BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit Diabetes Mellitus 1. Pengertian Beberapa sumber yang menyebutkan pengertian dari Diabetes Mellitus yaitu sebagai berikut : Engram (1999) menyebutkan bahwa Diabetes Mellitus merupakan gangguan metabolik klinis yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol, yang dikarakteristikkan dengan hiperglikemia karena defisiensi insulin atau ketidakadekuata insulin. Sementara itu Karyadi & Elvina (2002) menyebutkan bahwa Diabetes Mellitus adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia atau peninggian kadar gula darah akibat gangguan pada pengeluaran (sekresi insulin), kerja insulin atau keduanya, hiperglikemia kronik nantinya dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang dan gangguan fungsi organ-organ terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah. Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif dengan gejala hiperglikemia yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin, gangguan kerja insulin, atau keduanya. Dengan disertai oleh komplikasi kronik penyempitan pembuluh darah dengan akibat terjadinya kemunduran fungsi sampai dengan kerusakan organ-organ tubuh. 9
2. Klasifikasi Diabetes Mellitus Klasifikasi etiologi Diabetes Mellitus menurut
American Diabetes
Association (ADA, 1997), sesuai anjuran PERKENI adalah : a. Diabetes Tipe I atau IDDM Destruksi sel beta umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut melalui proses immunologis idiopatik. b. Diabetes Tipe II atau NIDDM Bervariasi, terutama mulai dari yang dominan resistensi insulin di sertai defisiensi insulin relatif sampai pada defek sekresi insulin di sertai resistensi insulin. c. Diabetes Tipe lain Defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas endokrinopati, karena obat / zat kimia, infeksi, penyebab imunologi yang jarang, sindrom genetik lain yang berkaitandengan Diabetes. d. Diabetes Gestasional Diabetes gestasional adalah suatu toleransi baik yang ringan maupun yang berat yang terjadi atau pertama kali diketahui pada saat kehamilan.
3. Etiologi Beberapa penyebab terjadinya penyakit Diabetes Mellitus menurut Ahani (2008), yaitu : a. Genetik atau Faktor Keturunan
Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diawariskan, bukan ditularkan. Anggota keluarga penderita DM (diabetisi) memiliki kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Para ahli kesehatan juga menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks atau kelamin. Biasanya kaum laki-laki menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan kaum perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya. b. Virus dan Bakteri Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta. Diabetes mellitus akibat bakteri masih belum bias dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM.
c. Bahan Toksik atau Beracun Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur). Bahan lain adalah sianida yang berasal dari singkong. d. Nutrisi Nutrisi berhubungan dengan pola diit. Pola diit yang tidak tepat yang menyebabkan diabetes adalah diit tinggi lemak, tinggi karbohidrat, tinggi
kalori (Smeltzer & Bare, 2002). Nutrisi juga berhubungan dengan obesitas. Nutrisi yang berlebihan (overnutrition) merupakan faktor resiko pertama yang diketahui menyebabkan DM. e. Obesitas Didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan. Obesitas menyebabkan respon sel beta terhadap glukosa darah menjadi berkurang. Selain itu reseptor insulin pada target sel di seluruh tubuh kurang sensitif dan jumlahnya berkurang sehingga insulin dalam darah tidak dapat dimanfaatkan. Keadaan obesitas ini, meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler karena keterkaitannya dengan sindrom metabolik / sindrom resistensi insulin yang terdiri dari resistensi insulin / hiperinsulinemia, intoleransi glukosa / DM, dislipdemia, hiperuresemia, gangguan fibrinolisin, hiper-fibrinogenemia dan hipertensi (Soegondo, 2007). 4. Patofisiologi a. Diabetes tipe I Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia post prandrial (setelah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar, akibatnya glukosa keluar bersama urine (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik sebagai akibat kehilangan cairan yang berlebihan pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)dan rasa haus (polidipsi) (Smeltzer & Bare, 2002). Defisiensi insulin juga akan mengganggu metabolisme protein dan lemak yang yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan nafsu makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori, gejala lain mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glukoneogenolisis dan glukoneogenesis, namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut terjadi hiperglikemia. Disamping terjadi peningkatan pemecahan lemak yang menyebabkan peningkatan produksi keton akan terjadi gangguan keseimbangan asam basa menyebabkan ketoasidosis (Suyono, 2001). b. Diabetes tipe II Permasalahan pada DM tipe II berhubungan dengan resistensi insulin dan sekresi insulin. Normalnya insulin agar terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin pada Diabetes tipe II disertai penurunan reaksi intra sel sehingga insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa jaringan (Mansjoer, 2000).
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat normal atau sedikit meningkat. Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II (Smeltzer & Bare, 2002).
c. Diabetes Gestasional Terjadi pada wanita hamil yang tidak menderita Diabetes sebelum kehamilan. Hiperglikemi terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormonhormon plasenta. Selama kehamilan perlu dilakukan pemantauan kadar glukosa darah. Setelah melahirkan kadar glukosa darah akan kembali normal (Rina, 2007).
5. Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus Manifestasi klinik penderita Diabetes
terjadi jika konsentrasi glukosa
dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan kedalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini yang
dinamakan diurisis osmotic. Sebagai akibat kehilangan cairan yang berlebihan, maka penderita Diabetes akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Penderita dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagi) akibat dari menurunnya simpanan kalori, gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan (Price, 2006). Manifestasi klinik lainnya juga dapat berupa kelainan vaskuler, biasanya berupa mikro dan makroangiopati. Lesi mikroangiopati merupakan penebalan membran kapiler yang manifestasinya dapat berupa retinopati, nefropati, dan sebagainya. Manifestasi makroangiopati berupa aterosklerosis (Asdie, 2000).
6. Komplikasi Corwin (2001) menyebutkan komplikasi DM terbagi menjadi dua yaitu komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang. a. Komplikasi akut Komplikasi akut pada DM yang penting dan berhubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka waktu pendek, komplikasi tersebut adalah : 1) Diabetes Ketoasidosis (DKA) Ketoasidosis diabetik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu pengalaman penyakit DM. Diabetik ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin nyata (Smeltzer & Bare, 2002).
2) Koma Hiperosmolar Non Ketotik (KNH) Koma hiperosmolar non ketotik merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran. Salah satu perubahan utamanya dengan DKA adalah tidak tepatnya ketosik dan asidosis pada KNH (Smeltzer, 2000). 3) Efek Somogyi Efek somogyi ditandai oleh penurunan unik kadar glukosa darah pada malam hari, diikuti oleh peningkatan rebound pada paginya. Penyebab hipoglikemia malam hari berkaitan dengan penyuntikan insulin pada sore hari. Hipoglikemia itu sendiri menyebabkan peningkatan glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan, kemudian hormonhormon ini yanng merangsang glukoneogenesis sehingga pada pagi harinya terjadi hiperglikemia (Corwin, 2001). 4) Fenomena Fajar Merupakan hiperglikemia pada pagi hari (antara jam 5 dan 9) yang tampak disebabkan oleh peningkatan sirkadian kadar glukosa pada pagi hari. Fenomena ini dipengaruhi oleh hormon kortisol dan hormon pertumbuhan, dimana keduanya merangsang glukoneogenesis (Corwin, 2001).
b. Komplikasi Jangka Panjang (komplikasi kronis) Komplikasi kronis pada Diabetes disebabkan oleh tingginya konsentrasi glukosa darah dan berperan menyebabkan morbiditas dan mortalitas penyakit.
Komplikasi tersebut adalah komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler (Corwin, 2001).
1) Komplikasi Mikrovaskuler Diabetes Mellitus kronik yang menyebabkan terjadinya kerusakan mikrovaskuler
di
arteriol,
kapiler
dan
venula
serta
kerusakan
makrovaskuler yang terjadi di arteri besar dan sedang. a) Penyakit ginjal (nefropati diabeticum) Salah satu akibat utama dari perubahan-perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada struktur dan fungsi ginjal, bila kadar glukosa dalam darah meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stres yang menyebabkan kebocoran protein darah dalam urine (Smeltzer & Bare, 2002). Kelainan yang terjadi pada ginjal penyandang Diabetes dimulai dengan adanya mikroalbuminuria, dan kemudian berkembang menjadi proteinuria secara klinis, berlanjut dengan penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan keadaan
gagal
ginjal
yang
memerlukan
pengelolaan
dengan
pengobatan (Waspadji, 2007). b) Penyakit mata (retinopati diabeticum) Penderita Diabetes Mellitus akan mengalami gejala penglihatan sampai kebutaan, keluhan penglihatan kabur tidak selalu disebabkan neuropati.
Katarak
disebabkan
karena
hiperglikemia
yang
berkepanjangan, menyebabkan pembengkakan pada lensa dan kerusakan lensa (Smeltzer & Bare, 2002).
c) Neuropati Neuropati diabetes disebabkan oleh hipoksia kronik sel-sel saraf, termasuk komponen sensorik dan motorik divisi somatik dan otonom. Sel-sel penunjang saraf menggunakan metode alternatif untuk menangani beban peningkatan glukosa kronik, yang menyebabkan demielinisasi
segmental
saraf-saraf
menyebabkan
perlambatan
hantaran
perifer. saraf
dan
Demielinisasi berkurangnya
sensitivitas (Corwin, 2001). 2) Komplikasi Makrovaskuler a) Penyakit Jantung Koroner (PJK) Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat Diabetes Mellitus maka terjadi penurunan kerja jantung untuk memompa darahnya keseluruh tubuh sehingga tekanan darah akan naik. Lemak yang menumpuk dalam
pembuluh
darah
menyebabkan
mengerasnya
arteri
(aterosklerosis) dengan resiko PJK atau stroke (Corwin, 2001). b) Pembuluh darah kaki Timbul karena adanya anesthesi fungsi saraf-saraf sensorik, keadaan ini menyebabkan gangren infeksi dimulai dari celah-celah kulit yang mengalami hipertropi, pada sel-sel kuku kaki yang menebal dan halus,
demikian juga pada daerah-daerah yang terkena trauma (Corwin, 2001). c) Pembuluh darah ke otak Komplikasi mikrovaskuler pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai darah ke otak menurun (Long, 1999).
7. Penatalaksanaan Pengobatan bertujuan untuk mengurangi gejala-gejala, mengusahakan keadaan gizi dimana berat badan ideal dan mencegah terjadinya komplikasi. Smeltzer dan Bare (2002) menyebutkan secara garis besar pengobatannya dilakukan dengan cara : a. Diet Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan berikut ini : 1) Memberikan semua unsur makanan esensial (misal : vitamin dan mineral). 2) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai. 3) Memenuhi kebutuhan energi. 4) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal. 5) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat dengan cara perencanaan makan.
Smeltzer dan Bare (2002) menyebutkan bahwa perencanaan makan pada penderita DM meliputi perencanaan kebutuhan kalori, protein dan lemak a) Kebutuhan kalori Tujuan yang paling penting adalah pengendalian asupan kalori total untuk mencapai atau mempertahankan berat badan yang sesuai dan pengendalian kadar glukosa darah. Rencana makan bagi penyandang diabetes juga memfokuskan presentase kalori yang berasal dari karbohidrat, protein dan lemak. Tujuan diet ini adalah meningkatkan konsumsi karbohidrat kompleks (khususnya yang berserat tinggi) seperti roti, gandum, nasi beras tumbuk, sereal, pasta atau mie yang berasal dari gandum yang masih mengandung bekatul. Karbohidrat sederhana seperti buah yang manis dan gula tetap harus dikonsumsi dalam jumlah yang tidak berlebihan dan lebih baik jika dicampur kedalam sayuran atau makanan lain daripada dikonsumsi secara terpisah. Jumlah asupan karbohidrat untuk pasien DM dalam sehari adalah tidak boleh lebih dari 55-56% dari total energi sehari atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasikan dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA : Mono Unsaturated Fatty Acids) (FKUI, 2006). b) Lemak Pembatasan asupan total kolesterol dari makanan hingga ≤ 300 mg/hr untuk membantu mengurangi faktor resiko, seperti kenaikan kadar kolesterol serum yang berlebihan dengan proses terjadinya penyakit koroner yang
menyebabkan kematia pada penderita Diabetes. Adapun jumlah asupan lemak untuk pasien DM dalam sehari adalah 20-25% per hari (FKUI, 2006). c) Protein Makanan sumber protein nabati (misal : kacang-kacangan dan bijibijian yang utuh) dapat membantu mengurangi asupan kolesterol serta lemak jenuh. Jumlah asupan protein harian bagi penderita DM adalah 10-15% dari total kalori per hari. Pada penderita dengan kelainan ginjal, dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampai 40 gram per hari, maka perlu ditambahkan pemberian suplementasi asam amino esensial (FKUI, 2006).
b. Olahraga Olahraga dan latihan fisik sangat penting dalam penatalaksanaan Diabetes karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin, sirkulasi darah dan tonus otot (Smeltzer dan Bare, 2002). Latihan ini sangat bermanfaat pada penderita Diabetes karena dapat menurunkan berat badan, mengurangi rasa stress dan mempertahankan kesegaran tubuh. Mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL) dan menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida.
Meskipun demikian penderita Diabetes dengan kadar glukosa > 250 mg/dl (14 mmol/dl) dan menunjukkan adanya keton dalam urine tidak boleh melakukan latihan sebelum pemeriksaan keton urine memperlihatkan hasil negatif dan kadar glukosa darah telah mendekati normal (Smeltzer & Bare, 2002). Olahraga
merupakan
salah
satu
kerangka
utama
dalam
penatalaksanaan Diabetes selain penyuluhan dan perencanaan pola makan serta pemberian obat hipoglikemik. Olahraga yang dilaksanakan teratur yang mengikuti program dan persyaratan tertentu, bagi penderita Diabetes akan dapat meningkatkan kepekaan insulin sehingga kadar gula darah dalam tubuh bisa turun mendekati normal dan terkontrol. Olahraga ini hendaknya bersifat kontinyu, ritmis, interval, progresif dan latihan daya tahan. Olahraga ini juga harus mengikuti takaran yang ditentukan agar dapat memberikan manfaat yang diharapkan (Asdie, 1999). Aktifitas yang rutin dan teratur juga dapat mencegah terjadinya DM.
c. Pemberian obat 1) Obat Hipoglikemik Oral
a) Golongan Sulfonylurea / Sulfonyl Ureas Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan dengan obat golongan lain, yaitu biguanid inhibitor alfa glukosidase atau insulin. Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan
produksi insulin oleh sel-sel beta pankreas, karena itu menjadi pilihan utama para penderita DM tipe-2 dengan berat badan berlebih. b) Golongan Binguanad / Metformin Obat ini mempunyai efek utama
mengurangi glukosa hati,
memperbaiki pengambilan glukosa dari jaringan (glukosa perifer) dianjurkan sebagai obat tunggal pada pasien kelebihan berat badan c) Golongan Inhibitor Alfa Glikosidase Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula disaluran pencernaan sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan. Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula puasa yang masih normal. 2) Pemberian Insulin a) Indikasi insulin Pada DM tipe-1 Human Monocomponent Insulin (40 UI dan 100 UI/ml injeksi) yang beredar adalah actrapid. Injeksi insulin dapat diberikan kepada penderita DM tipe-2 yang kehilangan berat badan secara drastis. Yang tidak berhasil dengan penggunaan obat-obatan anti DM dengan dosis maksimal atau mengalami kontra indikasi dengan
obat-obatan
tersebut.
Bila
mengalami
ketoasidosis,
hiperosmolar asidosis laktat, stress berat karena infeksi sistemik, pasien operasi berat, wanita hamil dengan gejala DM yang tidak dapat dikontrol dengan pengendalian diet (Smeltzer dan Bare, 2002). b) Jenis insulin
Insulin terdiri dari tiga jenis yaitu insulin kerja cepat, kerja sedang da kerja lambat. Insulin kerja cepat jenisnya adalah regular insulin cristalin zink dan semilente. Insulin kerja sedang jenisnya adalah NPH (Netral Protamine Hagerdon). Sedangkan insulin kerja lambat jenisnya adalah PZI (Protamine Zink Insulin)
d. Pemantauan gula darah secara mandiri Dengan melakukan pemantauan gula darah secara mandiri atau Self Monitoring of Blood Glucose (SMBG ), penderita DM kini dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal. Cara ini memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemia dan berperan dalam menentukan kadar glukosa darah normal yang kemungkinan akan mengurangi komplikasi jangka panjang.
e. Pendidikan Kesehatan Perubahan dalam sistem pelayanan kesehatan sebagai dampak yang besar bagi pendidikan dan pelatihan diabetes. Berbagai skema untuk mengelola dan memberikan prioritas dari berbagai informasi yang harus diajarkan kepada penderita diabetes. Pendekatan umum untuk mengelola pendidikan diabetes adalah dengan membagi informasi dan ketrampilan menjadi dua tipe utama : 1) Ketrampilan serta informasi yang bersifat dasar (basic)
Informasi ini harus diajarkan kepada setiap pasien yang baru didiagnosa sebagai penderita DM tipe I atau tipe II dan mendapatkan terapi insulin untuk pertama kalinya. Informasi yang diberikan mencakup : a) Patofisiologi sederhana, berupa: definisi DM (dengan kadar glukosa darah tinggi), batas-batas kadar glukosa darah, efek terapi insulin dan latihan (penurunan kadar glukosa darah), efek makanan dan stres yang mencakup keadaan sakit dan infeksi (peningkatan kadar glukosa darah) dan dasar pendekatan terapi b) Cara-cara terapi, berupa: cara pemberian insulin, dasar-daasar diet (misalnya, kelompok makanandan jadwal makan) dan pemantauan kadar glukosa darah, keton urin c) Pengenalan, penanganan dan pencegahan komplikasi akut seperti penanganan hipoglikemia dan hiperglikemia d) Informasi yang pragmatis yaitu mengenai dimana membeli dan menyimpan insulin, spuit, alat-alat untuk memantau kadar glukosa darah serta kapan dan bagaimana cara menghubungi dokter 2) Pendidikan tingkat lanjut Pendidikan ini mencakup pengajaran yang lebih rinci tentang ketrampilan bertahan hidup (seperti modifikasi diet serta insulin dan persiapan untuk perjalanan). Disamping pendidikan tentang tindakan preventif untuk menghindari komplikasi diabetes jangka panjang. Tindakan preventif tersebut mencakup : a) Perawatan kaki, b) Perawatan mata, c) Higiene umum (misal : perawatan kulit, kebersihan mulut), d) Penanganan faktor
resiko berupa pengendalian tekanan darah dan kadar lemak darah serta menormalkan kadar glukosa darah (Smeltzer dan Bare, 2002).
B. Konsep Pola Hidup 1. Pengertian Pola hidup adalah pengelolaan hidup yang dilakukan dengan atau tidak melihat nilai kesehatan yang disadari untuk mengoptimalkan kehidupan yang sedang berlangsung (Breslow, 2007). Sedangkan pola hidup sehat yang diharapkan untuk mencegah penyakit Diabetes Mellitus yaitu segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindari kebiasaan buruk yang dapat mencegah DM (Fardian, 2007). 2. Macam - macam Pola Hidup Pencegahan Diabetes Mellitus Pola hidup yang dapat mencegah DM antara lain istirahat yang cukup dan teratur, mengkonsumsi makanan yang sehat seimbang, melakukan latihan fisik (olahraga) secara teratur dan melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin dan teratur (Fardian, 2007).
a. Pola tidur Tidur
malam
hari
yang
baik
membantu
menurunkan
risiko
perkembangan diabetes tipe 2. Para peneliti di University of Buffalo New York menemukan bahwa tidur kurang dari 6 jam per malam akan meningkatkan resiko penyakit Diabetes.
Menurut penelitian yang dipresentasikan di American Heart Association tahun 2003, orang yang tidurnya rata-rata kurang dari 6 jam selama hari kerja selama periode setahun menunjukkan hampir 5 kali kemungkinan mengalami penyakit Diabetes dibandingkan yang tidur rata-rata 6 sampai 8 jam. Penelitian Rafalason (2003) mendukung bukti bahwa ketidakcukupan tidur berhubungan dengan masalah gangguan kesehatan. (NFA, 2009). Dr. Stanley seorang pakar tidur dari Norfolk and Norwich University Hospital mengatakan ada sejumlah bukti yang menghubungkan kurang tidur dengan kondisi seperti diabetes. Akan tetapi masih belum jelas, walaupun ada kemungkinan bahwa kurang tidur berisiko meningkatkan berat badan, yang pada akhirnya bisa meningkatkan risiko Diabetes (Hertianto, 2009). Menurut riset University of Chicago, Amerika Serikat, terkait dengan pola tidur yaitu keseimbangan metabolisme terganggu bila begadang minimal 3 hari. Dampaknya sekresi hormon insulin tidak sempurna, berkurang 25%, sehingga gula yang mestinya diubah menjadi energi menumpuk dalam darah. Tingginya kadar gula dalam darah itulah yang disebut diabetes mellitus. Eve (2008) juga menyebutkan bahwa tidur lelap penting bagi kesehatan. Hubungannya adalah perubahan nafsu makan, ketidaknormalan metabolime, obesitas, dan risiko diabetes.
b. Pola makan Pola makan adalah suatu bentuk kebiasaan konsumsi makanan yang dilakukan oleh seseorang dalam kegiatan makannya sehari-hari (Sugito, 2006). Kebiasaan makan menurut Lahmuadi (1989) adalah tingkah laku
manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan akan makanan meliputi sikap, keturunan, kepercayaan. kebiasaan makan dikalangan masyarakat digolongkan menjadi dua yaitu kebiasaan makan yang benar dan kebiasaan makan yang salah (Almatsier, 2005). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa perilaku pola makan yang salah akan menyebabkan masalah Diabetes Mellitus dan perilaku makan tersebut dipengaruhi oleh aneka faktor sosial, ekonomi, budaya dan ketersediaan pangan. Analisis menggunakan data Susenas menunjukkan adanya kecenderungan perilaku konsumsi makanan jadi (termasuk minuman) yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Konsumsi makanan yang berasal dari terigu seperti roti, mie, kue kering dan konsumsi kue basah serta minuman es merupakan bagian dari makanan tradisional yang cenderung menurun (Surbakti, 1997). Berikut ini beberapa anjuran gizi seimbang
yang berkaitan dengan
pencegahan diabetes menurut Rosalin (2008) antara lain : 1) Makanlah aneka ragam makanan Tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung semua zat gizi yang mampu membuat seseorang untuk hidup sehat dan produktif. Oleh karena itu setiap orang termasuk penyandang DM perlu mengonsumsi aneka ragam makanan. Makan makanan yang beraneka ragam akan menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur. 2) Makanlah untuk memenuhi kecukupan energi.
Agar dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari seperti bekerja, belajar, berolahraga dan kegiatan lain setiap orang perlu makan yang cukup energi, tidak kekurangan dan berlebihan. Kecukupan energi ditandai dengan berat badan yang normal. Mempertahankan berat badan normal atau ideal sesuai dengan umur dan tinggi badan yang dipelukan untuk pencegahan penyakit Diabetes. Kebutuhan energi tergantung pada usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan dan kegiatan fisik, keadaan penyakit dan pengobatannya. 3) Makanlah makanan sumber karbohidrat. Makanlah makanan sumber karbohidrat sebagian dari kebutuhan energi (pilihlah karbohidrat kompleks dan serat, batasi karbohidrat sederhana yang (refined)). Terdapat 3 kelompok karbohidrat yaitu kompleks, sederhana dan serat. a) Karbohidrat kompleks Makanan sumber karbohidrat kompleks adalah padi-padian (beras, jagung, gangum), umbi-umbian (singkong, ubi jalar, singkong), sagu dll. Makanan tersebut mengandung zat gizi lain selain karbohidrat. Proses pencernaan dan penyerapan karbohidrat kompleks di dalam tubuh berlangsung lebih lama dari karbohidrat sederhana, sehingga dengan mengkonsumsi karbohidrat kompleks orang tidak segera lapar. b) Karbohidrat sederhana Karbohidrat sederhana alamiah terdapat pada buah, sayuran dan susu. Bahan makanan tersebut selain mengandung karbohidrat, mengandung
gizi lain yang sangat bermanfaat. Karbohidrat sederhana yang diproses seperti gula, madu, sirup, bolu, selai dll langsung diserap dan digunakan tubuh sebagai energi, sehingga cepat menimbulkan rasa lapar. Gula tidak mengandung zat gizi lain, hanya karbohidrat. Konsumsi gula yang berlebih dapat mengurangi peluang terpenuhinya zat gizi lain. Menurut penelitian tidak ada hubungan langsung antara asupan gula dengan timbulnya Diabetes tipe II. Namun demikian makanan dengan kandungan gula tinggi sering juga mengandung lemak yang tinggi sehingga mengakibatkan kegemukan. c) Serat Serat adalah bagian karbohidrat yang tidak dapat dicerna. Kelompok ini banyak terdapat pada buah, sayuran, padi-padian dan produk sereal. Susu, daging dan lemak tidak mengadung serat. Serat terdiri dari 2 jenis yaitu serat larut (pembentuk gel) seperti pectin dan guargum serta serat tidak larut seperti selulosa dan bran. Kedua jenis serat ini banyak terdapat pada padi-padian, kacang-kacangan, tempe, sayuran serta buah. 4) Batasi konsumsi lemak, minyak dan santan sampai seperempat kecukupan energi. Lemak dan minyak dalam makanan berguna untuk memenuhi kebutuhan energi, membantu penyerapan vitamin A,D,E dan K serta menambah lezatnya makanan. Bagi kebanyakan penduduk Indonesia khususnya yang tinggal di pedesaan konsumsi lemaknya masih sangat
rendah sehingga perlu ditingkatkan sedangkan konsumsi lemak pada penduduk perkotaan sudah perlu diwaspadai karena cenderung berlebihan. Mengurangi asupan lemak jenuh dapat menurunkan resiko penyakit Diabetes. Beberapa contoh asupan lemak jenuh adalah makanan yang dimasak dengan banyak minyak, mentega ataupun santan, lemak hewan, susu penuh (whole milk) dan cream.
c. Pola aktivitas Pola aktivitas erat kaitannya dengan diabetes, karena dengan melakukan aktivitas seperti olahraga, senam khusus diabetes, berjalan kaki, bersepeda, berenang dan lain sebagainya, efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin, sirkulasi darah dan tonus otot. Olahraga juga dapat secara efektif mengontrol diabetes, dengan berolahraga merupakan salah satu cara efektif mengurangi berat badan, menurunkan kadar gula darah, dan mengurangi stres. Latihan yang dilakukan secara teratur dapat menurunkan tekanan darah, kolesterol, dan risiko terkena serangan
jantung,
serta
memacu
pengaktifan
produksi
membuatnya bekerja lebih efisien (Soegondo, 2007).
d. Melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin dan teratur
insulin
dan
Melakukan
pemeriksaan
secara
rutin
dan
teratur
merupakan
pencegahan awal untuk mendeteksi apakah seseorang terkena penyakit antara lain yaitu diabetes. Sebelum seseorang menderita Diabetes Mellitus, hampir selalu melewati keadaan yang disebut pradiabetes. Pradiabetes adalah jika kadar gula darah seseorang lebih tinggi dari normal, tetapi tidak cukup tinggi untuk dapat didiagnosis diabetes. Terdapat dua macam pemeriksaaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui apakah seseorang mengalami pradiabetes., yaitu Gula Darah Puasa (GDP) dan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO). Seseorang yang akan melakukan pemeriksaan GDP, perlu puasa pada malam harinya. Pada pemeriksaan GDP, gula darah diukur pada pagi harinya sebelum makan. Pada pemeriksaan TTGO gula darah diukur setelah puasa dan kemudian dua jam setelah mengonsumsi minuman tinggi gula. Setelah dilakukan pemeriksaan tersebut, kadar gula darah akan dicek untuk melihat apakah seseorang memiliki metabolisme normal, pradiabetes, atau diabetes. Jika kadar GDP abnormal maka disebut sebagai gula darah puasa terganggu. Sedangkan jika hasil TTGO abnormal maka disebut sebagai toleransi glukosa terganggu. Seseorang disebut sebagai pradiabetes jika kadar GDP mencapai 100 mg/dl s/d <126 mg/dl atau hasil TTGO 140 mg/dl s/d <200 mg/dl. Pada diabetesi pemeriksaan gula darah dilakukan seminggu sekali. Untuk seseorang yang disebut sebagai pradiabetes pemeriksaan gula darah dilakukan sebulan sekali yang bertujuan untuk mengetahui kadar gula dalam darah (Anonim, 2008).
3. Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seseorang Dalam Pengelolaan Pola Hidup Dalam hal ini faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan masyarakat dalam pengelolaan hidup sehat untuk mencegah DM yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin, faktor penguat (Green, 1980, dalam Notoatmodjo, 2005). a. Faktor- faktor predisposisi (predisposing factors) Faktor-faktor ini mencakup: pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Faktor –faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah.
b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya: air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung. Fasilitas ini pada hakikatnya
mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktur pendukung atau faktor pemungkin.
c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) Faktor-faktor ini meliputi sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Di samping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Menurut Skiner (1938, dalam Notoatmodjo, 2005) perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman serta lingkungan. Seorang ahli lain Becker (1979, dalam Notoatmodjo, 2005), mengemukakan tentang perilaku kesehatan yaitu perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Perilaku kesehatan ini antara lain mencakup perilaku hidup sehat, perilaku sakit dan perilaku peran sakit. a. Perilaku hidup sehat
Adalah perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya, antara lain meliputi : makan dengan menu seimbang (appropriate diet), olahraga teratur, tidak merokok, tidak minum minuman keras dan narkoba, istirahat yang cukup, mengendalikan stress dan perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan misalnya : penyesuaian diri dengan lingkungan. b. Perilaku sakit (illness behavior) Perilaku sakit ini mencakup respon seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang : penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit, dan sebagainya. c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior) Dari segi sosiologi, orang sakit mempunyai peran yang mencakup hakhak orang sakit dan kewajiban sebagai orang sakit. Hak dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit sendiri maupun orang lain (terutama keluarganya), yang selanjutnya disebut perilaku peran orang sakit (the sick role). Perilaku ini meliputi :
1) Tindakan untuk memperoleh kesembuhan 2) Mengenal / mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan / penyembuhan penyakit yang layak 3) Mengetahui hak (misalnya : hak memperoleh perawatan, pelayanan kesehatan, dsb) dan kewajiban orang sakit (memberitahukan penyakitnya
kepada orang lain terutama dokter / petugas kesehatan, tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain, dsb).
C. Kerangka Teori Diabetes Mellitus
Penyebab DM yang bisa diubah : 1. Diit 2. Aktifitas 3. Obesitas
Penyebab DM yang tidak bisa diubah : 1. Genetik / Keturunan 2. Virus dan Bakteri 3. Bahan toksik / Beracun 4. Nutrisi
Pencegahan DM
Faktor yang mempengaruhi perilaku pengelolaan pola hidup: 1. Predisposing factors : pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, nilai, dsb 2. Enabling factors : ketersediaan sumber / fasilitas 3. Reinforcing facors : sikap dan perilaku petugas
Pengaturan pola hidup : 1. Pola tidur 2. Pola makan 3. Pola aktivitas 4. Melakukan pemeriksaan kontrol gula darah
Keterangan: : Faktor pencegahan pengaturan pola hidup secara tidak langsung juga mempengaruhi perubahan perilaku : Pengaturan pola hidup dapat mempengaruhi pencegahan DM
Skema 2.1 Kerangka Teori Sumber : Modifikasi L. Breslow (2007), Smeltzer dan Bare (2002), serta Green (1980) D. Kerangka Konsep
Variabel bebas (dependent) Pengaturan pola hidup : 1. Pola tidur 2. Pola makan 3. Pola aktivitas 4. Pemeriksaan gula darah rutin
Variabel terikat (independent)
Tidak terjadi Diabetes Mellitus .
Skema 2.2 Kerangka Konsep
Dalam penelitian ini variabel yang diteliti hanya satu variabel yaitu variabel bebas (dependent), Variabel bebas merupakan suatu variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya suatu variabel dependen (terikat) dan bebas dalam mempengaruhi variabel lain (Hidayat, 2003).
E. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah pengaturan pola hidup yang meliputi : pola tidur, pola makan, pola aktivitas dan melakukan pemeriksaan kontrol gula darah.