BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Analisis Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005;37), yang dimaksud
dengan analisis adalah : “Analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri, serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.” Menurut Winarno (2003;2006) tentang pengertian analisis : “Analisis adalah penguraian pokok atas berbagai bagian dan penalaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh
pengertian
yang
tepat
dan
pemahaman
arti
keseluruhan.” Menurut Harahap (2004;189), analisis adalah : “Analisis adalah memecahkan atau menguraikan sesuatu untuk menjadi berbagai unit terkecil.” Menurut Kamus Akuntansi (2000;48), analisis adalah : “Analisis adalah melakukan evaluasi terhadap kondisi dari pos-pos atau ayat-ayat yang berkaitan dengan akuntansi dan alasan-alasan yang memungkinkan tentang perbedaan yang muncul” Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa analisis adalah kegiatan berpikir untuk menguraikan suatu pokok menjadi bagian-bagian atau komponen sehingga dapat diketahui ciri atau tanda tiap bagian, kemudian hubungan satu sama lain serta fungsi masing-masing bagian dari keseluruhan.
Berdasarkan definisi di atas diketahui bahwa analisis merupakan suatu proses pemecahan masalah dengan meneliti pokok permasalahan yang kemudian ditelaah ke dalam bagian-bagian untuk mengetahui sumber permasalahan yang sebenarnya terjadi. Sehingga diharapkan dengan melakukan analisis struktur harga pokok produk dan proses produksi komoditi teh, dapat ditelusuri sumber atau akar permasalahan yang sebenarnya terjadi mengenai harga pokok produk yang terlampau tinggi.
2.2
Anggaran Dalam pengelolaan organisasi, manajemen menetapkan tujuan (goals) dan
sasaran (objectives) dan kemudian membuat rencana kegiatan untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut. Secara umum manajemen dapat diartikan sebagai suatu porses yang terdiri dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating), dan pengendalian (controlling) dalam upaya mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Dari keempat fungsi manajemen tersebut, maka planning merupakan fungsi yang memegang peranan yang sangat penting karena merupakan dasar bagi pelaksanaan fungsi-fungsi yang lain. Aktivitas planning menghasilkan rencana (plan) yang terdiri dari elemenelemen tujuan (goal), strategi (strategy), program (program), prosedur (procedure) dan anggaran (budget). Dengan demikian dapat disimpulkan anggaran merupakan salah satu elemen penting dalam kegiatan manajemen, khususnya dalam perencanaan.
2.2.1
Pengertian Anggaran Anggaran merupakan suatu alat penting untuk perencanaan dan
pengendalian jangka pendek yang efektif dalam organisasi. Suatu anggaran biasanya meliputi waktu satu tahun dan menyatakan pendapat dan beban yang direncanakan untuk satu tahun itu. Menurut Munandar (2000; 1) pengertian anggaran adalah: “Suatu rencana yang disusun secara sistematis, yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan, yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter
dan berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu yang akan datang”. Menurut Fees dan Warren (1999; 942) pengertian anggaran adalah: “Budget is written statement of managements plan for the future expressed in financial terms”. Sedangkan menurut Ellen C dan kawan-kawan (2001; 1) pengertian anggaran adalah: “Anggaran merupakan suatu rencana yang disusun secara sistematis dalam bentuk angka dan dinyatakan dalam unit moneter yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan dalam jangka waktu (periode) tertentu di masa yang akan datang”. Menurut Edy Sukarno (2000; 144) pengertian anggaran adalah: “Anggaran merupakan rencana yang terorganisasi dan menyeluruh dinyatakan dalam unit moneter untuk operasi dan sumber daya suatu perusahaan selama periode tertentu di masa yang akan datang”. Menurut Adisputro dan Marwan Asri (2003; 6) pengertian anggaran : “ Business budget adalah suatu pendekatan yang formal dan sistematis daripada pelaksanaan tanggung jawab manajemen di dalam perencanaan, koordinasi, dan pengawasan”. Menurut Mardiasmo (2002;62) anggaran sektor publik : “ Anggaran publik berisi rencana kegiatan yang dipresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Dalam bentuk yang paling sederhana, anggaran publik merupakan suatu dokumen yang menggabarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja, dan aktivitas. Anggaran berisi estimasi mengenai apa yang akan dilakukan organisasi di masa yang akan datang. Setiap anggaran memberikan informasi mengenai apa yang hendak dilakukan dalam beberapa periode yang akan datang.”
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anggaran mempunyai empat unsur, yaitu: 1. Rencana, yaitu suatu penentuan terlebih dahulu tentang aktivitas atau kegiatan yang akan dilakukan di waktu yang akan datang. 2. Meliputi seluruh kegiatan perusahaan, yaitu mencakup semua kegiatan yang akan dilakukan oleh semua bagian-bagian yang ada dalam perusahaan. 3. Dinyatakan dalam unit moneter, yaitu unit (kesatuan) yang dapat diterapkan pada berbagai kegiatan perusahaan yang beraneka-ragam. 4. Jangka waktu tertentu yang menunjukan bahwa budget berlakunya untuk masa yang akan datang.
2.2.2 Tujuan Penyusunan Anggaran Anggaran perusahaan dapat dianggap sebagai suatu sistem tunggal yang memiliki ciri khas tersendiri, oleh karena anggaran perusahaan tersebut mempunyai tujuan serta cara kerja tersendiri yang merupakan suatu kebulatan dan yang berbeada dengan tujuan serta cara kerja sistem lain yang terdapat dalam perusahaan. Menurut Ellen C et al (2001; 4) tujuan penyusunan anggaran adalah: “1. 2. 3. 4. 5.
Untuk menyatakan harapan/ sasaran Untuk mengkomunikasikan Untuk menyediakan rencana terinci Untuk mengkoordinasikan Untuk menyediakan alat pengukur”
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan anggaran merupakan salah satu alat perencanaan yang digunakan oleh pihak manajemen untuk mengendalikan kegiatan operasional dan investasi dan juga dijadikan sebagai alat ukur
2.2.3
Pengelompokan Anggaran Dalam suatu anggaran, penyusunannya dikelompokan dalam beberapa
kelompok. Berikut adalah pengelompokan anggaran. Menurut M Nafarin (2000; 17) anggaran dapat dikelompokan dari beberapa sudut pandang berikut ini:
“1. 2. 3. 4. 5. 6.
Menurut dasar penyusunan Menurut cara penyusunan Menurut jangka waktunya Menurut bidangnya Menurut kemampuan menyusun Menurut fungsinya”
Jadi dapat disimpulkan dalam menyusun anggaran, perusahaan dapat mengacu pada dasar penyusunan, cara penyusunan, jangka waktunya, menurut bidang, kemampuan menyusun, dan fungsinya.
2.2.4
Karakteristik Anggaran Dalam penyusunan suatu anggaran, terlebih dahulu kita harus mengetahui
karateristik anggaran tersebut. Dengan demikian kita mengetahui mengenai anggaran yang kita buat. Menurut Indra Bastian (2001; 81) anggaran mempunyai karakteristik sebagai berikut: “1. Anggaran dinyatakan dalm satuan keuangan dan satuan selain keuangan. 2. Anggaran umumnya mencakup jangka waktu satu tahun. 3. Anggaran berisi komitmen atau kesanggupan manajemen yang berarti bahwa para manajer setuju untuk menerima tanggung jawab untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam anggaran. 4. Usulan anggaran ditelaah dan disetujui oleh pihak yang berwenang lebih tinggi dari penyusunan anggaran. 5. Sekali disetujui, anggaran hanya dapat diubah dibawah kondisi tertentu. 6. Secara berkala, kinerja keuangan sesungguhnya dibandingkan dengan anggaran dan selisihnya dianalisis dan dijelaskan” Menurut Mulyadi (2001; 511) selain karakteristik-karakteristik secara umum di atas terdapat juga karakteristik-karakteristik anggaran yang baik, yaitu: “1. 2.
3.
Anggaran disusun berdasarkan program. Anggaran disusun berdasarkan karakteristik pusat pertanggungjawaban yang dibentuk dalam organisasi perusahaan. Anggaran berfungsi sebagai alat perencanaan dan pengendalian”
Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik anggaran mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1.
Anggaran dinyatakan dalam satuan keuangan, walaupun satuan keuangan tersebut dibantu dengan data non keuangan (misal jumlah unit yang dijual atau diproduksi).
2.
Anggaran umumnya meliputi periode satu tahun.
3.
Anggaran merupakan komitmen manajemen yang berarti bahwa manajer mau menerima tanggung jawab untuk mencapai target yang dianggarkan.
4.
Usulan anggaran ditelaah dan disetujui oleh pejabat yang lebih tinggi dari penyusunan anggaran.
5.
Anggaran yang talah disetujui diubah jika terjadi kondisi khusus.
6.
Secara periodik kinerja keuangan sesungguhnya dibandingkan dengan anggaran kemudian selisihnya dianalisis dan dijelaskan.
2.2.5
Syarat-syarat Anggaran Dalam suatu anggaran kita harus memperhatikan beberapa hal dalam
penyusunannya. Kita harus memperhatikan syarat-syarat yang terkandung di dalamnya. Menurut Supriyono (2001; 48) anggaran akan berhasil jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: “1. 2. 3. 4.
Adanya organisasi yang sehat Adanya sistem akuntansi yang memadai Adanya penelitian dan analisa Adanya dukungan para pelaksana”
Anggaran yang baik menurut Welsch et al, yang dialihbahasakan oleh Puwatiningsih (2000;28) “1.
2.
Harus ada komitmen dari manajemen puncak terhadap konsep yang luas dari perencanaan dan pengendalian serta perlunya pengertian yang baik dari pelaksanaan perencanaan dan pengendalian. Karakteristik atau ciri khas perusahaan dan lingkungan perusahaan tempat beroperasi termasuk variabel yang dapat
3.
4.
5. 6.
dikendalikan dan tidak dapat dikendalikan harus diidentifikasi dan dievaluasi sehingga keputusan yang relevan, dan berkaitan dengan karakteristik program perencanaan dan pengendalian yang efektif, praktis, dan dapat dibuat. Harus ada evaluasi terhadap struktur organisasi dan pembagian tanggung jawab manajemen serta penerapan perubahan, perlu bagi manajemen untuk terlaksananya perencanaan dan pengendalian yang efektif. Harus ada evaluasi dan reorganisasi sistem akuntansi untuk manajemen bahwa sistem tersebut harus sesuai dengan tanggung jawab di perusahaan sehingga sistem ini menjadi data yang berguna untuk perencanaan dan pengendalian. Kebijakan tentang dimensi waktu atau periode yang digunakan dalam perencanaan dan pengendalian. Program pelatihan anggaran harus dikembangkan untuk memberikan informasi kepada manajemen di semua tingkatan”.
Demikian dapat disimpulkan bahwa dalam penyusunan anggaran perlu diperhatikan syarat sebagai berikut: i.
Dalam penyusunan anggaran harus mempunyai organisasi yang sehat, yang meliputi pembagian tanggung jawab dan wewenang yang jelas.
ii.
Harus ada evaluasi dan reorganisasi sistem akuntansi, di mana sistem tersebut sesuai dengan tanggung jawab di perusahaan.
iii.
Anggaran harus mendapatkan dukungan dari para pelaksana sehingga dapat berguna dalam perencanaan dan pengendalian manajemen.
2.2.6 Fungsi Anggaran Anggaran mencerminkan suatu komitmen oleh penyusunnya dengan atasannya. Oleh karena itu, anggaran menjadi tolak ukur (bechmark) terhadap kinerja aktual yang dapat dinilai. Anggaran memiliki beberapa fungsi yang terkandung di dalamnya sebagai berikut Fungsi anggaran menurut Ellen C dan kawan-kawan (2001; 2) adalah: “1. Adanya perencanaan terpadu 2. Sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan perusahaan 3. Sebagai alat pengkoordinasian kinerja 4. Sebagai alat pengawasan kerja 5. Sebagai alat evaluasi kegiatan perusahaan”
Sedangkan menurut Mulyadi (2001; 502) fungsi anggaran adalah sebagai berikut: “1. Anggaran merupakan hasil akhir proses penyusunan rencana kerja. 2. Anggaran merupakan cetak biru aktivitas yang akan dilaksanakan perusahaan di masa yang akan datang. 3. Anggaran berfungsi sebagai alat komunikasi intern yang menghubungkan berbagai unit organisasi dalam perusahaan dan yang menghubungkan manajer bawah dan manajer atas. 4. Anggaran berfungsi sebagai tolak ukur yang dipakai sebagai pembanding hasil operasi sesungguhnya. 5. Anggaran berfungsi sebagai alat untuk mempengaruhi dan memotivasi manajer dan karyawan agar senantiasa bertindak secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan organisasi” Menurut Mardiasmo (2002;63) Anggaran Sektor Publik mempunyai beberapa fungsi utama : “1. 2. 3. 4. 5.
Anggaran sebagai alat perencanaan (Planning Tool) Anggaran sebagai alat pengendalian (Control Tool) Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal (Fiscal Tool) Anggaran sebagai alat politik (Political Tool) Anggaran sebagai alat koordinasi dan komunikasi (Coordination and Communication Tool) 6. Anggaran sebagai alat penilaian kinerja (Performance Measurement Tool) 7. Anggaran sebagai alat motivasi (Motivation Tool) 8. Anggaran sebagai alat untuk menciptakan ruang publik (Public Sphere)”
Dapat disimpulkan bahwa perusahaan akan memperoleh manfaat dari penyusunan anggaran, apabila dilakukan secara cermat dan baik maka: 1.
Anggaran berfungsi sebagai perencanaan terpadu dan merupakan hasil akhir proses penyusunan rencana kerja.
2.
Anggaran berfungsi sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan perusahaan di masa yang akan datang.
3.
Anggaran berfungsi sebagai alat pengkoordinasian kinerja atau sebagai alat komunikasi intern, yang memungkinkan para manajer memiliki hubungan antar bagian atau secara keseluruhan.
4.
Anggaran berfungsi sebagai alat pengendalian dan evaluasi kegiatan perusahaan, di mana anggaran dijadikan sebagai tolak ukur yang dipakai sebagai pembanding hasil operasi sesungguhnya.
5.
Anggaran berfungsi sebagai alat untuk memotivasi manajer dan bawahannya agar dapat bekerja secara efektif dan efisien sehingga sasaran atau tujuan perusahaan dapat tercapai.
2.2.7
Faktof-faktor yang Mempengaruhi Penyusunan Anggaran Anggaran dapat berfungsi bilamana taksiran-taksiran yang termuat
didalamnya cukup akurat, sehingga tidak jauh berbeda dengan realisasinya nanti. Untuk bisa melakukan penaksiran secara lebih akurat, diperlukan berbagai data, informasi, dan pengalaman, yang merupakan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan anggaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penyusunan anggaran menurut Munandar (2000; 10) adalah: “1. 2.
Faktor-faktor intern Faktor-faktor ekstern”
Jadi dapat disimpulkan bahwa menyusun anggaran perlu diperhatikan faktor-faktor intern dan faktor-faktor ekstern yang mempengaruhi perubahan.
2.2.8
Prinsip-prinsip Anggaran Anggaran memiliki prinsip-prinsip dalam penyusunannya, jika ingin
menyusun suatu anggaran harus memperhatikan beberapa hal sebagai berikut. Menurut Mardiasmo (2002;67) prinsip-prinsip anggaran sektor publik : “1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Otorisasi Legislatif Komprehensif Keutuhan anggaran Nondiscretionary Appropriation Periodik Akurat Jelas Diketahui publik”
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa suatu anggaran yang baik harus meliputi otorisasi, komprehensif, keutuhan anggaran, nondiscretionary appropriation, periodik, akurat, jelas dan diketahui publik
2.2.9 Prosedur Penyusunan Anggaran Proses penyusunan anggaran merupakan proses penyusunan rencana kerja jangka pendek, yang dalam perusahaan berorientasi laba, pemilihan rencana kerja didasarkan atas dampak rencana kerja tersebut terhadap laba. Oleh karena itu seringkali proses penyusunan anggaran disebut pula proses penyusunan laba jangka pendek. Pada dasarnya yang berwenang dan bertanggung jawab dalam penyusunan anggaran serta pelaksanaannya ada di tangan pimpinan tertinggi perusahaan. Hal ini disebabkan karena pimpinan perusahaan yang paling bertanggung jawab terhadap kegiatan-kegiatan perusahaan secara keseluruhan. Namun tugas menyiapkan dan menyusun anggaran dapat didelegasikan kepada bagian lain yang ada di perusahaan. Untuk menyusun anggaran perusahaan dapat menggunakan berbagai metode yang lazim digunakan. Pilihan metode ini sangat tergantung pada kondisi dan keinginan manajemen perusahaan yang bersangkutan. Ditinjau dari siapa yang membuatnya, maka penyusunan anggaran menurut Sofyan Syafri Harahap (2001; 83) dapat dilakukan dengan cara: “1.
2.
3.
Otoriter atau top down, budget disusun dan ditetapkan sendiri oleh pimpinan dan budget inilah yang harus dilaksanakan bawahan tanpa keterlibatan bawahan dalam penyusunannya. Demokrasi atau bottom up, budget disusun berdasarkan hasil keputusan karyawan. Budget disusun mulai dari bawahan sampai ke atasan. Bawahan diserahkan sepenuhnya menyusun budget yang akan dicapainya di masa yang akan datang. Campuran atau top down dan bottom up, perusahaan menyusun budget dengan memulainya dari atas dan kemudian untuk selanjutnya dilengkapi dan dilanjutkan oleh karyawan bawahan”.
Adapun prosedur penyusunan anggaran menurut Supriyono (2001; 348) adalah sebagai berikut: “1. 2. 3. 4. 5.
Menganalisa infomasi masa lalu dan lingkungan eksternal yang akan mempengaruhi masa depan. Menentukan perencanaan strategi Mengkomunikasikan tujuan organisasi dan rencana jangka panjang ke manajer di bawahnya serta komite anggaran Memilih taktik, mengkoordinasikan kegiatan, dan mengawasi kegiatan. Menyusun anggaran tiap divisi dan selanjutnya akan diserahkan kepada komite anggaran”
Berdasarkan hal di atas, maka dapat disimpulkan bahwa langkah pertama dalam proses penyusunan anggaran adalah menilai dan mengidentifikasi faktor yang berkaitan dengan perusahaan di masa yang akan datang baik langsung maupun tidak langsung. Faktor-faktor ini bisa dinilai apakah termasuk faktor eksternal atau faktor internal. Langkah kedua adalah menentukan tujuan umum perusahaan yang meliputi misi dan tujuan perusahaan didirikan. Langkah ketiga adalah mengkomunikasikan tujuan organisasi dan rencana jangka panjang ke manajer di bawahnya serta komite anggaran, dalam hal ini artinya diperlukan koordinasi antar bagian dalam perusahaan. Langkah keempat adalah memilih taktik yang sesuai, mengkoordinasikan kegiatan, dan mengawasi kegiatan, di mana pemilihan taktik ini biasanya disusun dengan rencana proyek tertentu, yang biasanya sudah dilengkapi dengan studi kelayakan. Langkah kelima adalah menyusun anggaran tiap divisi, di mana di sini sudah dimulai menerapkan budget, budget ini dijadikan pedoman dalam kegiatan-kegiatan perusahaan baik sebagai unsur perencanaan, koordinasi, maupun alat pengendalian.
2.2.10 Laporan Realisasi Anggaran Anggaran merupakan suatu perencanaan dan juga sebagai alat pengukur kinerja. Oleh karena itu untuk mengetahui besarnya persentase atas keberhasilan suatu angggaran adalah mengacu pada laporan kegiatan realisasi anggaran. Berikut ini adalah pengertian laporan realisasi anggaran
Menurut Munandar (2000; 329) pengertian laporan budget adalah: “Laporan
yang
sistematis
dan
terperinci
tentang
realisasi
pelaksanaan budget, beserta analisis dan evaluasinya, dari waktu ke waktu selama periode yang akan datang”. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa laporan budget menunjukan seberapa jauh apa yang digariskan dalam budget telah dapat direalisasikan dalam pelaksanaannya. Dengan perkataan lain laporan budget menunjukkan analisa perbandingan angka-angka yang tercantum dalam budget dengan angka-angka realisasi pelaksanaan yang tercantum dalam catatan akuntansi. Analisa perbandingan ini juga menunjukkan apakah telah terjadi penyimpangan-penyimpangan
antara
budget
dengan
pelaksanaannya
(realisasinya), apakah penyimpangan-penyimpangan yang terjadi itu bersifat positif (menguntungkan) atau bersifat nagatif (merugikan), dan sekaligus menunjukkan pula faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya penyimpangan itu. Dengan
diketahuinya
penyimpangan-penyimpangan
beserta
sebab-
sebabnya tersebut, dapat dinilai (evaluasi) apakah kegiatan pelaksanaan budget dapat dikatakan “berhasil“ ataukah “tidak berhasil”, apakah “efisien” ataukah “tidak efisien”. Dari hasil analisa dan evaluasi tersebut, pimpinan perusahaan membuat kebijaksanaan sebagai tindak lanjutnya diarahkan supaya yang negatif itu tidak terulang kembali pada periode-periode berikutnya. Oleh karena analisa dan evaluasi itu begitu penting bagi penyusunan kebijaksanaan tindak lanjut untuk menghadapi periode-periode berikutnya, maka laporan budget perlu disusun secara teratur dan berkala dengan selang waktu yang tidak terlalu lama. Hal ini dimaksudkan agar bilamana telah terjadi penyimpangan-penyimpangan, segera dapat diketahui, dianalisa, dan dievaluasi, sehingga tidak terlanjur berlarut-larut dalam waktu yang lama. Dengan demikian laporan budget tidak disusun sekaligus pada akhir tahun, menunggu sesudah seluruh budget selesai direalisasikan, tetapi hendaknya laporan budget disusun beberapa kali dalam setahun.
Laporan budget berisi tentang analisa dan evaluasi pelaksanaan budget itu, berguna bagi manajemen untuk menyusun kebijaksanaan tindak lanjut agar pada periode-periode berikutnya perusahaan dapat berjalan lebih baik. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penyusunan laporan budget adalah semua budget yang telah disusun oleh perusahaan, khususnya budget tentang kegiatan perusahaan selama periode tertentu, dan semua catatan akuntansi tentang realisasi pelaksanaan budget yang bersangkutan.
2.2.11 RKA KL Dan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Undang-Undang No. 17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara efektif mulai berlaku tahun 2005, hal ini membawa banyak hal baru dan mencipta kemelut dalam pembahasan DIPA 2005. Undang-undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara memuat perubahan yang mendasar baik dalam pendekatan penyusunan anggaran maupun pelaksanaan anggaran negara. Penyusunan anggaran dengan perspektif jangka menengah, penganggaran secara terpadu, dan penganggaran berdasar kinerja adalah aspek penganggaran yang baru. Dengan perspektif jangka menengah akan meningkatkan keterkaitan proses perencanaan dan penganggaran, meningkatkan disiplin fiskal, dan alokasi sumberdaya yang rasional. Penganggaran secara terpadu berarti memuat semua kegiatan instansi pemeritah dalam APBN sekaligus mengintegrasikan anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan yang selama ini menimbulkan dikotomi yang tidak perlu. Akhirnya penganggaran berbasis kinerja dimaksudkan untuk memperjelas tujuan dan indikator kinerja sehingga mendukung efisiensi dan efektivitas dalam pemanfaatan sumberdaya yang ada.
2.2.11.1 Pengertian RKA KL Setiap departemen harus menyusun anggaran untuk rencana kegiatan yang akan dilakukan di masa yang akan datang. Rencana kegiatan tersebut berupa RKA KL, berikut adalah pengertian RKA KL
Menurut Abdul Aziz (2005;146), Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA KL) adalah : “Dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan suatu kementerian negara/lembaga yang merupakan penjabaran dari RKP dan rencana strategis Kementerian/Lembaga yang bersangkutan dalam satu tahun anggaran serta pagu anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya.”
Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa RKA KL merupakan suatu rencana kerja yang disusun oleh setiap departemen mengenai kegiatan di masa yang akan datang (dalam jangka waktu 1 tahun) yang sifatnya komprehensif
2.2.11.2 Pengertian Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Setiap departemen wajib mengajukan anggaran Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian/ Lembaga (RKA KL) ke departemen keuangan untuk meminta persetujuan atau otorisasi. Berikut adalah pengertian Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan dengan DIPA menurut Abdul Aziz (2005;146) adalah : “Suatu dokumen pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga atau Satuan Kerja yang disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atau Kepala Kanwil DJPb atas nama Menteri Keuangan dan berfungsi sebagai dokumen pelaksanaan pembiayaan kegiatan. “ 2.2.11.3 Mekanisme Proses Penyusunan RKA KL dan DIPA Penyusunan suatu RKA KL dan DIPA memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Dalam penyusunan DIPA terlebih dahulu departemen mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian/ Lembaga. Untuk menjadikan RKA KL menjadi DIPA diperlukan beberapa mekanisme dalam penyusunannya Menurut Abdul Aziz (2005,148) dibawah ini dipaparkan secara singkat tentang langkah-langkah dalam proses penyusunan RKA KL dan DIPA, adalah sebagai berikut:
“1.
2.
3.
4. 5.
6. 7.
8.
9.
10.
11.
12.
Kementerian/Lembaga menyusun Renja (Rencana Kerja) dan Anggaran KL (yang berisi kebijakan, program dan kegiatan) untuk tahun anggaran yang sedang disusun dan prakiraan maju tahun berikutnya dengan mengacu pada prioritas pembangunan dan rencana indikatif yang telah ditetapkan oleh Surat Edaran Bersama Menteri Perencanaan (Kepala Bappenas) dan Menteri Keuangan; Kementerian Perencanaan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dalam menelaah Renja KL dan apabila ada perubahan program Keamenterian/Lembaga yang diusulkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga; Setelah menerima Surat Edaran Mentari Keuangan tentang rencana sementara bagi masing-masing program pada pertengahan bulan Juni maka Menteri/Pimpinan Lembaga menyesuaikan Renja KL menjadi RKA KL yang dirinci menurut unit organisasi dan kegiatan; Kementerian/Lembaga membahas RKA KL bersama dengan komisi terkait di DPR; Hasil Pembahasan RKA KL disampaikan kepada Kementerian Keuangan (DJAPK) dan Kementerian Perencanaan selambatlambatnya pada pertengahan bulan Juli; Kementerian Perencanaan menelaah kesesuaian antara RKA KL (hasil pembahasan bersama DPR) dengan RKP; Kementerian Keuangan (DJAPK) menelaah kesesuaian antara RKA KL (hasil pembahasan bersama DPR) dengan SE Menteri Keuangan tentang rencana sementara, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya dan standar biaya yang telah ditetapkan (sebagaimana dimaksud pada nomor 3); Menteri Keuangan menghimpun RKA KL yang telah ditelaah dibahas (nomor 7) untuk selanjutnya bersama-sama dengan Nota Keuangan dan RAPBN dibahas dalam sidang kabinet; Himpunan RKA KL, Nota Keuangan dan RAPBN (nomor 8) disampaikan Pemerintah kepada DPR selambat-lambatnya pertengahan bulan Agustus untuk dibahas bersama dan ditetapkan menjadi UU APBN selambat-lambatnya akhir bulan Oktober; RKA KL yang telah disepakati DPR ditetapkan dalam Kepres tentang Rincian APBN selambat-lambatnya akhir bulan November; Kepres tentang Rincian APBN (Nomor 10 ) menjadi dasar bagi masing-masing Kementerian/Lembaga untuk menyusun konsep dokumen pelaksanaan anggaran (Konsep DIPA); Konsep dokumen pelaksanaan anggaran (Konsep DIPA) disampaikan kepada Menteri Keuangan (Dirjen Perbendaharaan) selaku Bendahawaran Umum Negara selambat-lambatnya minggu kedua bulan Desember
13. Dokumen pelaksanaan anggaran (DIPA) disahkan oleh Menteri Keuangan (Dirjen Perbendaharaan) selambat-lambatnya tanggal 31 Desember” Dalam pengertian mekanisme di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa menyusun suatu DIPA terlebih dahulu pihak departemen mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian/ Lembaga yang kemudian meminta persetujuan/ otorisasi dari Departemen Keuangan
2.2.11.4 Pendekatan Penyusunan RKA KL dan DIPA Dalam penyusunan RKA KL dan DIPA departemen harus memperhatikan hal-hal penting dalam pendekatannya. Menurut Abdul Aziz (2005;147), dalam menyusun DIPA ada tiga pendekatan yang harus dilakukan oleh setiap Kementerian/Lembaga, tiga pendekatan tersebut adalah: “1.
2.
3.
2.3
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM), tujuan dari pendekatan ini adalah agar disiplin fiskal bisa berjalan secara berkelanjutan karena ketika Kementerian/Lembaga mengajukan usulan anggaran untuk membiayai program dan kegaitan dalam tahun anggaran yang direncanakan dan menyampaikan prakiraan maju untuk tahun berikutnya Penganggaran terpadu yaitu dengan mengintegrasikan seluruh proses perencanan dan penganggaran di lingkungan Kementerian Lembaga untuk menghasilkan dokumen RKA KL dengan klasifikasi anggaran belanja menurut organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja; Penganggaran berbasis kinerja dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk di sini adalah efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut oleh karena itu diperlukan indikator kinerja, evaluasi serta standar biaya umum dan khusus yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan (setelah berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait). Setiap tahun Kementerian/Lembaga melakukan evaluasi kinerja kegiatan satker (satuan kerja) dan minimal 5 tahun sekali melakukan evaluasi kinerja program.
Pemerintah Pusat Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan Pemerintahan menurut
Undang-Undang Dasar. Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang wakil Presiden. Dalam menjalankan kekuasaan, Presiden dibantu oleh
Menteri-menteri Negara. Di samping membantu Presiden dalam melakukan tugasnya, Wakil Presiden : 1. Memperhatikan secara khusus, menampung masalah-masalah dan mengusahakan pemecahan masalah-masalah yang perlu, yang menyangkut bidang tugas Kesejahteraan Rakyat; 2. Melakukan pengwasan Operasional Pembangunan dengan bantuan Departemen-departemen, dalam hal ini Inspektur-inspektur Jenderal dari Departemen yang bersangkutan.
2.3.1
Pengertian Pemerintah Pusat Selama jaman orde baru sistem pemerintahan terpusat. Setelah adanya
reformasi maka terjadi banyak perubahan dalam kewenangan pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah. Menurut Muhammad Gade (1998;89), dalam kaitannya dengan APBN pemerintah pusat : “Merupakan suatu kesatuan akuntansi dan kesatuan ekonomi yang meliputi seluruh Lembaga-lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, Departemen-departemen, dan Lembaga-lembaga Non Departemen, termasuk unit-unit organisasi dan proyek-proyek yang berada di dalamnya. Dalam kesatuan tersebut tidak termasuk Pemerintahpemerintah Daerah, Perusahaan-perusahaan Negara yang berstatus Badan Hukum yang terpisah dengan Pemerintah Pusat, dan badanbadan lainnya yang keuangannya tidak tercakup dalam APBN.” Dengan demikian pengertian pengertian Pemerintah Pusat dalam Akuntansi Pemerintahan ini dibedakan dengan pengertian Pemerintah pusat dalam struktur kenegaraan Indonesia di mana Pemerintah Pusat merupakan salah satu Lembaga-lembaga Tinggi Negara
2.3.2
Tugas Pokok Departemen Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Menterilah
yang terutama menjalankan kekuasaan Pemerintah (pouvonir executif) dalam praktek Presiden dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan juga dibantu oleh Pimpinan Lembaga-lembaga Pemerintah Non Departemen.
Departemen merupakan lembaga pemerintahan yang berkedudukan sebagai bagian dari Pemerintahan Negara yang dipimpin oleh seorang Menteri yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Tugas pokok Departemen menurut C.S.T. Kansil (1985;309) adalah menyelenggarakan : “1. Fungsi kegiatan perumusan kebijaksanaan pelaksanaan dan kebijaksanaan teknis, pemberian bimbingan dan pembinaan serta pemberian perizinan, sesuai dengan kebijaksanaan umum yang ditetapkan oleh Presiden dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Fungsi pengelolaan atas milik negara yang menjadi tanggung jawab. 3. Fungsi pelaksanaan sesuai dengan tugas pokoknya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4. Fungsi pengawasan atas pelaksanaan tugas pokoknya sesuai dengan kebijaksanaan umum yang ditetapkan oleh Presiden dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Pada hakikatnya tugas umum pemerintahan dan pembangunan dibagi menjadi tugas-tugas pokok Departemen Pemerintahan dan sebagian Lembaga Pemerintahan Non-Departemen. Dalam rumusan tugas pokok Departemendepartemen dianut prinsip fungsionalisasi. Sebagai akibat dari prinsip pembagian habis tugas umum pemerintahan dan pembangunan ke dalam Departemendepartemen dan Lembaga-lembaga Pemerintah Non-Departemen maka baik dalam pembagian tugas maupun dalam penentuan jumlah Departemendepartemen dan Lembaga-lembaga Pemerintah Non Departemen dianut “Sistem Accordeon”
2.4
Pengertian Efektivitas Efektivitas merupakan salah satu kunci keberhasilan sebuah organisasi
dalam mencapai tujuannya. Setiap kegiatan dalam organisasi yang dilakukan secara efektif akan membawa hasil yang baik dan memuaskan. Mengingat akan pentingnya efektivitas tersebut maka setiap organisasi senantiasa dituntut agar dapat mengukur tingkat efektivitas dari setiap kegiatan yang dilaksanakan, hal ini dilakukan agar setiap kegiatan yang dilaksanakan dalam organisasi tersebut dapat
membawa hasil yang baik serta sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut Robert N Anthony, dan Govindarajan (2001; 111) pengertian efektivitas adalah: “Effectiveness is the relationship between a responsibility centers and its objectives”. Sedangkan menurut Mardiasmo (2002; 134) pengertian efektivitas adalah sebagai berikut: “Ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan, maka organisasi tersebut dikatakan efektif. Hal terpenting yang perlu dicatat adalah bahwa efektifitas tidak menyatakan tentang berapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut. Biaya boleh jadi melebihi apa yang telah dianggarkan, boleh jadi dua kali lebih besar, atau bahkan tiga kali lebih besar daripada yang telah dianggarkan. Efektivitas hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Pengertian efektivitas menurut Arens et al (2005 ; 775) adalah sebagai berikut: “Efectiveness is the degree to wich the organization’s objective are accomplished”. Dari pengertian tersebut jelas bahwa efektivitas menunjukkan derajat keberhasilan suatu organisasi dalam usahanya untuk mencapai apa yang menjadi tujuan organisasi tersebut. Pengertian efektivitas pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan (hasil guna). Efektivitas merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai sasaran akhir kebijakan (spending wisely). Indikator efektivitas menggambarkan jangkauan akibat dan dampak dari keluaran program untuk mencapai tujuan program. Semakin besar kontribusi output yang dihasilkan terhadap pencapaian tujuan atau sasaran yang ditentukan, maka semakin efektif proses kerja suatu unit organisasi.
Tentu saja pengertian efektivitas tidak semata-mata menitikberatkan pada segi output melainkan juga memperhatikan pada aspek-aspek lainnya, misalnya yaitu: 1.
Dengan mempertimbangkan cara-cara alternatif yang berupa rancanganrancangan program alternatif untuk mencapai tujuan.
2.
Dengan mempertimbangkan tujuan-tujuan alternatif yang merupakan kemungkinan-kemungkinan target/sasaran yang lain. Perluasan titik pandang terhadap pengertian efektivitas tersebut di atas berakibat pada luas lingkup perhatian pemeriksaan hasil program yang mana sampai ke masalah penelitian terhadap kebijaksanaan manajemen tingkat atas atau strategi manajemen tingkat atas dalam mencapai tujuan program.
2.5
Backlog Kondisi perkeretaapian pada masa sekarang cukup memprihatinkan,
dilihat dari sarana dan prasarana yang mencapai usia belasan tahun bahkan puluhan tahun. Kondisi ini sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan jaman, maka timbunya suatu kesenjangan (gap) antara kondisi yang diinginkan dengan yang sebenarnya.
2.5.1
Pengertian Backlog Masih banyaknya kondisi prasarana (rel, jembatan KA dan sistem
persinyalan dan telekomunikasi KA) yang telah melampaui batas umur teknis, serta banyak terjadi backlog pemeliharaan prasarana. Semakin menurunnya kualitas sarana angkutan perkeretaapian karena sebagian besar telah melampaui umur teknis serta kondisi perawatannya tidak terpenuhi, sehingga banyak sarana yang tidak siap operasi. Kondisi perawatan sarana sangat terbatas, disebabkan oleh keterbatasan pendanaan, sistem perawatan yang kurang efisien, dukungan struktur organisasi/ kelembagaan sebagai unit perawatan kurang independen dan profesional, serta peralatan dan teknologi serta SDM yang masih terbatas, sistem pengoperasian dan pemeliharaan yang kurang terpadu, penggunaan berbagai
teknologi yang kurang didukung sistem pendidikan, pelatihan dan industri perkeretaapian maupun supply materialnya. Menurut
Memorandum
Departemen
Perhubungan
(2005;IV-1)
Backlog adalah : ”Kesenjangan yang terjadi akibat tidak terpenuhinya kebutuhan perawatan prasarana dan sarana sesuai dengan standar atau ketentuan yang berlaku. Sehingga backlog dapat dikatakan sebagai beban untuk merekondisikan kembali prasarana dan sarana yang kondisinya dibawah standar.” Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa backlog merupakan suatu masalah utama yang biasa terjadi karena adanya kesenjangan (gap) antara keadaan sebenarnya dengan standar yang sudah ditetapkan oleh Ditjen Perkeretaapian.
2.5.2 Penyebab Backlog Sarana dan Prasarana Backlog merupakan suatu keadaan yang banyak terjadi pada sarana dan prasarana perkeretaapian di indonesia. Hal ini dapat dilihat dari sarana dan prasarana yang dimiliki sudah melewati masa pakainya bahkan ada beberapa yang sudah tidak layak lagi tetapi masih dioperasikan. Kondisi tersebut disebabkan oleh beberapa hal, penyebab terjadinya backlog adalah : 3. Keterbatasan dana, sehingga menyebabkan : a. Perawatan baik untuk sarana dan prasarana dari tahun ke tahun semakin menurun b. Ketertinggalan teknologi c. Jarangnya dilakukan peremajaan 4. Bencana alam (banjir) Masalah-masalah di atas sering dihadapi oleh pemerintah terutama pada keterbatasan dana. Sumber pendanaan pemerintah untuk pemeliharaan dan investasi sarana dan prasarana masih terbatas, sedangkan peran serta swasta juga belum terlalu berpengaruh. Keterbatasan dana merupakan masalah klasik diamana pemerintah selalu mengalami kesulitan dalam memperolehnya, oleh karena itu kita sulit untuk keluar dari masalah backlog sarana dan prasarana.
2.5.3 Tujuan Penanganan Backlog Terjadinya penurunan jumlah penumpang (-1 persen) dan barang (-5,6 persen ) sejak tahun 2000 adalah akibat persaingan antarmoda transportasi, kondisi prasarana dan sarana, penerapan teknologi, serta dukungan kualitas kelembagaan dan manajemen perkeretaapian nasional, kualitas pelayanan dan sistem data dan informasi. Dilihat dari batas kecepatan maksimum di Jawa pada tahun 2002 semakin menurun dibanding tahun 1995, akibat kondisi prasarana dan sarana maupun kepadatan lintas. Menurunnya kualitas akibat terjadinya backlog menyebabkan kemunduran dalam pelayanan dan penyediaan sarana dan prasarana, oleh karena itu dibutuhkan suatu perencanaan untuk mengatasi masalah backlog tersebut. Tujuan dari penaganan
backlog
menurut
Memorandum
Departemen
Perhubungan
(2005;IV-1) dimaksud adalah : ”1.
Memulihkan jasa pelayanan sarana dan prasarana ke tingkat normal dititikberatkan pada kegiatan rehabilitasi dan pemeliharaan dengan prioritas untuk meningkatkan keselamatan dan kelancaran kegiatan perkeretaapian. 2. Meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana, yang diarahkan untuk menunjang peningkatan permintaan pelayanan yang telah melebihi kapasitas dan untuk mendukung terwujudnya sistem transportasi yang efektif dan efisien.”
Dari tujuan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari penanganan backlog adalah untuk menyediakan dan memulihkan jasa pelayanan sarana dan prasarana ke kondisi yang diinginkan.
2.5.4
Sasaran Penanganan Backlog Rendahnya mobilitas angkutan akibat belum optimalnya keterpaduan
pelayanan antarmoda, kondisi prasarana dan sarana, terbatasnya pengembangan lintas jaringan pelayanan dan sumber daya perkeretaapian. Sebagian lintas kereta api sudah tidak dioperasikan, namun di sisi lain sebagian lintas perkeretaapian sudah mulai jenuh kapasitasnya, sehingga berdampak terhadap kelancaran dan keterlambatan operasi kereta api.
Untuk mengatasi hal tersebut dibutuhkan sasaran untuk menetapkan halhal yang ingin dicapai di masa yang akan datang. Sasaran dari penanganan Backlog adalah menurut Memorandum Departemen Perhubungan (2005;IV-1) adalah : “1. 2. 3. 4.
Terjaminnya keselamatan, kelancaran dan kenyamanan dalam pelayanan perkeretaapian Terpeliharanya kapasitas dan kualitas pelayanan perkeretaapian. Terjaminnya kecepatan (v = 120 km/jam) dan ketepatan waktu pelayanan perkeretaapian Meningkatnya produktivitas dan kinerja operasional sarana dan prasarana perkeretaapian.”
Dari sasaran di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pemerintah ingin menunjang, mempertahankan dan meningkatkan sarana kereta api untuk mencapai standar pelayanan yang memadai dan juga untuk menghilangkan backlog sarana dan prasarana kereta api
2.5.5
Kebijakan mengatasi Backlog Di bawah ini merupakan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh
Direktorat Jenderal Perkeretaapian : Ikhtisar Bertahan
Optimalisasi
Pengembangan
Saat Ini Tahun I - III
Tahun IV – V
Tahun ≥ VI
1 Mengatasi kondisi kritis
7 Peningkatan efisiensi
10
dan efektivitas
Pengembangan jaringan baru dan armada
2 Kanibalisme & daur
8 Keandalan 75%
11
ulang suku cadang
Peningkatan kecepatan/ kapasitas
3 Penurunan kecepatan/ mengurangi frekuensi
9 Peningkatan kecepatan dan kapasitas jalur yang ada
4 Menutup jalur yang merugi
12
Keandalan dan kelaikan 100%
5 Penajaman skala prioritas 6 Keandalan 60% Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa, kebijakan pemerintah dibagi menjadi 3 bagian yaitu yang pertama adalah Ikhtisiar Bertahan yang direncanakan selama 3 tahun pertama, kedua adalah Optimalisasi yang direncanakan tahun ke IV – V, dan yang terakhir adalah Pengembangan yang direncanakan lebih dari tahun ke VI.
2.5.6
Penanganan Backlog Untuk Sarana dan Prasarana Sudah banyak terjadi backlog baik prasarana dan sarana transportasi
perkeretaapian di Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut maka dibutuhkan kebijakan-kebijakan/ langkah-langkah untuk penanganan backlog, berikut adalah penanganan backlog untuk prasarana dan sarana perkeretaapian : 1. Ikhtisar Bertahan Sasaran
:
Pencapaian operasi yang aman, umumnya untuk jangka pendek
langsung pada kondisi yang sangat jelek
Sifat
:
Temporary (sesuai ketersediaan dana) dan permanen
Metoda
:
Rail cascading dan penyisipan bantalan pemanfaatan barang bekas dan kanibal
Lokasi
:
Terpencar (scatered)
Kriteria
:
Sangat kritis (membahayakan keselamatan)
Dana
:
Berdasarkan alokasi anggaran tersedia, sumber pembiayaan diambil dari : 1. APBN/ rupiah murni 2. APBN/ pinjaman luar negeri 3. APBN/ IMO (routine)
2. Rencana Optimalisasi Sasaran
: Pemulihan kondisi jaringan existing ke kondisi awal
pencapaian operasi aman dan nyaman untuk jangka panjang peningkatan kecepatan dan menambah kapasitas Sifat
: Permanen
Metoda
: 1. Reinforcement 2. Perbaikan geometry 3. Protection 4. Replacement
Lokasi
:
Terpola per-koridor
Dana
: Berdasarkan kebutuhan program
3. Rencana Pengembangan Sasaran
: Pengembangan jaringan baru, peningkatan kapasitas
Sifat
: Permanen
Metoda
:
Pembangunan baru
Lokasi
:
Terpola per-koridor
Dana
: Berdasarkan kebutuhan program
4. Action Plan Kriteria
:
Jalur utama (trunk line), jalur komersial kondisi paling jelek
Implementasi : Permanen Dana
:
Selalu ada batasnya
Pentahapan
:
Sesuai kriteria dan batasan dana
Melihat dari kebijakan-kebijakan/ langkah-langkah yang ditetapkan di atas semuanya mengacu pada perbaikan fasilitas sarana dan prasarana perkeretaapian yang dibagi menjadi 4 langkah kebijakan, yaitu ikhtisar bertahan, rencana optimalisasi, rencana pengembangan dan action plan.