BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian pranata sosial secara prinsipal tak jauh berbeda dengan apa yang disebut atau sering dukenal dengan istilah lembaga sosial, organisasi, atau lembaga masyarakat. Karena di dalam masing-masing istilah tersebut bersifat adanya unsur mengatur setiap perilaku masyarakat. Soejono Soekanto mendefinisikan lembaga kemasyarakatan saebagai berikut: “lembaga masyarakat merupakan himpunan dari pada norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat”. Wujud yang konkrit dari pada lembaga kemasyarakatan tersebut adalah associaton. Secara umum tujuan utama diciptakannya lembaga untuk mengatur agar kebutuhan hidup masyarakat dapat terpenuhi termasuk kebutuhan hidup perempuan dalam berpolitik. Kebutuhan tersebut akan bisa berjalan dengan baik dan lancar sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku apabila ada yang mengatur. Lembaga akan terdapat dalam setiap masyarakat tanpa memperdulikan apakah masyarakat tersebut mempunyai taraf kebudayaan bersahaja atau modern karena masyarakat mempunyai kebutuhan-kebutuhan
yang
bila
dikelompokkan
terhimpun
menjada
satu
kemasyarakatan. Lembaga sosial atau lembaga masyarakatan mempunyai fungsi manifest yang merupakan tujuan lembaga yang diakui dan oleh banyak orang dipandang dan sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat akan dipenuhi oleh lembaga itu sendiri seperti yang tercakup dalam konteks AGIL yang dibahas dalam teori struktural
27
Universitas Sumatera Utara
fungsional dimana secara struktur fungsional, PESADA melayani kaum perempuan yang termarginalkan dalam ranah politik. AGIL suatu fungsi adalah kegiatan yang ditujukan ke arah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Dengan menggunakan defenisi ini, Parsons yakin bahwa ada empat konsep struktur sistem yang penting; adaption (A), goal attainment (G), integration (I), dan latensi (L) atau pemeliharaan pola. Adaption (adaptasi); sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan dengan kebutuhannya, goal attainment (pencapaian tujuan); sebuah sistem harus mendefinisikan dan pencapaian tujuan utamanya, integration (integrasi); sebuah sistem harus mengatur antarhbungan ketiga fungsi penting lainnya, latentcy (latensi atau pemeliharaan pola); sebuah sistem harus memperlengkapi, memlihara dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan motivasi. Pesada dalam hal ini diharapkan sebagai suatu lembaga yang mempunyai fungsi adaptasi, dimana Pesada menyesuaikan diri dengan dan mengubah lingkungan serta kebutuhannya, apakah dilingkungan yang menjadi tempat pemberdayaan merupakan lingkungan yang membutuhkan pemeberdayaan dalam politik perempuan? bagaimana pula apakah fungsi tersebut dapat mencapai tujuan dan memobilisasi sumber daya yang ada untuk mencapainya? serta dengan sistem yang ada apakah ada menanggulangi fungsi integrasi dengan mengendalikan bagian-bagian yang menjadi komponennya dan juga yang tidak dapat ditinggalkan adalah dengan pemeliharaan dan memperbaiki, baik motovasi individual maupun pola-pola kultural.
Universitas Sumatera Utara
Lebih lagi Parsons membuat jawaban-jawaban problem didalam stuktur fungsional dengan asumsi sebagai berikut:
Sistem memilki properti keteraturan dan bagian-bagian yang saling tergantung.
Sistem cenderung bergerak kearah mempertahankan keteraturan diri atau keseimbangan.
Sistem mungkin statis atau bergerak dalam proses perubahan yang teratur.
Sifat dasar bagian suatu sitem berpengaruh terhadap bentuk-bentuk lain.
Sistem memelihara batas-batas dengan lingkungannya.
Alokasi dan integrasi merupakan dua proses fundamental .yang diperlukan untuk memelihara keseimbangan sistem.
Sistem cenderung menuju kearah pemeliharaan hubungan antara bagian-bagian dengan keseluruhan sistem, mengendalikan lingkungan yang berbeda-beda dan mengendalikan kecenderungan untuk merubah sistem dari dalam.
Lembaga sosial memiliki fungsi laten yang merupakan hasil yang tidak dikehendaki dan tidak dapat diramalkan. Begitu juga yang terdapat pada fungsi manifes Pesada yaitu sebagai tempat perempuan untuk mendapatkan pengetahuan akan politik hingga perempuan tersebut akan mempunyai kemandirian dan sampai berpartisipasi. Jadi diharapkan Pesada dapat sebagai tempat pemberdayaan
Universitas Sumatera Utara
perempuan dalam politik yang dilakukan untuk memenuhi kepentingan bersama agar suatu masyarakat sebagai peristiwa sosial dapat berjalan dengan baik. Lembaga masyarakat sebagai suatu himpunan norma-norma yang merupakan suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat pada dasarnya mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut: 1. Memberikan pedoman pada anggota-anggota masyarakat, bagaimana mereka harus berfungsi, bertingkah laku, bersikap dalam menghadapi masalah-masalah yang terutama menyangkut kebutuhan-kebutuhan yang bersangkutan. 2. Menjaga keutuhan dari dasar masyarakat yang bersangkutan 3. Memberikan pegangan dari masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social control) yaitu artinya sistem pengawasan dari pada masyarakat terhadap tingkah laku anggotanya. Selain diatas lembaga juga diharapkan dapat menjadi pusat pemebrdayaan masyarakat, yang dalam lembaga Pesada diharapkan mampu memberdayakan perempuan dalam peran politik karena seperti kita ketahui bahwa pemberdayaan merupakan suatu issu yang muncul dalam pendekatan pembangunan ketika masyarakat marginal yang memerlukan bantuan proses penguatan ekonomi dan sosial dalam konteks kesejahteraan hidup masyarakat. Menurut Meutia Hatta pemberdayaan perempuan adalah upaya untuk meningkatkan status, posisi, dan kondisi perempuan agar dapat mencapai kemajuan yang setara dengan laki-laki. (www.pemberdayaan perempuan. G: /DPR_rapat_.htm, diakses 16 mei 2008).
Universitas Sumatera Utara
Pembangunan pemberdayaan perempuan dilakukan untuk menunjang dan mempercepat tercapainya kualitas hidup dan mitra kesejajaran laki-laki dan perempuan, dilaksanakan melalui kegiatan sosialisasi/advokasi pendidikan dan pelatihan bagi kaum perempuan yang bergerak dalam seluruh bidang dan sektor. Termasuk dalam bidang politik, dimana laki-laki dan perempuan mempunyai kemampuan yang sama dalam pembangunan bangsa. Istilah pemberdayaan saat ini telah demikian populer sebagai suatu pendekatan yang dilakukan pemerintah maupun LSM. Di Indonesia istilah pemberdayaan atau empowerment
pada mulanya dipergunakan LSM untuk
memperkuat (empowering) masyarakat baik secara sosial, ekonomi, dan politik agar dapat merubah dan memeperbaiki posisi mereka ketika berhadapan dengan kelompok kuat, kelompok kuat yang dimaksud dalam hal ini adalah kaum laki-laki kuat secara sosial yang terbentuk dimasyarakat selama ini yang menyatakan perempuan lemah terutama dalam ranah politik, yang membuat perempuan semakin terpinggirkan, sehingga diperlukan suatu cara dalam memberdayakan perempuan dalam bidang politik yang pada akhirnya perempuan dan laki-laki akan mempunyai posisi tawar untuk menjadi pelaku proses pembangunan yang partisipatif dan aktif dan bukan hanya sebagai objek pembangunan lagi seperti inti dari pemberdayaan itu sendiri. Dalam perkembangannya upaya dalam kerangka pemberdayaan perempuan ini secara kasat mata telah menghasilkan suatu proses peningkatan dalam berbagai hal seperti; peningkatan dalam kondisi, derajat, dan kualitas hidup perempuan diberbagai sektor strategis seperti bidang pendidikan, ketenagakerjaan, ekonomi, kesehatan dan
Universitas Sumatera Utara
keukitsertaan ber KB. (Daulay Harmona, 2007:90-91). Peningkatan perempuan tidak serta merta merubah dalam pola relasi gender antara laki-laki dan perempuan. Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi jaringan kerja dan keadilan. Lewat pemberdayaan diharapkan perempuan akan mempunyai kemandirian, kemandirian yang dimaksud adalah kemandirian dalam politik perempuan, yang pada suatu saat perempuan tidak lagi buta akan poltik yang dikukung dalam ketidakpengetahuan terhadap politk. Proses pemberdayaan pada hakekatnya adalah pembangunan manusia dengan memanusiakan manusia dimana pembangunan yang mengarahkan kepada usaha membangun manusia untuk melakukan meningkatkan usaha dan produktifitas. Dalam menjalankan proses pemberdayaan dituntut kejelian melihat masalah dan menentukan sumber permasalahannya oleh lembaga, pemerintah, tokoh-tokoh harus mengetahui akar persoalan perempuan sebelum melakukan pemberdayaan. Menurut Caroline Moser, pemberdayaan perempuan harus bekerja di dua lini, yaitu lini kebutuhan strategis dan lini kebutuhan praktis. Kebutuhan praktis menyangkut kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan keadaan atau kondisi yang dialami perempuan, sedangkan kebutuhan strategis menyangkut kedudukan atau posisi perempuan didalam masyarakat. Dalam hal ini Caroline membedakan antara kebutuhan strategis dan kebutuhan praktis perempuan:
Universitas Sumatera Utara
Kebutuhan praktis Cirri-ciri
Biasanya
Kebutuhan strategis berhubungan
Berkaitan dengan peranan
dengan kondisi hidup yang
dan
tidak memuaskan. Contoh:
masyarakat
kurangnya sumber daya atau
dipengaruhi
oleh
tidak terpenuhi kebutuhan
struktural,
norma-norma
dasar
sosial budaya.
(kesehatan,
masalah
pangan,
kedudukan
di yang faktor
air minum, dan
sebagainya)
Kebutuhan ini dapat segera diidentifikasikan
karena
Menyangkut
akses
dan
kontrol terhadap sumber
dirasakan secara langsung.
daya
dan
kesempatan
untuk memilih cara hidup.
Dapat dipenuhi dalam kurun
Menyangkut
kepentingan
waktu relatif pendek melalui
hampir semua perempuan,
intervensi tertentu.
tetapi
tidak
identifikasi
dapat
di
secara
langsung. (Yuni Pristiwati, 2003:7-9) Permasalahan perempuan dalam politik menjadi suatu permasalahan kebutuhan secara startegis karena permasalahan perempuan dalam politik yang berkaitan dengan peranan dan kedudukan di masyarakat yang dipengaruhi oleh faktor
Universitas Sumatera Utara
struktural, norma-norma sosial budaya, menyangkut akses dan kontrol terhadap sumber daya dan kesempatan untuk memilih cara hidup serta menyangkut kepentingan hampir semua perempuan, tetapi tidak dapat diidentifikasi secara langsung. Kurangnya peran perempuan dalam politik dimasyarakat sendiri dikarenakan oleh menguatnya struktur budaya patriakhat dan kemiskinan perempuan dalam politik sehingga perempuan kurang mempunyai kesempatan dalam pengambilan keputusan. Pemberdayaan mempunyai tujuan untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian perempuan merupakan suatu kondisi dimana perempuan telah mandiri dalam berfikir, bertindak dan memutuskan sesuatu yang tepat, mampu memecahkan masalah, dan mempunyai peran yang sama dengan kaum laki-laki dalam segala bidang. Pada akhirnya pemberdayaan yang dilakukan oleh Pesada diharapkan akan terjadinya keadaan dimana perempuan yang tadinya tidak mengerti dan tidak berpartisipasi dalam politik akan mempunyai kesadaran bahwa perempuan harus ikut berpartispasi dalam politik dan ikut dalam pengambilan peran sebagai masyarakat. Berbicara tentang pemberdayaan perempuan tidak terlepas dari peranan lembaga yang ada dimasyarakat, dalam hal ini PESADA sebagai lembaga yang ada dimasyarakat harus melakukan fungsinya. Pemberdayaan perempuan bukanlah hal yang baru di Indonesia sebab konsep kebijakan dan implementasinya dimasa lalu. Berkaitan dengan konsep memperjuangkan kemerdekaan, maka pada jaman sekarang berorientasi pada partisipasi pembangunan dalam konteks tranformasi sosial dan partisipasi politik.
Universitas Sumatera Utara
Pada akhirnya gerakan pemberdayaan diharapkan menjadi gerakan perjuangan kebudayaan yaitu, perjuangan menciptakan kondisi, ideology, politik, ekonomi, sosial, budaya, keamanan pendidikan, hukum, keluarga bahkan pribadi yang memberikan aktualisasi eksistensi manusia Indonesia seutuhnya khususnya perempuan.
Universitas Sumatera Utara