BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Status Gizi Status gizi adalah keseimbangan antara pemasukan zat gizi dari bahan makanan yang dimakan dengan bertambahnya pertumbuhan aktifitas dan metabolisme dalam tubuh. Status gizi (Nutritional status) adalah ekspresi dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, 2002). Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan antropometri (berat badan, tinggi badan atau ukuran tubuh lainnya) dari waktu ke waktu, tetapi lebih dari itu memberikan gambaran tentang perkembangan keadaan keseimbangan antara asupan (intake) dan kebutuhan (requeirement) zat gizi seorang anak untuk berbagai proses biologis, termasuk untuk tumbuh. Keadaan keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi ini disebut status gizi (Jahari, 2002). Keadaan gizi masyarakat akan mempengaruhi tingkat kesehatan dan umur harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan keberhasilan pembangunan yang dikenal sebagai istilah Human Development Indek. Kurang gizi menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun mental, mengurangi tingkat kecerdasan, kreatifitas dan produktifitas penduduk (Depkes RI, 2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian status gizi adalah : 1. Secara langsung Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi penilaian yaitu: a. Antropometri Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
b. Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan ketidakcukupan zat gizi. c. Biokimia Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksan spesimen yang diuji secara laboratories yang dilakukan pada berbagai macam jaringn tubuh. d. Biofisik Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. 2. Secara tidak langsung Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi tiga yaitu: a. Survey konsumsi makanan Survey konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah zat gizi yang dikonsumsi. b. Statistik vital Penggunaan status gizi dengan statistik vital dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu. c. Faktor ekologi Sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya (Supariasa, 2002). Akibat kekurangan status gizi pada proses tubuh tergantung pada zat-zat gizi apa yang kurang. Kekurangan gizi secara umum mengakibatkan gangguan pada proses-proses :
a. Pertumbuhan
Anak-anak balita tidak tumbuh menurut potensialnya. Protein digunakan sebagai zat pembakar, sehingga otot menjadi lembek dan rambut mudah rontok. b. Produksi tenaga Kekurangan energi berasal dari makanan, menyebabkan seseorang kekurangan tenaga untuk bergerak, bekerja dan melakukan aktifitas. Orang menjadi malas, merasa lemah dan produktifitas kerja menurun. c. Pertahanan tubuh Daya tahan terhadap tekanan atau stres menurun. Sistem imunitas dan antibodi berkurang, sehingga orang lebih mudah terserang penyakit seperti pilek, batuk, diare. Pada anak-anak ini dapat menimbulkan kematian. d. Struktur dan fungsi otak Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap perkembangn mental dan kemampuan berfikir. Kekurangan gizi dapat berakibat terganggunya fungsi otak secara permanen. e. Perilaku Bila anak-anak maupun orang dewasa kurang gizi menunjukkan perilaku yang tidak tenang. Mereka mudah tersinggung, cengeng dan apatis (Almatsier, 2004).
B. Pengukuran Status Gizi 1. Aplikasi Antropometri Sebgai Alat Ukur Status Gizi Penggunaan Antropometri sebagai alat ukur status gizi semakin mendapat perhatian karena didorong oleh kebutuhan alat ukur untuk menilai status gizi yang dapat digunakan secara luas dalam program-program gizi masyarakat. Pada dasarnya berbagai indeks antropometri digunakan dalam kegiatan-kegiatan : a. penilaian status gizi (assesment) dalam survei-survei, baik survei secara luas dalam skala nasional maupun survei untuk wilayah terbatas seperti dalam penelitian-penelitian dan evaluasi kegiatan gizi tertentu.
b. Pemantauan pertumbuhan anak dengan menggunakan hasil kartu menuju sehat (KMS). c. Kegiatan penapisan (screening) untuk memilih target dalam suatu kegiatan, seperti pemberian makanan tambahan. d. Kegiatan di klinik dalam hubungan atau pengobatan Ciri-ciri anak sehat adalah tumbuh dan berkembang secara optimal jika lingkungan yang adekuat. Kemajuan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak dapat diukur dengan cara tertentu.
2. Metode Pengukuran Status Gizi Indiktor status gizi didasarkan pada parameter berat badan (BB) atau tinggi badan (TB) dan disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan umur (U) atau kombinasi keduanya. Berbagai indeks antropometri yang digunakan adalah: a. BB/U (Berat badan menurut umur) Mencerminkan status gizi saat ini. Karena berat badan menggambarkan massa tubuh
(otot dan lemak) yang sensitif terhadap perubahan yang
mendadak, seperti sakit infeksi dan tidak cukup makan. Indikator BB/U dapat memberikan gambaran masalah gizi akut (masa kini). Indek ini cukup sensitif untuk menilai status gizi kurang yang akut sebagai akibat memburuknya situasi, baik pada masyarakat miskin maupun pada masyarakat yang keadaan ekonomi sosialnya lebih baik (Jahari, 2002). Titik batas indeks BB/U menurut rujukan WHO NCHS adalah : 1. Gizi lebih bila terletak > 2.0 SD. 2. Gizi baik bila terletak antara > - 2.0 sampai + 2.0 SD. 3. Gizi kurang bila terletak antara > - 3.0 sampai < - 2.0 SD. 4. Gizi buruk bila terletak < - 3.0 SD. b. TB/U ( Tinggi badan menurut umur ) Indeks
TB/U
mencerminkn
status
gizi
masa
lalu.
Lebih
menggambarkan pertumbuhan skeletal yang dalam keadaan normal berjalan seiring dengan pertumbuhan umur. TB/U memberikan indikasi bahwa di
masyarakat yang bersangkutan ada masalah gizi yang berlangsung cukup lama. Jadi indeks TB/U dapat digunakan sebagai indikator perkembangan keadaan sosial ekonomi masyarakat (Jahari, 2002). Titik batas indeks TB/U menurut rujukan WHO NCHS adalah : 1. Normal bila > - 2.0 SD. 2. Pendek bila terletak < – 2.0 SD. c. BB/TB (berat badan menurut tinggi badan) Indeks BB/TB merupakan indeks yang sensitive untuk memberikan indikasi tentang masalah gizi saat ini yaitu masalah gizi akut. BB/TB berguna untuk permilihan sasaran (target) bagi tindakan segera, seperti pemeriksan kesehatan, pemberian makanan tambahan (PMT), pemulihan agar berat badannnya kembali seimbang dengan tinggi badannya atau juga dalam bentuk tindakan untuk memperbaiki lingkungan yang kurang sehat (Jahari, 2002). Titik batas indek BB/TB menurut rujukan WHO NCHS adalah : 1. Gemuk bila terletak > + 2.0 SD. 2. Normal bila terletak > - 2.0 Sd sampai dengan + 2.0 SD. 3. Kurus bila terletak – 2.0 sampai >-3 SD. 4. Sangat kurus bila terletak antara < - 3.0 SD. (Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VII, 2000).
C. Tingkat Konsumsi Energi dan Protein 1. Konsumsi Energi Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktifitas fisik. Energi diperoleh dari konsumsi karbohidrat, lemak dan protein yang ada di dalam bahan makanan. Kandungan karbohidrat, lemak dan protein suatu bahan makanan menentukan nilai energinya (Almatsier, 2003).
Keseimbangan energi dicapai bila energi yang masuk melalui makanan sama dengan energi yang dikeluarkan. Tubuh akan mengalami keseimbangan negatif bila konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Akibatnya, berat badan kurang dari berat badan seharusnya (ideal). Bila terjadi pada bayi dan anak-anak akan menghambat pertumbuhan. Gejala yang ditimbulkan pada anak-anak kurang perhatian, gelisah, lemah, cengeng, kurang bersemangat dan penurunan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi (Almatsier, 2003). 2. Konsumsi Protein Protein adalah bagian dari semua sel hidup yang merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringn tubuh (Almtsier, 2003). Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutu, tetapi hanya merupakan 18,4% konsumsi protein rata-rata penduduk Indonesia. Sedangkan bahan makanan nabati yang kaya protein adalah kacang-kacangan dengan kontribusinya rata-rata terhadap konsumsi protein hanya 9,9 % (Almatsier, 2003). Kekurangan protein banyak terdapat pada masyarakat sosial ekonomi rendah. Kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor pada anak-anak di bawah lima tahun (Almatsier, 2003).
D. Angka Kecukupan Gizi (AKG) Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampun kerja dan kesehatan secara umum (Almatsier, 2003). Kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) adalah kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi setiap orang menurut golongan umur, jenis kelamin. ukuran tubuh dan aktifitas untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (Almatsier, 2003).
Angka kecukupan gizi yang dianjurkan didasarkan pada patokan berat badan untuk masing-masing kelompok umur, gender, dan aktifitas fisik. Patokan berat badan tersebut didasarkan pada berat badan orang-orang yang mewakili sebagian besar penduduk yang mempunyai derajat kesehatan yang optimal (Almatsier, 2003). TABEL 1 ANGKA KECUKUPAN ENERGI PROTEIN RATA-RATA YANG DIANJURAKAN UNTUK BALITA No Kelompok Berat badan
Tinggi badan
Energi
Protein
umur
(kg)
(cm)
(kkal)
(g)
1
0-6 bl
6
60
550
10
2
7-12 bl
8.5
71
650
16
3
1-3 th
12
90
1000
25
4
4-6 th
17
110
1550
39
Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004 Makanan yang diberikan pada balita harus sesuai dengan AKG, apabila menghendaki intake gizi yang seimbang adalah beragam terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran dan buah. Sebagai perlengkapan dalam menu sehari bisa ditambah dengan susu. Susu formula diberikan untuk memperkaya dan menambah zat gizi pada balita. Zat gizi yang dominan pada susu adalah kalsium, lemak, dan protein, sehingga susu baik diberikan pada balita, namun dengan takaran yang sesuai. Ketersediaan pangan dalam keluarga penting diperhatikan karena konsumsi makanan sehari-hari harus selalu ada untuk kelangsungan hidup dan ketahanan tubuh seluruh anggota keluarga terutama balita dan anak-anak. Kekurangan Energi Protein (KEP) adalah salah satu masalah gizi akibat konsumsi makanan yang tidak cukup mengandung energi dan protein serta karena gangguan kesehatan. Masalah gizi sering dijumpai di negara negara miskin dan diderita baik oleh orang dewasa, terutama wanita dan anak-anak, khususnya balita (Soekirman, 2000). E. Kerangka Teori Kekurangan Gizi Anak Makan Tidak Seimbang
Penyakit Infeksi
Sumber: Soekirman, 2000. F. Kerangka konsep Tingkat konsumsi energi anak balita Ibu bekerja Ibu tidak bekerja
Tingkat konsumsi protein anak balita Status gizi anak balita
G. Hipotesis a.
Ada perbedaan tingkat konsumsi energi anak balita pada ibu bekerja dan ibu tidak bekerja.
b.
Ada perbedaan tingkat konsumsi protein anak balita pada ibu bekerja dan ibu tidak bekerja.
c. Ada perbedaan status gizi anak balita pada ibu bekerja dan ibu tidak bekerja.