3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gembukan Gembukan adalah makanan dengan bahan dasar tepung terigu dan air serta melalui proses penggorengan dengan minyak goreng. Ditinjau dari segi bahan dan proses, gembukan
memiliki kesamaan dengan beberapa kue
lainnya, yaitu roti manis, kue bolang baling dan cakue. Menurut SNI 1995, definisi roti adalah produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang diragikan dengan ragi roti dan dipanggang, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Jenis roti yang beredar saat ini sangat beragam dan secara umum roti biasanya dibedakan menjadi roti tawar dan roti manis atau roti isi. Tabel 2.1 Standar mutu roti manis No. 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10.
11. 12.
Kriteria uji Keadaan 1.1 Kenampakan 1.2 Bau 1.3 Rasa Air Abu (tidak termasuk garam) dihitung atas dasar bahan kering Abu yang tidak larut dalam asam NaCl Gula jumlah Lemak Serangga /Belatung Bahan tambahan Makanan 9.1 Pengawet 9.2 Pewarna
Satuan %b/b %b/b %b/b %b/b %b/b %b/b -
Normal tidak berjamur Normal Normal Normal Maks 40 Maks. 3.0 Maks. 2,5 Maks. 8,0 Maks. 3.0 Tidak boleh ada
Sesuai SNI 01-02221995
9.3 Pemanis buatan 9.4 Sakarin siklamat Cemaran logam 10.1 Raksa (Hg) 10.2 Timbal (Pb) 10.3 Tembaga (Cu) 10.4 Seng (Zn) Cemaran arsen (As) Cemaran mikroba 12.1 Angka lempeng total
Koloni/g
12.2 E.Coli 12.3 Kapang
APM/gr Koloni/g
Sumber : SNI 01-3840-1995
Roti Manis
Negatif mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Maks. 0.05 Maks. 1.0 Maks. 10.0 Maks. 40.0 Maks. 0.5 Maks. <3 Maks.
4
Tabel 2.2 Syarat mutu mikroba dalam pangan No. Jenis makanan
Batas maksimum
51
1 x 104 koloni/g
52
Jenis cemaran mikroba Roti dan produk bakeri tawar dan ALT (30oC, 72 premiks (termasuk tepung panir) jam) Produk bakeri istimewa (manis, ALT (30oC, 72 asin, gurih) jam)
1 x 104 koloni/g
Sumber : BPOM RI, 2011 Tabel 2.3 Standar mutu roti tawar Kriteria uji Satuan Persyaratan Kenampakan Normal, tidak berjamur Bau Normal Rasa Normal Kadar air %b/b Maksimal 40 Kadar abu %b/b Maksimal 1 Kadar NaCl %b/b Maksimal 2,5 Serangga Tidak boleh ada Sumber : Badan Standar Nasional 01-3840-1995. B. Bahan Baku Pembuatan gembukan 1. Tepung terigu Tepung terigu adalah tepung atau bubuk halus yang berasal dari bulir gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue kering, biskuit, mi, cake, roti, dan lain-lain. Kata terigu dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa Portugis, trigo, yang berarti “gandum”. Tepung terigu mengandung banyak zat pati yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga mengandung protein dalam bentuk gluten, yang berperan dalam menentukan kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu (Salam, dkk., 2012). Tepung terigu sebagai bahan makanan dalam 25820-sni-37512009 adalah tepung yang dibuat dari endosperma biji gandum Triticum aestivum L. (Club wheat) dan / atau Triticum compactum Host atau campuran keduanya dengan penambahan Fe, Zn, Vitamin B1, Vitamin B2 dan asam folat se`bagai fortifikan (BSN, 2009).
5
Tabel 2.4 Syarat Mutu Tepung Terigu Berdasarkan SNI No 1.
5. 6.
Jenis uji Keadaan a. bentuk b. bau c. warna Benda asing Serangga dalam semua bentuk stadium dan potonganpotongannya yang tampak Kehalusan, lolos ayakan212 µm (mesh No. 70) (b/b) Kadar air (b/b) Kadar abu (b/b)
7. 8.
Kadar protein (b/b) Keasaman
2. 3.
4.
9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
16. 17.
Satuan
Persyaratan
-
Serbuk Normal Putih, khas terigu Tidak ada Tidak ada
%
Minimal 95
% %
Maksimal 14,5 Maksimal 0,7
% Minimal 7,0 Mg Maksimal 50 KOH/100g Falling number (atas dasar kadar Detik Minimal 300 air 14 %) Besi (Fe) mg/kg Minimal 50 Seng (Zn) mg/kg Minimal 30 Vitamin B1(tiamin) mg/kg Minimal 2,5 Vitamin B2(riboflavin) mg/kg Minimal 4 Asamfolat mg/kg Minimal 2 Cemaran logam a. Timbal(Pb) mg/kg Maksimal 1,00 b. Raksa (Hg) mg/kg Maksimal 0,05 c. Kadmium(Kd) mg/kg Maksimal 0,1 CemaranArsen mg/kg Maksimal 0,1 Cemaran mikrobia a. Angka Lempeng Total Koloni/g Maksimal 1x106 b. Kapang APM/g Maksimal 1x104 c. E. coli Koloni/g Maksimal 10 d. Bacilluscereus Koloni/g Maksimal 1x104 Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 2009
2. Gula Pasir Fungsi gula dalam pembuatan cake adalah menghaluskan crumb, memberi rasa manis, membantu aerasi, menjaga kelembaban, memberi warna pada kulit, melembutkan crumb, memperpanjang umur simpan. Gula ini dapat digunakan untuk teknik creaming atau sponge. Beberapa petunjuk dalam penguunaan gula yaitu gunakan gula dua kali jumlah lemak bila
6
menggunakan teknik creaming dan gunakan gula sama dengan berat telur bila menggunakan teknik sponge, bila berat gula lebih banyak daripada telur maka sisanya harus dilarutkan dan dimasukkan berikutnya (Ningrum, 2012). Tabel 2.5 Syarat mutu gula kristal putih No
Parameter uji
Satuan
Persyaratan
Warna 1
Warna kristal
CT
4-7,5
2
Warna larutan (lCUMSA)
lU
81-200
3
Berat jenis butir
Mm
0,8-1,2
4
Susut pengeringan (b/b)
%
Maks 0,1
5
o
Polarisasi ( Z, 20 C)
Z
Min 99,6
6
Abu konduktiviti (b/b)
%
Maks 0,1
Mg/kg
Maks 30
O
Bahan tabahan pagan Belerang dioksida
7
Cemaran logam 8
Timbal
Mg/kg
Maks 2
9
Tembaga
Mg/kg
Maks 2
10
Arsen
Mg/kg
Maks 1
Sumber: (BSN, 2010) 3. Garam Menurut Maharari dan Muryati (2008) dalam Rositawati dkk (2013) garam seperti yang kita kenal sehari-hari dapat didefinisikan sebagai suatu kumpulan senyawa kimia yang bagian utamanya adalah Natrium Klorida (NaCl) dengan zat-zat pengotor terdiri dari CaSO4, MgSO4, MgCl2, dan lain-lain. Garam dapat diperoleh dengan tiga cara, yaitu penguapan air laut dengan sinar matahari, penambangan batuan garam (rock salt) dan dari sumur air garam (brine). Proses produksi di Indonesia, pada umumnya dilakukan dengan metode penguapan air laut dengan bantuan sinar matahari. Definisi garam konsumsi beryodium menurut SNI 01-3556-2000 adalah produk makanan yang komponen utamanya natrium klorida (NaCl) dengan penambahan kalium yodat (KIO3). Syarat mutu dari garam konsumsi beryodium dapat dilihat pada Tabel 2.6.
7
Tabel 2.6 Syarat Mutu Garam Konsumsi Beryodium No
Kriteria Uji
Satuan
1
Kadar air (H2O)
%(b/b)
2
Jumlah klorida (Cl)
3
%(b/b) atas dasar bahan kering mg/kg
Yodium dihitung sebagai kalium yodat (KlO3) Cemaran logam : Timbal (Pb) mg/kg Tembaga (Cu) mg/kg Raksa (Hg) mg/kg Arsen (As) mg/kg Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2000)
4 5 6 7
Persyaratan Mutu Maks 7 Min 94,7 Min 30
Maks 10 Maks 10 Maks 0,1 Maks 0,1
Garam ditambahkan untuk menambah cita rasa serta memperkuat ikatan-ikatan struktur jaringan komponen adonan. Biasanya garam diperdagangkan dalam bentuk garam cetakan atau garam tepung. Jumlah garam yang dapat ditambahkan adalah sebanyak 2 – 4 persen dari jumlah tepung. Dalam membuat keripik kadang-kadang ditambahkan gula yang bertujuan untuk memberikan rasa manis, menambah nilai gizi dan sebagai bahan pengikat. Garam adalah bahan utama untuk mengatur rasa. Garam akan membangkitkan rasa pada bahan-bahan lainnya dan membantu membangkitkan harum dan meningkatkan sifat-sifat roti. Garam adalah salah satu bahan pengeras, bila adonan tidak memakai garam, maka adonan agak basah. Garam memperbaiki pori-pori roti dan tekstur roti akibat kuatnya adonan, dan secara tidak langsung berarti membantu pembentukan warna. Garam membantu mengatur aktifitas ragi roti dalam adonan yang sedang difermentasi dan dengan demikian mengatur tingkat fermentasi. Garam juga mengatur mencegah pembentukan dan pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan dalam adonan yang diragikan (Koswara, 2009).
8
4. Minyak Goreng Minyak merupakan campuran dari ester asam lemak dengan gliserol. Jenis minyak yang umumnya dipakai untuk menggoreng adalah minyak nabati seperti minyak sawit, minyak kacang tanah, minyak wijen dan sebagainya. Minyak goreng jenis ini mengandung sekitar 80% asam lemak tak jenuh jenis asam oleat dan linoleat, kecuali minyak kelapa. Proses penyaringan minyak kelapa sawit sebanyak 2 kali (pengambilan lapisan lemak jenuh) menyebabkan kandungan asam lemak tak jenuh menjadi lebih tinggi. Tingginya kandungan asam lemak tak jenuh menyebabkan minyak mudah rusak oleh proses penggorengan (deep frying), karena selama proses menggoreng minyak akan dipanaskan secara terus menerus pada suhu tinggi serta terjadinya kontak dengan oksigen dari udara luar yang memudahkan terjadinya reaksi oksidasi pada minyak (Sartika, 2009). Penggunaan minyak goreng untuk mengolah makanan, umumnya dilakukan oleh masyarakat. Hal ini disebabkan adanya anggapan masyarakat awam bahwa makanan yang digoreng akan terasa lebih gurih dan nikmat. Setiap produsen minyak goreng mempromosikan bahwa produknya adalah produk yang terbaik dan menyehatkan, misalnya mengandung omega 3 dan 9, vitamin A, D dan E, melalui dua kali penyaringan dan tidak mengandung kolesterol. Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya digunakan untuk menggoreng makanan. Di Indonesia, minyak goreng diproduksi dari minyak kelapa sawit dalam skala besar. Hingga tahun 2010 diperkirakan produksi minyak sawit mencapai lebih dari 3 juta ton per tahun (Noriko dkk., 2012). Minyak goreng memang sulit dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Makanan yang digoreng biasanya lebih lezat dan gurih, tanpa membutuhkan tambahan bumbu bermacam-macam. Dengan demikian, menggoreng adalah cara yang paling praktis untuk memasak. Dalam proses penggorengan, minyak goreng berperan sebagai media untuk perpindahan panas yang cepat
9
dan
merata
pada
permukaan
bahan
yang
digoreng
(Yustinah dan Hartini, 2011). Definisi minyak goreng menurut SNI 01-3741-2013 adalah bahan pangan dengan komposisi utama trigliserida berasal dari bahan nabati kecuali kelapa sawit, dengan atau tanpa perubahan kimiawi, termasuk hidrogenasi, pendinginan dan telah melalui proses rafinasi atau pemurnian yang digunakan untuk menggoreng. Adapun syarat mutu untuk minyak goreng dapat dilihat pada Tabel 2.7. Tabel 2.7 Syarat Mutu Minyak Goreng No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Kriteria Uji
Satuan
Persyaratan Mutu (SNI 01-3741-1995)
Keadaan: Bau Normal Warna Normal Rasa Normal Air % b/b Maks. 0,30 Asam lemak bebas (dihitung sebagai asam % b/b Maks. 0,30 laurat) Bahan makanan Sesuai SNI 022-M dan Permenkes No. tambahan 722/Menkes/Per/IX/88 Cemaran logam: mg/kg Maks. 1.5 - Besi (Fe) mg/kg Maks. 0,1 - Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 0,1 - Raksa (Hg) mg/kg Maks. 40,0 - Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,005 - Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0/250,0*) - Seng (Zn) Arsen (As) % b/b Maks. 0,1 Angka Peroksida mg O2/gr Maks. 1 Sumber: Badan Standarisasi Nasional (1995)
5. Air Dalam industri pengolahan pangan, air diperlukan untuk berbagai keperluan misalnya: pencucian, pengupasan umbi atau buah, penentuan kualitas bahan, bahan baku proses, medium pemanasan atau pendingin, pembentukan uap, sterilisasi, melarutkan dan mencuci bahan sisa, perlindungan terhadap kebakaran dan keperluan-keperluan lain. Menurut Slamet Sudarmadji (2003), air dalam industri pangan memegang peranan
10
penting karena dapat mempengaruhi mutu makanan yang dihasilkan. Jenis air yang digunakan berbeda-beda tergantung dari jenis bahan yang diolah, oleh karena itu perlu adanya suatu standar untuk masing-masing jenis pengolahan. Air yang digunakan pada industri umumnya harus mempunyai syarat-syarat tidak berwarna, tidak berbau, jernih, tidak mempunyai rasa, tidak mengandung besi dan mangan (Kemdikbud, 2013). Air berfungsi sebagai media glutein dengan karbohidrat, larutan garam dan membentuk sifat kenyal glutein. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH 6-9. Makin tinggi pH air maka roti yang dihasilkan baik karena absorbsi air meningkat dengan meningkatnya pH. Selain pH, air yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratan sebagai air minum, diantaranya tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. Air yang digunakan dalam industri makanan pada umumnya harus memenuhi persyaratan tidak berwarna, tidak berbau, jernih, tidak mempunyai rasa dan tidak menggangu kesehatan. Apabila air yang digunakan tidak memenuhi persyaratan dalam pembentukan pati atau tepung maka dapat meningkatkan kadar abunya sehingga mutu pati menurun (Gumbira, 1987). Kualitas air dapat ditinjau dari segi fisik, kimia, dan biologi. Kualitas air yang baik tidak selamanya tersedia di alam, adanya perkembangan industri dan pemukiman dapat mengancam kelestarian air bersih. Bahkan di daerah-daerah tertentu, air yang tersedia tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga diperlukan upaya perbaikan secara sederhana maupun modern. Secara kuantitas air tersebut harus mempunyai jumlah yang cukup untuk digunakan sebagai air minum, mencuci, dan keperluan rumah tangga lainnya (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013). Tabel 2.8 Standar Mutu Air No 1 2 3 4
Kriteria Mutu Bau Rasa pH Kekeruhan
Persyaratan Tidak berbau Normal 6,5-9 Max 5 NTU Turbidity Unit). Sumber : Badan Standarisasi Nasional 1994
(Nephelometric
11
6. Yeast/Ragi Ragi berfungsi untuk mengembangkan adonan dengan memproduksi gas CO2, memperlunak gluten dengan asam yang dihasilkan dan juga memberikan rasa dan aroma pada roti. Enzim-enzim dalam ragi memegang peran tidak langsung dalam proses pembentukan rasa roti yang terjadi sebagai hasil reaksi Maillard dengan menyediakan bahan-bahan pereaksi sebagai hasil degradasi enzimatik oleh ragi. Oleh karena itu ragi merupakan sumber utama pembentuk rasa roti. Pada roti, ragi termasuk bahan baku utama. Ragi untuk roti dibuat dari sel khamir Saccharomyces cereviceae. Dengan memfermentasi gula, khamir menghasilkan gas karbodioksida yang digunakan untuk mengembangkan adonan. Akibat fermentasi ini, 5 timbul komponen-komponen pembentuk flavor roti, diantaranya asam asetat, aldehid dan ester (Koswara, 2009). Yeast adalah mikroorganisme dari jenis Saccharomyces cerevisiae. Fungsi yeast dalam pembuatan roti tawar adalah : a. Menghasilkan gas dalam adonan dengan mengubah gula menjadi gas karbondioksida b. Mematangkan dan melunakkan gluten dalam adonan sehingga gluten dapat menahan pengembangan gas dengan rata c. Berperan dalam menciptakan cita rasa dalam roti tawar (Sulistyo, 1992). Yeast selain digunakan sebagai bahan pengembang yaitu kemampuannya untuk menghasilkan CO2 juga memiliki sifat reologikal yaitu menurunkan pH adonan, mengubah alkohol dan membentuk pengembangan gelembung udara. (Sulistyo, 1992). SNI 01-2982-1992 Ragi roti kering yang dimaksud dalam standar ini memiliki syarat mutu : Kandungan air (mak 8,0%), cemaran logam (Pb maks 7 Mg / Kg, Cu maks 60 Mg / Kg, Zn maks 40 Mg / Kg ). Arsen (mak 2 Mg / Kg ), Mikrobiology ( bentuk sel lonjong, kapang-negatif, jumlah rope spores maks 200 spora / gram). Pengujian dilakukan secara kimia dan mikrobiologi (bsn, 1992).
12
7. Mentega Menurut SNI
01-3744-1995, mentega adalah produk berbentuk
padat lunak yang dibuat dari lemak atau krim susu atau campurannya, dengan atau tanpa penambahan garam (NaCl) atau bahan makanan yang diizinkan. Mentega adalah produk olahan susu yang bersifat plastis, diperoleh melalui proses pengocokan sejumlah krim. Mentega yang baik mengandung lemak 81 %, kadar air 18 % dan kadar protein maksimal 1 % (Wahyuni & Made, 1998). Mentega dianggap sebagai lemak yang paling baik diantara lainnya karena rasanya yang menyakinkan serta aroma yang begitu tajam, karena lemak mentega berasal dari lemak susu hewan. Lemak mentega sebagian besar terdiri dari asam palmitat, oleat dan stearat serta sejumlah kecil asam butirat dan asam lemak sejenis lainnya. Bahan lain yang terdapat dalam jumlah kecil adalah vitamin A, E dan D serta sebagai flavor adalah diasetil, lakton, butirat dan laktat (BSN, 1995).
Tabel 2.9 Syarat mutu mentega menurut SNI Produk Mentega
Parameter Kadar air Lemak susu Asam Lemak Bebas (sebagai asam butirat) NaCL BTM
Cemalan logam : Pb Cu Zn Raksa Timah Fe Cemaran arsen Sumber: (BSN, 1995)
Syarat mutu Maksimal 16 % Maksimal 80 % Maksimal 0,5 % Maksimal 4 % Sesuai dengan SNI 010222-1995 dan Permenkes 722 tahun 1988 Maksimal 0,1 mg/kg Maksimal 0,1 mg/kg Maksimal 40 mg/kg Maksimal 0,03 mg/kg Maksimal 1,5 mg/kg Maksimal 0,1 mg/kg Maksimal 0,1 mg/kg
13
C. Proses Pembuatan Diagram alir Tepung terigu 1kg, gula 200 gr, mentega 250 gr dan ragi 11 gr Air 560 ml
Dicampur rata Diaduk dan diuleni sampai lembut dan kalis Diamkan adonan (proses fermentasi) dengan ditutup plastik selama 30 menit Digiling dan dipotong-potong (dicetak) Digoreng dalam minyak suhu 160oC Ditiriskan Pengemasan dalam kantong plastik
Gambar 2.10 Proses Pembuatan Gembukan Berdasarkan gambar 2.10 spesifikasi proses produksi gembukan dapat dijabarkan sebagai berikut : a) Pencampuran bahan Proses pencampuran bahan adalah tahap pertama pembuatan gembukan. Bahan utama seperti tepung terigu 1 kg, gula pasir 200 gram, mentega 250 gram, ragi 11 gram teh dan garam 20 dicampur diatas meja kayu. b) Pengulenan Setelah dilakukan pencampuran bahan, maka ditambahankan air 560 ml dan dilakukan proses pengulenan adonan. Pengulenan dilakukan secara manual menggunakan tangan dengan cara dipleret supaya adonan yang menggumpal dapat menjadi lebih homogen dan penyebaran air dapat merata.
14
c) Pendiaman adonan Setelah
dilakukan
pengulenan
adonan,
kemudian
adonan
didiamkan. Pendiaman adonan bertujuan memberi waktu untuk aktivitas ragi yaitu menghasilkan gas CO2. Gas CO2 yang dihasilkan adonan akan terperangkap didalam adonan sehingga adonan akan mengembang. Selama proses pendiaman, adonan ditutup dengan plastik supaya adonan tidak terkena kontaminasi dari lingkungan d) Pencetakan Adonan Setelah pencetakan
dilakukan
adonan.
pendiaman
Pencetakan
adonan
adonan
kemudian
dilakukan
dilakukan
dengan
cara
menggiling-giling adonan menjadi bulatan panjang, bulatan tersebut dipipihkan lalu dipotong-potong secara manual menggunakan alat pemotong sehingga berbentuk kotak. e) Penggorengan Setelah dilakukan pencetakan adonan kemudian dilakukan proses penggorengan. Dalam tahapan ini penggorengan adonan menggunakan kompor gas dan menggunakan minyak goreng bermerk “SUPER”. Penggorengan dilakukan dengan menggunakan minyak goreng baru dipakai hanya sampai 3 kali penggorengan, karena kualitas minyak yang dipakai lebih dari 3 kali penggorengan dapat mempengaruhi mutu dan warna gembukan. f) Penirisan Setelah dilakukan penggorengan kemudian dilakukan proses penirisan. Dalam penirisan menggunakan wadah yang dilapisi kertas koran karena dapat mengurangi kandungan minyak. g) Pengemasan Setelah gembukan ditiriskan, gembukan dikemas ke dalam plastik Polypropilene (PP) berwarna bening. Gembukan dikemas dalam satu plastik berisi 25 gembukan.
15
D. Pengendalian Mutu Mutu atau kualitas adalah kumpulan sifat-sifat atau karakteristik bahan/produk yang mencerminkan tingkat penerimaan konsumen terhadap bahan tersebut. Apabila beberapa sifat bahan atau produk tersebut dinilai baik oleh konsumen, maka mutu bahan/produk dikategorikan baik pula. Mutu suatu bahan dapat dipertahankan dalam jangka waktu tertentu, tergantung cara penanganan bahan tersebut. Pengendalian mutu adalah suatu kegiatan operasional untuk memenuhi persyaratan mutu. Pada dasarnya pengendalian mutu merupakan sistem verifikasi yang berkaitan dengan akhir proses produksi. Hasil pemeriksaan hanya memutuskan apakah produk yang dihasilkan dari suatu proses produksi telah sesuai dengan persyaratan yang ditentukan (Legowo, Anang Mohamad, 2003). Pengawasan dan pengendalian mutu merupakan faktor penting bagi suatu perusahaan untuk menjaga konsistensi mutu produk yang dihasilkan, sesuai dengan tuntutan pasar, sehingga perlu dilakukan manajemen pengawasan dan pengendalian mutu untuk
semua proses produksi. Pengawasan
dan
pengendalian mutu harus dilakukan sejak awal proses produksi sampai saluran distribusi untuk meningkatkan kepercayaan konsumen, meningkatkan jaminan keamanan produk, mencegah banyaknya produk yang rusak dan mencegah pemborosan biaya akibat kerugian yang ditimbulkan. Pengendalian mutu merupakan alat bagi manajemen untuk memperbaiki mutu produk bila diperlukan, mempertahankan mutu produk yang sudah tinggi dan mengurangi jumlah produk yang rusak. jangka panjang perusahaan yaitu mempertahankan pasar yang telah ada atau menambah pasar perusahaan (Junais, Isman, 2007). Menurut Prawirosentono (2002) pengendalian mutu adalah suatu kegiatan terpadu mulai dari pengendalian standar mutu bahan, standar proses produksi, barang setengah jadi, barang jadi, sampai standar pengiriman produk akhir ke kosumen, agar barang (jasa) yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi mutu yang direncanakan. Berbagai tingkat pengawasan standar mutu tersebut harus ditentukan lebih dahulu sesuai dengan standar mutu yang direncanakan. Bertolok dari standar mutu barang, dapat ditentukan hal-hal sebagai berikut:
16
a. Standar mutu bahan baku yang digunakan. b. Standar mutu proses produksi (mesin dan tenaga kerja yang melaksanakan). c. Standar mutu barang setengah jadi. d. Standar mutu barang jadi. e. Standar administrasi, pengepakan, pengiriman produk akhir tersebut sampaike tangan f. Konsumen. Menurut Ahyari (1985), untuk melaksanakan pengendalian mutu dapat ditempuh dengan 3 pendekatan, yaitu : a. Pendekatan bahan baku Bahan bakumerupakan faktor yang cukup besar pengaruhnya terhadap kualitas produk akhir. Bahkan di dalam beberapa jenis perusahaan tertentu pengaruh kualitas bahan baku ini sedemikian besarnya, sehingga hampir seluruh kualitas produk akhir ditentukan oleh kualitas bahan baku. Meninggalkan pengendalian kualitas bahan baku. Bagi perusahaan yang memproduksi suatu barang, dimana karakteristik bahan baku langsung menjadi karakteristik produk jadi maka kualitas bahan baku ini akan sangat besar pengaruhnya bagi kualitas produk akhir perusahaan. b. Pendekatan proses produksi Proses produksi merupakan kegiatan utama di dalam perusahaan. Dalam pelaksanaan proses produksi perusahaan ini perlu mengadakan pengendalian yang cukup memadai agar produk akhir mempunyai kualitas yang baik. c. Pendekatan produk akhir Setelah suatu produk selesai adanya pengendalian kualitas.Padahal sebenarnya kelangsungan hidup perusahaan tergantung kepada adanya kepuasan konsumen terhadap produk perusahaan.Untuk dapat memberikan tindakan untuk peningkatan kualitas produk perusahaan sedapat mungkin mengumpulkan informasi-informasi mengenai produk langsung dari konsumen. Dari berbagai macam keluhan tersebut dapat diambil kesimpulan tentang kelemahan, kekurangan dan kelebihan produk perusahaan, sehingga untuk proses berikutnya kualitas produk dapat dipertanggung jawabkan.
17
E. Pengemasan Pengemasan merupakan faktor yang sangat penting dalam penjualan produk makanan. Fungsi kemasan adalah mempercantik produk, melindungi produk dari bahaya bakteri dan bahan berbahaya lain, sehinga meningkatkan mutu dari suatu produk makanan dan minuman. Pada usaha rumahan sering kali mendapat kendala yaitu terbatasnya bahan pengemas. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan cara meggunakan bahan kemasan yang aman bagi kesehatan (food grade) sesuai standar keamanan pangan (food safety) dan tersedia di pasaran dalam skala kecil (Anwar, 2010). Selama dua dasawarsa terakhir, kemasan plastik telah menggantikan kemasan kaleng dan gelas dalam pangsa pasar kemasan dunia. Begitu pula di Indonesia, kemasan plastik sudah mendominasi industri makanan. Keunggulan kemasan plastik pada sifatnya yang kuat, tetapi ringan, inert, tidak karatan, bersifat termoplastik (heat seal) dan dapat diberi warna. Kemasan plastik memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan, khususnya daya permeabilitas terhadap beberapa jenis gas dan uap air yang dapat menimbulkan dan bau dari produk yang dikemas. Selain itu, untuk kemasan yang kontak langsung dengan produk makanan atau minuman, juga harus memenuhi persyaratan migrasi sesuai peraturan Kepala BPOM RI Nomor HK 03.1.123.07.11.6664 tentang Pengawasan Kemasan Pangan (Ernawati dkk, 2013). The product is the package, yang berarti sebuah produk bisa dinilai dari kemasannya adalah budaya dasar pemasaran produk. Kemasan menjadi penentu utama penarik minat pembeli dalam mengonsumsi sebuah produk. Keberhasilan daya tarik ditentukan oleh estetika yang menjadi bahan pertimbangan sejak awal perencanaan bentuk kemasan karena pada dasarnya nilai estetika harus terkandung dalam keserasian antara bentuk dan penataan desain grafis tanpa melupakan kesan jenis, ciri, dan sifat barang atau produk yang diproduksi. Selain itu, kemasan bahan makanan harus mencantumkan label yang akan menjadi media informasi sebagai bahan pertimbangan untuk membeli atau mengonsumsi pangan tersebut. Informasi minimal yang harus tercantum pada makanan adalah informasi mengenai komposisi, nama
18
perusahaan yang memproduksi dan masa kadaluwarsa. Informasi tersebut digunakan sebagai pedoman dalam membeli suatu produk (Maflahah, 2012). F. CPPB Cara produksi pangan yang baik merupakan salah satu faktor yang penting untuk memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan untuk pangan. Cara produksi pangan yang baik sangat berguna bagi kelangsungan hidup industri pangan baik yang berskala kecil, sedang, maupun yang berskala besar. Melalui cara produksi pangan yang baik industri pangan dapat menghasilkan pangan yang bermutu, layak dikonsumsi, dan aman bagi kesehatan. Dengan menghasilkan pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi, kepercayaan masyarakat niscaya akan meningkat, dan industri pangan yang bersangkutan akan berkembang dengan pesat. Dengan berkembangnya industri pangan yang menghasilkan pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi, maka masyarakat pada umumnya akan terlindung dari penyimpangan mutu pangan dan bahaya yang mengancam kesehatan.(BPOM, 2004). Setiap perusahaan wajib mengetahui dan memenuhi peraturan perundangundangan di bidang pangan. Upaya untuk memasyarakatkan higiene dan peraturan perundang-undangan di bidang pangan perlu dilakukan baik melalui jalur pendidikan formal maupun informal. Berdasarkan perkiraan, pengetahuan sebagian besar karyawan tentang higiene pengolahan pangan masih rendah, sedangkan pangan yang cenderung dapat menimbulkan keracunan masih tinggi jumlahnya. Kebersihan sarana yang akan menunjang dihasilkannya produk pangan yang aman disnilai masih perlu diperbaiki (BPOM, 2004). Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitik beratkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi atau mungkin mempengaruhi derajat kesehatan manusia (Muhammad, 1994). Selanjutnya usaha tersebut ditujukan pada upaya pencegahan atau penolakan berbagai faktor lingkungan yang dapat menimbulkan penyakit. Higiene merupakan usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia. Upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut serta membuat kondisi
19
lingkungan kesehatan tersebut sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharan kesehatan.