala keracunan, tetapi setelah larva-larva tersebut makan sehingga mengakibatkan gejala keracunan bagi larva tersebut (Thamrin, 2008).
2.1.6 Ekstraksi Minyak Atsiri Bunga Kenanga Menghasilkan minyak atsiri bunga kenanga dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu penyulingan, ekstraksi dengan pelarut, pengempaan. Minyak atsiri terdapat pada kantung-kantung minyak dalam jaringan tumbuhan sehingga diperlukannya usaha untuk mengeluarkannya. Salah satu cara yang dilakukan untuk menghasilkan minyak atsiri bunga kenanga dalam penelitian ini adalah dengan melakukan ekstraksi dengan pelarut (Ira, 2013). a. Pengertian Ekstraksi Dengan Pelarut Ekstraksi adalah suatu cara memisahkan komponen tertentu dari suatu bahan sehingga didapatkan zat yang terpisah secara kimiawi maupun fisik (Ira, 2013). Ekstraksi biasanya berkaitan dengan pemindahan zat terlarut diantara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Proses ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan bagian-bagian tertentu dari bahan yang mengandung komponenkomponen aktif (Nielsen, 2003). Untuk mendapatkan komponen-komponen aktif dari campuran bahan dan pelarutnya dapat dilakukan dengan metode evaporasi. Dalam kaitannya dengan minyak atsiri, teknik ekstraksi ini biasanya digunakan untuk menghasilkan minyak atsiri yang mudah rusak oleh panas, seperti minyak bunga-bungaan. Untuk melarutkan minyak atsiri dalam bunga-bungaan tersebut, maka dibutuhkan pelarut yang organik yang bersifat non-polar. Banyak jenis
8
pelarut organic non-polar, tetapi yang paling sering digunakan adalah heksana (C6H14). Pelarut heksana (C6H14) memiliki kriteria dapat melarutkan zat aktif dalam bunga secara sempurna, memiliki titik didih yang rendah, tidak bereaksi dengan zat aktif dalam bunga yang akan diekstraksi dan harganya bisa dijangkau serta mudah dicari (Ira, 2013). b. Jenis Ekstrak Berdasarkan atas sifatnya, ekstrak dikelompokkan menjadi 4 yaitu : 1) Ekstrak encer (Extractum tenue). Sediaan ini memiliki konsistensi seperti madu dan dapat dituang. 2) Ekstrak kental (Extractum spissum). Sediaan ini liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang. 3) Ekstrak kering (Extractum siccum). Sediaan ini memiliki konsistensi kering dan mudah digosokkan, melalui penguapan cairan pengekstraksi
4) Ekstrak cair (Ectractum fluidum). Sediaan ini dibuat sedemikian rupa sehingga satu bagian simplisia sesuai dengan dua bagian (kadang-kadang satu bagian) ekstrak cair (Voigt, 1994) c. Metode Ekstraksi Dalam penelitian ini menggunakan ekstraksi bunga kenanga dengan metode maserasi yang akan dibuat di laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian dengan bantuan asisten penelitian dan dibawah pengawasan dari petugas laboratorium. Metode ekstraksi dapat dibedakan menjadi lima cara yaitu:
9
1) Maserasi Maserasi merupakan metode ekstraksi paling sederhana. Proses maserasi adalah proses menggabungkan bahan yang telah dihaluskan dengan bahan ekstraksi. Metode ekstraksi maserasi memiliki kelebihan karena pengerjaan dan alat yang digunakan lebih sederhana. Proses pengekstrakan simplisia dilakukan dengan menggunakan suatu pelarut tertentu, dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruang (kamar) yaitu pada suhu 40oC-50oC (Simanjuntak, 2008). 2) Metode Perkolasi Metode ini dilakukan dengan cara mencampur 10 bagian simplisia ke dalam 5 bagian larutan pencuci. Setelah itu dipindahkan ke dalam perkolator dan ditutup selama 24 jam setelah itu biarkan menetes sedikit demi sedikit. Kemudian ditambahkan larutan pencuci secara berulang-ulang hingga terdapat selapis cairan pencuci. Perkolat yang telah terbentuk kemudian diuapkan (Wientarsih dan Prasetyo, 2006). 3) Digesti Metode ini merupakan bentuk lain dari maserasi yang menggunakan panas seperlunya selama proses ekstraksi (Wientarsih dan Prasetyo, 2006). 4) Infusi Metode ini dilakukan dengan memanaskan campuran air dan simplisia pada suhu 90ºC dalam waktu 5 menit. Selama proses ini berlangsung campuran terus diaduk dan diberi tambahan air hingga diperoleh volume infus yang dikehendaki (Wientarsih dan Prasetyo, 2006).
10
5) Dekoksi Metode yang digunakan sama dengan metode infusi hanya saja waktu pemanasannya lebih lama yaitu sekitar 30 menit (Wientarsih dan Prasetyo, 2006). d. Pelarut Pelarut merupakan senyawa yang bisa melarutkan zat sehingga bisa menjadi sebuah larutan yang bisa diambil sarinya. Konsentrasi larutan menyatakan secara kuantitatif komposisi zat terlarut dan pelarut di dalam larutan. Konsentrasi umumnya dinyatakan dalam perbandingan jumlah zat terlarut dengan jumlah total zat dalam larutan, atau dalam perbandingan jumlah zat terlarut dengan jumlah pelarut. Contoh beberapa satuan konsentrasi adalah molar, molal, dan bagian per juta (part per million/ppm). Sementara itu, secara kualitatif, komposisi larutan dapat dinyatakan sebagai encer (berkonsentrasi rendah) atau pekat (berkonsentrasi tinggi) (Nachtrieb, 2001). Pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi antara lain: Pelarut polar untuk melarutkan garam alkaloid, glikosida, bahan penyamak dan Pelarut non polar pelarut yang tidak larut dalam air. Proses pembuatan larutan suatu zat yang berasal dari cairan pekatnya disebut pengenceran. Larutan didefinisikan sebagai campuran homogen antara dua atau lebih zat yang terdispersi baik sebagai molekul, atom maupun ion yang komposisinya dapat bervariasi. Solute adalah zat terlarut sedangkan solvent (pelarut) adalah medium dalam mana solute terlarut. Larutan encer adalah larutan yang mengandung sejumlah kecil solute, relatif terhadap jumlah pelarut. Sedangkan larutan pekat adalah larutan yang mengandung sebagian besar solute.
11
Untuk ekstraksi ini Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan pelarut adalah air, etanol, etanol – air atau eter. 1) Air Air dipertimbangkan sebagai penyari karena murah dan mudah diperoleh, bersifat stabil, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, tidak beracun, bersifat alamiah. Namun disamping memiliki nilai positif, pelarut air juga memiliki kekurangan yaitu bersifat tidak selektif, sehingga komponen lain dalam suatu bahan juga dapat dilarutkan dalam air. Air merupakan tempat tumbuh bagi kuman, kapang dan khamir, karena itu pada pembuatan sari dengan air harus ditambah zat pengawet. Air dapat melarutkan enzim. Enzim yang terlarut dengannya air akan menyebabkan reaksi enzimatis, yang mengakibatkan penurunan mutu dari suatu bahan. Disamping itu adanya air akan mempercepat proses hidrolisa serta membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memekatkan sari air jika dibandingkan dengan etanol. 2) Etanol Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena sifatnya yang lebih selektif dibandingkan dengan air, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% keatas, tidak beracun, bersifat netral, absorbsinya baik, etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan, panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka pelarut polar yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelarut etanol, mengingat pelarut etanol merupakan media yang lebih sulit sebagai pertumbuhan bakteri, serta pemanasan dengan pelarut ini
12
tidak memerlukan suhu yang terlalu tinggi (Adithya et al., 2010). Pelarut etanol merupakan salah satu pelarut yang dapat digunakan untuk mengikat zat aktif minyak atsiri sehingga pelarut ini tepat digunakan untuk mengaktifkan zat aktif dalam bunga kenanga (Kurniati, 2008). e. Penentuan Dosis Proses pembuatan larutan suatu zat yang berasal dari cairan pekatnya disebut pengenceran (Gunawan, 2004). Larutan didefinisikan sebagai campuran homogen antara dua atau lebih zat yang terdispersi baik sebagai molekul, atom maupun ion yang komposisinya dapat bervariasi. Solute adalah zat terlarut sedangkan solvent (pelarut) adalah medium dalam mana solute terlarut. Larutan encer adalah larutan yang mengandung sejumlah kecil solute, relatif terhadap jumlah pelarut. Sedangkan larutan pekat adalah larutan yang mengandung sebagian besar solute. Rumus pengenceran menurut Gunawan (2004) yaitu : M1V1=M2V2 Keterangan : M1 = molaritas awal larutan M2 = molaritas akhir larutan V1 = volume awal larutan V2 = volume akhir larutan Misalnya 5% Yang pertama, melibatkan teknik pengukuran volume dan teknik pengenceran. Proses pembuatan larutan dari suatu zat padat disebut
13
pelarutan dan proses pembuatan larutan suatu zat yang berasal dari cairan pekatnya disebut pengenceran. Konsentrasi larutan dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut yaitu : b/b%, b/v%, v/v%. Rumus pengenceran menurut Umi (2004) yaitu : 1) Persentase berat per berat (% b/b) adalah jumlah gram zat terlarut dalam tiap 100 gram larutan dengan rumus : %b/b = b/b x 100% 2) Persentase berat per volume (% b/v) adalah jumlah gram zat terlarut dalam tiap 100 mL larutan. Satuan %b/v umumnya untuk zat terlarut padat dalam pelarut cair dengan rumus : %b/v = b/v x 100% 3) Persentase volume per volume (% v/v) adalah jumlah ml zat terlarut dalam tiap 100 ml larutan. Satuan %v/v umumnya dipakai untuk zat terlarut cair dalam pelarut cair dengan rumus : %v/v = v/v x 100% Dalam penelitian ini, pengenceran dilakukan dengan menggunakan persentase volume per volume (%v/v). a) Dosis 1: minyak atsiri 5 ml dalam 100 ml pelarut etanol, dengan perhitungan: 5/100 x 100% = 5% b) Dosis 2: minyak atsiri 15 ml dalam 100 ml pelarut etanol, dengan perhitungan: 15/100 x 100% = 15% c) Dosis 3: minyak atsiri 25 ml dalam 100 ml pelarut etanol, dengan perhitungan: 25/100 x 100% = 25% d) Dosis 4: minyak atsiri 0 ml dalam 100 ml pelarut etanol, dengan perhitungan: 0/100 x 100% = 0% (kelompok kontrol negatif)
14
2.2 Kajian Nyamuk Aedes Aegypti 2.2.1 Taksonomi Nyamuk Aedes Aegypti Nyamuk adalah golongan serangga yang berbentuk langsing, baik tubuhnya, sayap maupun proboscisnya. Proboscis adalah alat untuk menusuk dan mengisap cairan makanan atau darah. Nyamuk tersebar luas di seluruh dunia mulai dari daerah kutub sampai daerah tropis, dapat dijumpai 5.000 m di atas permukaan laut sampai kedalaman 1.500 m di bawah permukaan tanah di daerah pertambangan. Taksonomi nyamuk Aedes Aegypti: Filum
: Artropoda
Kelas
: Hexapoda/Insecta
Subklas
: pterygota
Ordo
: Diptera
Familia
: Culicinae
Subfamilia
: Culicinae
Genus
: Aedes
Spesies
: Aedes aegypti (Crosskey,1993)
2.2.2 Morfologi Nyamuk Aedes Aegypti a. Stadium telur
Gambar 2. Telur Aedes Agypti
15
Telur Aedes Agypti berbentuk oval berukuran sekitar 1mm, berwarna putih saat dikeluarkan dan akan segera berubah menjadi warna hitam. Di bawah mikrosop tampak seperti bentuk cerutu dengan salah satu ujungnya lebih tebal dan meruncing. Telur diletakkan satu demi satu pada tepi atau dinding tempat perkembangbiakannya (Faust dkk, 1970; Service, 1996). b. Stadium larva
Gambar 3. Larva Aedes Agypti
Larva nyamuk terdiri dari bagian kepala, toraks dan abdomen. Larva nyamuk dapat dibedakan dari organisme air lainnya dengan mata telanjang, karena memiliki bulbous thorax yang ukurannya lebih besar dibandingkan dengan bagian kepala dan abdomen. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk, sepasang antena tanpa duri-duri, dan alat-alat mulut tipe pengunyah (chewing). Bagian dada tampak paling besar dan terdapat bulu-bulu yang simetris. Perut tersusun atas delapan ruas, dimana ruas perut kedelapan terdapat alat untuk bernafas yang disebut corong pernafasan. Corong pernafasan tanpa duri-duri, berwarna hitam dan terdapat seberkas bulu-bulu (tuft). Ruas kedelapan juga dilengkapi dengan seberkas bulu-bulu sikat (brush) dibagian ventral dan gigi-gigi sisir (comb) yang berjumlah 15 sampai 19 gigi yang tersusun dalam satu baris. Gigi-gigi sisir dengan lekukan yang jelas membentuk gerigi. Larva ini tubuhnya langsing dan bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negatif dan waktu istirahat
16
membentuk sudut hampir tegak lurus dengan bidang permukaan air (Faust dkk, 1970; Service, 1996). c. Stadium pupa
Gambar 4. Pupa Aedes Agypti
Pupa Aedes Aegyti berbentuk seperti koma dan hidup di air. Kepala dan torak menyatu membentuk cephalothorax pada bagian dorsal berisi sepasang terompet pernapasan. Terompet pernapasan Aedes lebih panjang dan silindris daripada terompet pernapasan Anopheles. Abdomen terdiri dari 10 segmen namun yang tampak hanya 8 segmen, setiap segmen berisi beberapa rambut halus dan di ujung abdomen terdapat paddles. Pupa tidak makan selama hidupnya, pupa bergerak ke permukaan air guna mengambil udara pernapasan dengan menggunakan terompet pernapasannya (Faust dkk, 1970; Service, 1996). d. Nyamuk Dewasa
Gambar 5. Nyamuk Aedes Agypti
Nyamuk Aedes Agypti dewasa terdiri atas kepala, toraks dan abdomen. Kepala berbentuk sferis dan terdapat 2 buah mata facet yang hampir menutupi seluruh kepala. Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil dibandingkan rata-rata
17
nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan berbintik-bintik putih pada bagian badan dan setiap bulu kaki. Perbedaan morfologi antara nyamuk Aedes Aegypti yang betina dengan jantan terletak pada perbedaan morfologi antenanya. Aedes Aegypti betina memiliki antenna berbulu pendek dan jarang, sedangkan yang jantan memiliki antenna panjang dan lebat. Pada toraks keluar 3 pasang kaki yang memiliki gambaran hitam putih. Skutelum pada toraks terdiri dari 3 lobus. Abdomen terdiri dari 10 segmen namun yang tampak jelas hanya 8 segmen dan pada segmen terakhir berubah menjadi alat kelamin (Faust dkk, 1970; Service, 1996).
2.2.3 Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti Nyamuk Aedes Aegypti mengalami metamorfosa sempurna, yaitu dari bentuk telur, jentik, kepompong dan nyamuk dewasa.
Gambar 6. Sikus hidup nyamuk Aedes Aegypti
Stadium telur, jentik, dan kepompong hidup di dalam air (aquatik), sedangkan nyamuk hidup secara teresterial yaitu hidup di udara bebas. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu kira-kira 2 hari setelah telur terendam air. Nyamuk betina meletakkan telur di dinding wadah diatas
18
permukaan air dalan keadaan menempel pada dinding perindukannya. Nyamuk betina setiap kali bertelur dapat mengeluarkan telurnya sebanyak 100 butir. Fase aquatic berlangsung selama 8-12 hari yaitu stadium jentik berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong (pupa) berlangsung 2-4 hari. Pertumbuhan mulai dari telur sampai menjadi nyamuk dewasa berlangsung selama 10-14 hari. Umur nyamuk dapat mencapai 2-3 bulan (Faust dkk, 1970; Service, 1996).
2.2.4 Perilaku Nyamuk Aedes Aegypti Nyamuk Aedes Aegypti bersifat antropofilik dan hanya nyamuk betina yang menghisap darah. Darah dibutuhkan nyamuk betina untuk keperluan hidupnya, sedangkan yang jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga. Nyamuk betina lebih menyukai darah manusia dari pada darah binatang (bersifat antropofilik). Darah dibutuhkan karena di dalam darah mengandung protein yang diperlukan untuk mematangkan telur yang dibuahi oleh sperma nyamuk jantan dan selama hidupnya nyamuk hanya kawin sekali. Nyamuk Aedes Aegypti biasanya mencari mangsa pada siang hari, dengan aktifitas menggigit mulai pagi hingga petang dengan 2 puncak aktifitas yaitu antara pukul 08.00-13.00 dan pukul 15.00-17.00. Nyamuk ini mempunyai kebiasaan menghisap darah berulang kali (multiple bites) dalam satu siklus gonotropik untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Nyamuk yang telah mengisap darah beristirahat di dalam atau di luar rumah yang agak gelap dan lembab yang berdekatan dengan tempat perkembang biakannya (Pant dan Self, 1993).
19
Tempat-tempat yang berisi air bersih merupakan tempat perkembangbiakan Aedes aegypti. Menurut Djakaria (2003) tempat perkembangbiakannya tersebut dapat berupa: a. Tempat perkembangbiakan buatan manusia, seperti tempayan atau gentong, tempat penyimpanan air minum, bak mandi, pot bunga, kaleng, botol, drum, ban mobil yang terdapat di halaman rumah atau di kebun yang berisi aair hujan. b. Tempat perkembangbiakan alamiah, seperti kelopak daun tanaman, tempurung kelapa, tenggak bamboo dan lubang pohon yang berisi air hujan. Sumur
juga
terbukti
sebagai
habitat
yang
potensial
untuk
tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti (Gionar dkk, 2001)
2.2.5 Perilaku Pada Saat Istirahat Nyamuk Aedes aegypti beristirahat pada semak-semak atau tanaman rendah termasuk rerumputan yang terdapat di kebun atau pekarangan rumah. Benda-benda yang tergantung di dalam rumah seperti pakaian, sarung, kopiah, dan sebagainya juga sabagai tempat beristirahatnya nyamuk Aedes aegypti (Djakaria, 2003). Nyamuk tertarik pada cahaya terang, pakaian berwarna gelap dan keberadaan manusia serta hewan. Daya penarikan jarak jauh disebabkan karena perangsangan bau dari zat-zat seperti CO2 dan beberapa asam amino, dan lokasi yang dekat pada suhu hangat dan kelembaban (Neva dan Brown, 1994). Fasilitas dan kemampuan bertelur dari serangga termasuk nyamuk dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya temperature, makan, proses atau kemampuan kawinnya dan hormonal (Wigglesworth, 1974).
20
2.2.6 Cara Penularan Penyakit. Nyamuk yang sudah terinfeksi menusuk inang (manusia) untuk mengisap cairan darah, maka virus yang berada di dalam air liurnya masuk ke dalam sistem aliran darah manusia. Setelah mengalami masa inkubasi sekitar empat sampai enam hari, penderita akan mulai mendapat demam yang tinggi. Untuk mendapatkan inangnya, nyamuk aktif terbang pada pagi hari yaitu sekitar pukul 08.00-10.00 dan sore hari antara pukul 15.00-17.00. Nyamuk yang aktif mengisap darah adalah yang betina untuk mendapatkan protein. Tiga hari setelah menghisap darah, nyamuk betina menghasilkan telur sampai 100 butir telur kemudian siap diletakkan pada media. Setelah itu nyamuk dewasa, mencari inang luntuk menghisap darah untuk bertelur selanjutnya (Djakaria, 2003).
2.2.7 Peranannya Dalam Kesehatan Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, A. aegypti juga merupakan pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa virus dengue, A. aegypti merupakan pembawa utama (primary vector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus persebaran dengue di desa dan kota
2.3 Teknik Pengendalian Vektor BDB Pengendalian vektor adalah upaya menurunkan faktor resiko penularan oleh vektor dengan meminimalkan habitat potensial perkembangbiakan vector,
21
menurunkan kepadatan dan umur vektor serta mengurangi kontak vector dengan manusia. Ada beberapa cara pengendalian vector DBD yaitu:
2.3.1 Secara Kimia Pengendalian vektor cara kimia yaitu dengan menggunakan insektisida. Sasaran insektisida berupa stadium dewasa maupun stadium pra dewasa. Insektisida merupakan racun yang bersifat toksik, oleh sebab itu penggunaannya pun harus mempertimbangkan dampak lingkungan dan organism yang bukan sasaran termasuk mamalia. Di dalam pelaksanaannya penentuan jenis insektisida, dosis dan metode aplikasi merupakan syarat yang penting untuk dipahami dalam kebijakan pengendalian vector. Aplikasi insektisida yang berulang di satuan ekosistem akan menimbulkan terjadinya resistensi serangga sasaran. Pendapat itu juga di dukung oleh kasumbogo (2005), beliau mengatakan bahwa ada beberapa variabel yang mempengaruhi tingkat resistensi nyamuk termasuk suatu pestisida. Variabel-variabel
tersebut
antara
lain
konsentrasi
pestisida,
frekuensi
penyemprotan, dan luas penyemprotan. Fenomena resistensi itu, dapat dijelaskan denga teori evolusi yaitu ketika suatu lokasi dilakukan penyemprotan pestisida, nyamuk yang peka akan mati, sebaliknya yang tidak peka akan tetap melangsungkan hidupnya. Paparan pestisida yang terus menerus menyebabkan nyamuk beradaptasi sehingga jumlah nyamuk yang kebal bertambah banyak. Apalagi, nyamuk yang kebal tersebut dapat membawa sifat resistensinya ke keturunannya. Tidak berhenti sampai disitu, nyamuk yang telah kebal terhadap satu jenis pestisida tertentu akan terus mengembangkandiri agar bisa kebal terhadap jenis pestisida yang lain (kasumbogo,2005).
22
Insektisida alami merupakan senyawa yang berasal dari tumbuhtumbuhan. Insektisida alami mudah dibuat dan diformulasi dengan cara yang relatif sederhana dan bersifat mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residunya mudah hilang. Berdasarkan kenyataan tersebut di atas maka perlu dicari alternatif lain untuk mengendalikan vektor penyakit tersebut dengan suatu metode yang lebih ramah lingkungan. Salah satu cara yang lebih ramah lingkungan adalah memanfaatkan tanaman yang memiliki kandungan aktif yang mampu sebagai anti nyamuk seperti tanaman bunga kenanga.
2.3.2 Secara Biologi Pengendalian vektor secara biologi dilakukan dengan menggunakan agent biologi seperti predator atau pemangsa, parasit dan bakteri. Jenis predator yang digunakan yaitu ikan pemakan jentik seperti ikan guppy, cupang, tampalo dan ikan gabus. Agen biologi lain seperti Bacillus thuringiensis (BTI) digunakan sebagai pembunuh jentik nyamuk atau larvasida yang tidak mengganggu lingkungan. BTI mempunyai keunggulan yaitu dapat menghancurkan jentik nyamuk tanpa menyerang predator. Juga formula BTI cenderung cepat mengendap didasar wadah, karena itu dianjurkan pemakaiannya berualang kali.
2.3.3 Secara Fisik Cara ini dikenal dengan 3M yaitu menguras bak mandi, bak wc, menutup tempat penampungan air rumah tangga seperti tempayan, drum dan lain-lain, serta mengubur, menyingkirkan atau memusnahkan barang-barang bekas seperti
23
kaleng, ban, botol plastic dan lain-lain. Pengurasan tempat-tempat penampungan air perlu dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembang baik pada tempat-tempat tersebut.
2.3.4 Secara Manajemen Lingkungan Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan, sehingga tidak kondusif sebagai habitat perkembangbiakan nyamuk seperti menguras, menutup dan mengubur serta diikuti dengan memelihara ikan predator dan menabur larvasida, di samping melakukan penghambatan dalam pertumbuhan vector seperti menjaga kebersihan lingkungan rumah serta mengurangi tempattempat yang gelap dan lembab di lingkungan tempat tinggal. Lingkungan fisik seperti tipe pemukiman, sarana prasarana penyediaan air, vegetasi
dan
musim
sangat
berpengaruh
pada
tersedianya
habitat
perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegyti sebagai nyamuk pemukiman yang mempunyai habitat utama di container buatan di daerah lingkungan pemukiman.
2.4 Insektisida Sebagai Pengendalian Vektor Insektisida berasal dari kata insect, yang berarti serangga sedangkan cide berarti membunuh. Dengan kata lain pengertian insektisida secara luas adalah semua bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk membunuh, mengendalikan, mencegah, menolak atau mengurngi serangga (Hadi,2006). Insektisida dapat membunuh serangga dengan dua mekanisme, yaitu dengan meracuni makanannya (tanaman) dan dengan langsung meracuni serangga tersebut.
24
2.4.1 Insektisida berdasarkan cara masuknya ke dalam tubuh serangga a. Racun Lambung Racun lambung adalah insektisida yang membunuh serangga sasaran dengan cara masuk ke pencernaan melalui makanan yang mereka makan. Insektisida akan masuk ke organ pencernaan serangga dan diserap oleh dinding usus kemudian ditranslokasikan ke tempat sasaran yang mematikan sesuai dengan jenis bahan aktif insektisida. Beberapa tempat sasaran itu seperti: menuju ke pusat syaraf serangga, menuju ke organ-organ respirasi, meracuni sel-sel lambung dan sebagainya. Dalam hal ini serangga harus memakan tanaman yang sudah disemprot insektisida yang mengandung residu dalam jumlah yang cukup untuk membunuh. b. Racun Kontak Racun kontak adalah insektisida yang masuk ke dalam tubuh serangga melalui kulit, celah atau lubang alami pada tubuh (trachea) atau langsung mengenai mulut serangga. Serangga akan mati apabila bersinggungan langsung (kontak) dengan insektisida tersebut. Kebanyakan racun kontak juga berperan sebagai racun lambung. c. Racun Pernafasan Racun pernafasan adalah insektisida yang masuk melalui trachea serangga dalam bentuk partikel mikro yang melayang di udara. Serangga akan mati bila menghirup partikel mikro insektisida dalam jumlah yang cukup. Kebanyakan racun pernafasan berupa gas, asap, maupun uap dari insektisida cair (Hoedojo dan Zulharil, 2003).
25
2.5 Bunga Kenanga sebagai Repelan nyamuk Aedes Aegypti Bunga kenanga diketaui memiliki zat aktif yang dapat beraktivitas sebagai repelan yaitu mengandung minyak atsiri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minyak atsiri dapat bertindak sebagai penolak nyamuk, mencegah terjadinya kontak langsung antara nyamuk dan gigitan nyamuk. Kandungan minyak atsiri bunga kenanga adalah linalool, geraniol, dan eugenol. Linalool memiliki kemampuan sebagai racun kontak yang meningkatkan aktivitas saraf sensorik pada serangga, menyebabkan stimulasi saraf motor yang menyebabkan kejang dan kelumpuhan beberapa serangga. Eugenol mempunyai sifat sebagai stimulan, anestetik lokal, karminatif, antiemetik, antiseptik dan antispasmodic dan sebagai insektisida yang dapat menyebabkan tidak menghasilkan keturunan. Geraniol selanjutnya memiliki kemampuan sebagai racun lambung. Linalool, geraniol, dan eugenol yang merupakan senyawa fenol yang berfungsi sebagai repelen nyamuk. Mekanisme repelan adalah bau yang terkandung dalam minyak atsiri meresap ke pori-pori kulit dan karena panas tubuh, lingkungan, minyak atsiri menguap ke udara. Bau dari minyak atsiri ini tidak disukai nyamuk. Bau ini akan terdeteksi oleh reseptor kimia yang terdapat pada antena nyamuk dan diteruskan ke impuls saraf, direspon ke dalam otak sehingga nyamuk akan mengekspresikan diri untuk menghindar dari sumber bau. Nyamuk memilih menghindar dan membatalkan arah dari lengan atau bagian tubuh pengguna repelan, mencari sumber makanan di tempat lain. Oleh sebab itu pengguna repelan akan terhindar dari gigitan nyamuk vektor.