BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Pengertian Pengetahuan Menurut Sukanto (2005), pengetahuan ialah kesan yang ada di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya, yang berbeda sekali dengan kepercayaan, takhayul, dan penerangan-penerangan yang keliru. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka yang di dasari pengetahuan bersifat langgeng. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan (Sukanto, 2005) meliputi tingkat pendidikan, informasi, budaya, pengalaman dan sosial ekonomi. 2.1.2 Tingkat Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan mempunyai 6 tingkatan, yaitu : 1. Tahu (Know). Tahu diartikan sebagai mengingat materi yang sudah dipelajari sebelumnya. Tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari. 2. Memahami (Comprehension). Diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3. Aplikasi (Aplication). Aplikasi ini dapat diartikan kemampuan untuk menggunakan materi yang sudah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi ini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-
9
10
hukum, rumus, metode, prinsip dan lainnya dalam konteks atau situasi lainnya. 4. Analisis (Analysis). Dapat diartikan kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (Synthesis). Sintesis disini menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan dan menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dapat diartikan juga sintesis itu kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6. Evaluasi (Evaluation).Evaluasi disini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilain pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada. 2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan (Sukanto, 2005) yaitu : a. Tingkat pendidikan, pendidikan ialah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat. Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya semakin banyak juga pengetahuan yang dimilikinya. b. Informasi, seseorang yang mempunyai informasi lebih akan mempunyai pengetahuan lebih luas. c. Budaya, kebudayaan lingkungan sekitar, jika dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan.
11
d. Pengalaman, sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat informal. e. Sosial ekonomi, tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi akan menambah tingkat pengetahuan, hal ini disebabkan oleh sarana dan prasarana serta biaya yang dimiliki untuk mencari ilmu pengetahuan terpenuhi. 2.1.4 Pengukuran Tingkat Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan domain di atas (Notoatmodjo, 2010). Tingkat pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang kuantitatif, yaitu : (Riwidikdo, 2009) a. Pengetahuan Baik, mempunyai nilai 76%-100% dari semua jawaban b. Pengetahuan Cukup, mempunyai nilai 56%-75% dari semua jawaban c. Pengetahuan Kurang, mempunyai nilai < 56% dari semua jawaban 2.1.5 Pengetahuan Dokter atau Dokter Tentang Hand Hygiene Pengetahuan tenaga kesehatan mengenai hand hygiene dan infeksi nosocomial dan pencegahannya merupakan stimulus sosial yang dapat menimbulkan respon emosional terhadap upaya universal precaution sehingga akan meningkatkan peran sertanya dalam upaya pencegahan infeksi nosocomial. Ada beberapa hal yang menjadi faktor penyebab hal ini terjadi yaitu kurangnya pengetahuan tentang pentingnya hand hygiene, rendahnya pengawasan praktik hand hygiene dan kirangnya gambaran yang positif tentang hand hygiene.
12
2.2 Perilaku 2.2.1 Pengertian Perilaku Perilaku adalah aktivitas yang timbul karena stimulus dan respon yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (Sunaryo, 2004). Perilaku kesehatan adalah semua aktivitas seseorang baik dapat diamati maupun tidak dapat diamati yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan meliputi mencegah, melindungi diri serta mencari penyembuhan apabila mengalami masalah kesehatan (Notoatmojo, 2010b). Menurut Mubarok et. Al(2007) perilaku seseorang tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dari orang atau masyarakat yang bersangkutan, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para dokter terhadap kesehatan juga mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Menurut Machfoed (2005), pengertian perilaku kesehatan mempunyai dua unsur pokok, yaitu: 1. Respon, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap) maupun aktif (tindakan yang nyata atau praktis). 2. Stimulus atau rangsangan, terdiri dari empat unsur pokok, yaitu sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan. 2.2.2
Bentuk – Bentuk Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2005), mencakup:
1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana manusia berespon, baik secara pasif (mengetahui) bersikap dan mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan diluar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut.
13
Perilaku terhadap sakit dan penyakit yang dilakukan manusia, sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit antara lain berupa: a. Perilaku mpeningkatan dan pemeliharaan kesehatan b. Perilaku pencegahan penyakit. Contohnya tidur memakai kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria. c. Perilaku pencarian pengobatan yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan, contohnya usaha mengobati sendiri penyakitnya atau mencari pengobatan ke fasilitas kesehatan modern seperti rumah sakit atau fasilitas kesehatan tradisional seperti dukun dan sinshe. d. Perilaku pemulihan kesehatan yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit. Contohnya melakukan diet, mematuhi anjuran dokter dalam rangka pemulihan kesehatannya. 2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respon seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan, baik sistem pelayanan kesehatan modern mauapun tradisional. 3. Perilaku terhadap makanan, yaitu respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vitasl bagi kehidupan, yang meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek terhadap makanan serta unsur yang terkandung di dalamnya. 4. Perilaku terhadap kesehatan lingkungan yaitu respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Perilaku ini meliputi: a. Perilaku sehubungan dengan air bersih, manfaat dan penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan.
14
b. Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang menyangkut segisegi hygiene, pemeliharaan, teknik dan penggunaannya. c. Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat maupun cair. Sistem pembungan sampah dari air limbah yang sehat, serta dampak pembuangan limbah yang tidak baik. d. Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meliputi ventilasi, pencahayaan, lantai dan sebagainya. e. Perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk dan sebagainya. 2.2.3 Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku kesehatan Menurut Lawrene Green (1980) dalam Notoatmodjo (2005), perilaku ditentukan 3 faktor yaitu: 1. Faktor Predisposisi (predisposing factor) Faktor yang dapat memudahkan atau memprodisposisi terjadinya perilaku pada diri seseorang atau masyarakat adalah pengetahuan dan sikap seseorang tersebut terhadap apa yang akan dilakukan. 2. Faktor Pemungkin (enabling factor) Faktor pemungkin atau pendukung perilaku ialah fasilitas, sarana dan prasarana yang mendukung atau memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang. 3. Faktor Penguat (reinforcing factor) Tokoh masyarakat merupakan faktor penguat bagi terjadinya perilaku seseorang, peraturan perundang-undangan, Surat Keputusan dari para pejabat pemerintah daerah atau pusat juga termasuk dalam faktor penguat perilaku.
15
2.2.4 Perilaku Dokter atau Dokter terhadap Hand Hygiene WHOsebagai induk organisasi kesehatan dunia telah mengkampanyekan program keselamatan pasien salah satunya dengan menurunkan risiko infeksi nosocomial. Cuci tangan menjadi salah satu langkah yang efektif untuk memutuskan rantai tranmisi infeksi, sehingga insiden nosocomial dapat berkurang. Dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain di rumah sakit harus bekerja sama untuk memastikan bahwa cuci tangan dilakukan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien. Salah satu komponen standar kewaspadaan dan usaha menurunkan infeksi nosocomial adalah menggunakan panduan kebersihan tangan yang benar dan mengimplementasikan secara efektif. Sebuah penelitian oleh Larson dkk pada 40 rumah sakit anggota The National Nosocomial Infections Surveillance (NNIS) melaporkan kepatuhan tenaga kesehatan yang melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien bervariasi antara 24% sampai 89%, dengan rata-rata 56,6%. Penelitian ini dilakukan setelah mempromosikan program WHO dalam pengendalian infeksi. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi nasional berperilaku benar dalam cuci tangan adalah 23,2%. 2.3 Hand hygiene 2.3.1 Pengertian hand hygiene Praktek kebersihan tangan (hand hygiene) adalah suatu upaya agar dapat mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan (Depkes RI, 2008b). Praktek kebersihan tangan dibagi menjadi dua macam yaitu: a. Cuci tangan (handwash) Mencuci tangan merupakan proses melepaskan kotoran dari kulit kedua tangan dengan menggunakan sabun dan air (Depkes RI, 2008b). Sedangkan
16
menurut (Larson dalam Potter & Perry, 2005) mencuci tangan ialah menggosok tangan dengan sabun secara bersama pada seluruh permukaan kulit dengan kuat dan ringkas dan kemudian dibilas dibawah air mengalir. b. Menggosok tangan (handrub) Hand rub ialah suatu perawatan tangan dengan menggunakan antiseptic penggosok tangan untuk menggurangi flora transient tanpa berdampak pada flora kulit (WHO, 2009a). Penerapan Handrub berbahan antiseptic yang bertujuan untuk mengurangi atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme tanpa memerlukan air untuk membilas dan mengeringkannya dengan handuk atau perangkat lain (WHO, 2009b). 2.3.2 Tujuan hand hygiene Menurut Susiati (2008), tujuan melakukan cuci tangan yaitu untuk: 1. Mengangkat mikroorganisme yang ada di tangan 2. Mencegah infeksi silang 3. Menjaga kondisi steril 4. Melindungi diri dan pasien dari infeksi 5. Memberikan perasaan segar dan bersih 2.3.3 Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Hand hygiene Menurut WHO (2009c), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan tangan (hand hygiene) adalah : a. Rawatlah tangan secara teratur menggunakan krim tangan pelindung atau lotion, minimal satu kali per hari. b. Jangan rutin mencuci tangan dengan sabun dan air segera sebelum atau setelah menggunakan pencuci tangan berbahan dasar alcohol. c. Jangan gunakan air panas untuk membilas tangan
17
d. Setelah handrub atau hand wash, biarkan tangan benar-benar kering sebelum memakai sarung tangan e. Jangan memakai kuku buatan ketika kontak langsung dengan pasien f. Sebaiknya menjaga kuku agar tetap pendek. 2.3.4 Cara Hand Hygiene Yang Efektif Cara hand hygiene yang efektif dengan sabun atau handrubs yang berbasis alcohol menggunakan 6 langkah (WHO, 2013) : 1. Basahi kedua telapak tangan dengan air mengalir, lalu beri sabun ke telapak usap dan gosok dengan lembut pada kedua telapak tangan. 2. Gosok masing-masing punggung tangan secara bergantian. 3. Jari jemari saling masuk untuk membersihkan sela-sela jari. 4. Gosokkan ujung jari (buku-buku) dengan mengatupkan jari tangan kanan terus gosokkan ke telapak tangan kiri bergantian. 5. Gosok dan putar ibu jari secara bergantian 6. Gosokkan ujung kuku pada telapak tangan secara bergantian dan menggosok kedua pergelangan tangan dengan cara diputar dengan telapak tangan bergantian setelah itu bilas dengan menggunakan air bersih dan mengalir, lalu keringkan. 2.3.5 Indikasi Hand hygiene Menurut WHO (2009b), indikasi hand hygiene meliputi 5 momen yaitu: a. Sebelum bersentuhan dengan pasien Bertujuan mencegah penularan kuman dari dokter kepada pasien. Kebersihan tangan dilakukan saat sebelum menyentuh pasien. Situasi yang dapat menggambarkan kontak langsung adalah: 1. Sebelum berjabat tangan
18
2. Sebelum membantu pasien dalam perawatan diri 3. Sebelum memberikan perawatan seperti memasang masker oksigen 4. Sebelum melakukan pemeriksaan fisik seperti menghitung nadi, mengukur tekanan darah. b. Sebelum melakukan prosedur bersih dan atau steril Bertujuan mencegah penularan kuman kepada pasien dan dari satu bagian tubuh lainnya pada pasien yang sama melaui suntikan. Kebersihan tangan dilakukan sebelum mengakses bagian yang berisiko infeksi bagi pasien. Situasi yang menggambarkan prosedur bersih atau steril adalah: 1. Sebelum menyikat gigi pasien, memberikan tetes mata, melakukan pemeriksaan digital vagina atau anus, memeriksa mulut, hidung, telinga dengan atau tanpa alat, memasukkan alat pencegah kehamilan, penyedotan lendir. 2. Sebelum membalut luka dengan alat atau tanpa alat, memberikan salep. 3. Sebelum memasang peralatan medis, pemeriksaan saluran kemih, memanipulasi atau membuka setiap rangkaian perangkat medis anvasif yang bertujuan untuk makanan, obat-obatan, drainase, penyedotan (suction), serta pemantauan. 4. Sebelum menyiapkan makanan, obat-obatan, produk farmasi, serta bahan steril. c. Setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien Bertujuan melindungi dokter dari infeksi kuman dari pasien dan melindungi lingkungan pelayanan kesehatan dari kontaminasi kuman dan resiko penyebarannya. Kebersihan tangan dilakukan setelah melakukan kegiatan
19
yang berisiko terkena paparan cairan tubuh pasien dan setelah melepas sarung tangan. Situasi yang menggambarkan resiko paparan cairan tubuh adalah: 1. Ketika kontak dengan selaput lendir dari ujung kulit yang luka 2. Setelah suntikan , setelah memasukkan perangkat medis invasif, setelah membuka rangkaian invasiv 3. Setelah melepas perangkat medis invasiv 4. Setelah melepas segala bentuk bahan perlindungan 5. Setelah penanganan sampel yang mengandung bahan organic, setelah membersihkan kotoran dan cairan tubuh lainnya, setelah membersihkan setiap permukaan yang terkontaminasi dan bahan kotor (sprei kotor, gigi palsu, peralatan-peralatan, kamar mandi dan lain-lainnya). d. Setelah bersentuhan dengan pasien Bertujuan melindungi dokter dari kolonisasi dan resiko infeksi akibat kuman dari pasien dan untuk melindungi lingkungan di area pelayanan kesehatan dari kontaminasi kuman dan resiko penyebarannya. Situasi yang menggambarkan kontak langsung adalah: 1. Setelah berjabat tangan 2. Setelah membantu pasien dalam kegiatan perawatan pribadi seperti bergerak, mandi, makan , berpakaian. 3. Setelah memberikan perawatan dan pengobatan non-invasif seperti mengganti sprei dengan pasien masih berada di atas tempat tidur, memasang masker oksigen, memberikan pijatan. 4. Setelah melakukan pemeriksaan fisik non-invasif seperti denyut nadi, tekanan darah.
20
e. Setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien Bertujuan melindungi dokter terhadap kolonisasi kuman dari pasien yang mungkin ada pada permukaan atau benda di lingkungan sekitar pasien dan untuk melindungi lingkungan pelayanan kesehatan terhadap kontaminasi kuman dan potensi penyebarannya. Situasi yang menggambarkan kontak dengan lingkungan sekitar pasien adalah: 1. Setelah kegiatan yang melibatkan kontak fisik dengan lingkungan di sekitar pasien seperti mengganti sprei dengan pasien keluar dari tempat tidur, membersihkan meja di samping tempat tidur. 2. Setelah kegiatan perawatan 3. Setelah kontak lainnya dengan permukaan atau benda mati seperti bersandar di tempat tidur, bersandar di meja samping tempat tidur. Indikasi 4 dan 5 tidak pernah digabungkan karena indikasi 4 “setelah meyentuh pasien “ hanya berlaku sesudah kontak dengan pasien dan indikasi 5 “ setelah menyentuh lingkungan pasien “ tidak termasuk kontak dengan pasien. 2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Hand Hygiene Menurut Niven (2000) faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah sebagai berikut: a. Pemahaman tentang instruksi Seseorang akan mengikuti sebuah instruksi jika orang tersebut paham dengan instruksi yang diberikan kepadanya (Niven, 2000). Pemahaman dapat berasal dari pengetahuan seseorang. Pengetahuan merupakan hasil dari seseorang mencari tahu terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,
21
telinga,
dan
sebagainya)
sehingga
menghasilkan
pengetahuan
dan
dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmojo, 2010b). Perilaku yang didasari pengetahuan biasanya bersifat langgeng (Sunaryo, 2004). b. Lingkungan Sosial dan Keluarga Dalam menentukan keyakinan kesehatan individu, keluarga dapat menjadi faktor yang berpengaruh dalam hal ini. Keluarga memiliki peran yang penting dalam mengembangkan kebiasaan kesehatan dan pengajaran terhadap anakanak mereka (Pratt, 1976 dalam Niven, 2000). c. Sikap Sikap menjadi salah satu penentu perilaku karena keduanya berhubungan dengan persepsi, kepribadian, perasaan dan motivasi (Ivancevich et al., 2007). Sikap ialah kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu (Newcomb dalam Notoatmojo, 2010b). d. Keyakinan Keyakinan berarti suatu komponen kognitif dari faktor sosio-psikologis dan tidak ada hubungannya dengan hal-hal yang gaib akan tetapi hanyalah keyakinan bahwa sesuatu itu benar atau salah. Kepercayaan itu dibentuk oleh pengetahuan, kebutuhan dan kepentingan (Notoatmojo, 2010b). Hal ini mengacu pada sejauh mana seseorang dapat berpikir penyakit atau kesakitan merupakan ancaman kepada dirinya. Asumsinya bahwa jika ancaman yang dirasakan itu meningkat maka perilaku pencegahan juga harus meningkat (Machfoedz & Eko, 2009).
22
e. Kepribadian Perilaku dapat didasari oleh sifat khas individu yakni kepribadian, intelegensi dan juga bakat dimana pada individu satu dengan lainnya berbeda. Oleh karena itu, Sigmund Freud (dalam Notoatmojo, 2010b) mengemukakan bahwa kepribadian manusia terdiri dari tiga sistem aspek yaitu: 1. Das es (the id) Merupakan aspek biologis kepribadian dan merupakan aspek yang orisinil. Fungsinya yakni mencari kenikmatan dan menghindarkan diri dari ketidakenakan atau ketidaknikmatan. 2. Das ich (the ego) Merupakan aspek psikologis kepribadian yang timbul dari kebutuhan organisme untuk berhubungan dengan dunia luar. Tujuannya yakni mendapatkan sebuah kenikmatan atau menghindari ketidaknikmatan dengan menggunakan cara yang sesuai kondisi psikologis dan sesuai dengan kondisi sekitarnya. 3. Das Uber Ich (the super ego) Merupakan aspek sosiologis kepribadian yang merupakan nilai tradisional serta cita-cita masyarakat menurut warisan orang tua yang ditujukan kepada anak-anaknya yang diajarkan dengan berbagai perintah. Fungsinya menentukan apakah hal itu susila atau asusila, benar atau salah menurut norma. Faktor –faktor yang mempengaruhi kepatuhan hand hygiene menurut Boyce & Pittet (2002 dalam Center of Disease Control and Prevention, 2002) terdiri dari:
23
a. Faktor yang diamati terkait ketidakpatuhan terhadap rekomendasi praktek kebersihan tangan Faktor ini meliputi status sebagai dokter ( bukan perawat ), status sebagai asisten keperawatan ( bukan perawat ), jenis kelamin pria, bekerja pada bagian unit perawatan intensif, bekerja selama seminggu ( akhir minggu ), menggunakan sarung tangan, wastafel otomatis, kegiatan dengan berisiko tinggi terkena transmisi silang, kesempatan untuk kebersihan tangan jumlahnya tinggi pada setiap perawatan pasien. b. Faktor yang dilaporkan terkait ketidakpatuhan terhadap kebersihan tangan Faktor ini meliputi bahan untuk mencuci tangan yang menyebabkan iritasi dan kekeringan, wastafel berada di tempat yang tidak nyaman atau wastafel yang kurang, sabun kurang, terlalu sibuk, kekurangan staf, lebih memprioritaskan kebutuhan pasien, keyakinan bahwa sarung tangan mampu menyingkirkan kebutuhan untuk melakukan cuci tangan, kurangnya pengetahuan tentang pedoman, lupa, tidak adanya panutan dari sesama rekan kerja atau atasan, keraguan tentang nilai kebersihan tangan, tidak setuju dengan rekomendasi, kurangnya mendapatkan informasi tentang apa dampak kebersihan tangan terhadap infeksi nosocomial. c. Hambatan yang dirasakan tambahan untuk kebersihan tangan yang tepat Hambatan yang dirasakan meliputi masih kurangnya partisipasi aktif dalam promosi kebersihan tangan di tingkat individu atau institusi,
24
kurangnya prioritas kelembagaan untuk kebersihan tangan, kurangnya sanksi terhadap ketidakpatuhan ataupun penghargaan terhadap patuhnya mencuci tangan.