BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
TINJAUAN UMUM
2.1.1 Tanah Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregrat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut (Braja M. Das, 1998). Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai bahan padat (baik berupa mineral maupun organik) yang terletak di permukaan bumi, terus mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor bahan induk, iklim, organisme, topografi, dan waktu. Tanah umumnya dapat disebut sebagai kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt), atau lempung (clay), tergantung pada ukuran partikel yang paling dominan pada tanah tersebut. Tanah terdiri dari 3 komponen, yaitu udara, air, dan bahan padat. Udara dianggap tidak mempunyai pengaruh teknis, sedangkan air sangat mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah. Ruang di antara butiran-butiran, sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau udara. Bila rongga tersebut terisi air seluruhnya, tanah dikatakan dalam kondisi jenuh sebagian (partially saturated).
2.1.2 Sifat-Sifat Fisik Tanah Tanah terdiri dari 3 (tiga) fase elemen yaitu: butiran padat (solid), air dan udara. Ketiga fase elemen tersebut dapat dilihat dalam Gambar 2.1
9
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Elemen Tanah Dalam Keadaan Asli Dan Tiga Fase Elemen Tanah Gambar 2.1 memperlihatkan ketiga fase elemen tanah yang mempunyai volume V dan berat total W. Dari gambar tersebut diperoleh persamaan hubungan antara volume-berat dari tanah berikut : ππ = ππππ + ππππ
(2.1)
ππ = ππππ + ππππ + ππππ
(2.2)
Dimana : ππππ : volume butiran padat ππππ : volume pori
(cm3) (cm3)
ππππ : volume air di dalam pori (cm3)
ππππ : volume udara di dalam pori(cm3)
10
Universitas Sumatera Utara
Apabila udara dianggap tidak mempunyai berat, maka berat total dari contoh tanah dapat dinyatakan dengan : ππ = ππππ + ππππ
(2.3)
Dimana: ππππ : berat butiran padat (gr) π€π€π€π€ : berat air
(gr)
2.1.2.1 Kadar Air (Water Content) Kadar air (W) merupakan perbandingan antara berat air (Ww) dengan berat butiran padat (Ws) dalam tanah tersebut, dinyatakan dalam persen. ππ(%) =
πππ€π€ πππ π
π₯π₯ 100
(2.4)
Dimana: W
= Kadar air
(%)
Ww
= Berat air
(gr)
Ws
= Berat butiran
(gr)
2.1.2.2 Angka Pori (Void Ratio) Angka pori atau void ratio (e) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume rongga (πππ£π£ ) dengan volume butiran (πππ π ) dalam tanah, atau : 11
Universitas Sumatera Utara
ππ =
ππππ
(2.5)
ππππ
Dimana: ππ
: angka pori
πππ π
: volume butiran(cm3)
πππ£π£ : volume rongga(cm3)
2.1.2.3 Porositas (Porocity) Porositas atau porosity (n) didefinisikan sebagai persentase perbandingan antara volume rongga (πππ£π£ ) dengan volume total (ππ) dalam tanah, atau : ππ =
Dimana: ππ
: porositas
ππ
: volume total
πππ£π£ ππ
π₯π₯ 100
(2.6)
πππ£π£ : volume rongga(cm3)
(cm3)
2.1.2.4 Berat Volume Basah (Unit Weight) Berat volume lembab atau basah (πΎπΎππ ) merupakan perbandingan antara
berat butiran tanah termasuk air dan udara (W) dengan volume tanah (V). πΎπΎππ =
ππ ππ
(2.7)
Dimana: πΎπΎππ
= Berat volume basah (gr/cm3)
12
Universitas Sumatera Utara
W
= berat butiran tanah (gr)
V
= volume total tanah (cm3)
2.1.2.5 Berat Volume Kering (Dry Unit Weight) Berat volume kering (πΎπΎππ ) merupakan perbandingan antara berat butiran
(Ws) dengan volume total (V) tanah. πΎπΎππ =
πππ π
(2.8)
ππ
Dimana: πΎπΎππ
πππ π V
= berat volume kering (gr/cm3) = berat butiran tanah (gr) = volume total tanah (cm3)
2.1.2.6 Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight) Berat volume butiran padat (πΎπΎπ π ) merupakan perbandingan antara berat
butiran tanah (πππ π ) dengan volume butiran tanah padat (πππ π ). πΎπΎπ π =
πππ π πππ π
(2.9)
Dimana: πΎπΎπ π
= berat volume padat (gr/cm3)
13
Universitas Sumatera Utara
πππ π
πππ π
= berat butiran tanah (gr) = volume total padat (cm3)
2.1.2.7 Berat Jenis (Specific Gravity) Berat jenis tanah (Gs) merupakan perbandingan antara berat volume butiran padat (πΎπΎπ π ) dengan berat volume air (πΎπΎπ€π€ ) pada temperature 4ΒΊ. Nilai suatu berat jenis tanah tidak bersatuan (tidak berdimensi). πΊπΊπ π =
πΎπΎπ π
(2.10)
πΎπΎπ€π€
Dimana: Gs
= berat jenis
πΎπΎπ π
= berat volume padat (gr/cm3)
πΎπΎπ€π€
= berat volume air
(gr/cm3)
Nilai-nilai berat jenis dari berbagai jenis tanah dapat dilihat dalam Tabel 2.1 berikut ini.
14
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Berat Jenis Tanah Macam Tanah
Berat Jenis
Kerikil
2,65 β 2,68
Pasir
2,65 β 2,68
Lanau tak organic
2,62 β 2,68
Lempung organic
2, 58 β 2,65
Lempung tak organic
2,68 β 2,75
Humus
1,37
Gambut
1,25 β 1,80
(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)
2.1.2.8 Derajat Kejenuhan (S) Derajat kejenuhan atau degree of saturation (S) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume air (πππ€π€ ) dengan volume total rongga pori tanah (πππ£π£ ).
Bila tanah dalam keadaan jenuh, maka ππ = 1. Derajat kejenuhan suatu tanah (ππ) dapat dinyatakan dalam persamaan: ππ (%) =
πππ€π€ πππ£π£
π₯π₯ 100
(2.11)
Dimana: ππ
: derajat kejenuhan
πππ€π€ : berat volume air
(cm3)
πππ£π£ : volume total rongga pori tanah(cm3)
15
Universitas Sumatera Utara
Batas-batas nilai dari derajat kejenuhan tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah Keadaan Tanah
Derajat Kejenuhan
Tanah kering
0
Tanah agak lembab
> 0 - 0,25
Tanah lembab
0,26 - 0,50
Tanah sangat lembab
0,51 - 0,75
Tanah basah
0,76 - 0,99
Tanah jenuh
1
(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)
2.1.3 Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)
Tanah yang berbutir halus biasanya memiliki sifat plastis. Sifat plastis tersebut merupakan kemampuan tanah menyesuaikan perubahan bentuk tanah setelah bercampur dengan air pada volume yang tetap. Tanah tersebut akan berbentuk cair, plastis, semi padat atau padat tergantung jumlah air yang bercampur pada tanah tersebut. Batas-batas Atterberg terbagi dalam tiga batas berdasarkan kadar airnya yaitu batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit) dan batas susut (shrinkage limit). Ada dua parameter utama untuk mengetahui plastisitas tanah lempung, yaitu batas atas dan batas bawah plastisitas. Atterberg memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan
16
Universitas Sumatera Utara
mempertimbangkan kandungan kadar airnya (Holtz dan Kovacs, 1981).Tanah yang batas cairnya tinggi biasanya mempunyai sifat teknik yang buruk yaitu kekuatannya rendah, sedangkan kompresibilitasnya tinggi sehingga sulit dalam hal pemadatannya. Oleh karena itu, atas dasar kandungan kadar air dalam tanah, tanah dapat dipisahkan ke dalam empat keadaan dasar, yaitu : padat, semi padat, plastis dan cair, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.2 di bawah ini.
Basah
Kering
PadatSemi Padat
Plastis
Batas Susut
Cair
Batas Plastis
Batas Cair
(Shrinkage Limit) (Plastic Limit) (Liquid Limit)
Gambar 2.2 Batas-Batas Atterberg
2.1.3.1 Batas Cair (Liquid Limit) Batas Cair (LL) adalah kadar air tanah yang untuk nilai-nilai diatasnya, tanah akan berprilaku sebagai cairan kental (batas antara keadaan cair dan keadaan plastis), yaitu batas atas dari daerah plastis. Batas cair ditentukan dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan menggunakan cawan yang telah dibentuk sedemikian rupa yang telah berisi sampel tanah yang telah dibelah oleh grooving tool dan dilakukan dengan pemukulan sampel dengan jumlah dua sampel dengan pukulan diatas 25 pukulan dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25 pukulan sampai tanah yang telah dibelah tersebut menyatu. Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan persamaan
17
Universitas Sumatera Utara
sehingga didapatkan nilai kadar air pada 25 kali pukulan. Batas cair memiliki batas nilai antara 0 β 100, akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair kurang dari 100 (Holtz dan Kovacs, 1981). Pengujian dilaksanakan dengan menempatkan segumpal tanah dalam sebuah mangkok dan membuat alur dengan ukuran standar pada tanah tersebut. Kemudian mangkok dijatuhkan ke atas permukaan yang keras dengan ketinggian 10 mm. Batas cair ditetapkan sebagai 1
kadar air apabila alur bertaut selebar 12,7 mm (2 ππππ) pada 25 pukulan. Alat uji batas cair dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini.
Gambar 2.3 Alat Uji Batas Cair
2.1.3.2 Batas Plastis (Plastic Limit) Tanah dianggap dalam keadaan plastis apabila dapat dibentuk atau diolah menjadi bentuk baru tanpa retak-retak. Kadar air terendah dimana tanah dianggap dalam keadaan plastis disebut batas plastis (PL) dari tanah itu. Batas plastis ditentukan dengan menggulung segumpal tanah menjadi sebuah batangan.
18
Universitas Sumatera Utara
1
Apabila batangan tersebut mulai retak-retak pada diameter 3,18 mm (8 ππππ), kadar airnya adalah batas plastis (ASTM D-424).
Batas plastis (PL) adalah kadar air tanah pada kedudukan antara daerah plastis dan semi padat. Batas plastis memiliki batas nilai antara 0 β 100, akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair kurang dari 40 (Holtz dan Kovacs, 1981).
2.1.3.3 Batas Susut (Shrinkage Limit) Batas susut (shrinkage limit) adalah
kadar air tanah pada kedudukan
antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana pengurangan kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Percobaan batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas susut dapat dinyatakan dalam Persamaan 2.12 seperti yang ditunjukkan pada rumusan dibawah ini. ππππ = οΏ½
(ππ 1 βππ 2 ) ππ 2
β
(π£π£1 βπ£π£2 )πΎπΎπ€π€ ππ 2
οΏ½ π₯π₯ 100 %
(2.12)
Dimana: ππ1 : berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr) ππ2 : berat tanah kering oven
π£π£1 : volume tanah basah dalam cawan
(gr)
(cm3)
19
Universitas Sumatera Utara
π£π£2 : volume tanah kering oven
(cm3)
πΎπΎπ€π€ : berat jenis air
(gr/cm3)
2.1.3.4 Indeks Plastisitas (Plasticity Index) Indeks Plastisitas merupakan interval kadar air, yaitu tanah masih bersifat plastis. Karena itu, indeks plastis menunjukkan sifat keplastisitasan tanah. Jika tanah mempunyai interval kadar air daerah plastis kecil, maka keadaan ini disebut dengan tanah kurus. Kebalikannya, jika tanah mempunyai interval kadar air daerah plastis besar disebut tanah gemuk. Nilai indeks plastisitas dapat dihitung dengan Persamaan 2.13 berikut : IP = LL β PL
(2.13)
Dimana: PI : indeks plastisitas LL : batas cair PL : batas plastis Klasifikasi jenis tanah berdasarkan indeks plastisitasnya dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah PI
Sifat
Macam tanah
Kohesi
0
Non β Plastis
Pasir
Non β Kohesif
<7
Plastisitas Rendah
Lanau
Kohesif Sebagian
7 - 17
Plastisitas Sedang
Lempung berlanau
Kohesif
> 17
Plastisitas Tinggi
Lempung
Kohesif
(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)
20
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Sistem Klasifikasi Tanah Sistem klasifikasi tanah digunakan untuk mengelompokkan tanah-tanah sesuai dengan perilaku umum dari tanah pada kondisi fisis tertentu. Tujuan dari pengklasifikasian tanah ini adalah untuk memungkinkan memperkirakan sifat fisis tanah dengan mengelompokkan tanah dengan kelas yang sama yang sifat fisisnya diketahui dan menyediakan sebuah metode yang akurat mengenai deskripsi tanah bagi para ahli. Tanah-tanah yang dikelompokkan dalam urutan berdasar satu kondisi-kondisi fisis tertentu bisa saja mempunyai urutan yang tidak sama jika didasarkan kondisi-kondisi fisis tertentu lainnya. Untuk memperoleh hasil klasifikasi yang lebih objektif, biasanya sampel tanah akan diuji di laboratorium dengan serangkaian uji laboratorium yang dapat menghasilkan klasifikasi tanah. Sejumlah sistem klasifikasi telah dikembangkan dan pengklasifikasian tersebut terbagi menjadi tiga sistem klasifikasi yaitu : 1. Klasifikasi tanah berdasar tekstur/ukuran butir 2. Klasifikasi tanah sistem USCS 3. Klasifikasi tanah sistem AASHTO Sistem-sitem ini menggunakan sifat-sifat indeks tanah yang sederhana seperti distribusi ukuran butiran, batas cair dan indeks plastisitasnya (Hardiyatmo, 1992).
2.1.4.1 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Ukuran Butir Ukuran butir dapat dijadikan tolok ukur dalam mengklasifikasikan tanah dan kebanyakan cara-cara dahulu yang lebih mengenal penggunakan ukuran butir dalam mengklasifikasikan jenis tanah. Sistem yang dikembangkan oleh MIT
21
Universitas Sumatera Utara
merupakan salah satu sistem klasifikasi tanah yang banyak digunakan berdasarkan ukuran butir tanah. Semakin berkembangnya jaman maka sistem klasifikasi tanah juga berkembang. Kemudian AASHTO dan Unifed juga mengeluarkan sistem klasifikasi tanah berdasarkan ukuran butir yang diperlihatkan oleh Gambar 2.4.
Gambar 2.4Klasifikasi berdasar tekstur tanah oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) Meskipun klasifikasi tanah menggunakan ukuran butir memberikan hasil yang sangat baik, tetapi pengklasifikasian dengan sistem ini memiliki kekurangan yaitu hanya sedikit sekali hubungan antara ukuran butir dan sifat-sifat fisis bagi tanah butir halus (Dunn et al., 1980). Namun seiring dengan berkembangnya teknologi, maka adanya pengembangan sistem klasifikasi tanah yang mengikut sertakan karakteristik konsistensi dan plastisitas dari fraksi halus.
22
Universitas Sumatera Utara
2.1.4.2 Sistem Klasifikasi AASHTO Sistem klasifikasi AASHTO (American Association Of State Highway and Transportation Official Classification) membagi tanah kedalam tujuh kelompok, A-1 sampai A-7. Tanah-tanah dalam tiap kelompoknya dievaluasi terhadap indeks kelompoknya yang dihitung dengan rumus-rumus empiris. Pengujian yang digunakan hanya analisa saringan dan batas-batas atau atterberg. Indeks kelompok digunakan untuk mengevaluasi lebih lanjut tanah-tanah dalam kelompoknya. Sistem klasifikasi tanah ASSHTO dikembangkan pertama kali pada tahun 1920 oleh U.S. Bureau of Public Roads guna untuk menentukan kualitas tanah dalam perencanaan timbunan jalan, subbase dan subgrade.
Gambar 2.5 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO
23
Universitas Sumatera Utara
2.1.4.3 Sistem Klasifikasi Unified Sistem klasifikasi tanah yang sangat terkenal di kalangan ahli tanah dan pondasi adalah sistem klasifikasi tanah menurut unified. Sistem ini dikembangkan oleh Casagrande (1948)dan juga dikenal sebagai sistem klasifikasi Airfield. Sistem ini telah dipakai dengan sedikit modifikasi oleh U.S Bureau OfReclamation dan U.S. Corp Of Engineers dalam tahun 1952. Dalam tahun 1969 American Society for Testing and Materials (ASTM) telah memakai sistem Unified sebagai metode standar guna mengklasifikasikan tanah untuk maksud rekayasa (ASTM D-2487). Sistem klasifikasi berdasarkan hasil-hasil percobaan laboratorium yang paling banyak dipakai secara meluas adalah sitem Unified Soil Classification. Ada dua golongan besar, tanah-tanah yang berbutir kasar < 50% melalui saringan No. 200 dan tanah-tanah berbutir halus > 50% melalui saringan No. 200.
24
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 Klasifikasi Tanah Sistem Unified
25
Universitas Sumatera Utara
2.1.5 Sifat-Sifat Mekanis Tanah 2.1.5.1 Pemadatan Tanah (Compaction) Pemadatan adalah usaha untuk mempertinggi kerapatan tanah. Pemadatan berfungsi untuk meningkatkan kekuatan tanah dan memperbaiki daya dukungnya, serta mengurangi sifat mudah mampat (compressibilitas) dan permeabilitas tanah. Derajat kepadatan yang dapat dicapai tergantung tiga faktor yang saling berhubungan, yaitu kadar air selama pemadatan, volume dan jenis tanah dan jenis beban pemadat yang digunakan (Krebs dan Walker, dalam Budi Satrio 1998). Beberapa keuntungan yang didapatkan dengan adanya pemadatan adalah berkurangnya penurunan permukaan tanah (subsidence), yaitu gerakan vertikal di dalam massa tanah itu sendiri) akibat berkurangnya angka pori, bertambahnya kekuatan tanah, dan berkurangnya penyusutan-berkurangnya volume akibat berkurangnya kadar air dari nilai patokan pada saat pengeringan (Bowles, 1993). Pada tanah yang mengalami pengujian pemadatan akan terbentuk grafik hubungan berat volume kering dengan kadar air. Kemudian dari grafik hubungan antara kadar air dan berat volume kering ditentukan kepadatan maksimum dan kadar air optimum yang dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Grafik Hubungan Antara Kadar Air Dan Berat Volume Kering
26
Universitas Sumatera Utara
2.1.5.2 Pengujian California Bearing Ratio (CBR) Daya dukung tanah dasar (subgrade) pada perencanaan perkerasan lentur dinyatakan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio). CBR untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh California Division of Highways pada tahun 1928. Sedangkan metode CBR ini dipopulerkan oleh O. J. Porter. CBR adalah perbandingan antara beban yang dibutuhkan untuk penetrasi contoh tanah sebesar 0,1β/0,2β
denganbeban
yang
ditahan
batu
pecah
standar
padapenetrasi0,1β/0,2β(Sukirman,1995) Jadi nilai CBR didefinisikan sebagai suatu perbandingan antara beban percobaan (test load) dengan beban standar (standard load) dan dinyatakan dalam prosentase. Tujuan dari percobaan CBR adalah untuk dukung tanah dalam kepadatan maksimum. Harga CBR adalah nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban lalu lintas. CBR lapangan (CBR inplace) digunakan untuk mendapatkan nilai CBR asli di lapangan, sesuai dengan tanah dasar saat itu. Umumnya digunakan untuk perencanaan tebal lapisan perkerasan yang lapisan tanah dasarnya tidak akan dipadatkan lagi, selain itu jenis CBR ini digunakan untuk mengontrol kepadatan yang diperoleh apakah sudah sesuai dengan yang diinginkan. CBR lapangan direndam (undisturbed soaked CBR).digunakan untuk mendapatkan besarnya nilai CBR asli di lapangan pada keadaan jenuh air dan tanah mengalami pengembangan (swelling) yang maksimum.
27
Universitas Sumatera Utara
Ada dua macam pengukuran CBR yaitu :
1.
Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada 0.254 cm (0,1β) terhadap penetrasistandard besarnya 70,37 kg/cm2 (1000 psi).
Harga CBR % = (Beban 0.1β/ (3 x 1000)) x 100
2. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada penetrasi 0,508 cm (0,2β)terhadap penetrasi standard yang besarnya 105,56 kg/cm2 (1500 psi)
Harga CBR % = (Beban 0.2β/ (3 x 1500)) x 100
CBR laboratorium dapat dibedakan atas 2 macam yaitu :
a.
CBR laboratorium rendaman (soaked design CBR)
Pada pengujian CBR laboratorium rendaman pelaksanaannya lebih sulit karena membutuhkan waktu dan biaya relatif lebih besar dibandingkan CBR laboratorium tanpa rendaman.
b. CBR laboratorium tanpa rendaman (Unsoaked Design CBR)
Sedang dari hasil pengujian CBR laboratorium tanpa rendaman sejauh ini selalu menghasilkan daya dukung tanah lebih besar dibandingkan dengan CBR laboratorium rendaman.Disini penulis akan menggunakan pengujian CBR tanpa rendaman.
28
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8 Alat Pemeriksa Nilai CBR di Laboratorium (Sumber : Soedarmo, Edy Purnomo, Mekanika Tanah I, 1997)
2.2
BAHAN-BAHAN PENELITIAN
2.2.1 Tanah Lempung Tanah lempung merupakan partikel mineral berkerangka dasar silikat yang berdiameter kurang dari 4 mikrometer. Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi di dalam tanah yang cohesive (Bowles, 1991). Lempung (clay) sebagian besar terdiri dari partikel mikroskopis dan submikroskopis yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika, mineral-mineral lempung (clay minerals), dan mineral-mineral yang sangat halus lain. Lempung didefenisikan sebagai golongan partikel yang mempunyai ukuran dari 0,002 mm (= 2 mikron) (Das, 1998) dan sangat tergantung pada komposisi mineral dan unsur-unsur kimianya. Tanah lempung menghasilkan partikel-partikel tertentu yang menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air (Grim, 1953 dalam Das, 1998).
29
Universitas Sumatera Utara
Umumnya, terdapat kira-kira 15 macam mineral yang diklasifikasikan sebagai mineral lempung (Kerr, 1959 dalam Hardiyatmo, 2002). Di antaranya terdiri darikelompok-kelompok:kaolinite, illite,montmorillonitedan polygorskite. a.
Kaolinite Istilah βkaoliniteβ dikembangkan dari kata β Kaulingβ yang berasal dari
nama sebuah bukit yang tinggi di Jauchau Fu, China, dimana lempung kaolinite putih mula-mula diperoleh beberapa abad yang lalu (Bowles, 1984). Kaolinitemerupakan hasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung karbonat pada temperatur sedang dan umumnya berwarna putih, putih kelabu, kekuningkuningan atau kecoklat-coklatan. Struktur unit kaolinite terdiri dari lembaran-lembaran silika tetrahedral yang digabung dengan lembaran alumina oktahedran (gibbsite). Lembaran silika dan gibbsite ini sering disebut sebagai mineral lempung 1 : 1 dengan tebal kirakira 7,2 Γ
(1 Γ
=10-10 m). Mineral kaolinite berwujud seperti lempenganlempengan tipisdengan diameter 1000 Γ
sampai 20000 Γ
dan ketebalan dari 100Γ
sampai 1000 Γ
dengan luasan spesifik per unit massa Β± 15 m2/gr yang memiliki rumus kimia: (OH)8Al4Si4O10 Keluarga mineral kaolinite 1 : 1 yang lainnya adalah halloysite. Halloysite memiliki tumpukan yang lebih acak dibandingkan dengan kaolinite sehingga molekul tunggal dari air dapat masuk. Halloysite memiliki rumus kimia sebagai berikut:
30
Universitas Sumatera Utara
(OH)8Al4Si4O10 . 4H2O Gambar dari struktur kaolinite dapat dilihat dalam Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Struktur Kaolinite (Das, 2008) b.
Illite Illite adalah mineral lempung yang pertama kali diidentifikasi di Illinois.
Mineral illite bisa disebut pula dengan hidrat-mika karena illitemempunyai hubungan dengan mika biasa (Bowles, 1984). Mineral illite memiliki rumus kimia sebagai berikut: (OH)4Ky(Si8-y . Aly)(Al4. Mg6 . Fe4 . Fe6)O20 Dimana y adalah antara 1 dan 1,5. Illite memiliki formasi struktur satuan kristal, tebal dan komposisi yang hampir sama dengan montmorillonite. Perbedaannya ada pada : ο
Kalium(K) berfungsi sebagai pengikat antar unit kristal sekaligus sebagai
penyeimbang muatan. ο
Terdapat Β± 20% pergantian silikon (Si) oleh aluminium(Al) pada lempeng
tetrahedral. ο
Struktur mineral illitetidak mengembang sebagaimana montmorillonite.
31
Universitas Sumatera Utara
Pembentukan mineral lempung yang berbeda disebabkan oleh subtitusi kation-kation yang berbeda pada lembaran oktahedral. Bila sebuah anion dari lembaran oktahedral adalah hydroxil dan dua per tiga posisi kation diisi oleh aluminium maka mineral tersebut disebut gibbsite dan bila magnesium disubstitusikan kedalam lembaran aluminium dan mengisi seluruh posisi kation, maka mineral tersebut disebut brucite. Struktur mineral illite dapat dilihat dalam Gambar 2.9
Gambar 2.10 Struktur Illite (Das, 2008)
c.
Montmorillonite Montmorillonite adalah nama yang diberikan pada mineral lempung yang
ditemukan di Montmorillon, Perancis pada tahun 1847 yang memiliki rumus kimia (OH)4Si8Al4O20 . nH2O Dimana: nH2O adalah banyaknya lembaran yang terabsorbsi air. Mineral montmorillonite juga disebut mineral dua banding satu (2:1) karena satuan susunan kristalnya terbentuk dari susunan dua lempeng silika tetrahedral mengapit satu lempeng alumina oktahedral ditengahnya.
32
Universitas Sumatera Utara
Struktur kisinya tersusun atas satu lempeng Al2O3 diantara dua lempeng SiO2. Inilah yang menyebabkan montmorillonite dapat mengembang dan mengkerut menurut sumbu C dan mempunyai daya adsorbsi air dan kation lebih tinggi. Tebal satuan unit adalah 9,6 Γ
(0,96 ΞΌm), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.11. Gaya Van Der Walls mengikat satuan unit sangat lemah diantara ujung-ujung atas dari lembaran silika, oleh karena itu lapisan air (n.H2O) dengan kation dapat dengan mudah menyusup dan memperlemah ikatan antar satuan susunan kristal. Sehingga menyebabkan antar lapisan terpisah. Ukuran unit massa montmorillonite sangat besar dan dapat menyerap air dengan sangat kuat sehingga mudah
mengalami
proses
pengembangan.Gambar
dari
struktur
Montmorillonitedapat dilihat di dalam Gambar 2.11.
Gambar 2.11 Struktur Montmorillonite (Das, 2008)
2.2.1.1 Sifat-Sifat Tanah Lempung Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung (clay) adalah sebagai berikut (Hardiyatmo, 1992) :
33
Universitas Sumatera Utara
a.
Ukuran butir halus, kurang dari 0,002
b.
Permeabilitas rendah
c.
Kenaikan air kapiler tinggi
d.
Bersifat sangat kohesif
e.
Kadar kembang susut yang tinggi
f.
Proses konsolidasi lambat Mineral lempung memiliki karakteristik yang sama. Bowles (1984)
menyatakan beberapa sifat umum mineral lempung antara lain : 1. Hidrasi Partikelmineralselalu mengalami hidrasi, hal ini dikarenakan lempung biasanyabermuatannegatif, yaitu partikel dikelilingi oleh
lapisan-lapisan
molekul airyangdisebut sebagai airterabsorbsi. Lapisan iniumumnyamemiliki tebalduamolekul.
Oleh
karenaitu
disebutsebagailapisan
difusigandaataulapisanganda. 2. Aktivitas Aktivitastanah
lempung
Plastisitas(IP)denganpersentase
adalah
perbandinganantaraIndeks
butiranlempung,dan
dapat
disederhanakandalampersamaan:
Dimana :
π΄π΄ =
ππππ % ππππππππππ ππππππππππππ π‘π‘π‘π‘π‘π‘π‘π‘β ππππππππππππππ
persentase lempung diambil sebagai fraksi tanah yang < 2 Β΅m untuknilaiA (Aktivitas), A >1,25
: Tanah digolongkanaktifdan bersifatekspansif
34
Universitas Sumatera Utara
1,25
: tanah digolongkantidakaktif.
Nilai- nilaikhasdariaktivitasdapatdilihatpadaTabel 2.4. Tabel2.4 Aktivitas Tanah Lempung Minerologi Tanah Lempung
Nilai Aktivitas
Kaolinite
0,4β0,5
Illite
0,5β1,0
Montmorillonite
1,0β7,0
(Sumber: Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah), Bowles, 1994)
3..Flokulasi dan Disperse Mineral lempung hampir selalu menghasilkan larutan tanah β air yang bersifat alkalin (Ph > 7) sebagai akibat dari muatan negatif netto pada satuan mineral. Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung asam (ion H+), sedangkan penambahan bahan-bahan alkali akan mempercepat flokulasi. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat ditambahkan zat asam. Lempung yang baru saja terflokulasi dapat dengan mudah didispersikan kembali ke dalam larutan dengan menggoncangnya, menandakan bahwa tarikan antar partikel jauh lebih kecil dari gaya goncangan. Apabila lempung tersebut telahdidiamkan beberapa waktu dispersi tidak dapat tercapai dengan mudah, yang menunjukkan adanya gejala tiksotropik, dimana kekuatan didapatkan dari lamanya waktu. Sebagai contoh, tiang pancang yang dipancang ke dalam lempung
35
Universitas Sumatera Utara
lunak yang jenuh akan membentuk kembali struktur tanah di dalam suatu zona di sekitar tiang tersebut. Kapasitas beban awal biasanya sangat rendah, tetapi sesudah 30 hari atau lebih, beban desain akan dapat terbentuk akibat adanya adhesi antara lempung dan tiang (R.F.Craig, Mekanika Tanah).
4..PengaruhZat Cair Air berfungsi sebagai penentu plastisitas tanah lempung. Molekulair berperilakusepertibatang-batangkecilyang
mempunyai
muatan
positifdisatusisidanmuatan negatif disisilainnya hal ini dikarenakan molekul air merupakan molekul dipolar. Sifat dipolarairterlihatpadaGambar2.12.
Gambar 2.12 SifatDipolarMolekulAir(Das,2008) Molekul bersifat dipolar, yang berarti memiliki muatan positif dan negatifpada ujung yang berlawanan, sehingga dapat tertarik oleh lempung secara elektrik dalam 3 kasus,hal ini disebut dengan hydrogen bonding, yaitu: 1.
Tarikanantarpermukaannegatifdanpartikellempungdenganujungpositif
dipolar. 2.
Tarikanantarakation-
kationdalamlapisangandadenganmuatannegatifdari ujung dipolar. Kationkation ini tertarik oleh permukaan partikel lempung yangbermuatannegatif.
36
Universitas Sumatera Utara
3.
Andilatom-atom
hidrogen
dalammolekul
air,yaituikatanhidrogen
antara atomoksigendalammolekul-molekulair.
Gambar 2.13 MolekulAirDipolarDalamLapisanGanda(Hardiyatmo,2002)
Air yang tertarik secara elektrik, yang berada di sekitar partikel lempung, disebut air lapisan ganda (double-layer water). Sifat plastis tanah lempung adalah akibat eksistensi dari air lapisan ganda. Ketebalan air lapisan ganda untuk kristal kaolinite dan montmorillonitediperlihatkan dalam Gambar 2.14.
Gambar 2.14 Air partikel lempung (a) Kaolinite (b) Montmorillonite (T.W. Lambe, 1960).
37
Universitas Sumatera Utara
Air lapisan ganda pada bagian paling dalam, yang sangat kuat melekat pada partikel disebut air serapan (adsorbed water). Pertalian hubungan mineral-mineral dengan air serapannya, memberikan bentuk dasar dari susunan tanahnya. Tiaptiap partikel saling terikat satu sama lain, lewat lapisan air serapannya. Maka, adanya ion-ion yang berbeda, material organik, beda konsentrasi, dan lain-lainnya akan berpengaruh besar pada sifat tanahnya. Partikel lempung dapat tolakmenolak antara satu dengan yang lain secara elektrik, tapi prosesnya bergantung pada konsentrasi ion, jarak antara partikel, dan faktor-faktor lainnya. Secara sama, dapat juga terjadi hubungan tarik-menarik antara partikelnya akibat pengaruh ikatan hidrogen, gaya van der Waals, macam ikatan kimia dan organiknya. Gaya antara partikel berkurang dengan bertambahnya jarak dari permukaan mineral seperti terlihat pada Gambar 2.15. Bentuk kurva potensial sebenarnya akan tergantung pada valensi dan konsentrasi ion, larutan ion dan pada sifat dari gayagaya ikatannya. Ikatan antara partikel tanah yang disusun oleh mineral lempung akan sangat besar dipengaruhi oleh besarnya jaringan muatan negatif pada mineral, tipe, konsentrasi, dan distribusi kation-kation yang berfungsi untuk mengimbangkan muatannya. Schofield dan Samson (1954) dalam penyelidikan pada kaolinite, Olphen (1951) dalam penyelidikan pada montmorillonite, menemukan bahwa jumlah dan distribusi muatan residu jaringan mineral, bergantung pada pH airnya. Dalam lingkungan dengan pH yang rendah, ujung partikel kaolinite dapat menjadi bermuatan positif dan selanjutnya dapat menghasilkan gaya tarik ujung ke permukaan antara partikel yang berdekatan. Gaya tarik ini menimbulkan sifat kohesifnya.
38
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.15 Hubungan Potensial Elektrostatis, Kimia, Dan Sebagainya, Dengan Jarak Permukaan Lempung
2.2.2 Semen Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku : batu kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung/tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang mengandung senyawa Calcium Oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat adalah bahan alam yang mengandung senyawa : Silika Oksida (SiO2), Alumunium Oksida (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3 ) dan Magnesium Oksida (MgO). Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentuk clinkernya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai. Hasil akhir dari proses produksi
39
Universitas Sumatera Utara
dikemas dalam kantong/zak dengan berat rata-rata 40 kg atau 50 kg.
2.2.2.1 Jenis-Jenis Semen Umumnya jenis semen yang dikenal saat ini antara lain sebagai berikut : 1.
Semen Portland (Portland Cement) Semen Portland merupakan semen hidrolis yang dihasilkan dengan jalan
menghaluskan terak yang mengandung senyawa-senyawa kalsium silikat dan biasanya juga mengandung satu atau lebih senyawa-senyawa kalsium sulfat yang ditambahkan pada pengggilingan akhir. Tipe-tipe semen Portland ada lima, diantaranya : a.
Tipe I (Ordinary Portland Cement) Semen Portland tipe ini digunakan untuk segala macam konstruksi apabila
tidak diperlukan sifat-sifat khusus, misalnya tahan terhadap sulfat, panas hidrasi dan sebagainya. Semen ini mengandung 5% MgO dan 2,5-3% SO3. b.
Tipe II (Moderate Heat Portland Cement) Semen Portland tipe ini digunakan untuk bahan konstruksi yang
memerlukan sifat khusus tahan terhadap sulfat dan panas hidrasi yang sedang. Biasanya digunakan untuk daerah pelabuhan dan bangunan sekitar pantai. Semen ini mengandung 20% SiO2, 6% Al2O3, 6% Fe2O3 , 6%MgO , dan 8% C3A. c.
Tipe III (High Early Strength Portland Cement) Semen ini merupakan semen yang digunakan biasanya dalam keadaan-
keadaan darurat dan musim dingin. Digunakan juga pada pembuatan beton tekan. Semen ini memiliki kadungan C3S yang lebih tinggi dibandingkan Semen Portland tipe I dan II sehingga proses pengerasan terjadi lebih cepat dan cepat
40
Universitas Sumatera Utara
mengeluarkan kalor. Semen ini tersusun dari 3,5-45 Al2O3, 6% Fe2O3, 35% C3S, 6% MgO, 40% C2S dan 15% C3A. d.
Tipe IV (Low Heat Portland Cement) Semen tipe ini digunakan pada bangunan dengan tingkat panas hiderasi
yang rendah misalnya pada bangunan beton yang besar dan tebal. Baik sekali untuk mencegah keretakan. Low Heat Portland Cement ini memiliki kandungan C3S dan C3A lebih rendah sehingga kalor yang dilepas lebih rendah. Semen ini tersusun dari 6,5% MgO, 2,3% SO3, dan 7% C3A. e.
Tipe V (Super Sulphated Cement) Semen yang sangat tahan terhadap pengaruh sulphat misalnya pada tempat
pengeboran lepas pantai, pelabuhan dan terowongan. Komposisi komponen utamanya adalah slag tanur tinggi dan kandungan aluminanya yang tinggi. Semen ini tersusun dari 5% terak Portland Cement, 6% MgO, 2,3% SO2 dan 5% C3A. PersyaratankomposisikimiasemenPortlandmenurutASTMDesignationC15092, seperti terlihat padaTabel. 2.5. Table 2.5 Persyaratan Standart Komposisi Kimia Semen Portland
(Sumber: ASTM Standard On Stabilization With Admixture, 1992)
41
Universitas Sumatera Utara
2.
Semen Putih Portland cement yang memiliki warna keabu-abuan. Warna ini disebabkan
oleh kandungan oksida silika pada Portland Cement tersebut. Jika kandungan oksida silika tersebut dikurangi 0,4% maka warna semen Portland berubah menjadi warna putih. 3.
Semen Masonry Semen Masonry dibuat dengan menggiling campuran terak semen Portland
dengan batu kapur, batu pasir atau slag dengan perbandingan 1:1 . 4.
Semen Sumur Minyak (Oil Well Cement) Semen ini digunakan pada temperatur dan tekanan tinggi, sering dijumpai
pada penggunaan pengeboran minyak atau digunakan untuk pengeboran air tanah artesis. Semen ini merupakan semen Portland yang dicampur dengan retarder untuk memperlambat pengerasan semen seperti lignin, asam borat, casein dan gula. 5.
Semen Alami (Natural Cement) Semen ini dihasilkan dari kerang batu kapur yang mengandung tanah liat
seperti komposisi semen di alam. Material ini dibakar sampai suhu pelelehannya hingga menghasilkan terak. Kemudian terak tersebut digiling menjadi semen halus. Dalam pemakaiannya dicampur dengan semen Portland. 6.
Semen Alumina Tinggi (High Alumina Cement) Semen yang memiliki kandungan alumina tinggi, dimana perbandingan
antara kapur dan alumina adalah sama. Semen ini dibuat dengan mencampur kapur, silika dan oksida silika yang dibakar hingga meleleh dan kemudian
42
Universitas Sumatera Utara
hasilnya didinginkan lalu digiling hingga halus. Ciri dari semen ini memiliki ketahanan terhadap air yang mengandung sulfat dan air laut cukup tinggi. 7.
Semen Pozzolona Semen ini mengandung senyawa silika dan alumina dimana bahan
pozzolona sendiri tidak memiliki sifat seperti semen, akan tetapi bentuk halusnya dan dengan adanya air, senyawa-senyawa tersebut membentuk kalsium aluminat hidrat yang bersifat hidraulis. 8.
Semen Trass Semen yang dihasilkan dengan menggiling campuran antara 60% - 80%
trass atau tanah yang berasal dari debu gunung berapi yang serupa dengan pozzolona dengan menambah CaSO4. 9.
Semen Slag (Slag Cement) Semen slag ini dikenal 2 macam tipe, yaitu :
β’
Eisen Portland Cement Semen yang dihasilkan dari penggilingan campuran 60% terak Portland dan
40% butir-butir slag tanur tinggi. β’
High Often Cement Semen yang dihasilkan dari penggilingan campuran yang mengandung 15%
-
19% terak Portland Cement dan 41% - 85 % butir-butir slag dengan
penambahan CaSO4.
2.2.3
Limbah Karbit (CCR)
Limbah kapur karbit (calsium carbide residu/CCR) adalah bahan sisa dari industri pengolahan gas asitilena (acetylene).Kalsium karbida atau karbit adalah
43
Universitas Sumatera Utara
sebuah senyawa kimia dengan rumus kimiaCaC2. Senyawa murninya tidak berwarna, tapi kalsium karbida yang biasanya digunakan warnanya adalah abuabu atau coklat dengan kandungan CaC2 hanya sekitar 80-85% (sisanya adalah CaO, Ca3P2, CaS, Ca3N2, SiC, etc.). Penggunaan utamanya dalam industri adalah untuk pembuatan asetilena dan kalsium sianamida. Karbit digunakan dalam proses las karbit dan juga dapat mempercepat pematangan buah.
Limbah karbit diperoleh dari industri bengkel las karbit di Jl. Sei Serayu, Kecamatan Medan Baru, Sumatera Utara. Limbah karbit mengandung sekitar 60% unsur kalsium. Komposisi kimia limbah karbit antara lain yaitu 1,48 % SiO2, 59,98 % CaO, 0,09% Fe2O3, 9,07 % Al2O3, 0,67 % MgO dan 28,71% unsur lain (Benny Santoso, Indriyo Harsoyo dalam Novita, 2010).
Hasil pengujian analisis kimia pada Laboratorium Kimia Analitik Fakultas MIPA USU terhadap limbah karbit yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.6.
Tabel 2.6 Hasil Pengujian Analisis Kimia Limbah Karbit No
Parameter
Hasil
Satuan
Metode
1
Silika Oksida (SiO2)
3,8169
%
Gravimetri
2
Besi Oksida (Fe2O3)
0,0007
%
Spektrofotometri
3,1151
%
Gravimetri
0,0093
%
Titrimetri
3 4
Aluminium Oksida(Al2O3) Kalsium Oksida (CaO)
(Sumber: Laboratorium Kimia Analitik Fakultas MIPA USU, 2015)
44
Universitas Sumatera Utara
2.3 STABILITAS TANAH Bila benda yang diuji merupakan tanah lempung yang memiliki kuat dukung tanah yang rendah dan kadar air yang tinggi, sehingga tidak dimungkinkannya suatu struktur berada diatas tanah lempung, maka tanah harus distabilisasi. Bowles (1984) mengemukakan bahwa ketika tanah di lapangan bersifat sangat lepas atau sangat mudah tertekan atau pun memiliki indeks konsistensi yang tidak stabil, permeabilitas yang cukup tinggi, atau memiliki sifat-sifat lain yang tidak diinginkan yang membuatnya tidak sesuai untuk digunakan di dalam suatu proyek konstruksi, maka tanah tersebut perlu dilakukan usaha stabilisasi tanah. Stabilisasi dapat dikelompokkan berdasarkan empat jenis klasifikasi utama, yaitu : 1. Fisiomekanikal, contohnya dengan melakukan pemadatan. 2. Granulometrik, contohnya dengan pencampuran tanah berkualitas buruk dan tanah dengan kualitas yang lebih baik. 3. Fisiokimia, contohnya pencampuran tanah dengan semen, kapur, atau aspal. 4. Elektrokimia, contohnya dengan menggunakan bahan kimia sebagai zat additive. Beberapa tindakan
yang dilakukan
untuk
menstabilisasikan
tanah
adalah sebagai berikut : 1. Menambah bahan yang menyebabkan perubahan-perubahan kimiawi atau fisis pada tanah.
45
Universitas Sumatera Utara
2. Mengganti tanah yang buruk 3. Meningkatkan kerapatan tanah. 4. Menurunkan muka air tanah. 5. Menambah material yang tidak aktif sehingga meningkatkan kohesi dan kekuatan geser yang timbul.
Proses
stabilisasi
ada
3
(tiga)
yaitu:mekanis,fisis
dan
kimiawi
ataupenambahan campuran(admixture), seperti caradenganmenggunakan lapisan tambahpada tanah (misalnyageogrid atau geotekstil),melakukanpemadatandan pemampatan dilapangansertadapatjugadenganmelakukanmemompaanairtanahsehingga airtanah mengalamipenurunan.
Stabilisatoryang
sering
digunakan
yakni
semen,
kapur,abusekam padi,abucangkang sawit,abuampastebu,flyash,bitumendan bahanbahan lainnya. Salah satu cara menstabilisasikan tanah lempung adalah dengan pencampuran bahan adiktif dengan persentase tertentu sehingga menghasilkan kuat dukung tanah maksimum. Tujuan pencampuran bahan adiktif secara umum adalah sebagai berikut : 1. Mengurangi permeabilitas. 2. Menaikkan kekuatan gesernya. 3. Stabilitas volume. 4. Mengurangi deformability.
2.3.1 Stabilisasi Tanah dengan Semen Semen merupakan bahan stabilisasi yang baik karena kemampuan
46
Universitas Sumatera Utara
mengeras dan mengikat partikel sangat bermanfaat bagi usaha mendapatkan suatu masa tanah yang kokoh dan tahan terhadap deformasi. Campuran tanahsemen akan mengakibatkan kenaikan kekuatan dengan periode waktu kekuatan perawatan yang relatif singkat sehingga untuk melanjutkan konstruksi tidak harus menunggu lama. Semen tidak hanya mengisi pori-pori tanah, tetapi juga menempel pada bidang-bidang kontak antara butir-butir tanah dan berfungsi sebagai bahan pengikat yang kuat (Kezdi, 1979). Tipe semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tipe I dengan unsur pembentuknya : C3S=50%, C2S=25 %, C3A=12 %, C4AF=8%, CSH2= 5% (Pretty Prescilia Takaendengan, Fakultas Teknik, Jurusan Sipil, Universitas Sam Ratulangi, 2013).
2.3.2 Stabilisasi Tanah dengan Limbah Karbit Limbah pembakaran karbit dimanfaatkan untuk stabilisasi tanah dengan tujuan untuk meningkatkan daya dukung tanah asli. Stabilisasi tanah dengan limbah karbit dilakukan dengan cara mencampurkan tanah yang telah dihancurkan dengan limbah karbit dan air yang kemudian dipadatkan sehingga menghasilkan suatu material yang baru. Proses stabilisasi tanah dengan limbah karbit hampir sama dengan proses stabilisasi tanah dengan kapur. Hanya saja kandungan kimiawi di antara kedua bahan stabilisasi ini berbeda. Butiran lempung dalam kandungan yang berbentuk halus dan bermuatan negatif. Ion positif seperti ion hidrogen (H+), ion sodium (Na+), dan ion kalium (K+), serta air yang berpolarisasi, semuanya melekat pada permukaan butiran lempung. Jika unsur kimia seperti Fe2O3, CaO dan MgO ditambahkan pada tanah
47
Universitas Sumatera Utara
dengan kondisi seperti di atas, maka pertukaran ion segera terjadi, dan ion yang berasal dari larutan Fe2O3, CaO dan MgO diserap oleh permukaan butiran lempung. Jadi, permukaan butiran lempung tadi kehilangan kekuatan tolaknya (repulsion force), dan terjadilah kohesi pada butiran itu sehingga berakibat kekuatan konsistensi tanah tersebut akan bertambah.
48
Universitas Sumatera Utara