BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pola Penyapihan Penyapihan adalah suatu proses berhentinya masa menyusui secara
berangsur-angsur atau sekaligus. Proses tersebut dapat disebabkan oleh berhentinya sang anak dari menyusu pada ibunya atau bisa juga berhentinya sang ibu untuk menyusui anaknya atau bisa juga keduanya dengan berbagai alasan. Masa menyapih merupakan pengalaman emosional bagi sang ibu, anak juga sang ayah, dimana dari tiga pihak tadi (Ibu-Ayah-Anak) merupakan ikatan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Seorang ayah juga berperan dan memberikan pengaruh tersendiri dalam proses menyusui. Sebetulnya tidak ada ketentuan khusus atau batasan khusus kapan dan waktu yang tepat untuk menyapih seorang anak, artinya tidak ada aturan bahwa pada usia sekian anak harus disapih dari ibunya (Manalu, 2008). Menyapih, secara harfiah berarti membiasakan. Maksudnya, bayi secara berangsur-angsur dibiasakan menyantap makanan orang dewasa. Selama masa penyapuhan, makanan bayi berubah dari ASI saja ke makanan yang lazim dihidangkan oleh keluarga, sementara air susu diberikan hanya sebagai makanan tambahan (Arisma, 2006). Sedangkan menurut Allan (2006) penyapihan adalah istilah yang digunakan untuk menyambut periode transisi dimana bayi masih diberi makanan cair, ASI ataupun susu formula, tetapi juga secara bertahap diperkenalkan pada makanan padat. Menurut WHO 1991, pola menyusui terdiri dari menyusui secara eksklusif, menyusui secara per dominan, menyusui komplimentari, menyusui melalui botol. 6 Universitas Sumatera Utara
Menyusui secara eksklusif berarti bayi hanya mendapatkan makanan berupa ASI dari ibunya, tidak ada penambahan cairan lain, tidak tetesan ataupun sirup yang berisi vitamin, tidak ada makanan tambahan atau jamu. Sasarannya adalah bayi berusia kurang sampai empat bulan atau sampai enam bulan. Definisi menyusui secara pre dominan adalah bayi mendapat makanan berupa ASI dengan penambahan cairan lain, seperti air putih, teh, infuse, air buah, oralit, tetesan atau sirup vitamin, tidak ada makanan cair. Sasarannya adalah sama dengan
sasaran
menyusui
secara
eksklusif.
Sedangkan
menyusui
secara
komplementari adalah bayi dapat ASI dan makanan padat atau semi padat, sasarannya adalah bayi dengan usia enam bulan sampai dengan 10 bulan (Rahmani, 1997). Novita (2012) melakukan penelitian di Kelurahan Susia Batu, Bantar Gebang Bekasi, dengan hasil menunjukkan sebagian besar anak sudah tidak diberikan ASI lagi sebanyak 39 anak (67.2%). Penyapihan pada balita rata-rata dilakukan saat anak berada pada rentang usia 13-24 tahun dengan persentase sebesar 65.8%. Alasan ibu melakukan penyapihan kepada anaknya adalah karena anak sudah besar (55%) (Novita, 2012). Hasil Penelitian Nurvina di Dusun Jambeyan Desa Banyurejo Tempel Sleman Yogyakarta pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu menyapih bayinya pada usia tidak dini (24 bulan ke atas) dan bayinya mempunyai status gizi baik yaitu 21 orang (55,2%) sedangkan ibu yang paling sedikit menyapih anaknya pada usia tidak dini dan anaknya mempunyai status gizi kurang yaitu 1 orang (2,6%) (Nurvina, 2010). Penelitian yang dilakukan Arum di Posyandu Nusa Indah Desa Bantul tahun 2012 memperlihatkan bahwa balita yang terbanyak mempunyai status gizi baik
7 Universitas Sumatera Utara
dengan usia penyapihan yang baik yaitu 22 orang (55%) sedangkan yang mempunyai status gizi kurang dengan usia penyapihan baik yaitu 1 orang (2,5%) (Arum, 2012). Hasil penelitian yang dilakukan Fatimatuzzahra di Dukuh Pundong Srihardono Bantul, Yogayakarta, menunjukkan bahwa mayoritas ibu menyapih balitanya pada usia 13-18 bulan yaitu sebanyak 25 orang (49%) dengan status gizi baik sebanyak 12 orang (Fatimatuzzahra, 2009). Pola penyapihan mencakup tiga hal, antara lain usia anak disapih pertama kali, alasan penyapihan, dan cara penyapihan. 2.1.1. Usia Anak Disapih Pemberian MP-ASI terlalu dini akan mengurangi konsumsi ASI, dan bila terlambat akan menyebabkan bayi kurang gizi. Sebenarnya pencernaan bayi sudah mulai kuat sejak usia empat bulan. Pada bayi yang mengonsumsi ASI, makanan tambahan dapat diberikan pada usia enam bulan, tetapi bila bayi mengonsumsi susu formula sebagai pengganti ASI, makan makanan tambahan ini dapat diberikan pada saat usia empat bulan (Rinto, 2005). Proses penyapihan dimulai pada saat yang berlainan. Ada beberapa kelompok masyarakat (budaya) tertentu, bayi tidak akan disapih sebelum berusia enam bulan. Bahkan ada yang baru memulai penyapihan setelah bayi berusia dua tahun. Sebaliknya, pada masyarakat urban, bayi disapih terlalu dini, yaitu baru beberapa hari lahir sudah diberikan makanan tambahan (Jelliffe, 1994). Dampak Penyapihan ASI usia kurang dari enam bulan : 1. Menyebabkan hubungan anak dan ibu berkurang keeratannya karena proses bounding etatman terganggu. 2. Insiden penyakit infeksi terutama diare meningkat.
8 Universitas Sumatera Utara
3. Pengaruh gizi yang mengakibatkan malnutrisi pada anak. 4. Mengalami reaksi alergi yang menyebabkan diare, muntah, ruam, dan gatalgatal karena reaksi dari sistem imun (Hegar, Badriul, 2006). 2.1.2 Cara Penyapihan Hingga kini masih banyak ibu-ibu yang menggunakan cara-cara penyapihan seperti yang dilakukan ibu-ibu zaman dulu. Dari mengoles putingnya dengan zat-zat yang berasa pahit seperti jamu dan brotowali, sampai memplester putting. Padahal, sudah seharusnya cara ini ditinggalkan. Apalagi pada dasarnya, menyapih anak dari ASI dapat digunakan secara alami, sehingga anak lebih siap menerimanya. Jika menyapih dilakukan dengan cara yang benar, maka kelekatan anak dengan ibunya akan berada dalam porsi yang tepat.
a. Penyapihan yang tidak baik dan akibatnya 1. Mengoleskan obat merah pada putting Cara ini bisa menyebabkan anak mengalami keracunan, juga membuat anak belajar bahwa puting ibu ternyata tidak enak, bahkan bisa membuatnya sakit. 2. Memberi perban/plester pada putting Jika diberi obat merah, anak masih bisa menyentuh putting ibunya. Tetapi kalau sudah diperban/plester, anak belajar bahwa puting ibunya adalah sesuatu yang tidak bisa dijangkau. 3. Dioleskan jamu, brotowali, atau kopi supaya pahit Anak bisa mengembangkan suatu kepribadian yang ambivalen, dalam arti ia tidak mengerti apakah ibu sebetulnya mencintainya atau tidak. “Bunda masih memberikan ASI, tapi kok tidak seperti biasanya, jadi pahit.” 4. Menitipkan anak ke rumah kakek-neneknya
9 Universitas Sumatera Utara
Kehilangan ASI saja sudah cukup menyakitkan, apalagi ditambah kehilangan figur ibu. Kondisi seperti ini bisa mengguncang jiwa anak, sehingga tak menutup kemungkinan anak merasa ditinggalkan. 5. Selalu mengalihkan perhatian anak setiap menginginkan ASI Kondisi ini membuat anak belajar berambivalensi. Misalnya, ibu selalu mengajak anak bermain setiap kali meminta ASI. Selalu bersikap cuek setiap anak menginginkan ASI. Anak jadi bingung dan bertanya-tanya, mengapa dirinya diperlakukan seperti itu. Dampaknya, anak bisa merasa tak disayang, mereka ditolak, sehingga padanya berkembanglah rasa rendah diri.
b. Cara Penyapihan Yang Baik Penyapihan alami/natural (Child Led Weaning) adalah cara yang terbaik karena tidak memaksa dan mengikuti tahap perkembangan anak. Tiap anak sebetulnya memiliki tahapan perkembangan alami yang menandai ia siap untuk disapih. Cara penyapihan secara alami/natural (Child Led Weaning) adalah : a. Memberi makan dan minum agar anak selalu kenyang sehingga lupa pada ASI. Cara ini boleh saja dilakukan untuk menyapih, tetapi harus secara perlahan. Selain itu, infeksi yang terjalin ketika ibu menyusui juga harus diganti dengan sentuhan lain agar tetap terjaga hubungan kelekatan antara ibu dan anak. Pada anak yang sudah mengerti jika diajak berbicara, ibu dapat memberikan penjelasan kepadanya. b. Memberi empeng atau dot sebagai pengganti putting ibu. Empeng atau dot bisa menciptakan ketergantungan baru sehingga memengaruhi struktur gigigeligi anak. Jadi bila ada cara lain yang lebih baik, hendaknya cara ini tak digunakan.
10 Universitas Sumatera Utara
c. Menjarak-jarakkan waktu pemberian ASI. Pemberian ASI dilakukan tiga kali sehari. Lalu beberapa minggu kemudian menjadi dua kali sehari, dan satu kali sehari hingga berhenti sama sekali. Contoh, si anak usia 0-24 bulan disapih waktu malam saja atau siang saja. d. Memberikan penjelasan kepada anak, setelah itu tak sekalipun memberikan ASI lagi. Cara menyapih seperti ini dilakukan jika usia anak sudah mencapai 24 bulan. Akan tetapi, tidak memberikan ASI sama sekali sebagai pertanda ketegasan ibu sama saja dengan menyapih secara mendadak (abrupt weaning). Dampaknya tetap negatif jika penjelasan ibu tidak bisa diterima ; anak merasa ditolak oleh ibunya (Ester, 2006). 2.2. Pola Makan Pangan bagi manusia merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi untuk dapat mempertahankan hidup serta menjalankan kehidupan. Makanan yang dikonsumsi beragam jenis dengan pengolahan. Di masyarakat dikenal pola makan atau kebiasaan makan yang ada pada masyarakat dimana seorang anak hidup. Pola makan kelompok masyarakat tertentu juga menjadi pola makan anak. Seorang anak dapat memiliki kebiasaan makan dan selera makan, yang terbentuk dari kebiasaan makan masyarakatnya (Soegeng, 1999). Pengertian pola makan menurut Yayuk Farida Baliwati (2004) adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Menurut Harper (1986), pola makan (dietary pattern) adalah cara yang ditempuh
seseorang
atau
sekelompok
untuk
memilih
makanan
dan
mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial.
11 Universitas Sumatera Utara
Tujuan pemberian makanan yang sebaik-baiknya kepada bayi dan anak adalah untuk mencukupkan kebutuhan mereka agar dapat memelihara kesehatan, cepat memulihkan kondisi tubuh jika sakit, melaksanakan pelbagai jenis aktifitas, menjaga pertumbuhan dan perkembangan fisik serta psikomotorik. Di samping itu, agar mereka terdidik kebiasaan yang baik tentang makanan dan menyukai makanan yang diperlukan (RSCM dan Persagi, 1994). Menurut Dina dan Maria (2002) makanan untuk bayi dan anak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi sesuai dengan usia. 2. Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang, bahan makanan yang tersedia setempat, kebiasaan makan, dan selera terhadap makan. 3. Bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima, toleransi, dan keadaan faali bayi/anak. 4. Memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan. 2.2.1. Kebutuhan Zat Gizi Pada Bayi dan Anak 1. Karbohidrat Karbohidrat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan akan energi. Bagi bayi, ASI merupakan sumber karbohidrat yang bagus. Di dalam ASI terkandung lactose rata-rata 7%, sedangkan di dalam susu sapi hanya 4,3%. Laktosa inilah yang sebenarnya merupakan sumber karbohidrat. Selain mengandung laktosa, ASI juga mengandung polisakarida laktobasilus bifidus yang membantu proses pencernaan dalam usus. 2. Kalori Kalori yang diperoleh bayi atau anak akan digunakan untuk keperluan sebagai berikut :
12 Universitas Sumatera Utara
a. Untuk aktifitas fisik sebanyak 15-25 kkal/kg sehari. Pada saat paling aktif mencapai 50-80 kkal/kg per hari. b. Untuk pertumbuhan pada fase pertumbuhan. Pada masa hari-hari permulaan dibutuhkan 20-40 kkal/kg, selanjutnya berkurang, sehingga pada akhir masa bayi hanya dibutuhkan 15-25 kkal/kg per hari, kemudian meningkat lagi pada masa remaja. Kebutuhan kalori pada bayi dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.1. Tabel Kebutuhan Kalori Pada Masa Bayi Menurut FAO/WHO Usia (bulan) 0-3 bulan 1-3 bulan 4-6 bulan
Keperluan kkal/kg BB 110-120 100 90
3. Protein Kebutuhan protein bayi dan anak lebih besar bila dibandingkan dengan orang dewasa. Angka kebutuhan protein bergantung pada mutu protein. Semakin baik mutu protein, semakin rendah angka kebutuhan protein. Mutu protein bergantung pada susunan asam amino yang membentuk. Kecukupan protein pada bayi dan anak dapat dilihat pada tabel berikut (RSCM dan Persagi, 1994). Tabel 2.2. KecukupanProtein yang Dianjurkan untuk Bayi dan Anak Golongan Usia (tahun) 0-1 1-3 4-6 6-10 10-18
Kecukupan Protein (g/kg BB) 2,5 2 1,8 1,5 1-1,5
4. Air Air sangat penting diberikan pada masa bayi, terutama untuk bayi muda. Karena merupakan media untuk nutrient-nutrien lainnya. Makanan yang kaya akan
13 Universitas Sumatera Utara
protein dan mineral membutuhkan air dalam jumlah yang lebih banyak. Suhu lingkungan yang tinggi dan derajat kelembapan yang rendah akan mempertinggi kehilangan cairan pada tubuh anak melalui pernafasan dan keringat. Anak kecil membutuhkan air lebih banyak untuk tiap kilogram berat badannya disbanding dengan orang dewasa (Widjaja, 2002). Kebutuhan air pada bayi dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.3. Kebutuhan Air Pada Bayi dan Anak Dalam Keadaan Normal Usia 3 hari 10 hari 3 bulan 6 bulan 9 bulan 12 bulan 2-3 tahun
2.2.2
Kebutuhan Sehari (ml/kg BB/hari) 125-150 140-160 130-155 125-145 120-135 115-125 100-115
Air Susu Ibu (ASI) ASI adalah makanan alamiah untuk bayi. ASI mengandung nutrisi-nutrisi
dasar dan elemen, dengan jumlah yang sesuai, untuk pertumbuhan bayi yang sehat. Memberikan ASI kepada bayi, bukan saja memberikan kebaikan bagi bayi. Tapi juga keuntungan untuk ibu (Anonim, 2004). ASI mengandung lebih dari 200 unsur-unsur pokok antara lain zat putih telur, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormone, enzim, zat kekebalan, dan sel darah putih. Semua zat ini secara proporsional dan seimbang satu sama lainnya (Roesli, 2001). 2.2.3. Keunggulan ASI dan Manfaat Menyusui Keunggulan dan manfaat menyusui dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu : aspek gizi, aspek imunologik, aspek psikologi, aspek kecerdasan, neurologis, ekonomis, dan aspek penundaan kehamilan.
14 Universitas Sumatera Utara
1. Aspek gizi a. Manfaat Kolostrum Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama IgA untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama diare. Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi tergantung dari hisapan bayi pada hari-hari pertama kelahiran. Walaupun sedikit namun cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Oleh karena itu kolostrum harus diberikan pada bayi. Kolostrum mengandung protein, vitamin A yang tinggi dan mengandung karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran. Membantu mengeluarkan mekonium yaitu kotoran bayi yang pertama berwarna hitam kehijauan. b. Komposisi ASI ASI mudah dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang sesuai, juga mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat dalam ASI tersebut. ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi/anak. Selain mengandung protein yang tinggi, ASI memiliki perbandingan antara Whei dan Casein yang sesuai untuk bayi. Rasio Whei dengan Casein merupakan salah satu keunggulan ASI dibandingkan dengan susu sapi. ASI mengandung whey lebih banyak yaitu 65:35. Komposisi ini menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap. Sedangkan pada susu sapi mempunyai perbandingan Whey : Casein adalah 20:80, sehingga tidak mudah diserap.
15 Universitas Sumatera Utara
c. Komposisi Taurin, DHA dan AA pada ASI Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam ASI yang berfungsi sebagai neuro-transmitter dan berperan penting untuk proses maturasi sel otak. Percobaan pada binatang menunjukkan bahwa defisiensi taurin akan berakibat terjadinya gangguan pada retina mata. Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) adalah asam lemak tak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acids) yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak yang optimal. Jumlah DHA dan AA dalam ASI sangat mencukupi untuk menjamin pertumbuhan dan kecerdasan anak. Disamping itu DHA dan AA dalam tubuh dapat dibentuk/disintesa dari substansi pembentukannya (precursor) yaitu masing-masing dari Omega 3 (asam linolenat) dan Omega 6 (asam linoleat). 2. Aspek Imunologik a. ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi. Immunoglobulin A (IgA) dalam kolostrum atau ASI kadarnya cukup tinggi. Sekretori IgA tidak diserap tetapi dapat melumpuhkan bakteri pathogen E. Coli dan berbagai virus pada saluran pencernaan. b. Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat kekebalan yang mengikat zat besi di saluran pencernaan. c. Lysosim, enzim yang melindungi bayi terhadap bakteri (E.Coli dan Salmonella) dan virus. Jumlah lysosim dalam ASI 300 kali lebih banyak daripada susu sapi. d. Sel darah putih pada ASI pada dua minggu pertama lebih dari 4.000 sel per mil. Terdiri dari tiga macam yaitu : Brochus-Asociated Lympocyte Tissue (BALT) antibody pernafasan, Gut Asociated Lympocyte Tissue (GALT) antibody saluran
16 Universitas Sumatera Utara
pernfasan, dan Mammary Asociated Lympocyte Tissue (MALT) antibody jaringan payudara ibu. e. Faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen, menunjang pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus. Bakteri ini menjaga keasaman flora usus bayi dan berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan. 3. Aspek Psikologik a. Rasa percaya diri ibu untuk menyusui : bahwa ibu mapu menyusui dengan produksi ASI yang mecukupi untuk bayi. Menyusi dipengaruhi oleh emosi ibu dan kasih sayang terhadap bayi akan meningkatkan produksi hormon terutama oksitosin yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi ASI. b. Interaksi Ibu dan Bayi : pertumbuhan dan perkembangan psikologik bayi tergantung pada kesatuan ibu-bayi tersebut. c. Pengaruh kontak langsung ibu-bayi: ikatan kasih sayang ibu-bayi terjadi karena berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit (skin to skin contact). Bayi akan merasa aman dan puas karena bayi marasakan kehangatan tubuh ibu dan mendengar denyut jantung ibu yang sudah dikenal sejak bayi masih dalam rahim. 4. Aspek Kecerdasan a. Interaksi ibu-bayi dan kandungan nilai gizi ASI sangat dibutuhkan dalam perkembangan system syaraf otak yang dapat meningkatkan kecerdasan bayi. b. Penelitian menunjukkan bahwa IQ pada bayi yang diberi ASI memiliki IQ point 4,3 point lebih tinggi pada usi 18 bulan, 4-6 point lebih tinggi pada usia 3 tahun, dan 8,3 point lebih tinggi pada usia 8,5 tahun, dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI.
17 Universitas Sumatera Utara
5. Aspek Neurologis Dengan mengisap payudara, koordinasi syaraf menelan,menghisap dan bernafas yang terjadi pada bayi baru lahir dapat lebih sempurna. 6. Aspek Ekonomis Dengan menyusui secara eksklusif, ibu tidak perlu mengeluarkan biaya untuk makanan bayi sampai bayi berusia enam bulan. Dengan demikian akan menghemat pengeluaran rumah tangga untuk membeli susu formula dan peralatannya. 7. Aspek Penundahan Kehamilan Dengan menyusui secara eksklusif, dapat menunda haid dan kehamilan sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah yang secara umum dikenal sebagai metode Amenorea Laktasi (Depkes, 2001).
2.2.4. Waktu yang Tepat Pertama Sekali Memberi ASI Para ibu dianjurkan untuk memberi ASI sesegera mungkin begitu mereka merasa kuat, biasanya 30 menit setelah lahir. Sampai bayi berusia 4-6 bulan bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan bahan makanan dan minuman lain. Jika ibu minum obat selama proses persalinan, mereka harus menunggu sampai obat meninggalkan sistem pencernaan, biasanya berlangsung dalam dua sampai tiga jam. Jika tidak minum obat, beberapa ibu mulai memberi ASI di kamar bersalin dan ini baik sekali (Carl, 2002). 2.3.
Pengganti Air Susu Ibu (PASI) Minuman buatan yang terbuat dari susu hewan terutama susu sapi atau
minuman buatan yang lain, dapat diberikan pada bayi sebagai pelengkap atau sebagai pengganti ASI, dalam keadaan sebagai berikut:
18 Universitas Sumatera Utara
a. ASI ibu tidak keluar sama sekali. b. Ibu meninggal sewaktu melahirkan atau waktu bayi masih memerlukan ASI. c. ASI keluar tetapi jumlahnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi karena itu perlu tambahan. d. ASI keluar tetapi ibu tidak dapat secara terus-menerus menyusui bayi nya karena ibu berada di luar rumah (Moehji, 1992). 2.3.1. Macam-Macam Minuman Buatan Minuman buatan atau disebut juga formula dibuat dengan menggunakan susu sebagai bahan dasar. Susu sapi yang di perdagangkan di toko-toko dan di pasar ada beberapa yaitu : susu sapi segar, tepung susu lengkap, tepung susu skim, susu kental manis, susu sapi yang disesuaikan (Moehji,1998). 2.4.
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan kepada bayi/anak
disamping ASI untuk memenuhi gizinya (Depkes RI,1992). Menurut Dina dan Maria (2002), makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan pada bayi yang telah berusia enam bulan atau lebih karena ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan zat gizi bayi. 2.4.1
Bahan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Bahan yang dipilih untuk membuat makanan sapihan sebaiknya mudah
didapat (banyak tersedia di kebun keluarga atau dipasar terdekat), harganya murah, paling sering dimakan (merupakan bagian dari apa yang di makan oleh anggota keluarga yang lebih besar dan dewasa), dan sebaiknya di ramu dengan resep lokal. Kini,di toko (bahkan di warung), telah banyak tersedia makanan bayi langsung jadi (instan), tetapi sayangnya harga makanan tersebut relatif mahal dan nilai gizinya pun kalah jika dibandingkan (dalam takaran yang sama) dengan makanan yang diramu
19 Universitas Sumatera Utara
dengan resep lokal. Disamping itu ,jika tergolong keluarga tidak mampu, dikhawatirkan keluarga tersebut akan menghemat agar makanan tidak cepat habis, makanan diberi sedemikian sedikitnya, akan di beri air lebih banyak, tidak menuruti takaran yang semestunya. Akibatnya kebutuhan gizi bayi (anak) tidak terpenuhi (Arisman, 2006). 2.4.2 Manfaat dan Tujuan Pemberian MP-ASI Makanan pendamping ASI bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan zat gizi/anak, penyesuaian kemampuan alat cerna dalam menerima makanan tambahan dan merupakan masa peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Selain untuk memenuhi kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi, pemberian makanan tambahan merupakan salah satu proses pendidikan dimana bayi diajar mengunyah dan menelan makanan padat dan membiasakan selera-selera baru (Soehardjo, 1992). Sedangkan tujuan pemberian makanan pendamping ASI adalah sebagai berikut : 1. Melengkapi zat gizi yang kurang terdapat dalam ASI 2. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam makanan dengan berbagai tekstur dan rasa 3. Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan 4. Melakukan adaptasi terhadap makanan yang mengandung kalori energi yang tinggi (Depkes, 1992) 2.5.
Makanan Bayi Cukup Bulan dengan Kombinasi ASI/MP-ASI Bila produksi ASI mencukupi kebutuhan bayi atau bila oleh suatu sebab ibu
tidak dapat menyusukan bayi secara lengkap (misalnya : ibu kerja), maka disamping ASI perlu diberikan juga MP-ASI. MP-ASI dapat diberikan secara berselang-seling sesuai dengan ASI atau sesuai dengan kebutuhan. Pengaturan pemberian MP-ASI pada bayi sama dengan pengaturan pemberian ASI.
20 Universitas Sumatera Utara
2.6.
Pola Pemberian Makanan Pada Bayi dan Balita Pengaturan makanan adalah upaya yang penting dalam memelihara gizi bayi
dan anak balita. Pengaturan makanan tersebut mencakup : a. Penggunaan ASI secara tepat dan benar ASI sangat baik mutunya sebagai makanan bayi, namun belum merupakan jaminan bahwa gizi selalu baik, kecuali apabila ASI tersebut diberikan secara tepat dan benar. Karena itu dalam penggunaan ASI harus diperhatikan hal-hal berikut : 2. Jumlah ASI yang dapat dihasilkan oleh ibu 3. Pemberian ASI secara benar b. Pemberian makanan pendamping ASI dan makanan sapihan yang tepat waktu dan tepat mutu. Baik makanan pendamping maupun makanan sapihan haruslah mendekati mutu ASI, dalam arti dapat memberikan semua unsur gizi essensial yang diperlukan bayi. Pola pemberian makanan pada bayi dan anak menurut Maria dan Dina (2001), yaitu : Tabel 2.4. Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI Frekuensi Pemberian Makanan Pendamping ASI dalam Sehari Usia Bayi dan Balita
Sari Buah
0-6 bulan 6-9 bulan 9-12 bulan 1-5 tahun
1-2 kali 1-2 kali -
Buah Segar 1-2 kali
Makanan Lumat 2 kali 1 kali -
Makanan Lembek 1 kali 2 kali -
Biskuit/ Makanan Telur Dewasa 1 kali 1-2 kali 1-2 kali 3 kali
(Maria, Dina, 2001. Menjaga Kesehatan Bayi dan Balita. Jakarta:Puspa Swara). a. Buah-Buahan Buah-buahan dapat diberikan setelah bayi berusia enam bulan dengan frekuensi 1-2 kali sehari.
21 Universitas Sumatera Utara
b. Makanan Lunak Makanan lunak adalah makanan yang berbentuk halus/setengah cair yang diberikan pada bayi pada usia enam bulan dengan frekuensi dua kali dalam sehari dan untuk 9-12 bulan dengan frekuensi satu kali dalam sehari. c. Makanan Lembek Makanan lembek adalah bubur saring yang diberikan pada bayi usia diatas 6-9 bulan dengan frekuensi satu kali dalam sehari. Dan untuk 9-12 bulan dengan frekuensi dua kali dalam sehari. d. Makanan Padat Makanan padat adalah makanan pendamping berbentuk padat yang tidak dianjurkan terlalu cepat diberikan pada bayi mengingat usus bayi belum dapat menerima dengan baik sehingga dapat mengganggu fungsi usus. Contoh makanan padat adalah biskuit, telur, dan buah-buahan. Sedangkan menurut Depkes (2005), pola pemberian makanan pada bayi dan anak yaitu : 1. Bayi baru lahir a. Segera susui bayi dalam waktu 30 menit. Jika ASI belum keluar, jangan berhenti menyusui, karena isapan bayi akan merangsang pembentukan ASI sekaligus ,merangsang bayi untuk mengecil (kontraksi). Kontraksi rahim akan mengurangi pendarahan. b. ASI yang pertama keluar (kolostrum) segera di berikan pada bayi, jangan di buang, karna banyak mengandung zat gizi dan zat kekebalan tubuh bagi bayi. 2. Usia 1-6 bulan a. Bayi di susui sesering mungkin setiap kali bayi menginginkannya (on demand). Pemberian ASI minimal delapan kali sehari semalam.
22 Universitas Sumatera Utara
b. Tidak memberikan makanan atau minuman apa pun selain ASI, bahkan air putih sekali pun. ASI mengandung zat gizi yang cukup untuk kebutuhan bayi hingga usia enam bulan (ASI eksklusif). c. Bayi disusui dengan payudara kiri dan kanan secara bergantian. 3. Usia 6-12 bulan a. Pemberian ASI di teruskan. ASI diberikan lebih dahulu baru kemudian makan pendamping ASI. b. Makanan pendamping ASI di berikan tiga kali sehari. Makanan pendamping ASI dapat berupa bubur nasi yang dicampur telur, ayam, ikan, tempe, tahu, daging sapi, wortel, bayam, kacang hijau, santan, atau minyak. c. Makanan selingan seperti kacang hijau, pisang, biscuit, naga sari, dan lainlain diberikan dua kali sehari diantara waktu makan. d. Bayi diajari makan sendiri dengan menggunakan piring dan sendok. 4. Usia 1-2 tahun a. Pemberian ASI diteruskan sampai usia 24 bulan. b. Bayi di beri nasi lunak yang ditambah dengan telur, ayam, ikan, tempe, tahu, daging sapi, wortel, bayam, kacang hijau tiga kali sehari. c. Makanan selingan dua kali sehari diantara waktu makan. Anak dibantu untuk makan sendiri. (Depkes-Didjen Bina Kesehatan Masyarakat, 2005). c.
Cara Pemberian Makanan Untuk Anak Usia 0-24 Bulan 1. Berikan makanan 5-6 kali sehari. Pada masa ini lambung anak belum mampu mengakomodasi porsi makan tiga kali sehari. Mereka perlu makan lebih sering, sekitar 5-6 kali sehari (tiga kali makan ”berat“ di tambah cemilan sehat).
23 Universitas Sumatera Utara
2. Berikan porsi kecil. Anak usia 0-24 bulan dikenal sebagai anak yang mempunyai napsu yang naik-turun. Kadang suka makan, kadang hanya makan sedikit, namun tetap tumbuh dengan sehat. Berikanlah makanan dalam porsi kecil, anak anda akan memberikan sinyal jika ia ingin nambah. 3. Jangan berikan susu dan jus sampai berlebihan. Minuman bisa mempengaruhi napsu makan anak usia 0-24 bulan. Agar anak usia 0-24 bulan tumbuh dengan baik, ia membutuhkan 2-3 cangkir susu ( atau 2-3 porsi susu dan produk olahan ) per hari. Apabila anak usia 0-24 bulan anda minum lebih dari 2-3 cangkir sehari, maka anak usia 0-24 bulan anda akan selalu kenyang untuk mengkomsumsi makana yang mengandung nutrisi penting, seperti zat besi dan vitamin. Untuk menghindarinya, berikan susu setelah anak usia 0-24 bulan makan. Demikian halnya dengan jus, batasi pemberian jus menjadi maksimal 120ml per hari, terlalu banyak jus akan membuat anak anda akan kehilengan napsu makan dan atau diare. Biarkan anak mengeksplorasi makanan dan memutuskan makanan yang mereka inginkan. 4. Tumbuhkan keterampilan makan. Saat anak usia 0-24 bulan mulai mengetahui cara makan sendiri, mereka biasanya menjadi terlalu bersemangat ingin makan tanpa bantuan. Walaupun mereka mungkin mengalami kesulitan untuk mengambil makanan yang licin atau menyendokin makanan tertentu, meraka akan cenderung menolak untuk di bantu. Jadi jangan biasakan anak untuk selalu di suapin oleh orang tua atau pengasuhnya, biarkan anak anda mengekplorasi keterampilan makan tanpa bantuan.
24 Universitas Sumatera Utara
5. Berikan makanan kaya zat besi. Kekurangan zat besi atau anemia sering kali ditemukan pada anak anak usia 0-24 bulan. Anemia berdampak negatif pada kesehatan anak juga poada kemampuannya untuk belajar. Untuk pencegahan, berikan anak usia 0-24 bulan anda makanan kaya zat besi seperti daging, unggas, ikan, dan sereal yang di perkaya zat besi. 6. Jadikan waktu makan sebagai saat yang menyenangkan. Membuat waktu makan sebagai saat yang menyenangkan memang susah, terlebih lagi jika orang tua kawatir anaknya tidak cukup makan. Situasi ini dapat di cegah dengan melakukan beberapa hal: a. Jangan paksa anak usia 0-24 bulan untuk makan. b. Pastikan anak usia 0-24 bulan didudukan dengan nyaman saat makan (gunakan kursi) dan makan di ruang makan. c. Kurangi kegiatan sertra sumber suara atau visual yang biasa menggangu perhatiannya (seperti makan sambil bermain, menonton TV, dan lainnya). d. Bantu anak usia 0-24 bulan anda untuk menikmati saat makannya, senyumlah atau berbicaralah saat anak usia 0-24 bulan anda makan, makan bersama dan anda menunjukkan ekspresi bahwa anda sangat menikmati makanan tersebut. 7. Jadikan waktu makan sebagai kesempatan untuk belajar. Belajar kebiasaan makan yang baik. Orang tua dapat membuat waktu makan sebagai proses pembelajaran bagi anak usia 0-24 bulan dan sebagai waktu yang menyenangkan bagi semua anggota keluarga. Makan bersama keluarga memberikan kesempatan bagi anak usia 0-24 bulan untuk belajar makan dengan mengobservasi anggota keluarga lain. Mereka belajar cara menggunakan peralatan makan dan bagaimana cara memakan makanan tertentu
25 Universitas Sumatera Utara
(seperti sate, jagung, dan sebagainya). Mereka melihat ada makanan yang dicocolkan dengan sambal/saus, ada yang diolesi, ada yang dimakan dengan tangan, dan lainnya. Melihat orangtua dan saudara-saudaranya minum dengan gelas membuatnya tertarik untuk mencoba. Anak usia 0-24 bulan juga pandai belajar sejumlah keterampilan sosial yang penting. Mereka mulai mengerti konsep bahwa makan dimakan sambil duduk (bukan berlarian atau digendongan), meminta makan atau susu tambahan sambil berkata “tolong” dan “terima kasih”. Di usia muda, anak lebih suka memakan makanan yang dimakan orangtuanya. Saat usia mereka bertambah, mereka ingin makan apa yang dimakan teman-temannya (yang ada di iklan TV). Oleh karena itu, orangtua bisa memberikan model atau contoh bagi anak dengan memilih makanan yang sehat (Dian, 2006).
2.7 Status Gizi Menurut Sunita Almatsier (2001), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Sedangkan menurut Supariasa (2001) status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. 2.7.1 Metode Penilaian Status Gizi Penilaian status gizi merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia. Penilaian status gizi ada dua yaitu secara langsung dan tidak langsung (Arisman, 2006).
26 Universitas Sumatera Utara
a. Penilaian Status Gizi secara langsung Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian yaitu : 1. Secara biokimia : dengan pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratories yang dilakukan pada berbagai jaringan tubuh. 2. Secara biofisik : dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. 3. Secara klinis : dengan pemeriksaan keadaan jasmani oleh dokter atau orang yang sudah terlatih. 4. Secara antropometri : dengan mengukur berat badan, tinggi badan, atau mengukur bagian tubuh seperti lingkar atas, lingkar kepala, tebal lapisan lemak, dan lain-lain (Supariasa, 2001) b. Penilaian Status Gixi secara tidak langsung Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi tiga penilaian yaitu : 1. Survei konsumsi makanan : metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. 2. Statistik vital : dengan menganalisis data beberapa statistic kesehatan seperti angka kematian berdasarkan usia, angka kesakitan dan kematian akibat tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. 3. Faktor ekologi : bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dengan lingkungan budaya. 2.7.2 Penilaian Status Gizi secara Antropometri Di Indonesia, untuk penilaian status gizi yang sering dilakukan adalah secara antropometri. Antropometri telah lama dikenal sebagai indikator untuk penilaian status gizi perseorangan maupun masyarakat. Pengukuran antropometri dapat
27 Universitas Sumatera Utara
dilakukan oleh siapa saja dengan hanya memerlukan latihan yang sederhana (Depkes, 1999). Selain itu pengukuran antropometri memliki metode yang tepat, akurat karena mempunyai ambang batas dan rujukan yang pasti, pengukuran antropometri juga mempunyai prosedur yang sederhana dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar (Supariasa, 2002). Indeks yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah Berat Badan menurut Usia (BB/U), Tinggi Badan menurut Usia (TB/U), Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB). Pilihan indeks antropometri tergantung tujuan penilaian status gizi. Indeks BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena mudah berubah namun tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi usia juga dipengaruhi oleh tinggi badan. Indeks TB/U menggambarkan status gizi masa lalu karena dalam keadaan normal tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya usia. Pertumbuhan tinggi badan atau panjang badan relatif kurang sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu yang singkat. Pengaruh kurang gizi terhadap pertumbuhan tinggi badan terlihat dalam waktu yang cukup lama. Sedangkan BB/TB menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini, dapat dikategorikan sangat kurus atau wasted, merupakan pengukuran antropetri terbaik (Soekirman, 2000). Batas ambang dan istilah status gizi untuk indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB berdasarkan hasil kesepakatan pakar gizi pada bulan Mei tahun 2000 di Semarang mengenai standar baku nasional di Indonesia, dapat dilihat pada tabel berikut :
28 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5. Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Antropometri Menurut WHOAnthro 2005 Indikator Status Gizi Keterangan Berat Badan menurut Gizi lebih > +2 SD Usia (BB/U) Gizi baik ≥ -2 SD s/d ≤ +2 SD Gizi kurang < -2 SD s/d ≥ -3 SD Gizi buruk < -3 SD Tinggi Badan menurut Sangat Pendek < -3 SD Usia (TB/U) Pendek -3 SD s/d < -2 SD Normal -2 SD s/d ≤ 2 SD Tinggi > 2 SD Berat Badan menurut Gemuk > +2 SD Tinggi Badan (BB/TB) Normal ≥ -2 SD s/d +2 SD Kurus < -2 sampai ≥ s/d ≥ -3 SD Sangat Kurus < -3 SD (Sumber : WHO, 2006)
2.8. Kerangka Konsep
Pola Penyapihan
Status Gizi Anak Usia 0-59 Bulan
- Usia Penyapihan - Alasan Penyapihan - Cara Penyapihan
-
Karakteristik Ibu Usia ibu Pendidikan ibu Pendapatan keluarga Jumlah keluarga Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Pola penyapihan dapat dilihat berdasarkan usia penyapihan, alasan penyapihan, dan cara penyapihannya. Dalam penelitian ini, sampelnya adalah seluruh anak usia 0-59 bulan di Kelurahan Tanjung Marulak, dan mempergunakan ibu sebagai respondennya. Hal ini dikarenakan ibu adalah pemegang peranan terbesar dalam proses penyapihan anak. Oleh sebab itu, karakteristik ibu juga 29 Universitas Sumatera Utara
ditinjau dalam penelitian ini antara lain usia, tingkat pendidikan, pendapatan keluarga, dan jumlah anggota keluarga. Karakteristik ibu akan berpengaruh terhadap pola penyapihan yang dilakukan kepada anak, sehingga akan berpengaruh juga terhadap status gizi anak, yang akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak balita.
30 Universitas Sumatera Utara