BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.Tortila Tortila pada awalnya merupakan makanan khas daerah Meksiko berbentuk keripik dengan bahan baku jagung. Kini tortila banyak dijumpai diberbagai negara termasuk di Indonesia. Tortila telah dijual dengan berbagai rasa dan kualitas dan mudah diperoleh di supermarket atau toko-toko makanan. Tortila merupakan salah satu produk olahan jagung hasil pemasakan alkali yang paling populer. Tortila biasanya berupa sejenis keripik atau chips yang terbuat dari jagung berbentuk bundar gepeng dengan ukuran ketebalan yang berbeda-beda. Tortila sebenarnya dapat dibuat dari berbagai bahan terutama yang mengandung pati atau bahan tidak berpati dengan penambahan tepung pati. Penggunaan bahan selain dari jagung akan meningkatkan diversifikasi produk olahan dan dapat pula untuk meningkatkan nilai gizi dari tortila. Peningkatan nilai gizi dilakukan dengan menggunakan bahan baku seperti kedelai, pisang, daging, susu, dan ikan. Tortila dari jagung yang banyak dijual di supermarket pada umumnya memiliki nlai gizi yang kaya akan karbohidrat. TABEL 1 NILAI NUTRISI TORTILA JAGUNG RENDAH LEMAK ( 100 gram ) NUTRISI NILAI NUTRISI NILAI __________________________________________________________________ Kalori 415,00 Selenium (mg) 15,70 Protein (g) 11,00 Vitamin C (mg) 0,20 Lemak Total (g) 5,70 Thiamin (mg) 0,22 Karbohidrat (g) 80,00 Riboflavin (mg) 0,28 Serat Total (g) 5,30 Niacin (mg) 0,42 Gula Total (g) 0,67 Vitamin B6 (mg) 0,18 Kalsium (mg) 159,00 Folate total (mcg) 16,00 Besi (mg) 1,60 Vitamin B12 (mcg) 0,00 Magnesium (mg) 97,00 Vitamin A (IU) 104,00 Fosfor (mg) 318,00 Retinol (mcg) 0,00 Potassium (mg) 272,00 Vitamin E (mg) 0,77 Sodium (mg) 419,00 Vitamin K (mcg) 0,20 Zinc (mg) 1,15 Lemak Jenuh (g) 0,85 Tembaga (mg) 0,11 Kholesterol (mg) 0,00 Manganese (mg) -
Sumber : Santoso, Mushollaeni, Hidayat (2006). TABEL 2 SNI KERIPIK TEMPE GORENG 01 – 2602 – 1992 ICS No
Uraian
1.
Keadaan : - Penampakan - Ukuran - Bagian yang yang tdk utuh (% b/b) - Tekstur - Warna
Satuan
-
Persyaratan
kering seragam
maks. 5 renyah kuning s/d kuning kecoklatan - Ganda rasa normal 2. A i r ( % b/b) maks. 3 3. Protein ( % b/b ) min. 20 __________________________________________________________________ Sumber : Badan Standarisasi Nasional
B.Jagung Jagung merupakan salah satu makanan pokok di Indonesia, yang memiliki kedudukan sangat penting setelah beras. Jagung dapat diolah menjadi berbagai makanan yang memiliki cita rasa tinggi dan dapat diawetkan untuk dikonsumsi pada saat dibutuhkan. Di Meksiko jagung menjadi sumber pangan yang sangat berarti yang dikenal dengan sebutan tortila, dan kini telah merambah ke berbagai belahan dunia termasuk Indonesia. Jagung mempunyai kandungan nutrisi yang cukup lengkap ( Santoso, Mushollaeni, Hidayat, 2006 ) Diantara bahan makanan yang berasal dari jagung antara lain tortila, marning, lepet, dan aneka kue lainnya. Melihat banyaknya manfaat jagung kita perlu mengoptimalkan pemberdayaan jagung sebagai sumber nutrisi bagi manusia. Kandungan utama jagung adalah karbohidrat 60%, protein 8%, dan vitamin A 440 SI, untuk menambah penganekaragaman makanan maka dari bahan jagung dapat dilakukan diversifikasi makanan dengan cara menambahkan dari bahan fermentasi seperti tempe, dengan adanya penambahan tempe tersebut maka dapat menambah nilai gizi terutama protein.Tempe juga banyak mengandung vitamin B12 yang sangat tinggi yaitu 3,9 – 5,0
µg/100g, disamping itu juga mengandung niasin dan riboflavin (vitamin B2). Tempe juga mengandung kalsium 20%, zat besi 56% dari standart gizi yang dianjurkan ( Santoso, Mushollaeni, Hidayat, 2006 ).
TABEL 3 KOMPOSISI KIMIA DAN ZAT GIZI JAGUNG KUNING PIPILAN PER 100 GRAM ___________________________________________________ KOMPONEN JUMLAH ___________________________________________________ Energi 307,00 K Protein 7,90 gr Lemak 3,40 gr Karbohidrat 63,60 gr Ca 148,00 mg Fe 2,10 mg Vitamin A 440,00 SI Vitamin B1 0,33 mg Air 24,00 % Bagian yg dapat dimakan 90,00 % ____________________________________________________ Sumber : Santoso, Mushollaeni, Hidayat (2006)
Beberapa manfaat jagung antara lain sebagai sumber karbohidrat, sayuran (jagung manis), makanan ringan (tortila, pop corn, marning, lepet dan sebagainya, dan sebagai pakan ternak, waxy corn atau pulut). Jagung sebagai makanan pokok dapat memenuhi beberapa faktor yang diperlukan, antara lain ; mempunyai rasa dan bau yang netral, rasa tidak membosankan, cukup nilai gizinya, harga lebih murah dari beras, dapat disimpan lama, dan mudah diusahakan. Salah satu produk olahan jagung yang disenangi konsumen adalah tortila. Dari pengkajian yang telah dilakukan dilaboratorium pada beberapa varietas jagung terhadap mutu tortila, menunjukan hasil bahwa kandungan protein dan lemak pada tortila dipengaruhi olah varietas jagung dan yang tertinggi adalah varietas jagung lokal madura (7,68 % dan 19,04 %), sedangkan kadar abu tidak ada perbedaan yang nyata pada beberapa perlakuan yaitu sekitar 2,19 % - 2.43 %. Kekerasan dan kerenyahan tertinggi dihasilkan dari olahan produk tortila dari varietas Pioner 11, untuk rasa tidak ada
perbedaan rasa tortila dari semua perlakuan, sedangkan untuk warna tortila yang paling disukai adalah dari varietas jagung Bisi 2 ( Suharjo dan I.E. Lestari, 2006 ) Saat ini banyak dibudidayakan
berbagai varietas jagung. Sifat dari masing-
masing varietas tentunya berbeda. Berikut dua contoh varietas yang kini banyak ditanam di Indonesia. 1. Jagung F1 Bisi Sweet Pertumbuhan tanaman seragam dan bentuknya kokoh; rasanya sangat manis dengan kadar gula 12 brix dan kemanisannya akan tetap bertahan selama penyimpanan; ukuran tongkolnya besar dengan ujung kelobot berdaun, panjang tongkol ± 20 cm dengan diameter 5 – 6 cm dan warna bijinya kuning; dan panen dapat dilakukan pada umur 62 hari setelah tanam. 2. Jagung F1 Bisi 2 Pertumbuhan tanaman tegak, seragam, dan tahan roboh; toleran terhadap serangan penyakit bulai, karat daun, dan bercak daun; dapat menghasilkan 2 tongkol yang sama besarnya; jarak tanam dan pemupukan yang tidak sesuai anjuran akan mempengaruhi keluarnya 2 tongkol; mempunyai rendemen sangat tinggi yaitu 83% karena mempunyai janggel kecil, dengan ukuran tongkol besar dan silindris; tongkol jagung tertutup rapat sehingga busuk buah berkurang; potensi hasil rata-rata 9 – 13 ton pipil kering per hektar; dapat dipanen pada umur ± 103 hari setelah tanam; populasi tanaman sekitar 62.000 per ha; dan kebutuhan benihnya ± 15 kg/ha ( Santoso, Mushollaeni, Hidayat, 2006 ).
C. Tempe Tempe adalah makanan yang dibuat dari kacang kedelai yang difermentasikan menggunakan kapang rhizopus ( ragi tempe). Tempe kaya akan serat, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti anti biotika untuk menyembuhkan infeksi dan anti oksidan pencegah penyakit degeneratif. Secara umum tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia jamur yang menghubungkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang kompak. Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi pembuatan tempe membuat tempe mempunyai rasa khas. Mutu gizi tempe yang tinggi memungkinkan penambahan tempe
untuk meningkatkan mutu serealia dan umbi-umbian. Hidangan makanan sehari-hari yang terdiri dari nasi, jagung, atau tiwul akan meningkat mutu gizinya bila ditambah dengan tempe ( Wikipedia Indonesia, 2007 ). Tempe dibuat dari kedelai melalui tiga tahap, yaitu: 1) hidrasi dan pengasaman biji kedelai dengan direndam beberapa lama (untuk daerah tropis kira-kira semalam), 2) sterilisasi sebagian terhadap biji kedelai, 3) fermentasi oleh jamur tempe yang diinokulasikan segera setelah sterilisasi jamur tempe yang banyak digunakan yaitu Rhizopus oligosporus. Fermentasi tempe mampu menghilangkan zat-zat yang tidak diinginkan yang terdapat pada kedelai. Tempe memiliki kandungan vitamin B12 yang sangat tinggi, yaitu 3,9 – 5,0 µg/100g. Selain vitamin B12, tempe juga mengandung vitamin B lainnya, yaitu niasin dan riboflavin (vitamin B2). Tempe juga mencukupi kebutuhan kalsium sebanyak 20% dan zat besi 56% dari standar gizi yang dianjurkan ( Santoso, Mushollaeni, Hidayat, 2006 ).
TABEL 4 KOMPOSISI ZAT GIZI TEMPE KEDELAI PER 100 GRAM ________________________________________________ ZAT GIZI JUMLAH ________________________________________________ Air 64 gram Energi 149 gram Protein 18,3 gram Lemak 4,0 gram Karbohidrat 12,7 gram Abu 129 gram Kalsium 129 mg Fosfor 154 mg Besi 10 mg ______________________________________________ Sumber : D K B M ( 2005 ) D. Tepung Beras Tepung beras didapatkan dengan tahapan seperti pembersihan bahan, lalu mengeringkan (sangrai atau oven) bahan hingga kadar air 14 % dan selanjutnya melakukan penggilingan kasar dengan penggiling palu untuk memisahkan lembaga dan
endospermnya. Hasil gilingan kasar tersebut dikeringkan kembali hingga mencapai kadar air 14% – 16% dan setelah itu diangin-anginkan atau didinginkan, lalu dilakukan penggilingan halus dengan alat penggilas. Hasil dari gilingan alat tersebut diayak dengan pengayak bertingkat untuk mendapatkan tingkatan berbagai tingkatan hasil giling, misalnya butir halus (> 10 mesh), tepung kasar atau bubuk (< 40 mesh), tepung agak halus (65 – 80 mesh) dan tepung halus (> 100 mesh). Penyimpangan fisiko kimia yang terjadi pada tepung beras dapat berupa perubahan warna (pencoklatan) yang diakibatkan waktu dan tingginya suhu pengeringan, dan cepat terjadi berbau asam bila bahan kurang kering setelah diperlakukan atau berbau tengik bila lemak yang tersisa dari hasil penggilingan sebelumnya diaktivasi dengan enzim lipase yang dikeluarkan oleh serangga. Terlepas dari berbagai kemungkinan penyimpangan fisiko kimia yang terjadi, tepung beras telah luas dipergunakan oleh penduduk Indonesia sebagai bahan pembuat kue-kue (pancong, serabi, apem, kelepon), nyamikan (rempeyek, lempengan, cendol, papais) dan penambah rasa atau aroma produk gorengan
( Musa Hubais, 1984 ).
E. Pengeringan Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan pangan paling lama. Cara ini merupakan
suatu proses yang ditiru
dari alam. Pengeringan merupakan metode
pengawetan pangan yang paling luas digunakan. Pengertian dari pengeringan adalah suatu metode untuk menghilangkan sebagian air dari suatu bahan pangan dengan menguapkan sebagian besar air dengan menggunakan energi panas. Penghilangan sebagian air pada umumnya dilakukan sampai batas kadar air tertentu agar enzim dan mikroorganisme tidak dapat tumbuh didalamnya. Dengan berkurangnya air bukan berarti hilang semua molekul-molekul air, namun masih terdapat molekul air yang masih terikat yang tidak dapat digunakan untuk beraktifitas mikroorganisme. Dengan pengeringan aktifitas enzim pada bahan pangan tidak dapat bekerja aktif, karena reaksi biokimia memerlukan air untuk medianya. Selain sebagai inaktif enzim dan mikroorganisme pada bahan pangan pengeringan bertujuan agar volume bahan pangan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah pengangkutan, pengepakan dan transport sehingga diharapkan biaya produksi akan lebih kecil. Proses pengeringan dapat dilakukan secara alamiah
dengan menggunakan sinar matahari (sun drying) atau penjemuran, sedangkan pengeringan non alamiah (artificial drying) atau buatan mengunakan bantuan alat pengeringan ( Winarno,1993 ).
F. Penggorengan Penggorengan adalah suatu unit operasi yang digunakan untuk mengubah kualitas cita rasa makanan. Fungsi lainnya adalah sebagai pengawet akibat dari destruksi termal terhadap mikroorganisme dan enzim yang mereduksi activity water pada permukaan makanan. Umur simpan makanan goreng ditentukan oleh kandungan air setelah penggorengan, makanan yang tetap lembab seperti produk dari ikan dan ayam akan memiliki umur simpan yang lebih pendek dari pada yang kering setelah penggorengan. Ketika bahan makanan dimasukkan dalam minyak panas, suhu permukaan akan naik dengan cepat dan air akan menguap. Bagian permukaan mulai mengering yang diikuti bagian dalam secara perlahan. Suhu bagian permukaan bahan akan mencapai suhu panas minyak dan suhu internal
meningkat perlahan menuju 100°C. Laju pindah
panas dikendalikan oleh perbedaan suhu antara minyak dan bahan pangan dan oleh koefisien pindah panas permukaan. Laju penetrasi panas kedalam makanan dikendalikan oleh konduktivitas termal bahan ( Sartono, 2007 ). Pemilihan suhu penggorengan merupakan faktor yang menentukan mutu hasil gorengan, yang dinilai berdasarkan rupa, flavor, lemak yang terserap dan stabilitas penyimpanan serta faktor ekonomi. Mutu hasil gorengan dengan stabilitas penyimpanan yang baik dihasilkan pada suhu menggoreng yang paling rendah. Walaupun penggunaan suhu yang lebih rendah dapat memperbaiki mutu hasil gorengan, namun jarang diterapkan karena pertimbangan ekonomis. Hal ini disebabkan karena penggunaan suhu tinggi memerlukan biaya produksi yang lebih murah, dan waktu penggorengan relatif lebih singkat. Suhu menggoreng yang optimum berkisar 161°C–190°C. Salah satu pertimbangan pemilihan suhu menggoreng yang optimum adalah pengaruhnya langsung terhadap warna bahan pangan yang digoreng. Disamping itu suhu tinggi dapat mengakibatkan denaturasi protein dalam bahan pangan, sehingga menghasilkan bahan pangan dan flavor yang tidak disukai ( S. Ketaren, 1986).
G. Protein Protein merupakan salah satu bahan makronutrien, tidak seperti makronutrien lainnya (lemak dan karbohidrat), protein ini mempunyai peran yang lebih penting dalam pembentukan biomolekul dari pada sumber energi. Namun bila tubuh sedang kekurangan energi maka protein dapat juga dipakai sebagai sumber energi. Keistimewaan lain dari protein terletak pada strukturnya, yaitu mengandung unsur N, disamping C, H, O (seperti dalam lemak dan karbohidrat ), S dan kadang-kadang Fe dan Cu. Dengan demikian cara untuk menentukan kadar protein secara kwantitatif yang cukup spesifik adalah dengan menentukan kandungan yang ada dalam bahan makanan. Protein dalam bahan makanan yang dikonsumsi manusia akan diserap oleh usus dalam bentuk asam amino. Sampai sekarang baru dikenal 24 macam asam amino yang dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu asam amino eksogen dan asam amino endogen. Asam amino endogen dapat dibuat dalam tubuh manusia, sedangkan 10 macam asam amino eksogen tidak dapat dibuat di dalam tubuh manusia, oleh sebab itu disebut asam amino essensial, artinya harus didapatkan dari makanan sehari-hari. Yang tergolong asam amino essensial antara lain adalah lisin, leusin, isoleusin, treonin, metionin, valin, fenilalanin, histidin dan arginin ( Winarno, 1993 ). Berdasarkan sumbernya protein pangan dibagi menjadi dua yaitu protein hewani dan protein nabati. Protein hewani merupakan protein yang mempunyai nilai biologis tinggi, sedangkan protein nabati kecuali kedelai umumnya mempunyai nilai biologis yang rendah ( Nursanyoto, 1992 ). Adapun mutu protein dapat dinilai dari perbandingan asam-asam amino yang terkandung dalam protein tersebut. Protein yang berasal dari hewan seperti daging, telur dan susu dapat menyediakan asam-asam amino essensial dalam suatu perbandingan yang menyamai kebutuhan manusia, oleh karena itu disebut protein dengan mutu tinggi. Protein tergolong bermutu rendah apabila terdapat asam amino pembatas, misalnya pada serealia, asam amino pembatasnya adalah lisin, sedangkan pada leguminosa (kacangkacangan) asam amino pembatasnya adalah metionin ( Winarno, 2004 ). Cara meningkatkan kualitas protein makanan dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kadar asam amino yang disebut dengan suplementasi. Dalam prakteknya teknik suplementasi ini dapat dilakukan dengan dua metode yaitu suplementasi dengan
menambahkan asam amino pembatas yang murni
dan suplementasi dengan
mencampurkan dua atau lebih sumber protein yang berbeda jenis asam amino pembatasnya ( Djaeni, 1990 ).
H. Kadar Air Kadar air bahan merupakan tolak ukur yang terpenting, karena menentukan kecepatan atau kemudahan proses pindah panas dan massa selama pemasakan. Kadar air ini sangat penting sebab air berfungsi sebagai pereaksi dalam proses pemasakan, peredam panas, suatu pelumas dan medium untuk pengembangan didalam produk- produk yang mengembang. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan. Kadar air bahan yang tinggi dapat mengakibatkan proses pembengkakan berkurang, dan ini tidak dikehendaki jika ingin memproduksi snack yang membengkak (puffed). Pada produk yang mekar (puffed), adanya air (sampai kadar tertentu) sangat diperlukan untuk menjamin agar produk mempunyai viskositas yang tinggi, namun masih memiliki sejumlah air yang cukup untuk membengkakkan. Penyebab utama kerusakan bahan pangan adalah karena pertumbuhan dan aktifitas mikroba (bakteri, kapang, dan khamir) serta aktifitas enzim didalam bahan pangan. Cara mencegah pertumbuhan mikroba dapat dilakukan dengan cara mengganggu lingkungan hidupnya. Lingkungan hidup mikroba dapat diganggu dengan cara mengubah suhu, kadar air substrat (aw), pH kadar oksigen, komposisi substrat, serta penggunaan bahan pengawet anti mikroba. Kadar air substrat atau lebih tepat lagi aw bahan mempunyai peranan penting dalam menghambat atau mencegah pertumbuhan mikroba. Karena mikroba memerlukan air untuk pertumbuhan dan aktifitasnya, maka untuk mencegah atau menghambat pertumbuhan mikroba dapat dilakukan dengan mengurangi kadar air bahan yaitu dengan cara pengeringan.
I. Sifat Organoleptik Sifat organoleptik dari tortila adalah rasa khas jagung gurih, warna kuning keemasan, tekstur renyah, aroma khas jagung. Tortila yang telah dibuat dengan berbagai konsentrasi penambahan tempe dianalisa menggunakan uji organoleptik dengan metode kesukaan (hedonic test). Panelis diminta untuk memberikan respon kesukaan terhadap
rasa, warna, aroma dan kerenyahan pada tortila. Hasil penilaian dinyatakan dalam skala hedonik, yang bentuk skalanya adalah sangat suka, suka, agak suka, tidak suka, dan sangat tidak suka. a. Rasa Rasa berbeda dengan bau dan lebih banyak melibatkan panca indera lidah. Penginderaan cecapan dapat dibagi menjadi empat cecapan utama yaitu asin, asam, manis dan pahit. ( Winarno, 2004 ). Rasa terbentuk akibat adanya tanggapan rangsangan kimia oleh indera pencicip (lidah). Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kimia, suhu, dan konsentrasi dengan komponen rasa yang lain. Tortila memiliki rasa renyah dan gurih, rasa ini timbul karena adanya komponen dari bumbu yang ditambahkan kemudian dilakukan penggorengan sebagai tahap terakhir dalam pembuatan tortila. Sedangkan kriteria penilaian dari uji organoleptik rasa tortila ini adalah gurih, cukup gurih, kurang gurih, dan tidak gurih b. Warna Meskipun warna paling cepat dan mudah memberi kesan tetapi paling sulit diberi deskripsi dan sulit cara pengukurannnya. Itulah sebabnya penilaian secara subyektif dengan penglihatan masih
sangat menentukan dalam penilaian
komoditi. Banyak sifat atau mutu komoditi berkaitan dengan warna ( Soewarno, 1985 ). Warna tortila yang telah matang berwarna kuning cerah, warna ini timbul karena adanya proses penggorengan dari bahan dasar jagung. Demikian pula dalam menilai warna dari tortila, kita nilai warna dari tortila yang sudah matang atau digoreng, menggunakan indera penglihatan yaitu mata. Adapun kriteria penilaian uji organoleptik dari warna tortila ini adalah kuning cerah, kuning kecoklatan, coklat, dan kehitaman. c. Tekstur Tekstur yang baik dari Tortila adalah mempunyai tingkat kerenyahan yang maksimal. Kerenyahan yang dapat dicapai apabila daya kembang tortila pada saat penggorengan, yang dipengaruhi mutu tepung beras dan dari varietas jagung yang
digunakan. Dalam uji organoleptik ini yang diamati meliputi kerenyahan yang bersifat renyah, cukup renyah, kurang renyah, dan tidak renyah. d. Aroma Bau makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan tersebut. Pada umumnya bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan bau utama yaitu harum, asam, tengik, hangus (Winarno, 2004 ). Istilah aroma diartikan sebagai sensasi bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia senyawa volatil yang tercium oleh syaraf-syaraf olfakton yang berada di rongga hidung ketika bahan pangan masuk ke mulut. Sensasi atau rangsangan tersebut senantiasa akan menimbulkan kelezatan, yang kemudian dapat mempengaruhi tingkat atau daya terima panelis atau konsumen terhadap suatu produk pangan tertentu. Tortila mempunyai aroma yang khas dari jagung yang telah dibumbui, kemudian dilanjutkan dengan proses penggorengan. Adapun kriteria penilaian dari aroma tortila adalah harum, cukup harum, kurang harum, dan tidak harum.
J. Kerangka Konsep Gambar 1
VARIABEL YANG MEMPENGARUHI
VARIABEL YANG DIPENGARUHI
PENAMBAHAN TEMPE 0 %, 10 %, 15 %, 20 %
TORTILA JAGUNG
* KADAR PROTEIN * KADAR AIR * SIFAT ORGANOLEPTIK: RASA,WARNA, AROMA, DAN TEKSTUR
TEPUNG BERAS BUMBU-BUMBU AIR MINYAK GORENG JENIS JAGUNG * KETEBALAN ADONAN 2 mm * BENTUK PERSEGI, UKURAN 2 x 2 cm * PENGERINGAN SUHU 65 °C, WAKTU 3 JAM * PENGGORENGAN SUHU 170 °C, WAKTU ±10 detik, * JENIS MINYAK MINYAK GORENG BIMOLI
VARIABEL YANG DIKENDALIKAN
K. Hipotesa Hipotesa yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah : Ha : Ada pengaruh penambahan tempe terhadap kadar protein, dan sifat organoleptik tortila.
kadar air