BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penilaian Status Gizi. Penilaian status gizi merupakan salah satu diantara empat tahap dalam manajemen gizi yang terdiri atas: (1) Penilaian status gizi. (2) Perencanaan intervensi gizi. (3) Pelaksanaan intervensi gizi. (4) Pengevaluasian. Penilaian status gizi merupakan landasan untuk memberikan asuhan gizi yang optimal kepada pasien. Dengan pemberian zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan pasien secara optimal atau dengan upaya pemenuhan kebutuhan pasien secara optimal atau dengan upaya pemenuhan yang sebaikbaiknya. (Naskah Pelatihan Latihan Nutirisi RS, 1995). Penilaian ini mencakup empat komponen : 1. Pengukuran antropometri. 2. Anamnesis riwayat diet/ penilaian keadaan gizi. 3. Pemeriksaan laboratorium (biokimia). 4. Pemeriksaan Jasmani. Keempat
faktor
ini
bersama-sama
pemeriksaan
medik
akan
memberikan arah untuk pengembangan rencana asuhan gizi. Data hasil penilaian status gizi ini harus dievaluasi ulang secara teratur untuk mendapatkan informasi yang mendalam mengenai kebutuhan gizi tentang masing-masing pasien. (Andy Hartono, 2000) B. Pengukuran Antropometri Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthoropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran tubuh. Pengertian ini bersifat sangat umum sekali (Supariasa, dkk, 2002). Sedangkan sudut pandang gizi, Jelliffe (1966) mengungkapkan bahwa antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Penggunaan antropometri, khususnya pengukuran berat badan pernah menjadi prinsip dasar pengkajian gizi dalam asuhan medik. Untuk mengkaji status gizi secara akurat, beberapa pengukuran secara spesifik diperlukan dan
7
pengukuran ini mencakup pengukuran berat badan, indeks massa tubuh (IMT). (Andy Hartono, 2000). 1. Ukuran Antropometri a. Berat Badan Berat badan merupakan salah satu antropometri yang memberikan gambaran masa tubuh (otot dan lemak). Karena tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan dan menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Maka BB merupakan antropometri yang sangat labil (Reksodikusumo, dkk, 1989). Dalam keadaan normal dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara intake dan keutuhan gizi terjamin, berat badan mengikuti perkembangan umur. Sebaiknya dalam keadaan abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan BB, yaitu dapat berkembang lebih cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Pada masa bayi-balita, berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, asites, oedema dan adanya tumor (Supariasa, dkk, 2001) Hal-hal yang harus dipertimbangkan kalau kita akan menggunakan berat badan sebagai satu-satunya kriteria untuk menentukan keadaan gizi seseorang : 1) Berat badan harus dimonitor untuk memberikan informasi yang memungkinkan intervensi preventif secara dini (dan intervensi guna mengatasi kecenderungan penurunan/ penambahan berat yang tidak dikehendaki) 2) Berat badan harus dievaluasi dalam konteks riwayat berat, baik gaya hidup maupun status berat terakhir. 3) Berat badan tidak memberikan informasi mengenai komposisi tubuh dan dengan demikian tidak efektif untuk menentukan resiko penyakit yang kronis. Namun IMT (indeks masa tubuh
8
menentukan) merupakan sarana untuk mengukur resiko penyakit kronis,. 4) Pasien yang berukuran tubuh besar tapi bukan gemuk dapat memiliki nilai IMT di atas nilai standar, namun tidak ada hubungannya dengan peningkatan resiko untuk menderita gangguan gizi atau penyakit. 5) Pasien-pasien dapat memiliki defisiensi mikronutrien yang bermakna disamping deplesi lean body mass, khususnya selama menderita penyakit yang berat. Semua parameter harus dievaluasi dahulu dan kita tidak bolehkan cepat-cepat berasumsi bahwa kelebihan berat badan sama dengan kelebihan gizi. Pasien yang mengalami oedema, hidrotoraks dapat memiliki barat badan yang tinggi tetapi terapi status gizinya jelek seperti gagal ginjal kronis. (Andy Hartono, 2000). b. Memperkirakan Berat Badan Dalam kondisi tertentu, pengukuran berat badan aktual mungkin tidak dapat dilakukan.contoh: 1) Pasien yang tidak dapat duduk atau berdiri sehingga berada dalam posisi berbaring sementara timbangan tempat tidur (bed scale) tidak tersedia. 2) Pasien dengan edema atau asites sehingga tidak dapat ditentukan berat badan sebernarnya. Pada keadaan tersebut di atas bisa diperkirakan berat badan dengan berdasarkan panjang badan. Tabel 2.1 Memperkirakan Berat Badan Berdasarkan Panjang Badan Bangun Tubuh
Laki-laki
48 kg untuk 152 cm yang pertama selanjutnya tambahkan 2,7 kg untuk setiap 2,5 cm tambahan Kurangi 10% Kecil Tambahkan 10% Besar Sumber: Andy Hartono, 2000 Sedang
Wanita 45,5 kg untuk 152 cm yang pertama selanjutnya tambahkan 2,3 kg untuk setiap 2,5 cm tambahan Kurangi 10% Tambahkan 10%
9
c. Umur Umur faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Menurut Puslitbang Gizi Bogor (1978), batasan umur digunakan adalah tahun umur penuh (comleted year) untuk anak umur 0-2 tahun digunakan bulan usia penuh (completed month) d. Tinggi Badan Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan, tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah defisiensi gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan baru akan tampak pada saat yang cukup lama. Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. e. Tinggi Lutut Tinggi lutut dapat digunakan untuk memperkirakan TB seseorang bahkan dapat juga untuk memperkirakan berat badan, khususnya yang bagi tidak dapat berdiri atau dapat gangguan pada daerah lutut. Perkiraan tinggi badan dengan pengukuran tinggi lutut menurut (Gibson, 1990) TB (pria)
= (2,02 x tinggi lutut (cm)) – (0,04 x umur (th)) +64,19
TB (wanita) = (1,83 x tinggi lutut (cm)) – (0,24 x umur (th)) + 84,88 2. Indeks-indeks Antropometri Ukuran antropometri dalam rangka penilaian status gizi digunakan dalam bentuk indikator yang dapat merupakan kombinasi antara masingmasing ukuran indikator antropometri yang umum digunakan untuk menilai status gizi adalah BB/U, TB/U atau PB/U, BB/TB atau BB/PB,
10
LILA/U, Lingkar Dada/U (LD/U), Lingkar Kepala/U (LK/U), TLBK/U, Indeks Ponderal, Indeks Massa Tubuh, Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP), Tinggi Lutut. a. Indeks BB/U Ιndeks BB/U adalah pengukuran total berat badan, termasuk air, lemak, tulang, dan otot, dan diantara beberapa macam indeks antropometri, indeks BB/U merupakan indikator yang paling umum digunakan. Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena mudah berubah Untuk anak pada umumnya, indeks ini merupakan cara baku yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Kurang berat badan tidak hanya menunjukkan konsumsi pangan yang tidak cukup tetapi juga mencerminkan keadaan sakit yang baru saja dialami, seperti mencret yang mengakibatkan berkurangnya berat badan Pengukuran berat badan menurut umur secara teratur dan seing dapat dipergunakan sebagai indikator kurang gizi. Hasil pengukuran ini dapat menunjukkan keadaan kurang gizi akut atau gangguan-gangguan
yang
mengakibatkan
laju
pertumbuhan
terhambat. b. Indeks TB/U atau PB/U Tinggi badan kurang peka dipengaruhi oleh pangan dibandingkan dengan berat badan . Oleh karena itu tinggi badan menurut umur yang rendah biasanya akibat dari keadaan kurang gizi yang kronis, tetapi belum pasti memberikan petunjuk bahwa konsumsi zat gizi pada waktu ini tidak cukup TB/U lebih menggambarkan status gizi masa lalu. Keadaan tinggi badan anak pada usia sekolah (7 th) menggambarkan status gizi pada masa balita adalah sama dengan seperti pada yang sudah dibahas sebelumnya yang menyangkut pengukuran itu sendiri maupun ketelitian data umur. Masalah-masalah ini akan berkurang bila dilakukan terhadap anak yang lebih tua dimana proses pengukuran dapat lebih mudah dilakukan dan penggunaan selang
11
(range). Umur yang lebih panjang (setengah tahunan atau tahunan) memperkecil kemungkinan kesalahan data umur. Indeks TB/U disamping dapat memberikan gambaran tentang status gizi masa lampau juga lebih erat kaitannya dengan masalah sosial ekonomi (Beaton dan Bengoa, 1973). Oleh karena itu indeks TB/U selain digunakan sebagai indikator status gizi dapat pula digunakan sebagai indikator perkembangan keadaan sosial ekonomi masyarakat. c. Indeks BB/TB atau BB/PB Ukuran antropometri yang terbaik adalah menggunakan BB/TB atau BB/PB karena dapat menggambarkan status gizi saat ini dengan lebih sensitif dan spesifik. Berat badan memiliki hubungan linier dengan berat badan. dalam keadaan normal akan searah dengan pertambahan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Pada tahun 1966 Jelliffe memperkenalkan penggunaan indeks BB/TB untuk identifikasi status gizi, indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menanyakan status gizi saat ini, terlebih bila data umur akurat sulit diperoleh, oleh karena itu indeks BB/TB disebut pula indikator status gizi yang independen terhadap umur. Karena indeks BB/TB dapat memberikan gambaran tentang proporsi berat badan relatif terhadap indikator kekurangan, seperti halnya dengan indeks BB/U. d. Penyajian Indeks Antropometri 1) Persen Terhadap Median Cara perhitungannya yaitu berat badan atau tinggi badan aktual (hasil pengukuran) masing-masing individu dibandingkan dengan nilai median berat badan atau tinggi badan pada baku rujukan (WHO-NCHS) Rumus
Indeks BB/U =
Berat badan aktual pada umur tertentu x100 % Nilai median BB pada umur tertentu
Indeks TB/U =
Tinggi badan aktual pada umur tertentu x100% Nilai median TB pada umur tertentu
12
Berat badan aktual pada umurtertentu x 100% Nilai median BB pada TB tertentu Menurut ketetapan WHO, klasifikasi dengan batas ambang Indeks BB/TB =
sebagai berikut: Dengan indeks BB/U:
≥ 80% = status gizi baik (Normal) < 80% = status gizi kurang (KEP) < 60% = status gizi buruk (KEP)
Dengan indeks TB/U:
≥ 90% = status gizi baik (Normal) < 90% = status gizi kurang (KEP) < 80% = status gizi buruk (KEP)
Dengan indeks BB/TB: ≥ 85% = status gizi baik (Normal) < 85% = status gizi kurang (KEP)
2) Z-Skor Pertama kali dianjurkan oleh WHO pada tahun 1979, di Indonesia penggunaan Z-Skor untuk penilaian status gizi anak balita telah disepatkati pada semiloka antropometri tahun 1991. kemudian pada tanggal 17-19 Januari 2000 telah diadakan Diskusi Pakar dibidang Gizi yang diselenggarakan oleh persagi bekerja sama dengan UNICEF-Indonsesia dan LIPI. Salah satu agenda diskusi adalah tentang keseragaman instilah status gizi dan baku antropometri yang dipakai. Diskusi pakar telah menyepakati bahwa: i)
Baku antropometri yang digunakan adalah WHO-NCHS
ii) Istilah status gizi: a) BB/U: gizi lebih: > 2,0 SD gizi baik:
-2,0 SD s/d + 2 SD
gizi kurang: -2,0 SD gizi buruk: -3,0 SD b) TB/U: normal:
> -2,0 SD
pendek:
< -2,0 SD
c) BB/TB: gemuk: normal: kurus:
> 2,0 SD -2,0 SD s/d + 2 SD < -2,0 SD
13
sangat kurus:
<-3,0 SD
Penilaian status gizi berdasarkan Z-Skor dilakukan dengan melihat distribusi normal pertumbuhan seseorang. Nilai ini menunjukkan jarak nilai baku median dalam unit simpang baku dengan asumsi distribusi normal. Rumus: Berlaku untuk Indeks BB/U, BB/TB, maupun TB/U X-M Z - Skor = SB Keterangan:
X = BB atau TB aktual / hasil pengukuran M = Nilai baku median BB atau TB SB = Nilai simpang baku (Jika BB atau TB aktual yang diketahui berada diatas nilai median maka SB yang digunakan adalah jarak antara 0 SD dengan 1 SD tetapi, jika BB dan TB aktual yang diketahui berada dibawah nilai median maka SB yang digunakan adalah jarak antara 0 SD dengan -1 SD) (Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI, 2000) d. Indeks Masa Tubuh (IMT)
IMT - BMI (Body Mass Indeks)
merupakan indeks
antropometri yang sering digunakan untuk menilai status gizi individu maupun masyarakat karena cukup peka untuk menilai status gizi orang dewasa di atas 18 tahun. IMT dapat dihubungkan dengan persen lemak tubuh. IMT dihitung dengan pembagian berat badan (dalam kg) oleh tinggi badan (dalam meter) pangkat dua. Korelasi berat badan dengan jumlah total lemak tubuh cukup erat, kendati sebagian orang dengan lean body mass yang tinggi bisa memberikan IMT yang tinggi
walaupun orang tersebut tidak gemuk. (Dr Andy Hartono, 2000)
14
Indeks massa tubuh (body mass index) Rumus IMT: IMT =
berat badan (kg) tinggi badan 2 (m)
Tabel 2.2 Kategori Status Gizi Berdasarkan Batas Ambang IMT
Kurus
Kategori Status Gizi Kekurangan BB tingkat berat Kekurangan BB tingkat ringan
Normal Kelebihan BB tingkat ringan Kelebihan BB tingkat berat Sumber : Depkes (1994) Gemuk
IMT < 17,0 17,0 – 18,0 18,0 – 25,0 25,0 – 27,0 > 27,0
C. Anamnese Riwayat Diet/ Penilaian Status Gizi
Anamnese diet harus dilakukan bagi semua pasien yang beresiko untuk menderita penyakit yang berhubungan dengan gizi dan bagi pasienpasien yang mendapatkan terapi diet.(Dr Andy Hartono, 2000). Melakukan anamnesa riwayat diet ini dilakukan dengan metode food recall ini dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi dan pada masa lalu. Biasanya recal ini dilakukan untuk beberapa hari yang lalu. Penentuan jumlah hari "recall" ini dilakukan sangat ditentukan keragaman jenis konsumsi antar waktu atau tipe responden dalam memperoleh pangan, sebagai contoh antara petani tanaman pangan akan berbeda dengan pegawai negeri. Urutan waktu makan sehari dapat disusun berupa makan pagi, makan siang, makan malam serta makanan sela atau jajan. Pengelompokan bahan makanan dapat berupa bahan makanan pokok, sumber protein nabati (kacang-kacangan), sumber protein hewani (daging, telur, susu), sayuran, buah-buahan dan lain lain Penaksiran jumlah pangan yang dikonsumsi diawali dengan menanyakan dalam bentuk ukuran rumah tangga (URT) seperti potong, ikat, gelas, piring dan alat atau ukuran lain yang biasa digunakan dirumah tangga. Dari URT jumlah pangan dikonversikan kedalam satuan berat (gram) dengan menggunakan daftar URT yang umum berlaku. Metode ini sering digunakan untuk survei konsumsi individu dibanding keluarga. Metode recall ini dapat
15
digunakan untuk survei konsumsi keluarga bila semua anggota keluarga di wawancarai atau salah seorang keluarga mengetahui tentang konsumsi anggota keluarga yang lainnya, biasanya orang tersebut adalah ibu rumah tangga. Metode mengingat-ingat ini mempunyai kelemahan dalam tingkat ketelitiannya karena keterangan yang diperoleh adalah hasil ingatan responden. Namun kelemahan ini dapat diatasi dengan memperpanjang waktu survei. Pada dasarnya metode food recall ini dipergunakan untuk menilai keadaan konsumsi pangan yang nantinya dipergunakan untuk menilai status gizi. Keadaan konsumsi pangan dan gizi yang baik ditentukan oleh terciptanya keseimbangan antara banyaknya jenis-jenis zat gizi yang dikonsumsi dengan banyaknya yang dibutuhkan tubuh disertai dengan pendayagunaan biologis yang sebaik-baiknya dari setiap zat gizi yang dikonsumsi tersebut. Penilaian status gizi kemudian menjadi sangat berguna, yang hasilnya dapat digunakan sebagai landasan untuk pengembangan program pangan dan gizi di masyarakat dalam membantu mangatasi masalah gizi kurang, menyediakan jumlah dan jenis pangan yang diperlukan untuk mencapai tingkat kesehatan penduduk yang cukup baik. Menurut (Suhardjo dan Hadi riyadi, 1998) untuk menentukan atau menaksir status gizi seseorang, suatu kelompok penduduk atau masyarakat, perlu dilakukan pengukuran untuk menilai berbagai tingkatan kurang gizi yang ada atau indikator atau parameter yang berguna sebagai indeks untuk menunjukkan tingkatan status gizi dan kesehatan yang berbeda-beda. Meskipun penilaian status gizi dapat dilaksanakan untuk mengukur tingkat keadaan gizi sejumlah penduduk, namun penilaian tersebut juga berguna untuk menunjukkan jenis kurang gizi yang dijumpai dalam masyarakat pada umumnya dan disub-kelompok penduduk pada khususnya. Ada 3 cara untuk menilai status gizi 1. Pemeriksaan konsumsi pangan 2. Pemeriksaan fisik
16
3. Pemeriksaan laboratoris 1. Penilaian Konsumsi Pangan
Penilaian konsumsi pangan dimaksudkan sebagai cara untuk mengukur keadaan konsumsi pangan yang kadang-kadang merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menilai status gizi. Keadaan konsumsi pangan tersebut dapat digunakan sebagai indikator pola pangan yang baik atau kurang baik dan bukan merupakan ukuran keadaan gizi yang ditentukan secara langsung. Penilaian konsumsi lebih sering digunakan sebagai salah satu teknik untuk menunjukkan tingkat keadaan gizi dari pada sebagai pengukur. Penilaian konsumsi tersebut dapat dipakai untuk menentukan jumlah dan sumber zat gizi yang dimakan. Hal tersebut dapat membantu menunjukkan zat gizi persediaan cukup atau kurang. Penilaian konsumsi pangan dilakukan dengan cara survei. Survei konsumsi pangan bertujuan untuk mengetahui konsumsi pangan seseorang atau kelompok orang), baik secara kualitatif maupun kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah pangan atau makanan yang dikonsumsi. Dalam informasi ini akan dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Kandungan Zat Gizi Makanan (Daftar Komposisi Bahan Makanan) dan daftar lain bila diperlukan. Survei macam konsumsi pangan secara kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis pangan yang dikonsumsi dan menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habit) serta cara memperoleh pangan Penaksiran jumlah pangan yang dikonsumsi diawali dengan menanyakan dalam bentuk ukuran rumah tangga (URT) seperti potong, ikat, gelas, piring dan alat atau ukuran lain yang biasa digunakan dirumah tangga. Dari URT jumlah pangan dikonversikan kedalam satuan berat (gram) dengan menggunakan daftar URT yang umum berlaku. 2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium (biokimia darah) akan menghasilkan data-data yang membantu menegakkan diagnosis defisiensi mikronutrien
17
dan protein. Disamping itu, parameter biokimia juga mempunyai peranan dalam menegakkan diagnosa penyakit yang ada kaitannya dengan gizi. Monitor penting dalam dari pemeriksaan laboratorium ini adalah parameter biokimia yang sering diperiksa pada pasien. Banyak biodata yang berubah akibat permasalahan medis (etiologi) yang terjadi bersamaan. Karena itu hasil tes harus dievaluasi dalam konteks status medis. Tabel 2.3 Pemeriksaan Laboratorium Monitor penting Albumin
Kalsium
Batas-batas normal
3,5 – 5,0 mg
8,5 – 10,5
Kreatinin 0,3 – 1,3 ml/ dl
Etiologi
Menurun (Hipo albuminemia) Stres akut, Katabolisme, Overload cairan, Gagal hati, Pembedahan, Meningkat (Hiper albuminemia) Dehidrasi, Gagal ginjal Menurun (hipo kasemia) Asupan yang tidak memadai (khususnya saat terapi suplemen fosfor atau pada defisiensi vitamin D), Asupan magnesium yang tidak memadai, Kadar serum albumin yang rendah, Tranfusi massif, Pankreatitis Meningkat (hiper kalsemia) Pemberian Kalsium dan atau vitamin D yang berlebihan Menurun Over load cairan, Malnutrisi Meningkat Dehidrasi, Gagal ginjal Menurun (hipoglikemia) Pemberian Nutrisi Parenteral total yang mendadak, Pemberian insulin yang berlebihan, Meningkat Kanker, Diabetes mellitus, Infus dektrosa yang berlebihan
Glikolisa
60 – 110 mg/ dl
Haemoglob in glikosilasi
5,0 – 9 % Meningkat total hemoglobin Dibetes yang tidak terkendali dengan baik
18
Monitor penting
Hematokrit
Batas-batas normal Laki-laki 47 ± 7% Perempuan 41 ± 5 %
Kalium
3,5– 5,0 mEq/ dl
Prealbumin
10 – 14 mg/ dl
Natrium
135–145 mEq/dl
Etiologi
Menurun Anemia, Perdarahan, Overhidrasi Meningkat Dehidrasi Menurun (hipokalemia) Diare/ fistula, Keadaan dilusi, Terapi insulin dosis tinggi, Obat obatan (diuretic steroid), Sindrom refeeding khususnya pada pemberian dekstrosa yang meningkat SIADH Meningkat (hiperkalemia) Terapi replacement yang berlebihan, Gagal ginjal, Perbaikan permasalahan yang berhubungan dengan defisiensi (yaitu tidak terjadi diare setelah respon refeeding, Asidosis metabolik yang terjadi sekunder akibat insufisiensi renal, Defisiensi insulin Menurun Katabolisme, Asupan protein yang tidak memadai Meningkat Anabolisme, Gagal ginjal Menurun (hiponatremia) Defisiensi (kehilangan natrium lewat traktus CL), Diuretik, Overloading cairan, Sonde dengan formula susu rendah natrium untuk waktu lama, SIADH, Dehidrasi Meningkat (hipernatremia) Pemberian natrium yang berlebihan (Nutrisi parenteral total, sonde, makanan enteral, cairan infuse), Kehilangan cairan bebas yang terjadi di sekunder akibat interaksi obat
Sumber (Andy Hartono, 2000). 3. Pemeriksaan Jasmani
Kelainan yang ditemukan dalam pemeriksaan jasmani untuk pengkajian gizi umumnya mencerminkan deplesi simpanan nutrien yang bermakna. Kelainan berdasarkan nutrien itu umumnya terlihat pada pasien-pasien AIDS, malnutrisi, protein-kalori, penyakit renal kronis, dan
19
pada pasien-pasien dengan riwayat penggunaan alkohol. (Andy Hartono, 2000). Tabel 2.4 Kemungkinan Diagnosis Berdasarkan Gejala Dalam Pemeriksaan Jasmani yang Berhubungan Dengan Keadaan Gizi Bagian Tubuh
Mata
Gusi
Rambut
Kuku
Kulit
Gejala/ Tanda Jasmani
Vaskularisasi kornea Konjungtiva kering dan suram, bercak bitot Konjungtiva palpebra interior yg pucat Perdarahan gusi atau gusi tampak merah, bengkak, hipertrofi gingival antar-gigi Inflamasi stomatis, ulserasi Rambut patah-patah, terpilin, genting hyperkeratosis folikel rambut, perdarahan perifolikuler Rambut mudah tercabut tanpa rasa nyeri, kering, rapuh, tidak mengkilap Pucat, bentuknya seperti sendok (koilonikia), menonjol, rapuh, tipis, tidak mengkilap Garis-garis perdarahan dibawah kuku dgn bentuk semisirkuler dalam dasar kuku (nail bed). Bintik-bintik putih Ulkus dekubitus, kesembuhan yang lambat Kering kasar, bersisik, kemungkinan disertai sakit kepala, diplopia, pening/ pusing Hyperkeratosis folikel asam linoleat, vitamin A Hiperpigmentasi.
Kemungkinan Diagnosis Defisiensi riboflavin Defisiensi Vitamin A Defisiensi asam folat, besi Defisiensi asam askorbat, vitamin A Defisiensi asam askorat asam folat, Vit B12 Defisiensi asam askorbat, Vitamin A Defisiensi kalori protein, seng Defisiensi besi
Defisiensi Asam askorbat Defisiensi seng Defisiensi asam askorbat, protein, seng, mungkin pula asam linoleat. Kelebihan vitmin A
Defisiensi asam askorbat Defisiensi kalori protein, asam folat, B12
20
Bagian Tubuh
Gejala/ Tanda Jasmani
Petekie perifolikuler Kulit Petekie bukan perifolikuler Pitting edema Turgor menurun, keriput. Inflamasi seborhoik dengan eritema, menebal, kering mengelupas Ekimosis subkutan jika mengalami trauma ringan Atrofi papalia filiformis Lidah Pembentukan fisura,edema Lobulasi dengan atrofi Merah ungu, mirip daging mentah, nyeri Permukaan licin, botak dan merah seperti daging sapi
Kemungkinan Diagnosis Defisiensi asam askorbat, mungkin asam linoleat, vitamin A Defisiensi vitamin K Defisiensi proteinkalori Defisiensi air, cairan Defisiensi asam linoleat, riboflavin, vitamin B6 Defisiensi proteinkalori, asam askorbat, vitamin K Defisiensi asam folat, besi, niasin, dan vit B komleks lainnya Defisiensi niasin Defisiensi asam folat Defisiensi asam folat, niasin, mungkin B12, vit B kompleks lainnya Defisiensi niasin
Sumber (Andi Hartono, 2000) D. Penggunaan Berbagai Daftar 1. Daftar Kandungan Zat Gizi Bahan Makanan
Daftar Kandungan Zat Gizi bahan Makanan (DKGM) ini memuat angka-angka kandungan zat gizi berbagai jenis makanan baik mentah maupun masak (olahan) yang banyak dijumpai di Indonesia. Sebagian besar jenis makanan yang disajikan dalam DKGM ini dalam bentuk pangan mentah. Daftar kandungan zat gizi memuat energi dan 10 jenis zat gizi yang meliputi Protein, Lemak, Karbohidrat, Kalsium dan Phosphor. Disamping itu juga disajikan bagian dari bahan pangan yang dapat dimakan (BDD). Untuk memudahkan penggunaannya bahan makanan dalam daftar ini dikelompokan menjadi beberapa golongan yaitu
21
1. Serealia, Umbi dan Hasil Olahannya 2. Kacang-kacangan, Biji-bijian dan Hasil Olahannya 3. Daging dan Hasil Olahannya 4. Telur dan Hasil Olahannya 5. Ikan, Kerang, Udang dan Hasil Olahannya 6. Sayuran dan Hasil Olahannya 7. Buah-buahan 8. Susu dan Hasil Olahannya 9. Lemak dan Minyak 10. Serba serbi Satu hal yang perlu dipahami dalam menggunakan DKBM, bahwa komposisi zat gizi yang tercantum dalam DKGM dinyatakan dalam satuan 100 gram yang dapat dimakan (edible portion). Artinya bagianbagian yang biasa melekat pada bahan pangan seperti kulit, akar, biji, tulang, cangkang dan sebagainya yang tidak lazim untuk dikonsumsi tidak dianalisis Pada kolom terakhir dalam DKGM dicantumkan persentase dari bahan makanan yang dapat dimakan (% BDD). Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam perhitungan zat gizi bahan makanan baik penilaian konsumsi pangan maupun perencanaan konsumsi pangan. Misalnya buah nanas yang baru dipotong dari kebun, yaitu terdapat batang kulit dan daun. Apabila nanas tersebut akan dimakan, maka bagian-bagian tersebut berada dalam keadaan untuk dimakan dan ini disebut dengan bagian yang dapat dimakan. Pada tabel tercantum BDD nanas 53% artinya dari 100 gram nanas yang belum dikupas (seperti diwarung, dipasar atau dikebun) hanya 53% yang dapat dimakan. Oleh karena itu dalam penilaian konsumsi pangan hanya diketahui apakah berat bahan makanan (pangan) yang akan dinilai sudah dalam bentuk BDD atau berat kotor. Baik pada pengolahan data konsumsi individu maupun kelompok (keluarga atau rumah tangga), yang paling menjadi masalah adanya bahan pangan atau makanan yang dikonsumsi tetapi tidak terdapat dalam
22
DKBM. Alternatif pendekatan yang dilakukan dengan mengkonversi bahan makanan tersebut dengan tabel Konversi Berat Mentah Masak (DMM). Bila komponennya terlalu banyak dan ada komponen yang dapat diabaikan karena jumlahnya relatif kecil, maka sebaiknya dihitung beberapa komponen pangan utamnya saja yang ada dalam tabel DKBM. Pada prinsipnya penilaian jumlah konsumsi zat gizi berdasarkan data konsumsi pangan dan data kandungan zat gizi bahan makanan (pangan) atau Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). DKBM ini menunjukkan kandungan berbagai zat gizi dari berbagai jenis pangan atau makanan dalam seratus gram bagian yang dapat dimakan (Bdd). Bagi setiap ahli gizi atau calon ahli gizi atau siapa saja yang berminat, DKBM ini sangat penting sebagai alat untuk menilai konsumsi pangan, merencanakan menu, merencanakan ketersediaan dan produksi pangan yang sesuai dengan kebutuhan gizi. (Hardinsyah, 1990) 2. Daftar Kandungan Zat Gizi Makanan Jajanan
Daftar Kandungan Gizi makanan Jajanan (DKGJ) adalah daftar yang memuat angka-angka kandungan zat gizi dari berbagai jenis makanan jajanan. Makanan jajanan adalah makanan siap untuk dikonsumsi (disantap) yang digunakan sebagai selingan atau pelengkap menu utama. Berbagai macam makanan jajanan yang khas dijumpai di berbagai daerah di Indonesia khas dalam bahan, pengolahan, maupun penyajiannya. Baru sebagian kecil dari keanekaragaman makanan tersebut telah dianalisis kandungan zat gizinya. Dalam susunan zat gizi tercantum tidak dengan satuan gram BDD (100 persen dapat dimakan) karena dianalisis menurut ukuran rumah tangga masing-masing, sehingga perlu diperhatikan BDD tidak lagi 100 persen tetapi yang harus dimasukkan dalam tabel adalah beratnya dan BDD nya adalah 100 persen. Dalam memasukkan kandungan zat gizi makanan jajanan dengan DKGJ perlu diperhatikan bahwa satuan berat makanan jajanan adalah bentuk gram bukan Satuan Rumah Tangga (URT). Karena bisa terjadi dengan URT yang sama diperoleh berat makanan jajanan yang berbeda.
23
Sebagian makanan jajanan di Indonesia dihasilkan oleh sektor informal yang memungkinkan adanya variasi dalam ukuran, terutama antar daerah. Sebaiknya memang di setiap daerah tersedia Daftar URT dan Daftar Kandungan Zat Gizi Makanan Jajanan. 3. Tabel Konversi Berat Mentah Masak
Seringkali dalam penilaian konsumsi pangan dijumpai makanan dalam bentuk olahan, dilain pihak bisa jadi makanan hasil olahan ini tidak ditemukan dalam DKBM dan DKGJ. Untuk mengatasi masalah ini perlu dihitung jumlah pangan olahan tersebut dalam bentuk mentah Daftar Konversi Mentah Masak (DMM) memuat angka-angka perbandingan berat bahan dalam bentuk sudah diolah atau dimasak (Lihat tabel). Berat tersebut adalah berat dalam bentuk
yang dpt dimakan
(BDD). Daftar itu digunakan apabila data bahan makanan yang akan dihitung zat gizinya dalam bentuk masak, dan didalam DKGM hanya tersedia bentuk mentah, atau sebaliknya. Jadi apabila bahan makanan olahan tersebut sudah ada dalam DKBM atau DKGJ, maka tidak perlu dikonversi lagi dengan DMM, untuk menafsir berat bahan makanan (mentah) dari makanan olahan (masak), atau sebaliknya. Rumus Konversi Berat Mentah Masak Bersih Fj =
Bmj Boj
Bmj = Fj x Boj Keterangan : Fj
: faktor Konversi berat masak bahan makanan j
Bmj
: berat bahan makanan j dalam bentuk mentah
Boj
: berat bahan makanan j dalam bentuk olahan
4. Daftar Konversi Penyerapan Minyak
Daftar Penyerapan Minyak (DPM) memuat angka-angka yang menunjukkan persentase minyak yang diserap dalam bahan mentah jika pangan tersebut diolah dengan menggunakan minyak goreng. Faktor penyerapan minyak (M) berbagai jenis pangan disajikan pada tabel 12
24
Banyak jenis bahan makanan yang diolah dengan menggunakan minyak goreng dengan tujuan untuk meningkatkan cita rasa (lebih enak dan gurih), mengurangi kehilangan vitamin yang larut dalam pengolahan ini adalah makanan yang diolah langsung dengan minyak, tumis, bacem atau gabungan rebus goreng. Seperti penggunaan DMM, daftar ini (DPM) digunakan apabila pada DKBM tidak dijumpai makanan olah dengan minyak goreng. Sehingga untuk menghitung zat gizi makanan tersebut harus dipisahkan antara pangan mentah dengan minyak goreng yang digunakan. Secara umum digunakan adalah Dalam penilaian maupun perencanaan konsumsi pangan dimana energi dan lemak menjadi perhatian utama maka DPM ini sangat diperlukan . Misalnya dalam penyusunan menu rendah kalori, seseorang yang akan memasak kentang goreng harus menghitung energi dari kentang dan minyak goreng Rumus penyerapan minyak Mj =
Bkj x 100 Bmj
Bkj = Mj x
Bmj 100
Keterangan : Bkj
= berat minyak yang diserap bahan makanan j
Mj
= faktor Konversi penyerapan minyak pada bahan makanan j
Bmj
= berat bahan makanan j
5. Daftar Ukuran Rumah Tangga.
Ukuran Rumah Tangga adalah satuan jumlah pangan atau makanan yang dinyatakan berupa peralatan yang lazim digunakan dirumah tangga sehari-hari, seperti piring, gelas, sendok, mangkok, potong, buah, ikat dan sebagainya.
25
Daftar URT ini digunakan untuk menaksir jamlah bahan pangan kedalam gram dan volume dalam liter. Daftar ukuran rumah tangga sering digunakan dalam perencanaan konsumsi pangan dan pengumpulan data konsumsi pangan dengan penimbangan tidak langsung. Dalam pengumpulan data konsumsi pangan dengan cara recall (ingat-ingat) baik dalam survei maupun konsultasi gizi, penggunaan URT memegang peranan penting. Kesalahan penggunaan URT akan berakibat kesalahan dalam penilaian konsumsi pangan dan gizi. 6. Daftar Bahan Makanan Penukar
Daftar Bahan Makanan Penukar adalah daftar yang memuat bahan makanan sumber gizi tertentu yang kandungannya relatif sama pada setiap golongan bahan makanan, sehingga masing-masing bahan makanan dapat saling ditukarkan atau disubsitusi. Dalam Daftar Bahan Makanan Penukar (DBP) disajikan tujuh golongan bahan makanan, yaitu 1) Bahan makanan sumber karbohidrat, yang sebagiannya sebagai makanan pokok. 2) Bahan makanan sumber protein hewani (lauk). 3) Susu baik berupa bubuk ataupun cair, biasanya dipergunakan sebagai minuman dan pelengkap dalam pengolahan makanan. 4) Bahan makanan sumber protein nabati (lauk). 5) Bahan makanan sumber vitamin dan mineral dari sayuran. 6) Bahan makanan sumber vitamin dan mineral dari buah dan 7) Minyak, lemak dan sejenisnya yang biasanya dipergunakan dalam pengolahan pangan. E. Penghitungan Kebutuhan Gizi 1. Memperkirakan kebutuhan Energi a. Metode penghitungan energi pada orang dewasa 1) Pengeluaran energi basal
Pengeluaran Energi Basal (Basal Nergy Expenditure/ BEE) adalah pengeluaran kalori secara teoritis dalam keadaan
puasa dan istirahat tanpa stres. (Andy Hartono, 2000). Kebutuhan energi untuk BEE diperhitungkan menurut berat badan normal atau ideal.
26
Cara perhitungan BEE dapat mempergunakan cara FAO/ WHO/ UNU dengan cara ini mempehatikan umur, gender, berat badan, dan tinggi badan. Tabel 2.5
Rumus FAO/ WHO/ UNU untuk menentukan AMB
AMB (kkal/ hari) Laki-laki Perempuan 0–3 60,9 B*) – 54 61,0 B – 51 3 – 10 22,7 B + 495 22,5 B + 499 12,2 B + 746 10 – 18 17,5 B + 651 18 – 30 15,3 B + 679 14,7 B + 496 30 – 60 11,6 B + 879 8,7 B + 829 10,5 B + 596 ≥ 60 13,5 + 478 Sumber : (FAO/ WHO/ UNU, 1985) Kelompok umur
2) Pengeluaran energi tambahan
Jenis dan aktifitas fisik juga mempengaruhi terhadap kebutuhan energi, maka faktor kecukupan energi untuk aktifitas fisik pekerjaan terhadap kebutuhan energi dibagi dalam empat golongan, yaitu sangat ringan, ringan, sedang dan berat. (Darwin karyadi dan muhilal, 1988). Untuk memperkirakan kebutuhan total kalori pasien dewasa, BEE dikalikan dengan faktor aktifitas (FA) dan faktor trauma stress. Tabel 2.6
Faktor Ativitas (FA)
Aktivitas
Gender
Laki-laki Tirah baring total *) 1,2 Sangat ringan **) 1,3 Ringan ***) 1,65 Sedang ***) 1,76 Berat ***) 2,1 Sumber :*) (Andy Hartono, 2000),
Perempuan 1,2 1,3 1,55 1,70 2,00
**) (Mahan LK dan M.T. Arilin, 2000) ***)
(Muhilal, Fasli Jalal dan Hardinsyah, 1998)
27
Tabel 2.6
Faktor Trauma atau stress untuk menetapkan kebutuhan energi orang sakit
No 1. 2.
Jenis Trauma/ stress Tidak ada stress, pasien dalam keadaan gizi baik Stres ringan, peradangan saluran cerna, kanker, bedah efektif, trauma kerangka moderat 3. Stres sedang, sepsis,bedah tulang, luka bakar, trauma kerangka mayor 4. Stres berat: trauma multiple, sepsis, dan bedah multisistem 5. Stres sangat berat: lika kepala berat, sindroma penyakit pernapasan akut, luka bakar dan sepsis 6. Luka bakar sangat berat Sumber (Sunita Almatsier, 2004)
Faktor 1,3 1,4 1,5 1,6 1,7 2,1
b. Metode penghitungan energi pada anak-anak
Pada anak-anak kebutuhan kalori dapat dihitung dengan berdasarkan usia anak dan berat badan anak Tabel 2.7
Kebutuhuan Kalori Berdasarkan Umur Anak
Usia (tahun) <1 1–3 4–6 7 – 10 11 - 18 Sumber : (Andy Hartono, 2000).
Kal/ Kg BB/hari 80 – 95 75 – 90 65 – 75 55 – 75 45 – 55
2. Memperkirakan kebutuhan protein a. Perhitungan protein pada pasien dewasa
Kebutuhan protein normal adalah 10 - 15% dari kebutuhan energi total., atau 0,8 - 1,0 gr/ kg BB. Kebutuhan energi minimal untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen adalah 0,4 - 0,5 gr/ kg BB. Demam, sepsis, operasi, trauma dan luka dapat meningkatkan kebutuhan protein, sehingga dapat meningkatkan katabolisme protein. Sebagian besar pasien yang dirawat membutuhkan 1,0 sampai 1,5 gr protein/ kg BB. (Almatsier, 2004).
28
Tabel 2.7 Memperkirakan kebutuhan Protein pada Pasien Dewasa Tingkat stres Tidak stres
Stres ringan Stres berat
Gagal ginjal
Penyebab RDA Pembedahan efektif, Infeksi local, demam derajat rendah
Transpalasi sumsum tulang, Luka bakar, Sakit yang kritis, Multi trauma, Pembedahan dengan Malnutrisi bedah, Infeksi Astemik/ sepsis Akut Akut yang menjalani dialysis Kronis hemodialisis Kronis peritoneal dialysis
Penyakit hati
Ensefalopati Hepatitis Sumber (Andy Hartono, 2000).
Kebutuhan 0,8
1.0 – 1,2 1,75 – 2,0
0,7 – 0,8 1,5 – 2,0 1,1 – 1,4 1,1 – 1,4 0,6 – 0,7 1,0 – 1,5
b. Pehitungan protein pada pasien anak
Pehitungan protein pada anak bisa dilakukan berdasarkan usia dan berat badan anak Tabel 2.8
Kebutuhan Protein Berdasarkan Usia Anak
Usia (tahun) <1 1–6 7 – 10 11 - 18 Sumber : (Andy Hartono, 2000).
Kal/ Kg BB/hari 2–3 1,5 – 2,5 1,3 – 2,0 1,0 – 1,3
3. Memperkirakan kebutuhan lemak
Kebutuhan lemak normal adalah 10 - 25% dari kebutuhan energi total. Kebutuhan lemak dalam keadaan sakit tergantung jenis penyakit, yaitu lemak sedang atau lemak rendah. Lemak sedang dapat diberikan 15 - 20% dari kebutuhan energi total, sedang lemak rendah lebih kecil atau sama dengan 10% dari kebutuhan energi total. (Andy Hartono, 2000). 4. Memperkirakan kebutuhan Karbohidrat
Kebutuhan karbohidrat adalah 60 - 70 % dari kebutuhan energi total, atau sisa energi setelah dikurangi energi yang berasal dari protein dan lemak.
29
5. Memperkirakan kebutuhan Mineral dan Vitamin
Kebutuhan mineral dan vitamin dapat diambil dari Anka Kecukupan
Gizi
(AKG)
yang
dianjurkan.
Disamping
itu,
dipertimbangkan sifat penyakit, simpanan dalam tubuh, kehilangan melalui urin, kulit atau saluran cerna, dan interaksi dengan obat-obatan. Untuk menjamin kebutuhan, dalam keadaan tertentu, vitamin dan mineral perlu ditambahkan.. F. Merancang Srategi Sistem Informasi
Tujuan merancang strategi tehnologi informasi adalah memanfaatkan teknologi informasi sebagai komponen sistem informasi perusahaan, karena sumber daya terbatas, meningkatkan daya saing atau kinerja perusahaan, meningkatkan profitabilitas perusahaan, mencegah terjadinya kelebihan investasi atau kekurangan dan menjamin kebutuhan bisnis perusahaan akan informasi dapat terpenuhi. G. Data dan Informasi
Data adalah fakta yang belum diolah, sedang informasi adalah data yang telah diolah menjadi suatu bentuk yang sangat berarti bagi si penerima dan mempunyai nilai yang nyata atau dapat dirasakan keputusan-keputusan yang sekarang dan dimasa yang akan datang (Gordon, 1999). Informasi ini selanjutnya dapat diolah kembali baik secara manual (melalui akal budi manusia) maupun secara otomatis (komputerisasi) menjadi pengetahuan (knowledge), yaitu berbagai jenis hubungan keterkaitan antar informasi yang satu dengan lainnya sehingga menjadi modal bagi manajemen perusahaan. Keberadaan pengetahuan bagi seorang manajer akan jauh lebih baik dibandingkan jika hasil olahan informasi tersebut tidak ada, karena selain akan meningkatkan kualitas keputusan yang diambil, dapat juga memperkecil resiko yang harus dihadapi perusahaan karena adanya aspek ketidaktahuan akan sesuatu (P. Matin, 1991). H. Sistim Informasi
Sistem terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan yang beroperasi bersama untuk mencapai tujuan tertentu. Hal ini mengandung arti
30
bahwa sistem terdiri dari unsur yang dapat dikenal sebagai saling melengkapi karena satunya maksud tujuan atau sasaran serta dapat berada dibawah pengendalian manusia (Gordon, 1999). Sistem informasi manajemen adalah sistem yang memberikan sumber informasi dalam mendukung fungsi manajerial dan pengambilan keputusan (Gordon, 1999). Sistem informasi juga dikenal sebagai sistem manusia dan mesin yang terpadu untuk menyajikan informasi guna mendukung fungsi operasi, manajemen dan pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi. Sistem ini menggunakan perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), prosedur pedoman, model keputusan dan sebuah database. I.
Sistem Informasi Manajemen Asuhan Gizi
Informasi yang digunakan untuk membangun sistem informasi secara manajemen asuhan gizi dimulai dari di ruang rawat pasien rawat inap atau di poliklinik bagi rawat jalan. Informasi diperoleh dengan menganalisis data rekam medis, anamnesa riwayat diet, pengukuran antropometri, pemeriksaan hasil laboratorium (biokimia), pemeriksaan jasmani. Penilaian (Assessing) status gizi
Pengevaluasian
Perencanaan (Planning)
(Evaluating)
Intervensi gizi
Pelaksanaan (Implementing) Intervensi gizi Gambar 1.1 Manajemen Asuhan Gizi (Andy Hartono, 2000) Pasien dengan rawat inap mempunyai data rekam medis, jenis kelamin, umur, nomor rekam medis, tanggal masuk rumah sakit, diagnosis penyakit yang menyerta, hasil laboratorium serta ruang perawatan.
31
J. Pendorong Pengembangan Sistem Informasi
Ada tiga hal yang mendorong pengembangan sistem informasi yaitu adanya masalah (problem), peluang (opportunity) dan arahan bagi manajemen (directed) (Whitten, 2004). Dimana masalah merupakan situasi yang mencegah perusahaan dalam mencapai, tujuan dan targetnya, peluang merupakan kesempatan untuk menentukan konerja meskipun tidak ada masalah spesifik yang menggangu kinerja, sedang arahan adalah kebutuhan baru yang dikeluarkan oleh manajemen, pemerintah atau pihak luar perusahaan lainnya. Untuk mengkategorikan ketiga hal tersebut dan untuk kerangka acuan analisis sistem atau pemecahan masalah yang dihadapi user maka dikembangkan kerangka kerja yan dinamakan PICES meliputi: 1. Performance, yaitu kebutuhan untuk meningkatkan kinerja, ukurannya banyak kerja yang dilakukan pada periode tertentu. 2. Information, yaitu kebutuhan untuk mengontrol data dan informasi, ukurannya peningkatan kualitas informasi, kemudahan dalam mengakses dan masalah redudance data tidak ada. 3. Economic,
yaitu
kebutuhan
untuk
meningkatkan
ekonomi
atau
mengontrol biaya, ukurannya peningkatan keuntungan secara ekonomi. 4. Control dan Security, yaitu kebutuhan untuk meningkatkan kontrol dan keamanan, ukurnanya kegiatan dapat dikontrol dan adanya keamanan informasi. 5. Efisiency, yaitu kebutuhan untuk meningkatkan efisiensi pegawai, mesin dan kualitas informasi sebagai keluarannya, ukurannya meminimalkan jumlah pegawai dan peningkatan kualitas informasi. 6. Service, yaitu kebutuhan untuk meningkatkan pelayanan kepada pelanggan, pegawai dan manjemen, ukurannya kepuasan pelanggan, pegawai dan manajemen. K. Siklus Hidup Pengembangan Sistem
Siklus
Hidup
Pengembangan
Sistem
merupakan
metode
pengembangan sistem informasi dan sebagai kerangka kerja untuk analisis, perancangan dan implementasi sistem. SDLC didefinisikan sebagai proses yang mana system analist, shoftware engineer dan programmer membangun
32
suatu sistem dan merupakan alat manajemen proyek untuk merencanakan, mengeksekusi dan mengontrol proyek pengembangan sistem (Whitten, 2001). Menurut Whitten ada 8 tahap pengembangan sistem, setiap tahapan dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Studi Pendahuluan (preliminary investigation)
Pada tahap ini mempunyai tujuan a. Mengetahui masalah, peluang dan tujuan user b. Mengetahui ruang lingkup yang akan dikerjakan c. Mengetahui kelayakan perencanaan proyek 2. Analisis Masalah (Problem Analysis)
Tujuan pada tahap ini adalah a. Mempelajari dan menganalisis sistem yang telah ada b. Mengindentifikasi masalah dan mencari solusinya 3. Analisis Kebutuhan (Requirement Analisis)
Tujuan tahap ini adalah a. Mengindentifikasi kebutuhan user (data proses dan interface). b. Menganalisis kebutuhan sistem 4. Analisis Keputusan (Decision Analisis)
Tujuan tahap ini adalah a. Mengidentifikasi alternatif sistem b. Menganalisis kelayakan alternatif sistem c. Pemilihan alternatif sistem 5. Perancangan (Design)
Tahap perancangan adalah tahap perancangan sistem baru yang dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi perusahaan yang diperoleh dari pemilihan alternatif sistem yang terbaik, dengan kegiatan a. Perancangan keluaran (output) b. Perancangan masukan (input) Bertujuan untuk memberikan bentuk-bentuk masukan didokumen dan dilayar ke sistem informasi c. Perancangan interface
33
Bertujuan
untuk
memberikan
bentuk-bentuk
interface
yang
dibutuhkan dalam informasi. 6. Membangun sistem baru (construction)
Tujuan ini adalah a. Membangun dan menguji sistem sesuai kebutuhan dan spesifikasi rancangan b. Mengimplementasikan interface antara sistem baru dan sistem yang telah ada 7. Penerapan (implementation)
Tahap penerapan bertujuan untuk Menerapkan sistem yang baru termasuk dokumentasi dan pelatihan 8. Pengoperasian dan Dukungan (operation and support)
Pada tahap ini bertujuan untuk mendukung sistem dapat beroperasi secara baik dengan pemeliharaan sistem L. Diagram Konteks
Diagram konteks adalah bagian dari Data Flow yang berfungsi memetakan model lingkungan, yang dipresentasikan dalam lingkaran tunggal yang mewakili keseluruhan sistem meliputi a. Kelompok pemakai, organisasi atau sistem lain dimana sistem melakukan komunikasi b. Data masuk, yaitu data yang diterima sistem dari lingkungan dan harus diproses dengan cara tertentu c. Data keluar yaitu data yang dihasilkan sistem dan diberikan kedunia luar d. Penyimpanan data, yaitu digunakan secara bersama antara sistem dan terminator e. Batasan, antara sistem dengan lingkungan Simbol yang digunakan dalam diagram konteks adalah: 1. Persegi panjang, berfungsi untuk berkomunikasi dengan sistem melalui aliran data. 2. Lingkaran berfungsi menunjukkan adanya kegiatan proses dalam sistem 3. Data aliran, berfungsi menunjukkan spesifikasi jenis data yang dibutuhkan sistem
34
M. Diagram Arus Data (Data Flow Diagram/ DFD)
DFD adalah sebuah diagram yang menjelaskan bagaimana hubungan bersama dari bagian file, laporan, sumber dokumen dan sebagainya. Tujuan DFD adalah membuat aliran data seluruhnya dari sistem. Berdasarkan penggunaannya. Empat komponen dalam DFD 1. Proses digambarkan dalam bentuk lingkaran atau bujursangkar dengan sudut melengkung. 2. Aliran data, digambarkan dalam bentuk anak panah yang menuju ke atau dari proses 3. Penyimpanan, digunakan untuk memodelkan kumpulan data 4. Terminator, digunakan dengan simbol persegi panjang yang mewakili entitas luar atau dalam dimana distem berkomunikasi dan disebut dengan sumber (data masukan kesistem) atau tujuan (informasi, keluaran dari sistem) N. Entity Relationship Diagram (ERD)
Entity Relationship Diagram adalah model yang didasarkan atas persepsi dari sekumpulan obyek yang disebut entitas, dan relasi antar obyek tersebut. Sebuah entitas adalah sebuah obyek yang dapat dibedakan dengan obyek lainnya oleh sekumpulan atribut yang spesifik. Sebuah relasi adalah himpunan antara beberapa entitas, relasi ini menunjukkan hubungan diantara sejumlah entitas yang berasal dari sejumlah entitas yang berbeda. Sebuah entitas dari tipe yang sama dan tipe relasi yang sama adalah bentuk sebuah entitas dan relasi secara berurutan. Setiap entitas dari gugus disebut anggota gugus, berdasarkan jumlah gugus maka relasi antar entitas dibedakan menjadi a. Relasi biner, yaitu relasi antara 2 gugus entitas b. Relasi trio, yaitu relasi antara 3 gugus entitas c. Relasi N-ary, yaitu relasi antara n gugus entitas Khusus untuk relasi biner maka relasi antar anggota dari dua gugus yang terlibat dapat bersifat. a. Relasi 1-1 (one-to-one relationship) adalah suatu entitas anggota gugus diasosiasikan dengan tepat satu entitas anggota gugus lain
35
b. Relasi 1-banyak (one-to-many relationship) adalah suatu entitas anggota gugus diasosiasikan dengan satu atau lebih entitas anggota gugus lain. Sebaliknya satu entitas gugus lain tersebut diasosiasikan dengan tepat satu entitas anggota gugus pasangannya. c. Relasi banyak-banyak (many-to-many relationship) adalah satu entitas anggota diasosiasikan dengan satu atau lebih entitas anggota gugus lain dan sebaliknya. Struktur logikal secara keseluruhan dari database dapat digambarkan secara grafik dari sebuah E-R diagram yang berisi komponen a. Persegi panjang, yang menggambarkan hubungan entitas b. Elips yang menggambarkan atribut c. Belah ketupat, yang menggambarkan relasi antar entitas d. Garis yang menghubungkan atribut ke himpunan entitas atau dari himpunan entitas ke relasi.
(a)
(c)
(d)
(b) Gambar 2.2 Simbol ER-Diagram P. Hierarki Input Proses Output (HIPO)
HIPO dapat digunakan sebagai alat pengembangan sistem dan teknik dokumentasi
program.
Penggunaannya
mempunyai
beberapa
sasaran
(Gordon, 1999): a. Menyediakan suatu struktur guna memahami fungsi-fungsi dari sistem b. Lebih menekankan fungsi-fungsi yang harus diselesaikan oleh program, bukan menunjukkan statemen-statemen program yang digunakan untuk melaksanakan fungsi tersebut
36
c. Menyediakan penjelasan yang jelas dari input yang harus digunakan dari output yang harus dihasilkan oleh masing-masing fungsi pada tiap-tiap tingkatan dari diagram HIPO. d. Menyediakan output yang tepat dan sesuai kebutuhan pemakai Q. Kamus Data
Kamus Data menurut Pohan (1997) berfungsi untuk membantu pelaku sistem untuk mengerti aplikasi secara rinci dan mereorganisasi semua elemen data yang digunakan dalam sistem secara presisi sehingga pemakai dan penganalisis sistem mempunyai dasar yang sama tentang masukan, keluaran, penyimpanan dan proses. Kamus data mendefinisikan elemen data dengan fungsi sebagai berikut : a. Menjelaskan arti aliran data dan penyimpanan dalam DFD. b. Mendeskripsikan komposisi paket data yang bergerak melalui aliran. c. Mendeskripsikan penyimpanan data d. Menspesifikasikan nilai dan satuan yang relecan bagi penyimpanan data e. Mendeskripsikan hubungan rinci antar penyimpanan yang akan menjadi titik perhatian diagram E-R. Pendefisian elemen data menggunakan notasi yang umum digunakan dan diawali oleh sejumlah simbol seperti terlihat dalam tabel berikut : Tabel 2.11 Simbol-simbol yang digunakan dalam kamus data No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Simbol = + ( ) { } [ ] * * @
׀
Uraian Terdiri dari, diuraikan menjadi, artinya Dan Opsional (boleh ada boleh tidak) Pengulangan Seleksi, memilih satu dari alternative Komentar Indentifikasi atribut kunci Pemisahan sejumlah alternative pilihan antara simbol [ ]
37
R. Perancangan Sistem 1. Perancangan Input dan Output a. Perancangan input
Masukan
(input)
merupakan
awal
dimulainya
proses
informasi. Bahan mentah dari informasi adalah data yang terjadi dari transaksi-transaksi yang dilakukan oleh organisasi. Data hasil transaksi merupakan masukan untuk sistem informasi. Perancangan input harus berusaha membuat sistem yang dapat menerima input
yang berguna yang dimulai dari merancang dokumen dasar sebagai penangkap input yang pertama kali (Yogianto, 1999) Dokumen dasar (source dokumen) merupakan formulir yang digunakan untuk menangkap data yang terjadi. Data yang tercatat pada dokumen dasar kemudian dimasukkan sebagai input ke sistem informasi untuk diolah. Sedangkan alat input yang digunakan dapat berupa keyboard, mouse dan sebagainya. b. Perancangan Output.
Keluaran (output) adalah produk dari sistem informasi yang dapat dilihat, dapat berupa hasil di media kertas atau hasil di media lunak (berupa tampilan layar). 2. Perancangan Basis Data
Basis data adalah kumpulan file yang saling berelasi, relasi tersebut biasa ditunjukkan dengan kunci dari tiap file yang ada. Satu basis data menunjukkan satu kumpulan data yang dipakai dalam lingkup instansi atau perusahaan. Kegunaan utama sistem basis data adalah agar pemakai mampu menyusun suatu pandangan dari abstraksi dari data. Bayangan dari data tidak lagi memperhatikan kondisi yang sesungguhnya bagaimana data itu masuk ke data yang disimpan dalam disk, tetapi menyangkut secara menyeluruh bagaimana data tersebut dapat digambarkan menyerupai kondisi oleh pemakai sehari-hari. Untuk menghasilkan data yang baik perlu dilakukan kegiatan perancangan basis data
38
Langkah
yang
dilakukan
dalam
perancangan
basis
data
mengindentifikasi file-file yang diperlukan dalam sistem informasi. Langkah rancangan basis data adalah sebagai berikut. a. Menentukan kebutuhan file basis data. b. Menentukan parameter dari file database Parameter meliputi 1) Tipe dari file : file induk, file transaksi atau file sementara. 2) Media file : hard disk, diskette, compact disk atau pita magnetik. 3) Organisasi dari file, file tradisional (file urut, file akses langsung) atau organisasi basis data (struktur berjenjang, jaringan atau berjenjang). 4) File kunci dari file 3. Perancangan Dialog Antar Muka
Rancangan dialog antar muka merupakan rancangan bangun dari dialog antara user dengan komputer. Dialog ini dapat terdiri dari proses memasukkan data kesistem, menampilkan output informasi kepada user atau keduanya. Banyak srategi merancang dialog antar muka, salah satu strategi yang digunakan adalah menu. Menu berisi pilihan yang disajikan kepada user.
Tiap-tiap
layar
dialog
merupakan
urutan
tertentu
untuk
mengkoordinasikan tampilan-tampilan yang terjadi dalam dialog yang digunakan bagan dialog. S. Block Chart Diagram
Block Chart berfungsi memodelkan masukan, keluaran, referensi, master, proses ataupun transaksi pada simbol-simbol tertentu (Pohan & Bakri, 1997). Simbol-simbol yang digunakan dalam block chart adalah : a. Persegi panjang yang menggambarkan perekaman, proses dan pelaporan data. b. Kombinasi segitiga dan segi empat, yang menggambarkan fungsi pemasukan data.
39
c. Kombinasi garis dan lengkung, yang menggambarkan store data umumnya file master atau file temporer yang digunakan selama proses. d. Kombinasi persegi panjang dan garis lengkung, yang menggambarkan dokumen masukan (formulir) dan dokumen keluaran (laporan).
(a)
(d)
(b)
(e)
Gambar 2.3 Simbol Block Chart Diagram
(c)