BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Uraian Teoretis 2.1.1 Pengawasan Intern 1. Pengertian Pengawasan Intern Sistem pengawasan intern atau lebih luasnya Sistem Pengawasan Manajemen merupakan keseluruhan paket, metode, dan prosedur yang dianut oleh manajemen dalam suatu organisasi dalam usaha mencapai tujuan perusahaan yang diembannya (Harahap, 2001:121). Dari pengertian tersebut, maka elemen-elemen pengawasan intern dapat dirumuskan sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi pengawasan intern yaitu sbb : a. Paket Pengawasan Paket
adalah
mengorganisasikan
mekanisme
yang
elemen-elemen
ke
bertujuan
umum
untuk
dalam
sebuah
grup
(http://id.shvoong.com/social-sciences/). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa paket pengawasan adalah tata kerja yang bertujuan umum untuk mengorganisasikan bagian-bagian yang ada dalam organisasi dalam hal pengawasan agar tujuan perusahaan dapat tercapai. Di mana bagian-bagian
tersebut
saling
berhubungan.
Dalam
melakukan
pengawasan, perlu menerapkan metode pengawasan tertentu, menjalankan pengawasan sesuai prosedur dan semuanya dapat terlaksana karena
kebijakan personalia yang tepat. b. Metode Pengawasan
Metode pengawasan adalah teknik ataupun cara yang digunakan dalam melakukan pengawasan. Menurut Siagian (2003:112) Proses pengawasan pada dasarnya dilakukan dengan mempergunakan dua macam teknik yaitu: 1. Pengawasan Langsung
Yaitu pengawasan yang dilakukan sendiri oleh pimpinan. Dalam hal ini pimpinan langsung datang dan memeriksa kegiatan yang sedang dijalankan oleh bawahan. 2. Pengawasan Tidak Langsung
Pengawasan dari jarak jauh. Pengawasan dilakukan melalui laporan yang disampaikan oleh para bawahan. Baik itu tertulis maupaun lisan. c. Prosedur Pengawasan
Prosedur pengawasan merupakan langkah-langkah yang dilakukan anggota organisasi dalam bentuk pengawasan agar tujuan pengendalian manajemen
dapat
tercapai.
Secara
umum,
Mulyadi
(2002:190)
menyatakan beberapa prosedur pengendalian yang baik yaitu : 1. Prosedur otorisasi yang memadai.
Di dalam organisasi, setiap transaksi hanya terjadi atas dasar otorisasi dari yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut.
2. Pemisahan fungsi. Struktur organisasi merupakan kerangka pembagian tugas kepada unitunit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pokok perusahaan. Tujuan pokok pemisahan fungsi ini adalah untuk mencegah dan untuk dapat dilakukannya deteksi segera atas kesalahan dan ketidakberesan dalam pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada seseorang. 3. Perancangan dan penggunaan dokumen dan catatan yang cukup. Prosedur pencatatan yang baik akan menjamin data yang direkam dalam formulir dicatat dalam catatan akuntansi dengan tingkat ketelitian dan keandalan yang tinggi. Dengan demikian prosedur otorisasi akan menjamin dihasilkannya dokumen sumber yang dapat dipercaya, dan prosedur pencatatan yang baik akan menghasilkan informasi yang teliti dan andal mengenai kekayaan, utang, pendapatan, dan biaya suatu organisasi. d. Kebijakan Personalia Kebijakan personalia merupakan Kebijakan yang mengatur unsur manusia yaitu karyawan sehingga dapat produktif dalam pelaksanaan tugas-tugasnya, di mana kebijakan ini berperan penting dalam pencapaian tujuan perusahaan sebagaimana juga dilakukan untuk meminimumkan resiko. Bailey dalam Harahap (2001:128) menyatakan bahwa manajemen personalia harus hati-hati dan jangan sampai sumber tenaga manusia yang
baik dan berguna menjadi sumber biaya yang merusak, boros, dan merugikan perusahaan. Beberapa pedoman sistem internal kontrol yang baik dalam bidang ini adalah: pemilihan pegawai yang objektif dan profesional, pelatihan terhadap karyawan secara terus menerus, melakukan supervisi secara tepat dan kebijakan lain yang mendukung. 2. Sistem Pengawasan Intern Yang Baik SAS (Statement on Auditing Standard) dalam Harahap (2001:125) merumuskan Sistem Pengawasan Intern yang baik menggunakan beberapa ciri sebagai berikut: 1. Pegawai Pegawai yang mengerjakan sistem harus diseleksi dengan objektif dan mempunyai kualifikasi sesuai bidangnya, terampil, cakap, dan yang lebih penting lagi memiliki integritas dan kejujuran. 2. Pemisahan Fungsi Fungsi-fungsi yang ada dalam perusahaan harus dipisahkan untuk menjaga kemungkinan terjadinya penyelewengan yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki dua fungsi. 3. Pelaksanaan Transaksi Transaksi
hanya
dapat
dilaksanakan
berdasarkan
otoritas
dan
sepengetahuan mereka yang berhak sesuai dengan struktur organisasi dan daftar wewenang masing-masing.
4. Transaksi harus dicatat dengan benar sesuai dengan bukti-bukti pendukung yang ada, kemudian diklasifikasikan dan dibukukan pada perkiraan yang benar dan pada periode yang benar pula. 5. Penjamahan terhadap Harta Perusahaan Penjamahan terhadap harta perusahaan harus selektif tidak boleh setiap orang dengan mudah dapat memakai dan menggunakan kekayaan perusahaan tanpa melalui prosedur atau persetujuan pimpinan yang berwenang. 6. Perbandingan antara Catatan Fisik dan Harta Sewaktu-waktu harus dibandingkan antara angka yang di buku dengan fisik dari harta yang dicatat. Misalnya, membandingkan buku kas dengan uang kas yang ada di brankas yang dijaga kasir. Bailey dalam
Harahap
(2001:126)
juga
mengemukakan
ciri-ciri
Pengawasan Intern yang baik sebagai berikut: 1. Struktur Organisasi yang Baik. Perusahaaan harus memiliki struktur organisasi yang jelas dan tegas yang dapat membedakan tugas dan tanggung jawab masing-masing personil. 2. Sistem Otorisasi dan Tanggung Jawab yang Jelas. Harus ada pemberian wewenang yang jelas dan tanggung jawab yang tegas. Sistem yang baik ditandai oleh aturan yang menyatakan bahwa semua transaksi harus diotorisasi, kemudian dicatat, setiap akses ke asset harus mendapat otorisasi.
3. Sistem Akuntansi yang Baik. Perusahaan harus memiliki sistem akuntansi yang baik dan berguna untuk mengolah data menjadi informasi yang baik, dapat dimengerti, dan dapat mendukung kebijaksanaan pimpinan. Ciri perusahaan yang memiliki sistem akuntansi yang baik harus memilki: a. Bagan Perkiraan. Bagan perkiraan adalah daftar seluruh perkiraan yang ada dan yang mungkin akan ada dalam perusahaan. b. Pedoman Akuntansi. Pedoman akuntansi merupakan pedoman yang disusun untuk mengolah setiap transakasi mulai dari pencatatan, pemindahbukuan, pengalokasian, penggolongan, sampai pada pelaporannya. c. Daftar Tugas (Job Description). Dalam daftar ini dijelaskan apa yang menjadi tugas, wewenang, dari masing-masing pegawai, dan juga dijelaskan kepada siapa dia bertanggung jawab. d. Perkiraan Kontrol. Perkiraan kontrol adalah perkiraan-perkiraan (akun) yang dibuat dan merupakan kumpulan dari beberapa perkiraan pembantu. e. Dokumen yang Sudah Dinomori Sebelumnya. Biasanya untuk menjaga penyalahgunaan dokumen, formulir, dan voucher, maka sengaja dokumen itu dinomori sewaktu melakukan pencetakan.
f. Metode-Metode Lain, yang bertujuan untuk mengawas data yang masuk dan data yang diproses. 4. Kebijakan Personalia yang Baik. Manajemen personalia harus hati-hati dan jangan sampai sumber tenaga manusia yang baik dan berguna menjadi sumber biaya yang merusak, boros, dan merugikan perusahaan. Beberapa pedoman sistem internal kontrol yang baik dalam bidang ini adalah: pemilihan pegawai yang objektif dan profesional, pelatihan terhadap karyawan secara terus menerus, melakukan supervisi secara tepat dan kebijakan lain yang mendukung. 5. Badan atau Staf Internal Auditor. Dalam struktur organisasi biasanya ada unit khusus yang berfungsi sebagai pelaksanaan fungsi pengawasan intern. Biasanya disebut Controller, Internal Auditor, Bagian Akuntansi, Satuan Pengendalian Intern (SPI), dan lain-lain. 6. Dewan Komisaris yang Kompeten dan Aktif. Dewan komisaris yang merupakan lembaga pengawasan tinggi dalam perusahaan harus benar-benar memiliki kemampuan dan keberanian untuk melaksanakan fungsinya sebagai pengawas Direksi. Dia harus aktif memantau pelaksanaan manajemen perusahaan bekerjasama dengan Internal Auditor atau Controller.
7. Komite Audit. Dalam perusahaan tertentu dibentuk Komite Audit yang berfungsi untuk melakukan pengawasan. Dan merupakan institusi Pengawas Tertinggi di bawah Dewan. 3. Internal Audit Untuk menjamin bahwa internal kontrol ini berjalan sesuai aturan yang ada maka dilaksanakan pemeriksaan intern yang dilakukan oleh auditor. 4. SPFAIB Bank Indonesia Untuk menciptakan internal kontrol yang baik pada bank komersil, Bank Indonesia sejak tanggal 31 maret 1995 telah mewajibkan seluruh bank untuk menerapkan apa yang disebut dengan Sistem Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank (SPFAIB). Pelaksanaan SPFAIB ini merupakan salah satu unsur dari pengawasan bank yang dilakukan Bank Indonesia. Kewajiban memiliki SPFAIB ini mencakup komponen sebagai berikut: 1. Memiliki Internal Audit Charter. Internal Audit Charter minimal memiliki penjelasan tentang: a. Kedudukan SKAI (Satuan Kerja Audit Intern), b. Kewenangan untuk melakukan akses terhadap catatan, karyawan, sumber daya dan dana serta asset bank lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan audit, c. Ruang lingkup kegiatan audit intern,
d. Pernyataan bahwa Audit Intern tidak boleh mempunyai wewenang atau tanggungjawab untuk melaksanakan kegiatan operasional dari Auditee. 2. Memiliki Dewan Audit dalam Struktur Organisasinya. Dewan audit ninimal beranggotakan 3 orang yang diangkat dan diberhentikan oleh Rapat Dewan Komisaris dan dilaporkan pada Rapat Umum Pemegang Saham dan harus disetujui BI. Anggota ini harus independen dan tidak ada pertentangan kepentingan dengan bank. Dewan Audit berkewajiban
menyususun dan menyetujui Audit Charter,
menanggapi rencana audit intern, menindaklanjuti temuan SKAI, menilai efektivitas SKAI. Struktur organisasi Dewan Audit harus berada langsung di bawah Dewan Komisaris dan bertanggungjawab kepada Dewan Komisaris. 3. Memiliki SKAI dalam Struktur Organisasinya. Dalam SKAI diatur tentang persyaratan yang harus dimiliki oleh auditor SKAI. Kepala SKAI harus diangkat dan diberhentikan oleh Direksi bank dengan persetujuan Dewan Audit dan dilaporkan kepada BI. Dan ia harus independen karenanya dia bertanggungjawab kepada Direktur Utama. 4. Memiliki Panduan Pelaksanaan Audit Intern. Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern itu mengatur hal-hal sebagai berikut:
a. Kebijakan Umum yang menjelaskan tentang misi audit intern, keharusan memiliki sifat independen, wewenang kedudukan dan tanggungjawab SKAI, ruang lingkup pekerjaannya serta aturan tentang hubungan SPFAIB dengan standar lain serta pengawasan BI secara keseluruhan. b. Profesionalisme yang harus dimiliki oleh Audit Intern. Di sini dijelaskan
tentang
persyaratan
profesionalisme,
latarbelakang
pendidikan, sikap mental dan etika auditor, dan kemampuan mengkomunikasikan temuannya kepada pihak lain. c. Bentuk Organisasi dan Manajemen Audit Internnya. Di sini diatur bagaimana seharusnya struktur organisasi Audit Intern, kaitannya dengan manajemen, kedudukan dengan SKAI dan Dewan Audit, wewenang dan tanggungjawabnya, keharusan membuat perencanaan, pendidikan dan pengembangan auditor serta aturan tentang tindak lanjut temuan audit. d. Kewajiban membuat dan memelihara dokumen dan administrasi yang mencakup kertas kerja pemeriksaan. B. Efisiensi Kerja 2.1.2 Pengertian Efisiensi Kerja Secara umum Efisiensi Kerja adalah : Perbandingan terbaik antara suatu pekerjaan yang dilakukan dengan hasil yang dicapai oleh pekerjaan tersebut sesuai dengan yang ditargetkan baik dalam hal mutu maupun hasilnya. Menurut Siagian (2003: 113) efisiensi adalah perbandingan yang negatif antara input dan
output. Negatif karena sumber, alat dan tenaga kerja yang dipergunakan lebih kecil dari hasil yang diperoleh. Menurut Sedarmayanti (2001:112) Efisiensi Kerja adalah perbandingan terbaik antara suatu pekerjaan yang dilakukan dengan hasil yang dicapai oleh pekerjaan tersebut sesuai dengan yang ditargetkan baik dalam hal mutu maupun hasilnya yang meliputi pemakaian waktu yang optimal dan kualitas cara kerja yang maksimal. Perbandingan ini dilihat dari: 1. Segi waktu Suatu pekerjaan disebut lebih efisien bila hasil kerja berdasarkan patokan ukuran yang diinginkan untuk memperoleh sesuatu yang baik dan maksimal. 2. Segi kinerja Yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Berdasarkan uraian diatas bahwa perbandingan terbaik antara usaha dan hasilnya dalam setiap pekerjaan terutama ditentukan oleh bagaimana pekerjaan itu dilakukan. Jika efisiensi kerja pada umunya merupakan hasil dari cara-cara kerja yang sesuai dengan prosedur kerja. Cara kerja yang efisien adalah cara yang tanpa sedikitpun mengurangi hasil yang hendak dicapai seperti : cara termudah, tercepat, termurah, teringan, terpendek. 2. Sumber-Sumber Efisiensi Kerja Menurut Sedarmayanti (2001:118) sumber utama efisiensi kerja adalah manusia, karena dengan akal, pikiran dan pengetahuan yang ada, manusia mampu
menciptakan cara kerja yang efisien. Unsur efisien yang melekat pada manusia adalah: 1. Kesadaran Kesadaran manusia akan sesuatu merupakan modal utama bagi keberhasilannya. Dalam hal ini, kesadaran akan arti dan makna efisien sangat membantu usaha-usaha kearah efisiensi. Efisiensi sesungguhnya berkaitan erat dengan soal tingkah laku dan sikap hidup seseorang. Artinya bahwa tingkah laku dan sikap hidup seseorang dapat mengarah perbuatan yang efisien atau sebaliknya.
Adanya
kesadaran
mendorong
orang
untuk
berkeinginan
mambangkitkan semangat atau kehendak untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan kesadarannya. 2.
Keahlian Sesuatu yang dikerjakan oleh orang yang ahli hasilnya akan lebih baik dan
lebih cepat dari
pada apabila sesuatu itu dikerjakan oleh orang yang bukan
ahlinya. Unsur keahlian dalam efisiensi, melekat juga pada manusia. Keahlian manusia akan sesuatu perlu ditunjang dengan adanya peralatan, supaya efisiensi yang dicapai dapat lebih tinggi dari pada tanpa menggunakan alat. Sebab keahlian tanpa disertai dengan adanya fasilitas, tidak mungkin dapat diterapkan guna menghasilkan sesuatu yang terbaik dan selancar seperti kalau disertai dengan fasilitas. Dengan demikian keahlian merupakan unsur jaminan akan dapat hasil yang lebih efisien.
3.
Disiplin Kedua unsur tersebut yaitu kesadaran dan keahlian belum menjamin hasil
kerja yang baik, kalau tidak disertai dengan unsur disiplin. Oleh karena itu dalam efisiensi termasuk faktor waktu, sedangkan disiplin adalah satu unsur penting dalam efisiensi. Unsur disiplin sesungguhnya berkaitan erat dengan unsur kesadaran, sebab disiplin ini timbul juga dari kesadaran. Hanya bedanya kalau kesadaran timbulnya atau prosesnya dapat memakan waktu lama dan sulit dilaksanakan sedangkan disiplin dapat dipaksakan dengan menggunakan suatu aturan, apabila disiplin dapat diwujudkan dengan baik maka semua pekerjaan dapat dilaksanakan dengan hasil yang baik. 3. Syarat Dapat Dicapainya Efisiensi Kerja Menurut Sedarmayanti (2001:121) syarat dapat dicapainya hasil efisiensi kerja antara lain: 1. Berhasil guna atau efektif kegiatan telah dilaksanakan dengan tepat, artinya target tercapai sesuai dengan waktu yang ditetapkan. 2. Ekonomis usaha pencapaian tujuan yang efisien termasuk biaya, tenaga kerja, material, waktu, dan lain-lain. 3. Pelaksanaan kerja yang dapat di pertanggungjawabkan membuktikan bahwa di dalam pelaksanaan kerja, sumber-sumber telah dimanfaatkan dengan setepat-tepatnya dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan yg telah ditetapkan. 4. Pembagian kerja yang nyata. Berdasarkan pemikiran bahwa tidak mungkin manusia seorang diri mengerjakan segala macam pekerjaan dengan baik.
Sebab bagaimanapun juga kemampuan setiap orang terbatas. Oleh sebab itu harus ada pembagian kerja yang nyata, yaitu berdasarkan beban kerja, ukuran kemampuan kerja, dan waktu yg tersedia. 5. Prosedur kerja yang praktis pekerjaan yang dapat dipertanggungjawabkan serta pelayanan kerja yang memuaskan yang merupakan kegiatan operasional dapat dilaksanakan dengan lancar. 4. Hubungan Pengawasan Dengan Efisiensi Kerja Banyak cara yang dapat dilakukan dan harus ditempuh untuk meningkatkan efisiensi kerja dalam suatu perusahaan. Efisiensi dapat ditingkatkan dengan baik jika pengawasan yang di lakukan oleh perusahaan itu maksimal. efisiensi dapat tercapai apabila hasil kerja yang dilakukan oleh karyawan sesuai dengan target yang ingin dicapai. Efisiensi juga dapat dicapai melalui sistem pergerakan yang dapat merangsang para bawahan bekerja dengan ikhlas, jujur, loyal. Singkatnya efisiensi dapat ditingkatkan melalui pelaksanaan fungsi-fungsi organik dan fungsi pelengkap dengan setepat-tepatnya. Menurut Siagian (2003:113) salah satu sasaran pokok manajemen dalam menjalankan kegiatan-kegiatan dalam suatu organisasi ialah efisiensi yang semaksimal-maksimalnya. Maka dari itu pengawasan harus dilaksanakan dengan seefektif mungkin, karena pelaksanaan fungsi pengawasan dengan baik akan memberikan sumbangan yang besar pula dalam meningkatkan efisiensi. 2.2. Penelitian Terdahulu Saragih (2009) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Hubungan Pengawasan terhadap Efisiensi Kerja Karyawan pada Asuransi Bumiputera
Cabang Pematangsiantar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengawasan berhubungan positif dengan efisiensi kerja dengan nilai koefisien korelasi r = 0,528 yang berarti hubungan pengawasan terhadap efisisensi kerja cukup kuat. Penelitian Saifara (2009) dengan judul “Analisis Hubungan Pengawasan Terhadap Efisiensi Kerja Karyawan Pada PT. Mopoli Raya Medan”. Hasil penelitian menunjukkan pengawasan berpengaruh positif dan signifikan terhadap efisiensi kerja dengan nilai koefisien determinan R = 0,786. Selain itu, secara parsial pengawasan mempunyai hubungan yang dominan terhadap Efsiensi Kerja karyawan, dengan tingkat signifikansi 0,000, ini berarti pengawasan sudah tersusun dengan baik sehingga dapat meningkatkan efisiensi kerja karyawan pada PT. Mopoli Raya Medan. 2.3. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual adalah pondasi utama di mana sepenuhnya proyek ditujukan, di mana hal ini merupakan jaringan antar variabel yang secara logis diterangkan, dikembangkan, dari perumusan yang telah diidentifikasi melalui proses wawancara, observasi, dan survei literatur ( Kuncoro, 2003 : 44 ). Sistem pengawasan intern atau lebih luasnya Sistem Pengawasan Manajemen merupakan keseluruhan paket, metode, dan prosedur yang dianut oleh manajemen dalam suatu organisasi dalam usaha mencapai tujuan perusahaan yang diembannya (Harahap, 2001:121). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengawasan intern adalah paket pengawasan, metode pengawasan, prosedur pengawasan, dan kebijakan personalia. Namun karena metode, prosedur, dan kebijakan personalia merupakan
bagian dari paket maka yang menjadi fokus penelitian adalah metode pengawasan, prosedur pengawasan, dan kebijakan persoanalia. Metode pengawasan adalah teknik ataupun cara yang digunakan dalam melakukan pengawasan. Menurut Siagian (2003:112) Proses pengawasan pada dasarnya dilakukan dengan mempergunakan dua macam teknik yaitu: pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung. Suatu kegiatan dapat berjalan secara efisien apabila metode pengawasan yang diterapkan oleh perusahaan sudah tepat dan sesuai dengan kondisi perusahaaan. Prosedur pengawasan merupakan langkah-langkah yang dilakukan anggota organisasi dalam
bentuk pengawasan agar tujuan pengendalian
manajemen dapat tercapai. Agar setiap kegiatan operasional perusahaan dapat berjalan secara lancar dan karyawan melakukan pekerjaannya secara efisien, maka setiap prosedur yang berlaku harus dipatuhi oleh setiap karyawan seperti otorisasi, pembagian tugas, dan pencatatan transaksi secara benar. Kebijakan personalia merupakan Kebijakan yang mengatur unsur manusia yaitu karyawan sehingga dapat produktif dalam pelaksanaan tugas-tugasnya, di mana kebijakan ini berperan penting dalam pencapaian tujuan perusahaan sebagaimana juga dilakukan untuk meminimumkan resiko. Kebijakan personalia diterapkan
agar
pemborosan
ketidakterampilannya
dalam
yang bekerja
dilakukan ataupun
oleh
karyawan
penyelewengan
karena
akan
aset
perusahaan dapat diminimalisir sehingga efisiensi kerja karyawan semakin meningkat.
Efisiensi Kerja adalah perbandingan terbaik antara suatu pekerjaan yang dilakukan dengan hasil yang dicapai oleh pekerjaan tersebut sesuai dengan yang ditargetkan baik dalam hal mutu maupun hasilnya yang meliputi pemakaian waktu yang optimal dan kualitas cara kerja yang maksimal (Sedarmayanti, 2001:112). Dapat disimpulkan bahwa elemen-elemen dari efisiensi kerja adalah waktu dan cara kerja. Oleh karena itu, metode pengawasan yang tepat, dipatuhinya prosedur pengawasan, serta kebijakan personalia yang sesuai dengan kondisi perusahaan sangat penting dan berpengaruh bagi efisiensi kerja karyawan yang merupakan salah satu tujuan perusahaan yang harus dicapai.
Pengawasan Intern 1. Metode Pengawasan (X1) 2. Prosedur Pengawasan (X2)
Efisiensi Kerja (Y)
3. Kebijakan Personalia (X3)
Sumber : Siagian (2003), Mulyadi (2002), Harahap (2001), Sedarmayanti (2001), diolah Gambar 2.1. Kerangka Konseptual
2.4. Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut : ” Pengawasan intern yang terdiri dari metode pengawasan, prosedur pengawasan, dan kebijakan personalia berpengaruh positif dan signifikan terhadap efisiensi kerja karyawan pada Bank Sumut KCP USU Medan .”