BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Microstructured Reactor (MSR)
Microstructured
reactor
merupakan
reaktor
yang
dibuat
untuk
memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada di dalam reaktor konvensional, seperti kesulitan pada saat
perpindahan panas atau perpindahan massa yang
menghasilkan konversi yang rendah, limbah (produk samping) yang besar dan
kegagalan dalam memenuhi kualitas permintaan pasar. MSR dapat dibedakan
menjadi 2 macam, yaitu multifluid reactor dan fluid-solid reactor.
2.1.1 Multifluid Reactor Multifluid MSR terdiri dari reaktor gas-liquid, reaktor cair-cair, dan reaktor gas-cair-cair. Multifluid MSR umumnya mempunyai kelebihan area interfasial yang besar, pengadukan yang cepat dan pengurangan dispersi ketika fluida sulit bercampur. Pola aliran ini disebut sebagai slug atau aliran tersegmentasi dan dapat diproduksi dengan besar pada sistem gas-liquid atau sistem liquid yang sulit untuk bercampur. MSR untuk sistem
fluida-fluida dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
micromixers dan microchannel.
2.1.1.1 Micromixers
Ada 3 jenis mixer yang tersedia, yaitu: 1.
Micromixer settler
2.
Cyclone mixer
3.
Interdigital mixer
Gambar 2.1 Jenis micromixer (a) Micromixer settler, (b) Cyclone mixer, (c) Interdigital mixer
6
Bab II Tinjauan Pustaka
7
2.1.1.2 Microchannels Gambar 2.2 Jenis microchanels: (d) Microchannel with partial overlap, (e) Microchannel with
membraen or metal contactor, (f) Microchannels with inlet Y or T shaped contactor, (g)
Microchannel with static internals, (h) Parallel microchannels with internal redispersion units.
Beberapa jenis microchannels, yaitu: (d) Microchannel with partial overlap: kelebihannya adalah kontak antara 2 cairan dapat disesuaikan tergantung pada aplikasi. (e) Microchannel with membran or metal contactor: kelebihannya adalah ada 2 cara operasi yang dapat dilakukan yaitu cocurrent dan countercurrent, aliran akan stabil karena ada kaitan antara 2 cairan. (f) Microchannels with inlet Y or T shaped contactor: Dalam hal ini, pencampuran
dibatasi
hanya
dengan
menyatukan
cairan
dengan
menggunakan jenis sambungan T atau Y, tergantung pada aliran mixer geometri, sifat fisik dari cairan, kondisi operasi, dan rejim aliran yang berbeda diteliti. Untuk kedua jenis sistem, aliran yang paling stabil diamati adalah slug flow (aliran tersegmentasi) dan parallel flow (cincin pada gas-cair tergantung pada inlet geometri) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Aliran Stabil (a) Slug Flow, (b) Parallel Flow
Pembuatan Biodiesel Secara Kontinyu dari Bahan Baku Minyak Jagung Baru dan Bekas dengan Microtube Reactor dan Penetralan Produk Secara Kontinyu
Bab II Tinjauan Pustaka
8
Tabel 2.1 Perbedaan slug flow dan parallel flow
Slug Flow
Parallel Flow
Slug flow adalah serangkaian aliran slug pada 1 fasa yang dipisahkan oleh yang lain.
Setiap slug berfungsi sebagai pengolahan subvolume individu. Secara umum, bertindak sebagai 1 fase kontinyu sedangkan lainnya diskrit.
Kedua fase kontinyu
Perpindahan massa terjadi dalam setiap slug konveksi dan difusi antara dua slug yang berdekatan
Perpindahan massa difusi
Aliran paralel adalah aliran 2 slug parallel
hanya
Tumbukan relatif lebih tinggi yang dapat diubah dalam reaktor dengan memvariasikan laju aliran.
Tumbukan relatif rendah dan konstan dalam micro reactor
Meningkatkan intensitas sirkulasi internal dengan arus sehingga bersifat penetrasi antara 2 fase.
Tidak ada pengaruh kecepatan aliran pada penetrasi difusi
Pemisahan akhir sulit
Pemisahan akhir relatif mudah
(g) Microchannel with static internals: menjelaskan konsep teknologi digital reaksi yang merupakan pengenalan suatu prinsip
digitalisasi dengan
menggunakan volume reaksi yang kecil dalam saluran aliran seri. (h) Parallel microchannels with internal redispersion unit: redispersion unit ditempatkan bersama panjang micro parallel yang terbuat dari logam dan beberapa lembar memiliki saluran atau dengan busa logam. Tujuannya untuk selalu memberikan permukaan area besar dengan adanya pembentukan berulang-ulang yang memecahkan tetes.
Pembuatan Biodiesel Secara Kontinyu dari Bahan Baku Minyak Jagung Baru dan Bekas dengan Microtube Reactor dan Penetralan Produk Secara Kontinyu
Bab II Tinjauan Pustaka
9
2.1.1.3 Falling Film Reactor for Gas-Liquid Reaction Falling film reactor adalah salah satu yang paling umum digunakan MSR
untuk reaksi gas-cair (contoh diberikan dalam gas-cair reaksi bagian). Cairan mengalir ke bawah karena gravitasi dalam bentuk film dan gas mengalir melalui
ruang terbuka yang terletak di penutup atas . Gambar 2.4 Microstructured film reactor (gas-liquid)
2.1.2 Fluid-Solid Reactors Berbagai jenis MSR gas-cair-padat telah dikembangkan (dapat dilihat pada gambar 2.5), menggunakan gas-cair. Prinsip-prinsip reaktor cair-padat dapat diklasifikasikan sebagai berikut: • Continuous-phase contacting, dimana fase cair dipisahkan. Contohnya pada film microstructured falling film dan mesh reactor. • Dispersed-phase contacting, diperoleh ketika salah satu fase fluida tersebar ke fase lainnya. Contohnya pada
microbubble columns dan micropacked-bed-
reactor.
Gambar 2.5 Skematik fluid-solid reactos
Pembuatan Biodiesel Secara Kontinyu dari Bahan Baku Minyak Jagung Baru dan Bekas dengan Microtube Reactor dan Penetralan Produk Secara Kontinyu
Bab II Tinjauan Pustaka
10
Tabel 2.2 Perbandingan proses pada produksi biodiesel dengan menggunakan micro reactor
Referensi
Dorado et al
Tipe Proses Batch
Drnako and Batch Cheryan Noureddini and Batch Medikonduru
Xu et al
Batch
Darnoko at al
Kontinyu
Noureddini et Kontinyu al Hsu et al
Kontinyu
Jachuck
MSRKontinyu
Waktu tinggal
Konversi (%)
14 jam
90%
1 jam
98%
0,2% NaOH
1 jam
90%
30% lipase
10 jam
92%
40 menit
89%
0,4% NaOH 6,6 menit
98%
Lipase
48 jam
96%
1% NaOH
3 menit
99%
Pereaksi
Katalis
minyak methanol minyak methanol
+ 1,26% NaOH + 1% KOH
minyak methanol
+
minyak methanol minyak methanol minyak methanol minyak methanol minyak methanol
+ + + + +
1% KOH
2.2 Micro Reaction Technology (MRT) Teknologi mikro dan reaksi kimia untuk pengolahan mikro secara substansial
dapat
meningkatkan efisiensi
proses pada
proses produksi
kimia. Selama 2 tahun terakhir, banyak penelitian yang dilakukan terhadap berbagai reaksi sampel dengan menggunakan berbagai desain reaktor. Namun, sebagian besar penelitian yang dilakukan untuk aplikasi skala laboratorium dan hanya sebagian kecil melakukan penelitian untuk skala produksi industri. 2.2.1 Definisi dan Komponen-komponennya Segala tipe teknologi mikro pada dasarnya memiliki prinsip miniaturisasi. Skala panjang dari teknologi mikro adalah antara 0,1 hingga 1.000 µm. Contohcontoh dari teknologi mikro ialah elektronik mikro, mekanik mikro, fluidik mikro, analitik mikro dan teknologi reaksi mikro, yang mampu menampilkan reaksireaksi kimia dan unit-unit operasi dalam skala mikro. Gambar 2.6 memperlihatkan bermacam aspek dari teknik kimia dalam skala 1 Å hingga 10 m.
Pembuatan Biodiesel Secara Kontinyu dari Bahan Baku Minyak Jagung Baru dan Bekas dengan Microtube Reactor dan Penetralan Produk Secara Kontinyu
Bab II Tinjauan Pustaka
11
Gambar 2.6 Karakteristik skala panjang dalam teknik kimia
Dengan mengurangi dimensi linier dari suatu alat untuk reaksi kimia dalam unit operasi, maka permukaan hingga volume alat ini naik secara signifikan. Untuk reaktor tubular ideal, nilai permukaan-hingga-volume dapat dikalkulasikan sesuai 2/R, dimana R adalah radius dari silindrikal geometrik. Gambar 2.7 menunjukkan perhitungan berdasarkan pangkat dua skala logaritmik. Bila radius dari suatu reaktor kimia berkurang dari 2 m ke 50 µm (contohnya tangki besar dikonversi menjadi reaktor mikro), nilai permukaan-hingga-volume meningkat sebesar 40.000 (contoh dari 1 ke 40.000 m-1).
Gambar 2.7 Hubungan antara jari-jari dan rasio permukaan ke volume reaktor tubular
Pembuatan Biodiesel Secara Kontinyu dari Bahan Baku Minyak Jagung Baru dan Bekas dengan Microtube Reactor dan Penetralan Produk Secara Kontinyu
Bab II Tinjauan Pustaka
12
Penurunan signifikan dari dimensi linier ini merupakan kenaikan yang
berkaitan dengan efek mikro. Efek ini (contoh memadatnya transfer massa karena difusi molekular, memadatnya transfer panas dan memadatnya fenomena
perpindahan di permukaan) sangat dikenal dalam teori namun tidak memiliki
pengaruh besar dalam skala makro, karena secara umum efek-efek tersebut sudah
ditutupi oleh efek yang lebih berpengaruh, yaitu panas konveksi atau perpindahan massa. Akan tetapi pada efek skala mikro, prinsip efek tersebut memiliki tanggung jawab untuk memberikan kontribusi dalam memberikan keuntungan
untuk alat berstruktur mikro yang nantinya dibandingkan dengan alat konvensional. Semua
teknologi
mikro
yang
ada
hingga
sekarang
merupakan
pengembangan dari teknik strukturisasi mikro. Teknik-teknik ini memungkinkan fabrikasi 3D mikrostruktur dalam bermacam substrat. Dengan mengkombinasikan fungsi-fungsi beberapa teknologi mikro diperoleh sistem-sistem mikro yang lebih kompleks, sehingga terintegrasi, terautomatisasi, dan terlihat “intelegent”. Proses kimia secara mikro juga dapat dikatakan sebagai sistem mikro karena menyatukan elektronik mikro, fluidik mikro, teknologi reaksi mikro, pemisahan mikro, dan analitik mikro. Komponen mikrostruktur yang terlibat dalam unit operasi kimia umumnya dibagi dalam 4 jenis, yaitu: mixer mikro, heat exchanger mikro, separator mikro dan reactor mikro. Akan tetapi perlu diingat bahwa 4 jenis dari komponenkomponen mikro tersebut tidak bisa berdiri sendiri karena terkadang mixer mikro dan HE mikro dikombinasikan bersamaan dalam suatu reaksi kimia. Ada 2 kategori dari mixer mikro, yaitu mixer difusi laminer dan mixer kombinasi ulang-terpisah (split-recombine-mixer). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, difusi molekular menjadi relevan dalam skala mikro. Fenomena ini diterapkan dalam mixer difusi laminer dengan mengontakkan kedua aliran yang akan dicampurkan. Pencampuran dapat dicapai saat komponen-komponen tersebut berdifusi satu sama lain. Tipe mixer T dan Y memiliki desain yang
Pembuatan Biodiesel Secara Kontinyu dari Bahan Baku Minyak Jagung Baru dan Bekas dengan Microtube Reactor dan Penetralan Produk Secara Kontinyu
Bab II Tinjauan Pustaka
13
sederhana dan efisien, sedangkan mixer multi-laminasi dengan derajat
sophistication yang berbeda juga tersedia. Kategori kedua dari jenis mixer mikro, mixer kombinasi ulang-terpisah melakukan pencampuran komponen melalui tahapan konsekutif dari pemisahan aliran yang akan dicampurkan sebelum
mengkombinasikan ulang keduanya. Selain 2 jenis mixer mikro ini ada juga jenis
mixer jet mikro dan mixer ultrasonik mikro . HE mikro memiliki bermacam-macam desain konvensional seperti cross
atau counter-flow. Keunggulan dari alat ini yaitu miniaturisasi stems yang dapat ditingkatkan permukaan spesifiknya hingga 40.000 m-1 dan elevasi koefisien
kesuluruhan transfer panas. Dibandingkan plat HE konvensional, mikrostruktur (HE) memindahkan panas lebih tinggi. HE mikro adalah contoh yang paling komprehensif untuk produksi bahan kimia/proses integrasi panas atau pengulahan minyak goreng bekas dalam platform-platform minyak. Komponen-komponen yang dapat dipisahkan oleh separator mixer terbatas. Akan tetapi, prinsip proses pemisahan seperti ekstraksi dan retifikasi sudah bisa dipertimbangkan. Ekstraksi cair-cair dapat dilakukan pada mixer mikro sederhana agar mencapai derajat pemisahan yang cukup, dibutuhkan perpindahan di lapisan interface antara campuran cairan dan pengekstraksinya. Alat yang diperlukan untuk retifikasi masih dalam tahap pengembangan. Akan tetapi, sebuah column prototype mikro retifikasi sudah ada. Reaktor mikro umumnya kombinasi dari fungsionalitas dari mixer mikro dan HE mikro. Namun adapula yang memiliki spesialialisasi seperti FFE mikro atau foto reaktor mikro. Reaksi antara gas homogen dan reaksi fasa cair dapat diadaptasikan pada mixer mikro. Reaksi multi fasa seperti reaksi fasa gas heterogen yang dikatalisasi atau reaksi gas/cair membutuhkan desain reaktor sophisticated , terutama bila dalam reaksi tersebut melibatkan katalis padat. 2.2.2 Kelebihan dan Kekurangan Teknologi reaksi mikro dan proses mikro kimia memiliki kelebihan apabila dibandingkan dengan peralatan konvensional pada unit operasi. Kelebihan dan
Pembuatan Biodiesel Secara Kontinyu dari Bahan Baku Minyak Jagung Baru dan Bekas dengan Microtube Reactor dan Penetralan Produk Secara Kontinyu
Bab II Tinjauan Pustaka
14
kekurangan dari teknologi reaksi mikro ini dikelompokkan pada 2 aspek, yaitu:
aspek engineering dan aspek pengelolaan.
1. Aspek Engineering
Segala kelebihan dan kekurangan dari teknologi reaksi mikro berhubungan
dengan miniaturisasi dimensi reaktor liniernya. Seperti yang telah dijelaskan,
fenomena signifikan dalam skala mikro dikarenakan meningkatnya kebutuhan dari efek-efek mikro itu sendiri.
Reynold number NRe umumnya digunakan untuk mendeskripsikan aliran
rejim hidrodinamik dan untuk memperhitungkan digunakan persamaan 2-1.
Reynold number < 2.300 dikategorikan aliran laminer, sedangkan Reynold number > 2.300 dikategorikan aliran turbulen. (2.1)
Dimana U adalah kecepatan aliran linier dari cairan, ρ adalah densitas fluida, dh adalah diameter hydraulic dan η adalah viskositas dinamik. Aliran rejim hidrodinamik dalam alat mikrostruktur umumnya laminer. Hal ini dikarenakan nilai dh yang kecil dalam channel-channel mikro yang mengakibatkan dominasi parameter untuk mengkalkulasikan Re. Reynold number dalam komponenkomponen mikrostruktur berada antara 10 hingga 500, jauh di bawah nilai kritikal Re untuk aliran turbulen. Kekurangan teknologi reaksi mikro dari aspek engineering adalah dominannya proses fabrikasi yang mengarah pada mahalnya pembuatan alat itu sendiri. Terutama, terbatasnya alat-alat mikrostruktur tersebut karena bentuknya yang kecil menjadi hambatan utama yang tidak bisa dikesampingkan. 2. Aspek Pengelolaan Satu dari banyak kelebihan aspek pengelolaan teknologi reaksi mikro ini adalah lebih cepatnya transfer proses produksi berdasarkan penelitian dan pengembangan produksi. Sejak seringnya penerapan produksi secara kontinyu di industri, kompleksitas dan lamanya waktu transfer yang dialami pada proses batch
Pembuatan Biodiesel Secara Kontinyu dari Bahan Baku Minyak Jagung Baru dan Bekas dengan Microtube Reactor dan Penetralan Produk Secara Kontinyu
Bab II Tinjauan Pustaka
15
ke kontinyu dapat dihindari. Pengembangan proses ini dikembangkan dari skala
lab ke skala pilot plant, yang kemudian diperluas/diperbanyak menjadi serangkaian unit-unit mikrostruktur, sehingga pengembangan proses secara keseluruhan dapat diimplementasikan dan mengurangi keterlambatan produksi
untuk memenuhi pangsa pasar. Akan tetapi konsep ini hanya berlaku untuk hal
hal tertentu dan tidak bisa dijadikan hal yang umum untuk skala lab ke skala
industri.
Terdapat kelebihan dan kekurangan yang fundamental yang harus
diseimbangkan satu sama lain, karena untuk penerapan teknologi reaksi mikro
pada umumnya equivalen untuk menggantikan diskontinyu proses semi-batch menjadi proses kontinyu. Kelebihan utama dari produksi diskontinyu adalah fleksibilitas yang tinggi, dikarenakan banyaknya variasi unit proses yang umum dikombinasikan dengan plant-multi guna. Namun kualitas produknya tidak terlalu bagus. Untuk proses kontinyu memang tidak se-fleksibel proses diskontinyu semibatch karena variasi reaksi yang terjadi tidak dapat dikombinasikan dengan sembarang plant. Namun untuk kualitas produknya jauh di atas proses diskontinyu semi-batch. Perlu diperhatikan proses apa yang perlu diterapkan dalam teknologi reaksi mikro, agar dalam penerapannya memenuhi karakteristik proses dan produk yang ingin dihasilkan. Guan (2009) menggunakan stainless steel microtube reactor dengan variasi diameter dalam 0,4, 0,6, 0,8 dan 1 mm pada variasi panjang microreactor. Selain itu transparent Teflon (FEP) tube dengan diameter dalam 0,8 mm juga digunakan untuk reaksi transesterifikasi dan untuk pengamatan fluid motion. Produksi biodiesel di dalam microtube reactor (diameter dalam 0,8 mm dan panjang 1000 mm) dilakukan secara kontinyu dengan rasio molar minyak bunga matahari:metanol = 1:23,9, KOH 4,5% dari berat minyak pada temperatur 60 0C dan menghasilkan konversi sebesar 100% dengan waktu reaksi 100 detik pada laju alir 0,137 ml/menit.
Pembuatan Biodiesel Secara Kontinyu dari Bahan Baku Minyak Jagung Baru dan Bekas dengan Microtube Reactor dan Penetralan Produk Secara Kontinyu
Bab II Tinjauan Pustaka
16
2.3 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif pengganti solar yang ramah
lingkungan. Biodiesel memiliki karakteristik yang hampir sama dengan bahan bakar fosil solar. Biodiesel diproduksi dari minyak tumbuhan atau hewan
(trigliserida) dan alkohol melalui reaksi transesterifikasi. Rantai hidrokarbon
biodiesel pada umumnya terdiri dari 16-20 atom karbon serta mengandung
oksigen. Beberapa sifat kimia biodiesel membuatnya dapat terbakar dengan sempurna, dan meningkatkan pembakaran pada campurannya dengan bahan bakar diesel dari minyak bumi. Selain itu, biodiesel juga renewable, nontoxic, dan
biodegradable. Rantai karbon biodiesel bersifat sederhana, berbentuk lurus dengan 2 buah atom oksigen pada tiap cabangnya (mono alkil ester), sehingga lebih mudah didegradasi oleh bakteri dibandingkan dengan rantai karbon petrodiesel yang bersifat lebih kompleks, dengan ikatan rangkap dan banyak cabang. Peningkatan penggunaan biodiesel akan memberikan lebih banyak keuntungan dibandingkan dengan penggunaan minyak nabati secara langsung sebagai bahan bakar. Biodiesel dari metil ester minyak nabati tidak mengandung senyawa organik volatil. Kandungan sulfur dari minyak nabati mendekati angka nol. Tidak adanya sulfur berarti penurunan hujan asam oleh emisi sulfat. Penurunan sulfur dalam campuran juga akan mengurangi tingkat korosif asam sulfat yang terkumpul pada mesin dalam satu rentang waktu tertentu. Berkurangnya sulfur dan aromatik yang karsinogenik (seperti benzena, toluena,dan xilena) dalam biodiesel juga berarti pembakaran campuran bahan bakar dengan gas akan mengurangi dampak pada kesehatan manusia dan lingkungan. Salah satu sumber trigliserida yang dapat digunakan dalam pembuatan biodiesel adalah minyak goreng bekas. Hal ini dapat dilakukan karena minyak goreng bekas merupakan minyak nabati turunan dari CPO (Crude Palm Oil). Adapun pembuatan biodiesel dari minyak goreng bekas ini menggunakan reaksi transesterifikasi seperti pembuatan biodiesel pada umumnya.
Pembuatan Biodiesel Secara Kontinyu dari Bahan Baku Minyak Jagung Baru dan Bekas dengan Microtube Reactor dan Penetralan Produk Secara Kontinyu
Bab II Tinjauan Pustaka
17
Tabel 2.3 Perbandingan Emisi yang Dihasilkan oleh Biodiesel dari Minyak Goreng Bekas dan Solar
Biodiesel dari Minyak
Hal
Emisi NO
1.005,8 ppm
1.070 ppm
Emisi CO
209 ppm
184 ppm
Emisi CH
13,7 ppm
18,4 ppm
Emisi Partikulat/Debu
0,5
0,93
Emisi SO2
Tidak Ada
Ada
Goreng Bekas
Solar
sumber: http://www.dwiEnergi.wordpress.com
Dari tabel 2.3 terlihat bahwa biodiesel dari minyak goreng bekas
merupakan alternatif bahan baku dalam pembuatan biodiesel yang ramah lingkungan. Hasil uji gas buang menunjukkan keunggulan biodiesel dibanding solar, terutama penurunan partikulat/debu sebanyak 65%. Biodiesel dari minyak goreng bekas ini juga memenuhi persyaratan SNI untuk biodiesel. Karakteristik dan Sifat-sifat fisik dari biodiesel dapat dilihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.4 Sifat fisik biodiesel dari minyak goreng bekas, solar dan SNI biodiesel
Sifat fisik
Minyak Goreng Bekas
ASTM Standar (Minyak Solar)
SNI Biodiesel
Flash point (oC) Viskositas pada 40oC (cSt) Bilangan setana Cloud point (oC) Sulfur content (%m/m) Calorific value (kJ/g) Density pada 15oC (kg/L) Gliserol bebas (wt.%)
170 4,9 49 3,3 38,542 0,85 0,00
min. 100 1,9-6,5 min. 40 maks. 0,05 45,343 0,84 maks. 0,002
min. 100 2,3-6,0 min.48 maks. 18 maks. 0,005 0,86-0,90 maks. 0,02
Pembuatan Biodiesel Secara Kontinyu dari Bahan Baku Minyak Jagung Baru dan Bekas dengan Microtube Reactor dan Penetralan Produk Secara Kontinyu
Bab II Tinjauan Pustaka
18
Penetapan standar biodiesel antara satu negara dengan negara lainnya
berbeda. Persyaratan mutu biodiesel beberapa negara dapat dilihat pada Tabel 2.5
Tabel 2.5 Standar biodiesel beberapa negara
Eropa Parameter (Satuan) prEN 14214:2002 (E) Massa jenis pada 15oC (g/ml) 0,860-0,900 Viskositas kinematik pada 40oC, (cSt) 3,50-5,00 setana Angka min. 51 Flash Point (mangkok tertutup) (oC) min.120 o Cloud Point ( C) Residu karbon (%-b) - dalam contoh asli - dalam 10% ampas destilasi maks.0,3 Air dan sedimen (%-vol) Temperatur destilasi 90% (oC) Abu tersulfatkan (%-b) maks. 0,02 Belerang, ppm-b (mg/kg) maks. 10 Fosfor, ppm-b (mg/kg) maks. 10 Angka asam (mg KOH/g) maks. 0,5 Gliserol bebas (%-b) maks. 0,02 Gliserol total (%-b) maks. 0,25 Kadar ester alkil (%-b) min. 96,5 Angka iodium, %-b (g-I2/100g) maks. 120 Kadar ester alkil asam linolenat (%-b) maks. 12 Kadar ester berikatan rangkap ≥ 4 (%-b) maks. 1 Kadar metanol bebas (%-b) maks. 5,0 Kadar (Na+K), ppm-b (mg/kg) maks. 5,0 Kadar (Ca+Mg) maks. 5,0 Kadar monogliserida (%-b) maks. 0,80 Kadar digliserida (%) maks. 0 Kadar trigliserida (%) maks. 0
A.S
Indonesia
ASTM D6751
SNI-047182-2006
1,9-6,0 min 47 min 130 dilaporkan maks. 0,05 maks. 360 maks. 0,02 maks. 0,02 maks. 500 maks. 10 maks.0,8 maks. 0,02 maks. 0,24 -
0,850-0,890 2,3-6,0 min. 51 min 100 maks.18 maks. 0,05 maks 0,05 maks. 0,05 maks. 360 maks. 0,02 maks. 80 maks. 10 maks. 0,8 maks. 0,02 maks. 0,24 min. 96,5 maks.115 -
Pembuatan Biodiesel Secara Kontinyu dari Bahan Baku Minyak Jagung Baru dan Bekas dengan Microtube Reactor dan Penetralan Produk Secara Kontinyu
Bab II Tinjauan Pustaka
19
2.4 Bahan Baku Bahan baku pembuatan biodiesel terdiri dari minyak jagung, alkohol, dan
katalis asam atau basa.
2.4.1 Minyak Jagung
Minyak jagung merupakan trigliserida yang disusun oleh gliserol dan
asam-asam lemak. Presentase gliserida sebesar 98,6% sedangkan sisanya merupakan bahan non minyak seperti abu, zat warna atau lilin. Asam lemak yang menyusun minyak jagung terdiri atas asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh
(Friska Rachmatikawati dkk, 2010). Minyak jagung memiliki kelebihan dibandingkan minyak nabati lainnya karean kaya akan poly unsaturated fat, yaitu lemak tak jenuh yang justru aktif menurunkan kadar cholesterol dalam darah. Cholesterol adalah sterol yang terdapat dalam fat, dan bersifat dapat membuat kerak dalam pembuluh darah, sehingga akan terjadi penyempitan dalam pembuluh darah. Minyak jagung kaya akan kalori yaitu 25.000 kalori/gram. Minyak jagung merupakan minyak goreng yang stabil (tahan terhadap ketengikan) karena adanya tokoferol yang larut dalam minyak. Dalam minyak jagung juga terlarut vitaminvitamin yang dapat digunakan sebagai bahan non-pangan. Selain itu dalam jumlah kecil minyak jagung murni dapat digunakan dalam pembuatan bahan kimia, insektisida, cat, zat anti karat (Ketaren, 1986). Butir jagung mempunyai kadar minyak rata rata 3 %, tetapi jika diambil lembaganya saja, maka kadar minyak dalam lembaga itu rata rata antara 22 – 28%. Minyak jagung adalah ester dari gliserol dengan asam lemak, dimana semua radikal ( OH ) dari gliserol sudah di esterifikasi, karenanya disebut Tri Glyserida Ester (Suparni Setyowati Rahayu, 2009).
Pembuatan Biodiesel Secara Kontinyu dari Bahan Baku Minyak Jagung Baru dan Bekas dengan Microtube Reactor dan Penetralan Produk Secara Kontinyu
Bab II Tinjauan Pustaka
20
Tabel 2.6 Karakteristik fisik dan kimia dari minyak jagung
Sumber : http://www.scribd.com/doc/79852377/Minyak-Jagung-Repaired 2.4.2 Asam Lemak Bebas Asam lemak bebas adalah asam lemak yang terpisahkan dari trigliserida, digliserida, monogliserida, dan gliserin bebas. Hal ini dapat disebabkan oleh pemanasan dan terdapatnya air sehingga terjadi proses hidrolisis. Oksidasi juga dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam minyak nabati. Asam lemak bebas (keasaman) dalam konsentrasi tinggi yang terdapat dalam minyak nabati sangat merugikan, karena dapat menurunkan kualitas dan akan mempengaruhi sifat fisis dan sifat kimia dari bahan bakar, sehingga perlu dilakukan usaha untuk mengurangi dan mencegah terbentukya kadar asam lemak bebas yang tinggi.
Pembuatan Biodiesel Secara Kontinyu dari Bahan Baku Minyak Jagung Baru dan Bekas dengan Microtube Reactor dan Penetralan Produk Secara Kontinyu
Bab II Tinjauan Pustaka
21
2.4.3 Minyak jelantah
Minyak jelantah (waste cooking oil) adalah minyak limbah yang bisa
berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya minyak jagung, minyak sayur, minyak samin dan sebagainya, minyak ini merupakan minyak bekas
pemakaian kebutuhan rumah tangga umumnya, dapat digunakan kembali untuk
keperluaran kuliner akan tetapi bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak
jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi karena pemanasan selama proses penggorengan.. Kerusakan pada minyak goreng yang terjadi selama proses pemanasan disebabkan terjadinya reaksi hidrolisis,
oksidasi dan polimerisasi. Faktor-faktor yang dapat mempercepat kerusakan minyak selama proses pemanasan diantaranya adalah kontak minyak dengan udara, pemanasan yang berlebihan pada minyak, kontak minyak dengan logam dari alat pemanas/wajan dan adanya kandungan air, protein, lemak, hidrokarbon dan bahan-bahan lain yang berasal dari bahan pangan yang digoreng. Pada temperatur tinggi air akan menghidrolisa gliserida-gliserida minyak menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Gliserol selanjutnya akan terpecah menjadi akrolein yang mempunyai bau pedas, menyebabkan rasa gatal pada tenggorokan dan dapat merangsang keluarnya air mata (Djatmiko, 1985). Mekanisme reaksi kerusakan minyak pada proses penggorengan/pemanasan dapat dilihat pada Gambar 2.8
Gambar 2.8 Mekanisme reaksi kerusakan minyak pada proses pemanasan/penggorengan dengan adanya air (hidrolisis)
Pembuatan Biodiesel Secara Kontinyu dari Bahan Baku Minyak Jagung Baru dan Bekas dengan Microtube Reactor dan Penetralan Produk Secara Kontinyu
Bab II Tinjauan Pustaka
22
Proses oksidasi terjadi karena minyak kontak dengan oksigen selama
proses pemanasan yang akan merusak asam-asam lemak tidak jenuh dalam minyak. Semakin banyak kontak oksigen/udara maka mutu minyak akan semakin rusak.
Kerusakan minyak karena pemanasan akan menghasilkan 2 macam
senyawa yaitu komponen non volatil yang tetap terdapat dalam minyak dan dapat
diserap oleh bahan pangan yang digoreng dan komponen volatil yang dapat keluar bersama-sama uap pada waktu uap dipanaskan. Komponen non volatil terbentuk dari asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam molekul trigliserida.
Pembentukan dan akumulasi dari senyawa ini akan menimbulkan beberapa perubahan fisik minyak, seperti peningkatan kekentalan, warna dan buih, juga terhadap sifat kimia minyak seperti peningkatan asam lemak bebas, bilangan karbonil, kandungan hidroksil, bilangan penyabunan dan penurunan derajat ketidakjenuhan (Stevenson, 1984). Tabel 2.7 Karakteristik Minyak Goreng Bekas (Sidjabat, 2004)
No
Karakteristik
Hasil
Metode Uji
1.
Spesifikasi Gravitas 60/60 0 F
0,9225
ASTM D-1298
2.
Viskositas Kinematik, 100 0C, cSt
50,47
ASTM D-445
3.
Residu Karbon, %-berat
0,314
ASTM D-664
4.
Komposisi Asam Lemak, %-berat
Asam Laurat
1,606
Asam Palmitat
14,939
Asam Margarat
3,959
Asam Stearat
13,121
Asam Oleat
32,192
Asam Linoleat
5,022
Asam Arkhidat
2,585
Pembuatan Biodiesel Secara Kontinyu dari Bahan Baku Minyak Jagung Baru dan Bekas dengan Microtube Reactor dan Penetralan Produk Secara Kontinyu
HPLC
Bab II Tinjauan Pustaka
23
Asam lemak jenuh yang terdapat pada minyak nabati akan menentukan
sifat biodiesel. Perbedaan antara asam lemak jenuh dan tak jenuh terdapat pada ikatan rangkap. Asam lemak tak jenuh mempunyai ikatan rangkap cis pada rantai karbon, sedangkan asam lemak jenuh tidak punya. Ikatan rangkap cis pada rantai
karbon menyebabkan senyawa tidak mampu membentuk kerapatan atom-atom,
namun ia akan membentuk rantai melingkar. Ini akan membuat ikatan Van der
Waals melemah, sehingga titik cair dari asam lemak tak jenuh juga rendah.
Biodiesel dari kelapa mempunyai viskositas yang lebih rendah karena
mempunyai rantai pendek (laurat, C12H24O2), dibandingkan dengan biodiesel dari
kedelai (mengandung linolenat, C18H35O2), dan biodiesel dari minyak sawit (mengandung palmitat, C16H32O2 dan stearat, C18H34O2) (Ardiyanti, 2003). 2.4.4 Alkohol Kekentalan minyak nabati dapat dikurangi dengan memotong cabang rantai carbon dengan proses transesterifikasi dengan menggunakan alkohol rantai pendek. Alkohol yang biasa digunakan adalah metanol dan etanol. Pada pembuatan bidiesel, alkohol yang paling sering digunakan adalah metanol (CH3OH) dan etanol (C2H5OH). Pemilihan penggunaan metanol pada proses pembuatan biodiesel karena metanol memiliki sifat yang lebih reaktif dan lebih stabil dibandingkan dengan jenis alkohol lainnya. Kereaktifan metanol dikarenakan metanol memiliki rantai C yang lebih pendek. Kerugian dari metanol adalah metanol merupakan zat beracun dan berbahaya bagi kulit, mata, paru-paru, pencernaan, dan dapat merusak plastik dan karet yang terbuat dari batu bara. Metanol biasa dikenal juga sebagai metil alcohol, wood alcohol, atau spiritus yang mempunyai rumus CH3OH. Pada keadaan atmosferik metanol dan etanol berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, mudah terbakar, tidak berwarna (bening), dan beracun serta memiliki bau yang khas. Alkohol yang direaksikan dengan trigliserida harus berlebih, dengan tujuan untuk menggeser kesetimbangan ke arah pembentukan produk. Sifat fisik metanol dan etanol dapat dilihat pada Tabel 2.8.
Pembuatan Biodiesel Secara Kontinyu dari Bahan Baku Minyak Jagung Baru dan Bekas dengan Microtube Reactor dan Penetralan Produk Secara Kontinyu
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.8 Sifat fisik metanol
Parmeter Titik leleh Titik didih Density uap Specific gravity Viskositas Tekanan uap Titik nyala Explosion limits Augoinon temperatur
24
Metanol -98oC 64,7oC 1,1g/cm3 0,791 97,7 mm pada 20oC 11oC 6% - 36% 464oC Sumber: http://physchem.ox.ac.uk
2.4.5 Katalis Penggunaan katalis pada suatu reaksi bertujuan untuk mempercepat reaksi. Katalis mempercepat reaksi tanpa ikut terkonsumsi dalam keseluruhan reaksi namun sebenarnya katalis harus ikut bereaksi dengan reaktan untuk membentuk zat antara yang aktif. Zat antara itu bereaksi dengan reaktan lain untuk menghasilkan produk. Kemudian produk lepas dari permukaan katalis (Hidayat dkk, 2007). Katalis tidak mengubah keseimbangan reaksi, tetapi hanya berpengaruh pada kecepatan reaksi. Katalis juga bersifat spesifik yaitu hanya sesuai untuk satu jenis reaksi saja. Tanpa katalis proses pembuatan biodiesel dengan reaksi transesterifikasi dapat berlangsung pada temperatur 250
0
C
(Widyastuti, 2007). Katalis digolongkan menjadi 2 jenis menurut fasanya yaitu: Katalis homogen Katalis homogen adalah katalis yang mempunyai fase yang sama dengan reaktan dan produk. Katalis homogen yang banyak digunakan adalah alkoksida logam seperti KOH dan NaOH dalam alkohol. Selain itu, dapat pula digunakan katalis asam cair, misalnya asam sulfat, asam klorida, dan asam sulfonat (Kirk dan Othmer, 1992). Katalis basa seperti KOH dan NaOH lebih efisien
dibanding dengan
katalis asam pada reaksi transesterifikasi. Transmetilasi terjadi kira-kira 4000x lebih cepat dengan adanya katalis basa dibanding katalis asam dengan jumlah yang sama. Untuk alasan ini dan dikarenakan
katalis basa kurang korosif
Pembuatan Biodiesel Secara Kontinyu dari Bahan Baku Minyak Jagung Baru dan Bekas dengan Microtube Reactor dan Penetralan Produk Secara Kontinyu
Bab II Tinjauan Pustaka
25
terhadap peralatan industri dibanding katalis asam,
maka sebagian besar
transesterifikasi untuk tujuan komersial dijalankan dengan katalis basa. Katalis heterogen
Katalis heterogen adalah katalis yang fasenya berbeda dengan reaktan dan
produk. Penggunaan katalis padat dapat meminimalisir resiko terjadinya reaksi
penyabunan dan memudahkan pada proses pemisahan produk. Namun
penggunaan katalis padat yang berlebihan dapat mengurangi persen perolehan karena katalis padat akan mengadsorbsi produk yang terbentuk (Huaping dkk, 2006).
2.5 Gliserol Gliserol (C3H5(OH)3) adalah senyawa tidak berwarna, tidak berbau, seperti sirop, berasa manis, di alam terdapat sebagai lemak (gliserol) dan dapat diperoleh dari hidrolisis lemak ini. Gliserol digunakan sebagai pelarut, pelembab kulit, pasta gigi, bahan anti beku, dan sebagai plastisizer. Beberapa sifat fisik gliserol dapat dilihat pada Tabel 2.11. Gliserol merupakan produk samping dari biodiesel yang sangat prospektif karena harganya lebih tinggi dari reaktan metanol. Fasa gliserol dapat dibebaskan dari sisa-sisa katalis dengan penetralan oleh asam sehingga membentuk garam yang mengendap dan dapat dipisahkan dengan penyeringan (Prakoso, 2003). Tabel 2.9 Sifat fisik gliserol
Sifat
Nilai 0
Titik Didih ( C) Titik Leleh (0C) Densitas (g/cm3)
290 10 1,3
Gliserol yang dilepaskan dari reaksi transesterifikasi dapat digunakan kembali untuk berbagai manfaat. Gliserol merupakan sumber lecitin (digunakan pada makanan sebagai pengemulsi lemak, serta merupakan komponen penting dari membran sel tubuh) dan tokoferol (Vitamin E). Selain itu gliserol juga digunakan sebagai lotion, deodorant, kosmetika, pasta gigi, permen dan kue, obat farmasi, pada industri kertas, percetakan, tinta, tekstil, dan sebagai komponen
Pembuatan Biodiesel Secara Kontinyu dari Bahan Baku Minyak Jagung Baru dan Bekas dengan Microtube Reactor dan Penetralan Produk Secara Kontinyu
Bab II Tinjauan Pustaka
26
elektronika. Gliserol murni dapat digunakan untuk membuat berbagai macam
produk dan harganya bisa sangat mahal. Namun gliserol yang diproduksi selama proses transesetrifikasi mengandung banyak bahan yang tidak murni. Sebagian besar alkohol yang tidak bereaksi akan turun ke dalam lapisan gliserol. Gliserol
juga mengandung partikel bahan makanan, air, dan bahan yang tidak murni
lainnya yang berasal dari minyak nabati.
2.6 Transesterifikasi
Reaksi antara minyak (trigliserida) dan alkohol disebut transesterifikasi
(Darnoko dan Cheryan, 2000). Alkohol direaksikan dengan ester untuk menghasilkan ester baru, sehingga terjadi pemecahan senyawa trigliserida untuk mengadakan migrasi gugus alkil antar ester. Ester baru yang dihasilkan disebut dengan biodiesel. Berikut adalah mekanisme reaksi umum trigliserida dengan metanol yang dikatalisis oleh KOH.
Gambar 2.9 Reaksi Transesterifikasi Pada reaksi transesterifikasi, 1 molekul trigliserida dan 3 molekul alkohol membentuk 3 molekul alkil ester asam lemak yaitu metil ester (biodiesel) atau mono alkil ester dan 1 molekul gliserol. Proses ini terjadi secara bertahap yaitu molekul trigliserida diubah menjadi digliserida lalu menjadi monogliserida dan gliserol. Pada setiap tahap, 1 molekul alkohol dikonsumsi dan 1 mol ester dibebaskan (Ma dan Hanna, 1999).
Pembuatan Biodiesel Secara Kontinyu dari Bahan Baku Minyak Jagung Baru dan Bekas dengan Microtube Reactor dan Penetralan Produk Secara Kontinyu
Bab II Tinjauan Pustaka
27
2.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Transesterifikasi
1. Katalis
Katalis berfungsi untuk mempercepat reaksi dengan menurunkan energi
aktivasi reaksi namun tidak menggeser letak kesetimbangan.
Tanpa katalis, reaksi transesterifikasi baru dapat berjalan pada temperatur
sekitar 250 0C. Penambahan katalis bertujuan untuk mempercepat reaksi dan
menurunkan kondisi operasi. Katalis yang dapat digunakan adalah katalis asam, basa, ataupun penukar ion. Dengan katalis basa reaksi dapat berjalan pada temperatur kamar, sedangkan katalis asam pada umumnya memerlukan
temperatur reaksi di atas 100 0C (Kirk dan Othmer, 1992). Konsentrasi katalis basa divariasikan antara 0,5-1% dari massa minyak untuk menghasilkan 94-99% konversi minyak nabati menjadi ester. Lebih lanjut, peningkatan konsentrasi katalis tidak meningkatkan konversi dan
sebaliknya
menambah biaya karena perlunya pemisahan katalis dari produk. 2. Temperatur Reaksi Semakin tinggi temperatur, berarti semakin banyak energi yang dapat digunakan oleh reaktan untuk mencapai energi aktivasi. Ini akan menyebabkan tumbukan terjadi lebih sering diantara molekul-molekul reaktan untuk kemudian melakukan reaksi (Rahayu, 2003), sehingga kecepatan reaksi meningkat. 3. Perbandingan Molar Reaktan Variabel penting lain yang mempengaruhi hasil ester adalah rasio molar antara alkohol dan minyak nabati. Stoikiometri reaksi transesterifikasi memerlukan 3 mol alkohol untuk setiap mol trigliserida untuk menghasilkan 3 mol ester asam dan 1 mol gliserol. Untuk mendorong reaksi transestrifikasi kearah kanan, perlu menggunakan alkohol berlebihan atau dengan memindahkan salah satu produk dari campuran reaksi. Lebih banyak metanol yang digunakan, maka semakin memungkinkan reaktan untuk bereaksi lebih cepat. Perbandingan volume antara minyak dan metanol yang dianjurkan adalah 4:1. Terlalu banyak alkohol yang dipakai menyebabkan biodiesel mempunyai viskositas yang terlalu rendah dibandingkan dengan minyak solar, juga akan menurunkan titik nyala biodiesel,
Pembuatan Biodiesel Secara Kontinyu dari Bahan Baku Minyak Jagung Baru dan Bekas dengan Microtube Reactor dan Penetralan Produk Secara Kontinyu
Bab II Tinjauan Pustaka
28
karena pengaruh sifat alkohol yang mudah terbakar. Purwono (2003)
menggunakan perbandingan pereaksi sebesar 1:2,2 (etanol:minyak), Ardiyanti (2003) dan Kusmiyati (1999) menggunakan rasio molar alkohol-minyak 1:6, dan Azis (2005) menggunakan rasio volume 1:4 metanol-minyak.
4. Waktu Reaksi
Semakin lama waktu reaksi, maka semakin banyak produk yang
dihasilkan, karena ini akan memberikan kesempatan reaktan untuk bertumbukan satu sama lain. Namun jika kesetimbangan telah tercapai, tambahan waktu reaksi tidak akan mempengaruhi reaksi. Sofiyah (1995) mereaksikan minyak biji kapuk
dengan etanol selama 60 menit untuk mencapai produk yang optimum. Darnoko dan Cheryan (2000) mendapatkan waktu tinggal yang optimum selama 60 menit untuk reaksi transesterifikasi minyak sawit dalam reaktor alir tangki berpengaduk. Waktu reaksi yang tepat akan menghasilkan persen perolehan reaksi transesterifikasi yang terbaik. Penggunaan waktu reaksi yang berlebihan dari waktu reaksi optimum yang seharusnya pada suatu reaksi transesterifikasi akan mengakibatkan
terjadinya
penurunan
persen
perolehan
produk.
Ngamcharussrivichai dkk (2007) menyatakan pada reaksi transesterifikasi minyak kelapa sawit dengan katalis Cabatu kapur hampir tidak menghasilkan metil ester pada satu jam pertama dan hanya menghasilkan konversi sebesar 27,2% setelah proses berlangsung selama dua jam. Setelah waktu reaksi tiga jam diperoleh konversi terbaik sebesar 99,9% dan persen perolehan menurun setelah waktu reaksi diteruskan selama 5 jam. Hal ini disebabkan karena adanya reaksi balik pada reaksi transesterifikasi yang berlangsung. 5. Pengaruh Kandungan Air dan Asam Lemak Bebas Trigliserida yang akan digunakan pada reaksi transesterifikasi harus mengandung maksimal asam lemak bebas sebesar 1 mgKOH/g minyak dan semua bahan baku yang digunakan bersifat anhidrat. Keberadaan air dan asam lemak bebas akan meracuni reaksi transesterifikasi terutama pada reaksi yang menggunakan katalis homogen. Air dan asam lemak bebas yang ada akan mengkonsumsi katalis dan akan menyebabkan terbentuknya reaksi saponifikasi
Pembuatan Biodiesel Secara Kontinyu dari Bahan Baku Minyak Jagung Baru dan Bekas dengan Microtube Reactor dan Penetralan Produk Secara Kontinyu
Bab II Tinjauan Pustaka
29
yang nantinya akan mengemulsi produk serta menurunkan kineja katalis (Yan
dkk, 2007).
2.8 Analisis Sifat Fisika dan Kimia Biodiesel
Karakteristik bahan bakar diesel yang diperlu diketahui antara lain:
1. pH pH merupakan derajat keasaman yang diukur dengan pH indicator.
2. Densitas
Berat jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu
dan kemurnian biodiesel. Berat jenis adalah perbandingan berat dari suatu volume sampel dengan berat air pada temperatur dan volume yang sama. Berat jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat komponen-komponen yang terkandung didalamnya. Semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak, maka semakin besar pula nilai densitasnya. Parameter densitas dan kerapatan gravitasi sangat penting bagi pendistribusian metil ester kepada konsumen-konsumen dimana bobot metil ester yang dikirim dapat dihitung dengan tepat untuk menghindari kecurangan penambahan zat lain ke dalam metil ester. 3. Viskositas Viskositas adalah suatu angka yang menyatakan besarnya hambatan suatu bahan cair untuk mengalir atau ukuran besarnya tahanan geser dari bahan cair. Makin tinggi viskositas akan semakin kental atau lebih sulit mengalir. Kekentalan yang tinggi akan menyebabkan bahan bakar tidak akan terbakar dalam waktu singkat. Sebaliknya semakin encer atau viskositas yang kecil akan semakin mudah mengalir, tetapi jika viskosiatas terlalu kecil dapat mengakibatkan kebocoran pada pompa injeksi bahan bakar sehingga mesin harus menggunakan pelumas dengan viskositas tinggi untuk melumasi bagian-bagian bergerak pada sistem bahan bakar dan membantu merapatkan bagian-bagian yang bergerak untuk mencegah terjadinya kebocoran.
Pembuatan Biodiesel Secara Kontinyu dari Bahan Baku Minyak Jagung Baru dan Bekas dengan Microtube Reactor dan Penetralan Produk Secara Kontinyu
Bab II Tinjauan Pustaka
30
4. Bilangan asam
Bilangan asam diukur dengan mentitrasi biodiesel dalam etanol dengan
larutan KOH yang telah dibakukan dengan asam oksalat, dengan indikator phenolphtalein.
5. Nilai Kalori (Calorific Value)
Nilai kalori adalah suatu angka yang menyatakan jumlah panas/kalori
yang dihasilkan dari proses pembakaran sejumlah tertentu bahan bakar dengan oksigen/udara. Nilai kalori bahan bakar minyak umumnya antara 18.300-19.800 Btu/lb atau 10.160-11.000 Kcal/kg. Nilai kalori berbanding terbalik terhadap berat
jenis. Pada berat yang sama, semakin berat jenis suatu minyak akan semakin rendah nilai kalorinya. Sebaliknya, semakin rendah berat jenis suatu minyak akan semakin besar nilai kalorinya. Nilai kalori diperlukan karena dapat digunakan untuk menghitung jumlah konsumsi bahan bakar minyak yang dibutuhkan untuk suatu mesin dalam suatu periode. 6. Titik Nyala (Flash Point) Titik nyala adalah suatu angka yang menyatakan temperatur terendah dari bahan bakar minyak dimana akan timbul pernyalaan api sesaat, apabila pada permukaan minyak tersebut didekatkan pada nyala api. Kegunaan titik nyala sangat penting yaitu berhubungan dengan keamanan dari penimbunan minyak dan pengangkutan bahan bakar minyak terhadap bahaya kebakaran. 7. GC-MS Identifikasi dengan GC-MS dilakukan untuk meyakinkan bahwa hasil sintesis yang diperoleh memang benar merupakan senyawa biodiesel. Tiap puncak hasil GC, dianalisis dengan MS dan dibandingkan dengan data base yang ada.
Pembuatan Biodiesel Secara Kontinyu dari Bahan Baku Minyak Jagung Baru dan Bekas dengan Microtube Reactor dan Penetralan Produk Secara Kontinyu