BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Mutakhir Penelitian tentang peramalan beban puncak telah beberapa kali dilakukan sebelumnya. Gina (2012) dalam penelitiannya peramalan beban puncak untuk pertumbuhan beban listrik Bali serta analisis skenario beroperasinya SUTET 500 kV. Hasil penelitian Juniastra Gina didapat peramalan beban puncak sistem Bali tahun 2012 hingga tahun 2021 terjadi peningkatan pertumbuhan beban puncak yang cukup signifikan, dengan rata-rata pertumbuhan beban puncak pertahun sebesar 6,16% sehingga pada tahun 2021 sistem transmisi Bali harus mensuplai tenaga listrik sebesar 1059,45 MW. Menurut RUPTL 2011-2020, pertumbuhan beban puncak yang cukup signifikan ini disebabkan oleh faktor pertumbuhan ekonomi dan faktor program elektrifikasi PT PLN (Persero). Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Adiputra (2013) menggunakan peramalan beban puncak untuk mengetahui pertumbuhan beban puncak sistem transmisi Bali dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2030 dengan kondisi suplai tenaga listrik sistem transmisi Bali sesuai dengan RUPTL 2011-2020. Bawa Adiputra menggunakan 2 skenario dalam menganalisis keamanan suplai tenaga listrik dalam kondisi N-1. Skenario 1 menunjukkan pada tahun 2022 suplai tenaga listrik sistem transmisi Bali mengalami krisis, dengan beban puncak yang di peroleh sebesar 1304,10 MW sedangkan suplai tenaga listrik sistem transmisi Bali dalam kondisi N-1 sebesar 1255,8 MW. Skenario 2 menunjukkan pada tahun 2028 suplai tenaga listrik sistem transmisi Bali mengalami krisis, dengan beban puncak yang diperoleh sebesar 1862,60 MW sedangkan suplai tenaga listrik sistem transmisi Bali dalam kondisi N-1 sebesar 1855,8 MW. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Wisesa (2015) menggunakan peramalan beban puncak untuk mengetahui pertumbuhan beban puncak sistem kelistrikan Bali dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2025 dengan kondisi suplai kelistrikan Bali sesuai dengan RUPTL 2011-2020. Prabu Wisesa menganalisis
5
6
beban puncak dengan kriteria N-1 sehingga didapat, pada tahun 2015 pukul 19.00 wita terjadi beban puncak sebesar 877,30 MW dengan suplai tenaga listrik sebesar 867,90 MW sehingga Bali kekurangan suplai tenaga listrik sebesar 9,40 MW. Tahun 2020, Bali mengalami krisis suplai tenaga listrik sebesar 115,27 MW dan pada tahun 2025, Bali mengalami krisis suplai tenaga listrik sebesar 8073,58 MW.
2.2 Sistem Tenaga Listrik Sistem tenaga listrik secara umum terbagi menjadi lima sistem utama yaitu pembangkit listrik, sistem transmisi, Gardu Induk, sistem distribusi dan beban. Diagram segaris dari sistem ketenagalistrikan secara umum dapat dilihat pada gambar 2.1.
pusat pembangkit
Gardu Induk
distribusi
transmisi Gardu GarduInduk Induk
beban
Gambar 2.1. Diagram Segaris Sistem Tenaga Listrik Sederhana (sumber: Tobing, 2003)
Gambar 2.1 membahas tentang sistem tenaga listrik secara umum, sumber listrik berasal dari pembangkit tenaga listrik. Lokasi pembangkit listrik umumnya berada jauh dari sumber beban, sehingga untuk menyalurkan energi listrik yang telah dibangkitkan harus disalurkan melalui sistem transmisi. Energi listrik yang dibangkitkan tegangannya akan dinaikkan menggunakan transformator penaik tegangan (step-up transformer) untuk kemudian disalurkan melalui sistem transmisi menuju Gardu Induk untuk kemudian dapat disalurkan ke sumber beban. Tegangan ini dinaikkan dengan maksud untuk mengurangi jumlah arus yang mengalir pada saluran transmisi. Dengan demikian saluran transmisi bertegangan tinggi akan membawa aliran arus yang rendah dan berarti akan mengurangi rugirugi daya transmisi. Setelah daya listrik yang disalurkan mendekati sumber beban atau Gardu Induk, maka selanjutnya tegangan trasmisi diturunkan melalui transformator penurun tegangan (step-down transformer) di Gardu Induk tersebut. Tegangan diturunkan menjadi tegangan menengah 20 kV untuk dapat disalurkan ke Gardu
7
Distribusi. Kemudian dari Gardu Distribusi tegangan kembali diturunkan menjadi tegangan rendah 220V/380 V sehingga selanjutnya dapat disalurkan melalui saluran distribusi menuju pusat-pusat beban. Untuk mengetahui arah aliran energi listrik yang berawal dari pusat pembangkit listrik hingga mencapai sumber beban dapat dilihat pada gambar 2.2 diagram alir sistem tenaga listrik berikut.
Gambar 2.2 Arah Aliran Energi Sistem Tenaga Listrik (Sumber: Muh. Nasir Malik, Media Elektrik, Vol 4 No 1, Juni 2009)
Keterangan Gambar 2.2 : TR
= Tegangan Rendah
TM
= Tegangan Menengah
TT
= Tegangan Tinggi
TET
= Tegangan Ekstra Tinggi
GI
= Gardu Induk
GD
= Gardu Distribusi
8
2.3 Keandalan Sistem Transmisi Keandalan sistem transmisi didefenisikan dengan kemampuan komponenkom-ponen sistem transmisi untuk melakukan fungsinya (menyalurkan energi listrik ke bagian distribusi) dengan baik dalam kondisi maupun periode waktu yang telah ditentukan. (Mithulananthan, 2004) Keandalan juga dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan sistem untuk memberikan suatu pasokan tenaga listrik yang cukup dengan kualitas yang memuaskan. Keandalan sistem tenaga listrik ditentukan oleh penilaian kecukupan (adequacy assesment) dan penilaian keamanan (security assesment). Hal itu berarti keandalan suatu sistem tenaga listrik ditentukan oleh kemampuan sistem untuk memasok energi listrik yang cukup ke pelanggan yang memenuhi persyaratan dengan cara yang memuaskan dan kemampuan sistem untuk tetap mampu bertahan akibat adanya gangguan yang mendadak seperti hubung singkat atau hilangnya elemen sistem yang tak dapat diantisipasi (Kim, 2003; Pottonen, 2005 dan Yeu, 2005). Sistem tenaga listrik yang terdiri dari pembangkitan, penyaluran (transmisi) dan distribusi memiliki tingkat keandalan yang berbeda. Khusus untuk saluran transmisi, target yang harus dicapai dari parameter keandalan yang digunakan dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1 Target Parameter Keandalan Sistem Transmisi
Indeks
Target
SAIFI
1,5
SAIDI
1,0 – 1,5 jam
CAIDI
1,0 – 1,5 jam
ASAI
0,99983
(Sumber: Dugan, 2004)
Beberapa indeks keandalan yang umum digunakan dalam menentukan nilai keandalan suatu sistem distribusi antara lain:
9
2.3.1 SAIFI (System Average Interruption Frequency Index) SAIFI didefinisikan sebagai jumlah rata-rata kegagalan yang terjadi per pelanggan yang dilayani oleh sistem pertahun. Perumusan SAIFI diekspresikan sebagai berikut (Billinton, 1989):
Atau: .....................................................................................(2.1) dengan: = tingkat kegagalan (failure rate) Ni
= jumlah pelanggan pada titik beban i (load point i)
NT
= total pelanggan pada sistem jaringan
2.3.2 SAIDI (System Average Interruption Duration Index) SAIDI didefinisikan sebagai nilai rata-rata dari lamanya kegagalan untuk setiap konsumen dalam selang waktu satu tahun. Bentuk perumusan matematis SAIDI diekspresikan sebagai berikut (Billinton, 1989):
Atau: ....................................................................................(2.2) dengan: = durasi terputusnya pasokan listrik rata-rata sejumlah pelanggan = jumlah pelanggan pada titik beban i (load point i) NT
= total pelanggan pada sistem jaringan Salah satu topik di Power Engineering yang sangat menantang adalah
studi keandalan (reliability). Lingkup studi ini cukup luas, seperti mempelajari kalkulasi keandalan pembangkitan, transmisi, sistem interkoneksi dan distribusi. Tidak ketinggalan, biasanya kita juga dikenalkan dengan konsep Simulasi Monte
10
Carlo untuk sistem tenaga listrik (Stevenson, 1990). Sistem tenaga listrik sangat lah kompleks karena: 1) Besarnya secara fisik 2) Tersebar luas secara geografis 3) Adanya interkoneksi, baik nasional maupun internasional 4) Keterbatasan yang dimiliki operator itu sendiri 5) Energi listrik tidak dapat disimpan dengan efektif dan efisien dalam jumlah yang besar 6) Perilaku sistem yang tidak terduga Istilah
“reliability”
berhubungan
dengan
kemampuan
sistem
untuk
menyalurkan listrik ke semua titik penggunanya dalam standar dan jumlah yang sesuai atau bisa diterima. Ada dua hal utama yang biasa dikaji dalam reliability: 1) Kecukupan (adequacy) Adequacy assesment mempelajari kecukupan fasilitas yang dibutuhkan sistem untuk memenuhi kebutuhan sistem. Biasanya assesment ini dilakukan pada fase desain. 2) Keamanan sistem (security) Security assesment mempelajari kemampuan sistem untuk tanggap terhadap gangguan. Hal ini sering dihubungkan dengan respon dinamis sebuah sistem. Assesment ini sering dilakukan pada fase operasional.
2.3.3 Teknik pengkajian reliability Menentukan keandalan (Reliability) sangat perlu di perhatikan teknik pengkajiannya, terdapat dua teknik dalam pengkajian keandalan (Reliability) yaitu: 2.3.3.1 Indeks keandalan deterministik Teknik Deterministik adalah teknik yang merupakan teknik tradisional, teknik ini tidak melihat kemungkinan atau stokastik alami sebuah sistem tenaga listrik. Terdapat beberapa kriteria untuk menentukan indeks keandalan dengan menggunakan teknik deterministik yaitu :
11
1) Kriteria % marjin cadangan (% reserve margin) : a. Kapasitas Terpasang ≥ Max. Demand + besaran % Reserve Margin b. Misal jika Sistem Jawa Bali Max Demand-nya 17000 MW dan besaran Reserve Margin-nya ditentukan 20% maka Kapasitas Terpasangnya minimal 17000 + 3400 = 20400 MW. c. Besaran %Reserve Margin ini dievaluasi dari waktu ke waktu dengan mempertimbangkan ENS (energy not served) dan LOLP (lost of load probability) yang dikehendaki (lihat dalam OC 2.2 Aturan Jaringan sistem tenaga listrik Jamali 2007). 2) Jatuhnya unit terbesar / kriteria contingency : a. Total Kapasitas Pembangkit Beroperasi + Cadangan Putar ≥ Max. Demand + Unit Generator Terbesar (contingency size) b. Misal jika Max Demand 17000 MW, unit terbesar adalah PLTU 660 MW, maka total kapasitas pembangkit dan cadangannya harus lebih besar dari 17000 + 660 = 17660. Jika yang beroperasi adalah 15000 MW dan cadangan (lihat OC 2.1) hanya 1000 MW (total, 15000 +1000 = 16000), maka sistem tenaga listrik dapat dikatakan defisit karena 16000 < 17660. Hampir dapat dipastikan, ketika peak load terjadi maka akan ada pemadaman (load shedding) untuk menjaga kestabilan sistem. 3) Kriteria jaringan : a. N-1, atau N-2 dsb. Ambil contoh N-1, yang artinya apabila sembarang satu buah elemen sistem tenaga listrik (misal line transmisi, GCB, generator dll) gagal maka sistem tetap stabil. b. Energi yang Tidak Terlayani (Unserved Energy) < 0.002% Kebutuhan Energi Total (contoh di Australia). 2.3.3.2 Indeks keandalan probabilistik Teknik Probabilistik adalah teknik yang menggunakan pendekatan analitis dan simulasi. Teknik ini yang paling baik untuk mengakomodasi perilaku sistem tenaga listrik. Contoh toolnya seperti Power Factory, RAPS. Terdapat beberapa kriteria untuk menentukan indeks keandalan dengan menggunakan teknik probabilistik yaitu :
12
1) Probabilitas load outage 2) Perkiraan Energi yang Tidak Tersalurkan (estimated energy not supplied / EENS) 3) Jumlah insiden outage 4) Jumlah jam gangguan/interupsi 5) Penyimpangan melampaui batas set tegangan 6) Penyimpangan melampaui batas set frekuensi, dll.
2.3.4 Cara pengkajian keandalan secara probabilistik Pengkajian secara probabilistik terdapat beberapa cara untuk mengkajinya diantaranya: 1) Teknik Analitis a.
Berdasarkan prinsip penyebutan keadaan (state)
b.
Menyajikan kondisi aktual sistem dengan model matematis
c.
Sulit diterapkan pada sistem tenaga listrik yang besar
2) Teknik Simulasi a.
Simulasi Monte Carlo (untuk sistem stokastik)
b.
Mengevaluasi indeks sistem dengan mensimulasi proses aktual dan sifat elemen sistem yang random.
c.
Dapat menangani sistem yang besar
d.
Memerlukan
waktu
perhitungan
yang
lama
dan
kapasitas
penyimpanan yang besar Khusus untuk tugas akhir ini pengkajiaannya menggunakan metode probabilistik dengan menggunakan teknik simulasi dan menggunakan alat bantu ETAP power Station 12.60. Dimana untuk dapat menentukan keandalan (Reliability) diperlukan beberapa satuan yaitu: 1) Tingkat kegagalan (Failure Rate) Disebut juga laju kegagalan (failure rate) dinyatakan dalam λ (lambda). Untuk saluran radial, laju kegagalan untuk suatu lingkungan tertentu yang homogen, sebanding dengan panjang saluran yang bersangkutan.
13
2) Lama pemadaman (Outage Time) Lama pemadaman (outage time) dinyatakan dalam r, tergantung kepada waktu yang dibutuhkan untuk melakukan perbaikan dan pemulihan. 2.4 Peramalan Peramalan adalah proses untuk memperkirakan berapa kebutuhan di masa datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan. Peramalan permintaan merupakan tingkat permintaan produk–produk yang diharapkan akan terealisasi untuk jangka waktu tertentu pada masa yang akan datang. Untuk menjamin efektivitas dan efisiensi dari sistem peramalan permintaan, terdapat langkah-langkah seperti pada gambar 2.3 :
Gambar 2.3 Langkah-Langkah Peramalan
(Sumber: Hanke, 1992)
14
2.4.1 Ketersediaan suplai tenaga listrik Konsep dasar dari ketersediaan suplai tenaga listrik adalah pada saat kondisi operasinya. Suatu sistem tenaga listrik dapat dikatakan tersedia atau aman jika suplainya tidak terputus sampai ke konsumen dalam kondisi pemadaman (Liang, Fan dan Yang, 2010). Ketersediaan suplai tenaga listrik juga didefinisikan sebagai kemampuan sistem tenaga listrik untuk menyediakan tenaga listrik sampai pada pengguna akhir (konsumen) dengan level kontinuitas dan kualitas tertentu secara berkelanjutan, yang berkaitan dengan standar yang ada dan perjanjian kontrak pada titik-titik pengiriman (Union of the Electricity Industry–EURELECTRIC, 2006). Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan industri pariwisata dan tata kota, kebutuhan energi listrik di Bali pun ikut meningkat dengan pesat. Sampai saat ini, sebagian besar energi listrik yang digunakan di Bali berasal dari pembangkit listrik yang berada di Jawa. Masalahnya di Pulau Jawa sampai saat ini masih terdapat daerah yang belum bisa menikmati fasilitas listrik dari PLN, atau dengan kata lain Jawa pun masih memerlukan energi listrik yang besar. Bali sampai saat ini menjadi prioritas karena merupakan daerah tujuan pariwisata dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dibandingkan daerah lainnya (Sutrisna, 2011). Sebagai salah satu daerah tujuan pariwisata dunia, idealnya Bali sebagai mukanya Indonesia harus bisa memanfaatkan segala potensi energi lokalnya dengan membangun pembangkit listrik ramah lingkungan skala kecil yang banyak yang tersebar di seluruh perumahan, hotel, villa, dan fasilitas-fasilitas penerangan jalan lainnya. Sayangnya sampai saat ini PLN dan Pemerintah Daerah (Pemda Bali) kurang tegas dalam mengatur ketentuan-ketentuan dan tata cara penggunaan energi alternatif seperti tenaga surya (PLTS) atau tenaga bayu (PLTB). Tanpa didukung langsung oleh pemerintah dan PLN, penggunaan energi alternatif di Bali akan tetap akan jalan di tempat.
15
2.4.2 Regresi linier Metode yang digunakan adalah metode time series dimana metode ini menggunakan data historis beban sistem kelistrikan Bali di masa lalu yang akan digunakan untuk menentukan nilai beban masa mendatang atau peramalan terhadap beban yang harus dipenuhi sistem kelistrikan Bali menggunakan suatu pemodelan. Berdasarkan data historis beban puncak sistem kelistrikan Bali tahun 2000 sampai dengan 2014 kemudian dilakukan suatu pemodelan menggunakan metode kuadrat terkecil (Least Square Method) menggunakan bantuan fasilitas program excel. Metode kuadrat terkecil adalah metode dengan persamaan yang dapat digunakan untuk menentukan persamaan regresi dengan meminimalisir jarak kuadrat vertikal antara nilai aktual “Y” dan nilai peramalan “X”. Analisis regresi yang di gunakan dalam program excel adalah regresi linier sederhana yaitu hubungan secara linear antara satu variabel independen (X) dengan variabel dependen (Y). Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen apakah positif atau negatif dan untuk memprediksi nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan atau penurunan. Data yang digunakan biasanya berskala interval atau rasio(Wahyono, 2010). Rumus regresi linear sederhana sebagi berikut:
Y = a + bx
untuk trend garis lurus, serta...........................................(2.3)
Y = a + bx + cx2
untuk trend garis lengkung.............................................(2.4)
Keterangan: Y = Variabel dependen (variabel yang akan diramalkan) x
= Variabel independen (unit waktu)
a = Konstanta (nilai Y’ apabila X = 0) b = Koefisien regresi (variabel per x" yaitu menunjukkan besarnya perubahan nilai Y dan setiap perubahan satu unit x)
16
2.4.3 Segitiga daya Segitiga daya merupakan segitiga yang menggambarkan hubungan matematika antara tipetipe daya yang berbeda (Apparent Power, Active Power dan Reactive Power) berdasarkan prinsip trigonometri(Kadir, 2000). Gambar faktor daya pada segitiga daya dapat dilihat berikut ini.
Gambar 2.4 Diagram Faktor Daya
Dimana berlaku hubungan : S = √P2 + √Q2 φ.....................................................................................(2.5) P = S / Cos φ...........................................................................................(2.6) Q = S / Sin φ...........................................................................................(2.7)
Keterangan : P = Daya Aktif S = Daya Nyata Q = Daya Reaktif
2.4.4 Neraca daya Neraca daya didefinisikan sebagai gambaran kapasitas pembangkitan sistem (dalam satuan MW) yang terdiri dari daya mampu netto, daya mampu aktual, variasi musim, pemeliharaan dan gangguan pembangkit, beban sistem serta cadangan operasi sistem (PT PLN (PERSERO) P3B JAWA BALI BIDANG OPERASI SISTEM, Cinere 16514 – Jakarta Selatan). Neraca daya inilah yang nantinya digunakan sebagai acuan dalam menentukan tingkat ketersediaan suplai dari suatu sistem tenaga listrik.
17
Untuk membuat neraca daya dalam tugas akhir ini, ada beberapa parameter yang digunakan, yaitu: 1.
Kapasitas suplai total: adalah jumlah dari kapasitas suplai yang tersedia saat ini dengan seluruh kapasitas suplai tambahan dalam satuan MW.
2.
Daya cadangan dalam keadaan sistem beroperasi normal: adalah selisih dari kapasitas suplai total dengan beban puncak pada sistem tersebut.
3.
Kapasitas suplai dalam kondisi N-1: adalah kapasitas suplai total yang dikurangi dengan unit pembangkitan terbesar dalam sistem tersebut.
4.
Daya cadangan dalam kondisi N-1: adalah selisih dari kapasitas suplai dalam kondisi N-1 terhadap beban puncak pada sistem tersebut.
Tabel 2.2 Contoh Neraca Daya Sistem Tenaga Listrik
Uraian Beban puncak Kapasitas terpasang Daya Mampu Cadangan Operasi Cadangan daya bila unit terbesar keluar (N-1) Cadangan daya dengan reserve margin Cadangan pasti (N-1)
Satuan MW MW MW MW MW MW %
2005 420,00 652,11 588,00 167,50 37,50 185,73 6,40
2006 454,00 653,53 585,06 130,76 0,76 149,30 0,10
2007 505,00 653,53 582,13 77,60 -52,40 96,29 -0,90
2008 558,00 653,53 579,22 21,57 -108,43 40,41 -18,70
2009 614,00 653,53 576,33 -37,51 -167,51 -18,52 -29,10
2010 673,00 653,53 573,45 -99,78 -229,78 -80,64 -40,10
(Sumber: Jurusan Teknik Elektro; Fakultas Teknik Universitas Udayana, 2005)
Tabel 2.2 di atas adalah neraca daya suatu sistem tenaga listrik dari tahun 2005 sampai 2010. Di dalam uraiannya terdapat parameter yang digunakan, yaitu kapasitas terpasang (suplai total), daya cadangan saat operasi normal dan saat kondisi N-1.
2.4.4.1 Rasio elektrifikasi dan kondisi kelistrikan di setiap daerah di Bali Bali dibagi menjadi 9 wilayah kabupaten atau kota yang hampir sebagian besar telah terhubung dengan listrik dengan rasio elektrifikasi rata-rata sebesar 87.06 % (2010), jauh diatas rasio elektrifikasi nasional. Dari data diatas sekilas dapat disimpulkan bahwa tidak ada masalah dengan energi listrik di Bali. Namun yang perlu diingat disini adalah Bali sampai saat ini masih tergantung dengan satu jaringan interkoneksi bawah laut Jawa – Bali (220 MW) dan pembangkit listrik berbahan bakar Gas dan Minyak Bumi (PLTG Gilimanuk, 130 MW; PLTGU
18
Pemaron, 120 MW; PLTG/PLTD Pesanggaran, 157,8 MW) yang notabene biaya operasinya sangat mahal jika dibandingkan pembangkit listrik jenis lainnya (Sutrisna, 2011). Total pasokan listrik di Bali saat ini sekitar 620 MW. Dengan beban puncak listrik di Bali sebesar 560 MW (rekor beban tertinggi 579 MW (18/10/2011), hanya diperoleh cadangan listrik maksimal 60 MW. Pada data tingkat pertumbuhan ekonomi Bali pada 2010-2011 bergerak antara 5-hingga 6% dengan memicu tingkat pertumbuhan kebutuhan listrik sebanyak 10-11%. Melihat kondisi ini, dapat disimpulkan bahwa Bali sedang menghadapi krisis energi listrik untuk beberapa tahun ke depan. Masalah kecil saja seperti apabila salah satu pembangkit listrik rusak, dapat dipastikan Bali akan menghadapi pemadaman bergilir. Berikut ini adalah gambar 2.5 merupakan gambar peta dan kondisi kelistrikan di setiap kabupaten/kota di Bali.
Gambar 2.5 Peta dan Kondisi Kelistrikan di Setiap Kabupaten/Kota di Bali (Sumber: Sutrisna, 2011).
19
2.4.4.2 Potensi sumber energi listrik Bali pembangkit listrik berdaya besar Provinsi Bali memiliki potensi energi yang dapat dikembangkan untuk pembangkit tenaga listrik terdiri dari Potensi panas bumi yang dapat dikembangkan sebesar 296 MW terdapat di 5 lokasi yaitu Banyuwedang Buleleng, Seririt Buleleng, Batukao Tabanan, Penebel Tabanan dan BuyanBratan Buleleng1. Kebutuhan bahan bakar untuk pembangkit di Bali harus dikirim dari provinsi lain, meliputi BBM seperti saat ini, batubara terkait dengan PLTU Celukan Bawang dan kemungkinan mini LNG ke Pesanggaran sesuai dengan kelayakan keekonomiannya (RUPTL, 2015). Pembangkit listrik terbesar yang akan beroperasi di bali adalah PLTU Celukan Bawang, proyek ini mulai tahun 2007, diperkirakan menghasilkan listrik sebesar 1.029 MW dalam dua tahap, tahap pertama 1 x 130 MW dan 2 x 125 MW (rencana operasi 12 Juni 2015), tahap kedua 2 x 300 MW (tahun 2020 dan tahun 2022) (Sutrisna, 2011).
Tabel 2.3 Daya Pembangkitan PLTG Celukan Bawang
No Unit 1 PLTU 2 PLTU 3 PLTU 4 PLTU Total PLTU Celukan Bawang
Daya Terpasang (MW) 1x130 2x125 1x300 1x300
Daya Mampu (MW) 130 250 300 300
980
980
(Sumber: RUPTL Bali tahun 2015-2024)
PLTU Celukan Bawang merupakan pembangkit listrik dengan kapasitas yang sangat besar, merupakan pembangkit yang dapat diandalkan sebagai listrik menanggulangi beban puncak seperti yang terjadi pada tahun 2014. Adapun perencanaan pembangkit listrik yang ada di Bali seperti yang dijelaskan di bawah ini.
2.4.4.3 Rencana tambahan infrastruktur ketenagalistrikan Upaya yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan listrik Bali hingga tahun 2030 dengan direncanakan menambahan pembangkit listrik di Bali sebesar 611 MW yang terdiri dari pembangkit seperti diberikan pada Tabel 2.4.
20
Tabel 2.4 Rencana Pengembangan Kapasitas Pembangkit Tenaga Listrik Provinsi Bali
(Sumber: Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, 2015)