BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Dalam Buku Pedoman Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif (2014) Desa dan Kelurahan Siaga Aktif diartikan sebagai bentuk pengembangan dari Desa Siaga yang telah dimulai sejak tahun 2006. Desa atau Kelurahan Siaga Aktif adalah desa atau yang disebut dengan nama lain atau kelurahan, yang : 1. Penduduknya dapat mengakses dengan mudah pelayanan kesehatan dasar yang memberikan pelayanan setiap hari melalui Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) atau sarana kesehatan yang ada di wilayah tersebut seperti, Pusat Kesehatan Masyarakat Pembantu (Pustu), Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) atau sarana kesehatan lainnya. 2. Penduduknya mengembangkan UKBM dan melaksanakan surveilans berbasis masyarakat (meliputi pemantauan penyakit, kesehatan ibu dan anak, gizi, lingkungan dan perilaku), kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana, serta penyehatan lingkungan sehingga masyarakatnya menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Masyarakat harus berbagi kemampuan, sumber daya dan pengambilan keputusan untuk memastikan dan mempertahankan kondisi kesetaraan dan kesehatan. Selain itu Intervensi untuk meningkatkan kesadaran hidup sehat harus didesain berdasarkan permasalahan kesehatan yang menjadi prioritas dengan
mempertimbangkan kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat.(Kemenkes dan FKM-UI, 2012) Peran serta masyarakat dalam Program Desa/ Kelurahan Siaga Aktif sangat diharapkan dalam upaya mencapai tujuan yang telah tertuang dalam program tersebut. Keterlibatan Masyarakat secara langsung dalam pengembangan desa/ kelurahan siaga dapat berupa penggerakan dana bersumber dari masyarakat dan pelaksanaan desa siaga didasarkan pada masalah dan sumber daya di desa. Peningakatan dana operasional juga dapat dilakukan dengan menggalang kemitraan dengan pihak pengusaha swasta dan donatur yang difasilitasi dan diarahkan oleh pemerintah desa. (Misnaniarti, dkk. 2011) Pelaksanaan program-program desa siaga membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak antara lain pernagkat desa, tokoh masyarakat, pemuda, LSM dan seluruh warga masyarakat (Rochmawati, 2010).
2.2 Pendekatan Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif dilaksanakan melalui pemberdayaan masyarakat, yaitu upaya memfasilitasi proses belajar masyarakat desa dan kelurahan dalam memecahkan masalah-masalah kesehatannya. Oleh karena merupakan upaya pembangunan desa dan kelurahan, maka program ini memerlukan peran aktif dari berbagai pihak mulai dari pusat, provinsi, kabupaten, kota, kecamatan, sampai ke desa dan kelurahan seperti yang diuraikan berikut : 1. Urusan wajib pemerintah kabupaten dan pemerintah kota Melakukan advokasi kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk mengeluarkan kebijakan pemanfaatan alokasi dana desa minimal 10% untuk UKBM. Penetapan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
kabupaten dan kota sebagai tolok ukur kinerja pelayanan kesehatan yang diselenggarakan daerah kabupaten dan kota.(Kemenkes, 2015) Pada saat ini pemerintah memberi peran lebih besar kepada masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat serta lebih memahami aspirasi kebutuhan masyarakat secara langsung. Pendekatan-pendekatan yang sifatnya top down dan instruksional harus dikurangi.(Permendagri dan Menkes, 2012) 2. Dukungan Kebijakan di tingkat desa dan kelurahan Pada tingkat pelaksanaan di desa, pengembangan Desa Siaga Aktif harus dilandasi minimal oleh Peraturan Kepala Desa yang tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang undangan yang lebih tinggi. Pada tingkat pelaksanaan di kelurahan, pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif mengacu kepada kebijakan atau peraturan yang ditetapkan oleh Bupati atau Walikota (Kemenkes, 2014) 3. Integrasi dengan program pemberdayaan masyarakat Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif merupakan program pemberdayaan masyarakat, sehingga dalam pelaksanaan kegiatannya terintegrasi dengan program-program pemberdayaan masyarakat lain, baik yang bersifat nasional, sektoral maupun daerah. Salah satu contohnya adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Integrasi ini merupakan suatu yang sangat penting, karena tujuannya yang sejalan khususnya pada program yang ada untuk kegiatan-kegiatan di bidang kesehatan masyarakat (Kemenkes, 2014) Dalam pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan yang paling utama adalah partisipasi, selain pengetahuan, keterampilan, sumber daya, visi bersama sensitivitas komunitas dan komunikasi.(Endang, S.S, dkk. 2012)
2.3 Persiapan Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Dalam rangka persiapan untuk pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif perlu dilakukan sejumlah kegiatan yang meliputi : 1. Pelatihan fasilitator 2. Pelatihan petugas kesehatan 3. Analisis situasi perkembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif 4. Penetapan kader pemberdayaan masyarakat (KPM) 5. Pelatihan KPM dan lembaga kemasyarakatan
2.4 Penyelenggaraan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Kepala Desa dan Perangkat Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah penyelenggara pemerintah desa. Oleh karena itu, kegiatan memfasilitasi masyarakat menyelenggarakan pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif, yang merupakan tugas dari Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM) dan kader kesehatan, harus mendapat dukungan dari Kepala Desa/ Lurah dan BPD, Perangkat Desa/ Kelurahan, serta lembaga kemasyarakatan yang ada. Kegiatan berupa langkah-langkah dalam memfasilitasi siklus pemecahan masalah demi masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat desa atau kelurahan (Kemenkes, 2014) Pelayanan kesehatan bagi masyarakat Desa/ Kelurahan Siaga Aktif diselenggarakan melalui berbagai UKBM (Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat), serta kegiatan kader dan masyarakat, dengan dukungan Puskesmas dan jajarannya (Kepmenkes, 2010). Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan UKBM difokuskan kepada upaya surveilans berbasis masyarakat, kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana serta penyehatan lingkungan. Surveilans berbasis
masyarakat adalah pengamatan dan pencatatan penyakit yang diselenggarakan oleh masyarakat (kader) dibantu tenaga kesehatan, melalui kegiatan – kegiatan : (1) pengamatan dan pemantauan penyakit serta kesehatan ibu dan anak, gizi, lingkungan dan perilaku yang dapatmenimbulkan masalah kesehatan masyarakat, (2) pelaporan cepat (kurang dari 24 jm) kepada petugas kesehatan untuk respon cepat, (3) pencegahan dan penanggulangan sederhana penyakit dan masalah kesehatan, serta (4) pelaporan kematian (Nawalah, 2012).
2.5 Pentahapan/ Stratifikasi Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Atas dasar kriteria Desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang telah ditetapkan, maka perlu dilakukan pentahapan/ stratifikasi dalam pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif, sehingga dapat dicapai tingkatan-tingkatan atau kategori Desa dan Kelurahan Siaga Aktif sebagai berikut : 1. Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Pratama 2. Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Madya 3. Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Purnama 4. Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Mandiri Dalam bentuk matriks, pentahapan perkembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Tabel 2.1 Pentahapan Perkembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif PENTAHAPAN DESA DAN KELURAHAN SIAGA AKTIF
KRITERIA
PRATAMA
MADYA
PURNAMA
MANDIRI
1. Forum Desa/ Kelurahan
Ada, tetapi belum berjalan
Berjalan, tetapi belum rutin setiap triwulan
Berjalan setiap triwulan
Berjalan setiap bulan
2. KPM/ Kader Kesehatan
Sudah ada minimal 2 orang
Sudah ada 3-5 orang
Sudah ada 6-8 orang
Sudah ada 9 orang atau lebih
3. Kemudahan Akses Pelayanan Kesehatan Dasar 4. Posyandu & UKBM lainnya aktif
Ya
Ya
Ya
Ya
Posyandu ya, UKBM lainnya tidak aktif
Posyandu & 2 Posyandu & 3 UKBM lainnya UKBM aktif lainnya aktif
Posyandu & 4 UKBM lainnya aktif
5. Dukungan dana untuk kegiatan kesehatan di Desa dan Kelurahan : Pemerintah Desa dan Kelurahan Masyarakat Dunia Usaha 6. Peran serta masyarakat dan Organisasi Kemasyarakatan
Sudah ada dana dari Pemerintah Desa dan Kelurahan serta belum ada sumber dana lainnya
Sudah ada dana dari Pemerintah Desa dan Kelurahan serta satu sumber dana lainnya
Sudah ada dana dari Pemerintah Desa dan Kelurahan serta dua sumber dana lainnya
Sudah ada dana dari Pemerintah Desa dan Kelurahan serta dua sumber dana lainnya
Ada peran aktif masyarakat dan tidak ada peran aktif ormas
Ada peran aktif masyarakat dan peran aktif satu ormas
Ada peran aktif masyarakat dan peran aktif lebih dari dua ormas
7. Peraturan Kepala Desa atau Peraturan Bupati/ Walikota 8. Pembinaan PHBS di Rumah Tangga
Belum ada
Ada, belum direalisasikan
Ada peran aktif masyarakat dan peran aktif dua ormas Ada, sudah direalisasikan
Pembinaan PHBS kurang dari 20% rumah tangga yang ada
Pembinaan PHBS minimal 20% rumah tangga yang ada
Pembinaan PHBS minimal 40% rumah tangga yang ada
Pembinaan PHBS minimal 70% rumah tangga yang ada
Ada, sudah direalisasikan
Dengan ditetapkannya tingkatan atau strata tersebut diatas, maka Desa dan Kelurahan Siaga yang saat ini sudah dikembangkan harus dievaluasi untuk menetapkan apakah masih dalam kategori Desa dan Kelurahan Siaga atau sudah dapat dimasukkan ke dalam salah satu dari tingkatan/ kategori Desa dan Kelurahan siaga Aktif. Evaluasi ini dilakukan dengan mengacu kepada petunjuk teknis yang ada (Kemenkes, 2014)
2.6 Indikator Keberhasilan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Keberhasilan pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif di suatu desa atau kelurahan dapat dilihat dari: 1. Keberadaan dan keaktifan Forum Desa atau Kelurahan. Forum yang dibentuk di tingkat desa/ kelurahan dan tingkat kecamatan yang terdiri atas para pemangku kepentingan. Susunan Forum di tingkat desa dan kelurahan adalah: Ketua : Kepala Desa/Lurah atau pihak lain yang ditunjuk Wakil Ketua/Sekretaris : Sekretaris Desa/Kelurahan atau pihak lain yang ditunjuk Anggota : Perangkat Pemerintahan Desa/ Kelurahan, Unsur Lembaga Kemasyarakatan seperti Tim Penggerak PKK, LPM Desa/ Kelurahan dan tokoh masyarakat atau pihak lain yang terkait Struktur diperlukan
agar terdapat
pembagian pekerjaan
dan
memudahkan bagi para anggota yang terlibat didalam pelayanan kesehatan pada forum ini, melaksanakan tugas sebagaimana tugas yang diberikan kepada mereka yang telah diputuskan secara bersama pada pertemuan musyawarah masyarakat desa.
2. Adanya kader pemberdayaan Masyarakat/ kader kesehatan di Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM) adalah anggota masyarakat Desa/Kelurahan yang memiliki pengetahuan, kemauan dan kemampuan untuk menggerakkan masyarakat berpartisipasi dalam pemberdayaan masyarakat dan pembangunan partisipatif di Desa/Kelurahan. Sedangkan kader kesehatan adalah kader teknis desa dan kelurahan siaga aktif, yaitu anggota masyarakat yang bersedia, mampu dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan kegiatan pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan secara sukarela serta telah mengikuti pelatihan di bidang kesehatan. Dalam Laporan Penelitian Erfan N, dkk (2011) mengungkapkan bahwa sering kali kegiatan yang dilakukan bidan desa telah melibatkan kader namun tidak pernah diungkapkan dalam forum desa sehingga ketua desa merasa tidak dilibatkan dalam kegiatan ini sehingga seluruh kegiatan kesehatan di desa dianggap harus dilakukan oleh bidan desa. Artinya perlu menjalin komunikasi yang baik tentang peran dan tugas masing-masing pihak dalam Program Desa Siaga Aktif (Kemenkes, 2014). Hasil penelitian Candra D (2013) menyatakan bahwa aktivitas yang dilakukan kader ialah ikut berpartisipasi dalam pelatihan kesehatan, memfasilitasi forum desa/kelurahan, surveilans berbasis masyarakat, gotong royong dan promosi kesehatan. Faktor-faktor yang mendukung kinerja kader meliputi kesesuaian peran kader desa siaga dengan tugas mereka sebagai kader kesehatan, mempunyai pengalaman organisasi, tingkat pendidikan cukup tinggi (SMA), usia yang produktif, memiliki masa kerja cukup lama, SK sebagai kader, dukungan dana dari para donator dan dukungan keluarga.
Sedangkan faktor penghambat adalah jumlah indentif yang sedikit, kondisi kerja yang kurang kondusif, pengetahuan yang rendah, kurang memiliki motivasi diri dan tidak memiliki skil kesehatan. 3. Kemudahan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar yang buka atau memberikan pelayanan setiap hari. Kemudahan akses desa/kelurahan ke pelayanan kesehatan dasar adalah tersedianya Poskesdes yang beroperasi atau sarana pelayanan kesehatan dasar lain di desa/kelurahan yang memberikan pelayanan kesehatan setiap hari atau terdapatnya Puskesmas, Pustu atau sarana pelayanan kesehatan lain yang memberikan pelayanan kesehatan setiap hari dan secara geografis mudah dicapai oleh masyarakat desa/kelurahan yang bersangkutan. (Depkes, 2009) 4. Keberadaan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dapat
melaksanakan
penanggulangan
bencana dan
kegawatdaruratan
kesehatan, surveilans berbasis masyarakat serta penyehatan lingkungan. Menurut Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu (2015) Posyandu merupakan salah satu bentuk UKBM yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat. Keaktifan Posyandu merupakan salah satu kriteria untuk mencapai Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Posyandu dikatakan aktif apabila minimal Posyandu yang ada di desa atau kelurahan 25 % sudah mencapai tingkat Posyandu Purnama, yaitu Posyandu yang telah melakukan penimbangan lebih dari 8 kali dalam setahun dengan rerata kader yang bertugas 5 orang atau lebih, cakupan sasaran yang ditimbang, kegiatan KIA, KB dan imunisasi sudah 50% atau lebih, sudah
memiliki kegiatan tambahan namun sasaran yang berpartisipasi dalam dana sehat kurang dari 50%. UKBM dikatakan aktif apabila secara rutin melakukan salah satu atau beberapa dari kegiatan-kegiatan: (1) Pengamatan dan pemantauan penyakit serta keadaan kesehatan ibu dan anak, gizi, lingkungan, dan perilaku yang dapat menimbulkan masalah kesehatan masyarakat, (2) Pelaporan cepat (kurang dari 24 jam) kepada petugas kesehatan untuk respon cepat, (3) Pencegahan dan penanggulangan sederhana penyakit dan masalah kesehatan, serta Pelaporan kematian. (Permenkes, 2013) Adapun jenis-jenis UKBM yang ada di masyarakat seperti : Poskesdes, Posyandu, Pos Lanjut Usia, Kelompok Pemakai Air, Pos Pembinaan terpadu PTM, Pos Upaya Kesehatan Kerja, Pos Malaria Desa, Pos TB Desa, Pos Kesehatan Pesantren.(Kemenkes, 2014) 5. Adanya pendanaan untuk pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) atau Anggaran Kelurahan, masyarakat dan dunia usaha. Dukungan dana adalah pemberian atau penyediaan uang/anggaran dari
suatu
pihak
kepada
masyarakat
desa/kelurahan
yang
khusus
diperuntukan bagi pengembangan Desa/Kelurahan Siaga Aktif, yang berasal dari pemerintah (Pemerintah Desa/Pemerintah Kelurahan) atau sumber lain. Dana Pemerintah Desa adalah uang/anggaran yang diambil/merupakan bagian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB-Desa). Sedangkan Dana Pemerintah Kelurahan adalah uang/anggaran yang diambil/merupakan bagian
dari
Anggaran
Pendapatan
dan
Belanja
Daerah
(APBD)
Kabupaten/Kota yang dialokasikan ke kelurahan sebagaimana perangkat
Daerah lainnya. Sumber dana lain adalah sumber dana di luar dari dana Pemerintah Desa/Kelurahan, yang dapat berupa dana dari masyarakat, dana dari perusahaan, dana dari organisasi kemasyarakatan, dana dari lembaga donatur, dan lain-lain yang tidak mengandung ikatan bisnis/komersial, melainkan disumbangkan untuk pengembangan Desa/Kelurahan Siaga Aktif. 6. Adanya peran serta aktif masyarakat dan organisasi kemasyarakatan dalam kegiatan kesehatan di Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Organisasi kemasyarakatan yang ada di desa/ kelurahan tentunya memiliki keterkaitan dengan budaya/ tradisi lokal masyarakat setempat. Anwar. F dan Rahmi. S, (2009). menjelaskan bahwa apabila suatu program dilaksanakan sesuai dengan tradisi lokal maka akan memiliki potensi tinggi untuk berlanjut dan merupakan investasi yang sangat berharga Peran serta aktif masyarakat adalah keterlibatan atau keikutsertaan sejumlah anggota masyarakat dalam kegiatan-kegiatan pengembangan Desa/Kelurahan Siaga Aktif, di mana setiap orang memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas, baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Sedangkan peran serta aktif organisasi kemasyarakatan adalah keterlibatan atau keikutsertaan organisasi kemasyarakatan dalam kegiatan-kegiatan pengembangan Desa/Kelurahan Siaga Aktif, baik dalam bentuk pemikiran, pendampingan, maupun kontribusi tenaga untuk kegiatan. Dalam pengertian ini tidak termasuk kontribusi dalam bentuk dana. Sedangkan yang dimaksud dengan organisasi kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat warga Negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperan
serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. 7. Adanya peraturan di desa atau kelurahan yang melandasi dan mengatur tentang pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Peraturan tentang Desa/Kelurahan Siaga Aktif dapat berupa Peraturan Kepala Desa atau Peraturan Bupati/Walikota. Peraturan Kepala Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa yang bersifat mengatur dalam rangka melaksanakan Peraturan Desa dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Termasuk dalam pengertian ini adalah Keputusan Kepala Desa, yaitu keputusan yang ditetapkan oleh Kepala Desa yang bersifat menetapkan dalam rangka melaksanakan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa yang melandasi dan mengatur tentang pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Sedangkan Peraturan Bupati/Walikota adalah peraturan perundang-undangan ditetapkan oleh Bupati/ Walikota yang bersifat mengatur dalam rangka melaksanakan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.
Termasuk
dalam
pengertian
ini
adalah
Keputusan
Bupati/Walikota, yaitu keputusan yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota yang bersifat menetapkan dalam rangka melaksanakan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dan Bupati/Walikota. Realisasi peraturan adalah diberlakukannya peraturan dengan melaksanakan hal-hal yang tercantum dalam peraturan tersebut, baik sebagian ataupun keseluruhan.
8. Adanya pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di rumah tangga. PHBS merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya (Dinkes, 2012). Pembinaan PHBS adalah upaya untuk menciptakan dan melestarikan perilaku hidup yang berorientasi kepada kebersihan dan kesehatan di masyarakat, agar masyarakat dapat mandiri
dalam mencegah dan
menanggulangi masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya. Oleh karena itu, pembinaan PHBS dilaksanakan melalui penyelenggaraan promosi kesehatan, yaitu upaya untuk membantu individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat agar tahu, mau, dan mampu mempraktikkan PHBS, melalui proses pembelajaran dalam mencegah dan menanggulangi masalah-masalah kesehatan yang dihadapi, sesuai sosial budaya setempat serta didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. PHBS dapat diterapkan dalam tatanan manapun, mulai dari tatanan rumah tangga, institusi pendidikan, tempat kerja, tempat umum dan sarana kesehatan. Keberhasilan PHBS tatanan rumah tangga menggunakan 10 (sepuluh) indikator
yaitu
(1)
persalinan ditolong tenaga kesehatan, (2) memberikan ASI eksklusif kepada bayi, (3) menimbang berat badan balita, (4) menggunakan air bersih, (5) memcuci tangan dengan air bersih dan sabun, (6) menggunakan jamban sehat, (7) memberantas jentik nyamuk, (8) mengonsumsi sayur dan buah setiap hari, (9) melakukan aktivitas fisik setiap hari, (10) tidak merokok di dalam rumah (Dinkes Bali, 2013).
PHBS merupakan cerminan pola hidup keluarga yang senantiasa memperhatikan dan menjaga kesehatan seluruh anggota keluarga. Semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadran sehingga anggota keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan di masyarakat. PHBS harus diterapkan sedini mungkin agar menjadi kebiasaan positif
dalam
memelihara kesehatan (Proverawati & Rahmawati, 2012). Banyak faktor yang mempengaruhi PHBS masyarakat, diantaranya, pengetahuan, sikap, tingkat pendidikan dan umur masyarakat serta jenis kelamin. Hasil penelitian Otaya (2012) menyebutkan pengetahuan, sikap dan tindakan berpengaruh sebesar 74% terhadap penggunaan jamban sehat di rumah tangga. Mubarak (2007) dalam Irawati Wahyuni (2011) menyebutkan bahwa pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor meliputi pendidikan, pekerjaan dan umur. Pendidikan merupakan salah satu usaha pengorganisasian masyarakat untuk meningkatkan kesehatan karena tingkat pendidikan dapat mempengaruhi perilaku sehat keluarga. Faktor jenis kelamin dianggap sering memiliki pengaruh dengan pengetahuan seseorang mengenai PHBS, namun berdasarkan hasil penelitian Khumarya dan Sulisno (2012) menyebutkan tidak ada perbedaan yang signifikan tentang pengetahuan PHBS antara santri putra dan putrid di Pondok Pesantren Darusallam Kabupaten Purworejo, namun ada perbedaan sikap yang signifikan tentang PHBS.