5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Umum Alat Penukar Kalor Alat penukar kalor merupakan alat yang memungkinkan terjadinya perpindahan panas diantara dua fluida yang memiliki temperatur yang berbeda tanpa mencampurkan kedua fluida tersebut. Alat penukar kalor biasanya digunakan secara praktis didalam aplikasi yang luas, seperti dalam kasus pemanasan dan sistem pengkondisian udara, proses-proses kimia dan proses pembangkitan tenaga. Alat penukar kalor berbeda dengan ruangan pencampuran yakni alat penukar kalor tidak memperbolehkan kedua fluida bercampur. Sebagai contoh, pada radiator mobil, panas dipindahkan dari air panas yang mengalir melalui pipa yang terdapat pada radiator yang ditambahkan plat pada jarak yang kecil dengan melewatkan udara diantaranya. Perpindahan panas pada alat penukar kalor biasanya terdiri dari konveksi di setiap fluida dan konduksi pada dinding yang memisahkan kedua fluida. Pada saat menganalisa alat penukar kalor, sangat diperlukan untuk menggunakan koefisien
perpindahan
panas
menyeluruhU
yang
memungkinkan
untuk
menghitung seluruh efek dari perpindahan panas. Laju perpindahan panas diantara kedua fluida terletak pada alat penukar kalor yang bergantung pada perbedaan temperatur pada suatu titik, yang bervariasi sepanjang alat penukar kalor. Pada saat menganalisis alat penukar kalor, biasanya bekerja dengan menggunakan logarithmic mean temperature difference LMTD, yang sebanding dengan perbedaan temperatur rata-rata diantara kedua fluida sepanjang alat penukar kalor. Ketika dua temperatur tidak diketahui dan dapat dianalisis dengan metode keefektifitasan-NTU. 2.2 Kegunaan Beberapa Jenis Alat Penukar Kalor Secara umum, alat penukar kalor memiliki banyak kegunaannya diantaranya yakni : a. Chiller, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan fluida sampai pada temperature yang rendah. Temperature fluida hasil pendinginan
6
didalam chiller yang lebih rendah bila dibandingkan
dengan fluida
pendinginan yang dilakukan dengan pendingin air. Untuk chiller ini media pendingin biasanya digunakan amoniak atau Freon. b. Kondensor, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan uap atau campuran uap, sehingga berubah fasa menjadi cairan. Media pendingin yang dipakai biasanya air atau udara. Uap atau campuran uap akan melepaskan panas atent kepada pendingin, misalnya pada pembangkit listrik tenaga uap yang mempergunakan condensing turbin, maka uap bekas dari turbin akan dimasukkan kedalam kondensor, lalu diembunkan menjadi kondensat. c. Cooler, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan cairan atau gas dengan mempergunakan air sebagai media pendingin. Disini tidak terjadi perubahan fasa, dengan perkembangan teknologi dewasa ini maka pendingin coler mempergunakan media pendingin berupa udara dengan bantuan fan (kipas). d. Evaporator, alat penukar kalor ini digunakan untuk penguapan cairan menjadi uap. Dimana pada alat ini menjadi proses evaporasi (penguapan) suatu zat dari fasa cair menjadi uap. Yang dimanfaatkan alat ini adalah panas latent dan zat yang digunakan adalah air atau refrigerant cair. e. Reboiler, alat penukar kalor ini berfungsi mendidihkan kembali (reboil) serta menguapkan sebagian cairan yang diproses. Adapun media pemanas yang sering digunakan adalah uap atau zat panas yang sedang diproses itu sendiri. Hal ini dapat dilihat pada penyulingan minyak pada gambar 2.2, diperlihatkan sebuah reboiler dengan mempergunakan minyak (665 °F) sebagai media penguap, minyak tersebut akan keluar dari boiler dan mengalir didalam tube.
7
Gambar 2.1 : Thermosiphon Reboiler Sumber: :http://www.ogj.com/content/dam/ogj/print-articles/volume-112/feb03/z140203OGJpis04.jpg f. Heat Exchanger, alat penukar kalor ini bertujuan untuk memanfaatkan panas suatu aliran fluida yang lain. Maka akan terjadi dua fungsi sekaligus, yaitu: 1. Memanaskan fluida 2. Mendinginkan fluida yang panas Suhu yang masuk dan keluar kedua jenis fluida diatur sesuai dengan kebutuhannya. Pada gambar diperlihatkan sebuah heat exchanger, dimana fluida yang berada didalam tube adalah air, disebelah luar dari tube fluida yang mengalir adalah gas buangan yang semuanya berada didalam shell.
Gambar 2.2 : Konstruksi Heat Exchanger Sumber ::http://www.abprogetti.com/heat-exchangers.html
8
2.3 Klasifikasi Alat Penukar Kalor 1. Klasifikasi berdasarkan proses perpindahan panas a. Tipe kontak tidak langsung 1. Tipe dari satu fase 2. Tipe dari banyak fase 3. Tipe yang ditimbun (storage type) 4. Tipe fluidized bed b. Tipe kontak langsung 1. Immiscible fluids 2. Gas liquid 3. Liquid vapor 2. Klasifikasi berdasarkan jumlah fluida yang mengalir a. Dua jenis fluida b. Tiga jenis fluida c. N – Jenis fluida (N lebih dari tiga) 3. Klasifikasi berdasarkan kompaknya permukaan a. Tipe penukar kalor yang kompak, Density luas permukaan > 700 m b. Tipe penukar kalor yang tidak kompak, Density luas permukaan < 700 m 4. Klasifikasi berdasarkan mekanisme perpindahan panas a. Dengan cara konveksi, satu fase pada kedua sisi alirannya b. Dengan cara konveksi pada satu sisi aliran dan pada sisi yang lainnya terdapat cara konveksi 2 aliran c. Dengan cara konveksi pada kedua sisi alirannya serta terdapat 2 passaliran masingmasing d. Kombinasi cara konveksi dan radiasi 5. Klasifikasi berdasarkan konstruksi a. Konstruksi tubular (shell and tube) 1. Tube ganda (double tube) 2. Konstruksi shell and tube, Sekat plat (plate baffle), Sekat batang (rod baffle) 3. Konstruksi tube spiral
9
b. Konstruksi tipe pelat 1. Tipe pelat 2. Tipe lamella 3. Tipe spiral 4. Tipe pelat koil c. Konstruksi dengan luas permukaan diperluas (extended surface) 1.Sirip pelat (plate fin) 2. Sirip tube (tube fin) 3.Heat pipe wall 4.Ordinary separating wall d. Regenerative 1. Tipe rotary 2. Tipe disk (piringan) 3 Tipe drum 4. Tipe matrik tetap 6. Klasifikasi berdasarkan pengaturan aliran a. Aliran dengan satu pass 1. Aliran Berlawanan 2.Aliran Paralel 3.Aliran Melintang 4.Aliran Split 5.Aliran yang dibagi (divided) b. Aliran multipass a. Permukaan yang diperbesar (extended surface) 1.Alirancounter menyilang 2.Aliran paralel menyilang 3.Alirancompound b. Multipass plat
Perlu diketahui bahwa untuk alat-alat ini terdapat suatu terminologi yang telah distandarkan untuk menamai alat dan bagian-bagian alat tersebut yang
10
dikeluarkan oleh Asosiasi pembuat Heat Exchanger yang dikenal dengan Tubular Exchanger Manufacture’s Association (TEMA). Standarisasi tersebut bertujuan untuk melindungi dari bahaya kerusakan atau kegagalan alat, karena alat ini beroperasi pada temperatur dan tekanan yang tinggi. Didalam standar mekanik TEMA, terdapat dua macam kelas heat Exchanger, yaitu : 1. Kelas R, yaitu untuk peraalatan yang bekerja dengan kondisi berat, misalnya untuk industri minyak dan kimia berat. 2. Kelas C, yaitu yang dibuat untuk general purpose, dengan didasarkan pada segi ekonomis dan ukuran kecil, digunakan untuk proses-proses umum industri. Berikut ini akan dijelaskan beberapa alat penukar kalor yang umum digunakan dalam dunia industri :
1. Concentric Tube Heat Exchanger (Double Pipe) Double pipe heat exchanger atau consentric tube heat exchanger yang ditunjukkan pada gambar 1 di mana suatu aliran fluida dalam pipa seperti pada gambar 1 mengalir dari titik A ke titik B, dengan space berbentuk U yang mengalir di dalam pipa. Cairan yang mengalir dapat berupa aliran cocurrent atau countercurrent. Alat pemanas ini dapat dibuat dari pipa yang panjang dan dihubungkan satu sama lain hingga membentuk U. Double pipe heat exchanger merupakan alat yang cocok dikondisikan untuk aliran dengan laju aliran yang kecil.
Gambar 2.3 : Aliran double pipe heat exchanger Sumber :http://www.engineeringexcelspreadsheets.com/wpcontent/uploads/2011/08/double-pipe-heat-exchanger_counterflow-w-temps.jpg
11
Gambar 2.4 :Hairpin heat exchanger Sumber :http://suryamanikam.com/products/peerless http://suryamanikam.com/products/peerless-mfgco/heat-exchangers-alco alco-and-bos-hatten/ Exchanger ini menyediakan true counter current flow dan cocok untuk extreme temperature crossing, crossing tekanan tinggi dan rendah untuk kebutuhan surface area yang moderat (range ge surface area: area 1 – 6000 ft2). Hairpin heat exchanger tersedia dalam : -
Single tube (double pipe) atau berbagai tabung dalam suatu hairpin shell (multitube),
-
Bare tubes, finned tube, U-Tubes, U
-
Straight tubes,
-
Fixed tube sheets
Double ouble pipe heat exchanger sangatlah berguna karena ini bisa digunakan dan dipasang pada pipe-fitting fitting dari bagian standar dan menghasilkan luas permukaan panas yang besar.Ukuran Ukuran standar dari tees dan return head diberikan pada tabel tab berikut : Tabel 2.1 :double Pipe Exchanger fittings Outer Pipe, IPS
Inner Pipe, IPS
3
1¼
2½
1¼
3
2
4
3 Sumber : http://www.hed-inc.com/brochure.jpg inc.com/brochure.jpg
Double pipe exchangers biasanya dipasang dalam 12-, 15- atau 20-ft 20 Panjang efektif, panjang efektif dapat membuat jarak dalam each leg over di mana terjadi
12
perpindahan panas dan mengeluarkan inner pipe yang menonjol melewati the exchanger section. Susunan dari concentric tube ditunjukan pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.5 : Double pipe heat exchanger aliran cocurrent dan counter current Sumber : cengel Pada susunan cocurrent maka fluida di dalam tube sebelah dalam (inner tubes) maupun yang di luar tube (dalam annulus), artinya satu lintasan tanpa cabang. Sedangkan pada aliran countercurrent, di dalam tube sebelah dalam dan fluida di dalam annulus masing-masing mempunyai cabang seperti terlihat pada gambar 2.6 dan gambar 2.7.
Gambar 2.6 :Double-pipe heat exchangers in series Sumber :http://1.bp.blogspot.com/-K4OCOtgarm0/Ux_j1-uvnI/AAAAAAAAAE0/8fS3M6_Otp4/s1600/2.jpg
13
Gambar 2.7 Double-pipe heat exchangers in series–parallel Sumber:http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://byo. com/images/stories/june13byo/finished%252520project.JP G&imgrefurl=http://byo.com/color/item/2849-double-pipe
Keuntungan dan kerugian penggunaan double pipe heat exchanger: a) Keuntungan 1. Penggunaan longitudinal tinned tubesakan mengakibatkan suatu heat exchanger untuk shell sides fluids yang mempunyai suatu low heat transfer coefficient. 2. Counter current flow mengakibatkan penurunan kebutuhan surface area permukaan untuk service yang mempunyai suatu temperature cross. 3. Potensi kebutuhan untuk ekspansi joint adalah dihapuskan dalam kaitan dengan konstruksi pipa-U. 4. Konstruksi sederhana dalam penggantian tabung dan pembersihan.
b) Kerugian 1. Bagian hairpin adalah desain khusus yang mana secara normal tidak dibangun untuk 13industry standar dimanapun selain ASME code.
14
2. Bagian multiple hairpin tidaklah selisih secara ekonomis bersaing dengan single shell dan tube heat exchanger. 3. Desain penutup memerlukan gasket khusus.
2. Shell And Tube Heat Exchanger Shell and tube heat exchanger biasanya digunakan dalam kondisi tekanan relatif tinggi, yang terdiri dari sebuah selongsong yang di dalamnya disusun suatu annulus dengan rangkaian tertentu (untuk mendapatkan luas permukaan yang optimal). Fluida mengalir di selongsong maupun di annulus sehingga terjadi perpindahan panas antara fluida dengan dinding annulus misalnya triangular pitch(Pola segitiga) dan square pitch(Pola segiempat).
Gambar 2.8 :Bentuk susunan tabung Sumber : Incropera Keuntungan square pitch adalah bagian dalam tube-nya mudah dibersihkan dan pressure drop-nya rendah ketika mengalir di dalamnya (fluida)
15
Gambar 2.9 :shell and tube heat exchanger Sumber: www.google.com/cheresources.com cheresources.com
Keuntungan dari shell and tube: tube 1. Konfigurasi yang dibuat akan memberikan luas permukaan yang besar dengan bentuk atau volume yang kecil. 2. Mempunyai lay-out lay mekanik yang baik, bentuknya cukup baik untuk operasi bertekanan. 3. Menggunakan teknik fabrikasi yang sudah mapan (well-astablished ( astablished). 4. Dapat dibuat dengan berbagai jenis material, dimana dimana dapat dipilih jenis material yang digunakan sesuai dengan temperatur dan tekanan operasi. 5. Mudah membersihkannya. 6. Prosedur perencanaannya sudah mapan (well-astablished). ( ). 7. Konstruksinya sederhana, pemakaian ruangan relatif kecil. 8. Pengoperasiannya rasiannya tidak berbelit-belit, belit, sangat mudah dimengerti (diketahui (diket oleh para operator yang berlatar belakang pendidikan rendah). 9. Konstruksinya dapat dipisah-pisah dipisah pisah satu sama lain, tidak merupakan satu kesatuan yang utuh, sehingga pengangkutannya relatif gampang
Kerugian penggunaan enggunaan shell and tube heat exchanger adalah semakin besar jumlah lewatan maka semakin banyak panas yang diserap tetapi semakin sulit perawatannya
16
3. Plate Type Heat Exchanger Plate type heat exchanger terdiri dari bahan konduktif tinggi seperti stainless steel atau tembaga. Plate dibuat dengandesign khusus dimana tekstur permukaan plate saling berpotongan satu sama lain dan membentuk ruang sempit antara dua plate yang berdekatan. Jika menggabungkan plate-plate menjadi seperti berlapislapis, susunan plate-plate tersebut tertekan dan bersama-sama membentuk saluran alir untuk fluida. Area total untuk perpindahan panas tergantung pada jumlah plate yang dipasang bersama-sama seperti gambar dibawah
Gambar 2.10 :Plate type heat exchanger dengan aliran countercurrent Sumber :http://i01.i.aliimg.com/img/pb/947/946/367/367946947_734.jpg
4. Jacketed Vessel With Coil and Stirrer Unit ini terdiri dari bejana berselubung dengan coil dan pengaduk, tangki air panas, instrumen untuk pengukuran flowrate dan temperatur. Fluida dingin dalam vessel dipanaskan dengan mengaliri selubung atau koil dengan fluida panas. Pengaduk dan baffle disediakan untuk proses pencampuran isi vessel. Volume isi tangki dapat divariasikan dengan pengaturan tinggi pipa overflow. Temperatur diukur pada inlet dan outlet fluida panas, vessel inlet dan isi vessel.
17
Gambar 2.11 : Skema Dari Jacketed Vessel With Coil And Stirrer Sumber :http://img.tradeindia.com/fp/1/418/239.jpg 2.4 Macam - Macam Perpindahan Panas 2.4.1Secara Konduksi Konduksi dapat terjadi pada sebuah batang silinder dengan material tertentu diisolasi pada sisi terluarnya dan pada kedua ujung permukaannya memiliki suhu yang berbeda yakni T1>T2 . Perbedaan temperatur tersebut menyebabkan perpindahan panas secara konduksi pada arah x positif. Dapat diukur laju perpindahan panas qx, dan dapat ditentukanqx bergantung pada variabel-variabel berikut : ∆T, yakni perbedaan temperatur ; ∆x, yakni panjang batang ; dan A, yakni luas penampang tegak lurus bidang. Jika ∆T dan ∆x adalah konstan dan hanya memvariasikan A, maka dapat dilihat bahwa qx berbanding lurus dengan A. Dengan cara yang sama, jika ∆T dan A adalah konstan, dan dapat dilihat bahwa qx berbanding terbalik dengan ∆x. Apabila A dan ∆x konstan, maka dapat didapatkan melihat bahwa qx berbanding lurus dengan ∆T. Sehingga dapat disimpulkan bahwa qx ∞ A
∆ ∆x
(2.1)
Berikut ini adalah gambar perpindahan panas secara konduksi melalui sebuah percobaan.
18
Gambar 2.12 : Perpindahan Panas secara Konduksi Sumber : Incropera Dengan memperhatikan material batang, sebagai contoh plastik, dapat ditemukan bahwa kesebandingan diatas adalah valid. Namun juga dapat ditemukan bahwa untuk nilai A,∆x,dan ∆Tyang sama, akan menghasilkan nilai qx yang lebih kecil untuk plastik daripada bermaterial logam. Sehingga kesebandingan diatas dapat ditulis dalam bentuk persamaan dengan memasukkan koefisien yang dipengaruhi oleh material. Sehingga diperoleh, qx = kA
∆
(2.2)
∆x
k, adalah konduktivitas thermal (W/m.K), yang adalah merupakan sifat material yang penting. Dengan menggunakan limit ∆x
0 akan didapatkan persamaan
untuk laju perpindahan panas, qx = kA
(2.3)
dx
atau persamaan flux panas menjadi, "
qx
= =-k A
(2.4)
dx
2.4.2Secara Konveksi Prinsip kerja atau mekanisme perpindahan panas dapat berupa konduksi,
konveksi,
dan
radiasi.
Konduksi
dan
konveksi
adalah
membutuhkan media perantara dalam proses perpindahan panasnya. Berbeda dengan konduksi, pada konveksi membutuhkan gerakan fluida
untuk
dapat memindahkan panas. Penelitian menunjukkan bahwa perpindahan panas konveksi sangat bergantung pada sifat-sifat fluida seperti viskositas dinamis µ, konduktivitas termal k, massa jenis ρ, dan spesifik panas Cp, dan dipengaruhi oleh
19
kecepatan fluida Ѵ. Konveksi juga bergantung pada bentuk dan kekasaran permukaan, dan bahkan juga dipengaruhi oleh tipe aliran seperti laminar atau turbulen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perpindahan panas secara konveksi adalah kompleks karena bergantung pada banyak variabel. Oleh karena itu, konveksi adalah mekanisme perpindahan panas yang paling kompleks.
Gambar 2.13 : Pendinginan sebuah balok yang panas dengan konveksi paksa Sumber : Cengel Meskipun konveksi adalah kompleks, setelah diamati bahwa laju perpindahan panas
secara konveksi berbanding lururs dengan perbedaan
temperatur dan dapat ditulis dengan Hukum Newton tentang pendinginan. Qkonveksi = hAs (Ts - T∞)
(2.5)
h merupakan koefisien perpindahan panas konduksi, As merupakan area permukaan perpindahan panas, Ts merupakan temperatur permukaan benda, T∞ merupakan temperatur lingkungan sekitar benda. 2.4.3 SecaraRadiasi Panas dari radiasi berbeda dengan mekanisme perpindahan panas secara konduksi dan secara konveksi. Perpindahan panas secara radiasi tidak membutuhkan kehadiran suatu material sebagai media perpindahan panas. Faktanya, energi yang ditransfer dengan radiasi adalah yang tercepat (secepat kecepatan cahaya) dan dapat terjadi pada ruangan vakum. Perpindahan panas secara konduksi dan konveksi terjadi dari temperatur yang tinggi ke temperatur yang lebih rendah. Pada radiasi, perpindahan panas dapat terjadi
20
pada 2 benda yang memiliki temperatur yang tinggi dan dipisahkan oleh benda yang memiliki temperatur yang lebih rendah. Dengan menganggap permukaan benda yang kecil As, emisifitas ε, dan kemampuan untuk menyerap α pada temperatur T yang terdiri dari keisotermalan yang besar dalam bentuk yang tertutup pada benda blackbody.Blackbody dapat didefenisikan sebagai pemancar dan penyerap radiasi yang sempurna. Pada temperatur dan panjang gelombang tertentu, tidak ada permukaan yang dapat memancarkan energi yang lebih banyak daripada blackbody.Blackbody menyerap semua radiasi tanpa memperhatikan panjang gelombang dan arahnya. Blackbody juga memancarkan energi radiasi yang merata dalam segala arah dalam setiap unit area searah dengan arah emisi,yang disebut sebagai pemancar diffuse. Diffuse dapat diartikan sebagai arah yang bebas untuk berdiri sendiri. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut
Gambar 2.14 : Blackbody disebut sebagai pemancar dengan arah yang bebas Sumber : Cengel Energi radisi yang dipancarkan oleh sebuah blackbody tiap satuan waktu dan tiap satuan luasan area ditetapkan secara eksperimental oleh Joseph Stefan pada tahun 1879 dan dapat dituliskan Eb (T) = σT 4 Dimana : σ = 5,67 x 10-8 W/m2.K4 σadalah konstanta Stefan-Boltzmann
(w/m2)
(2.6)
21
T = temperatur absolut dari suatu permukaan (K) Eb =kekuatan emisifitas blackbody (w/m2) 2.5 Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh Hal ini terjadi pada sebuah alat penukar kalor terdiri dari 2 fluida yang mengalir yang dipisahkan oleh sebuah dinding yang solid. Pertama sekali panas dipindahkan dari fluida panas ke dinding melalui konveksi, kemudian melewati dinding melalui konduksi, dan dari dinding ke fluida dingin lagi melalui konveksi. Efek radiasi apapun biasanya termasuk didalam koefisien perpindahan panas konveksi. Jaringan tahanan panas dihubungkan dengan proses perpindahan panas ini yang terdiri dari dua tahanan panas konveksi dan satu tahanan panas konduksi seperti yang ditunjukkan oleh gambar berikut
Gambar 2.15 : Jaringan tahanan panas yang dihungkan dengan alat penukar kalor tabung sepusat Sumber : Cengel Huruf kecil i dan o adalah permukaan dalam dan permukaan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tabung sepusat, Ai = DiL dan Ao = DoL, sehingga tahanan termal dinding tabung adalah
22
Rdinding =
ln(Do/Di)
(2.7)
2kL
Dimana : Do = Diamater luar tabung ( mm ) Di = Diameter dalam tabung ( mm ) K = Konduktivitas Termal dinding tabung
℃
L = Panjang tabung ( m )
Gambar 2.16 : Dua luasan area alat penukar kalor untuk dinding tabung yang tipis Sumber : Cengel Di ≈Do dan Ai ≈Ao
(2.8)
Sehingga tahanan termal total menjadi R = Rtotal = Ri + Rdinding + Ro =
1
+
h i Ai
ln(Do/Di) 2kL
+
1 h o Ao
Dimana : = Tahanan panas konveksi pada aliran masuk (℃/ )
= Tahanan panas konveksi pada aliran keluar (℃/ )
ℎ = Koefisien konveksi pada bagian masuk
℃
(2.9)
23
ℎ = Koefisien konveksi pada bagian keluar
℃
= Luas penampang dinding masuk (m) = Luas penampang dinding keluar (m) Dalam menganalisis alat penukar kalor, sangat diperlukan untuk menggabungkan semua tahanan panas yang terjadi pada fluida panas sampai fluida dingin menjadi sebuah tahanan panas R, dan laju perpindahan panas diantara kedua fluida adalah Q=
ΔT R
= UA ∆T = UiAi ∆T = UoAo ∆T
(2.10)
Dimana : U = koefisien perpindahan panas menyeluruh (W/m2°C) = Koefisien perpindahan panas pada dinding keluar (W/m2°C) = Koefisien perpindahan panas pada dinding masuk (W/m2°C) ∆T = perubahan suhu pada kedua fluida (°C) Q = Laju perpindahan panas diantara kedua fluida (W) R = Tahanan panas (℃/ ) Rumus diatas menjadi : 1
=
1
=
1
UAs Ui Ai Uo Ao
=R=
1
+Rdinding +
h i Ai
1 h o Ao
(2.11)
Sebagai catatan bahwa UiAi = UoAo tetapi Ui ≠ Uo kecuali Ai = Ao 2.6 Aliran Tabung Sepusat Hal ini terjadi pada salah satu susunan pipa yang banyak digunakan dalam bidang engineering adalah susunan pipa sepusat. Susunan pipa tabung sepusat mempunyai dua pipa.Pipa yang lebih kecil berada di dalam pipa yang paling besar.Susunan ini biasanya melibatkan dua aliran fluida, pertama di tabung dalam dan kedua di ruang annulus yang berada diantara pipa. Pada tabung dalam aliran dianggap sama dengan pipa biasa baik itu laminar ataupun turbulen rumus yang digunakan di dalam menganalisa perpindahan panas yang terjadi adalah sama dengan pipa biasa, yaitu sebagai berikut:
24
Nu
0,065 (D/l) Re Pr
= 3,66 +
1 + 0,04 [(D/L) Re Pr]2/3
(2.12)
Rumus diatas adalah yang diajukan oleh Edward dkk, digunakan untuk aliran laminar yang masuk ke dalam tabung dalam atau dalam kasus ini adalah pipa dalam. Sedangkan untuk aliran turbulen digunakan persamaan, = 0.023 Re0.8Pr1/3
Nu
(2.13)
Sementara untuk aliran transisi sampai turbulen di dalam ruang anulus rumus yang digunakan untuk aliran laminar sama dengan persaman 2.12 namun untuk D diganti menjadi Dh.Dimana persamaan untuk mencari Dh Dh = Do - Di
(2.14)
Pada aliran turbulen di ruang anulus dianggap bahwa koefisien perpindahan panas ruang anulus sama seperti pipa dalam. Persamaan yang dapat digunakan yaitu yang diajukan oleh Gnielinski. =
!
"#$%&
&)"&*,,
!
-,.
)'(
(2.15)
"'( / %&)
Dan untuk menghitung f digunakan persamaan berikut 0 = "0,79 ln" 6) − 1,64)%*
(2.16)
Persamaan 2.14 dan 2.15 berlaku untuk rentang Re 2300
!
"#$%&
&)"&*,,
!
-,.
)'(
=
"'( / %&)
>? % ,&@
>-
Dimana : Nu = Bilangan Nusselt Re = Bilangan Reynold ( dipengaruhi oleh jenis aliran )
(2.17)
25
Pr = Bilangan Prandlt f = Faktor koreksi g = Gravitasi ( A ) Di = Diameter dalam tabung ( mm ) Do = Diameter luar tabung ( mm ) 2.7 Faktor Kotoran ( Fouling Factor ) Hal ini terjadi pada performansi alat penukar kalor biasanya semakin menurun dengan bertambahnya waktu pemakaian sebagai akibat terjadinya penumpukan kotoran pada permukaan alat penukar kalor. Lapisan kotoran tersebut menimbulkan hambatan tambahan pada proses perpindahan panas dan mengakibatkan
penurunan
laju
perpindahan
panas
pada
alat
penukar
kalor.Penumpukan kotoran pada alat penukar kalor disebut faktor kotoran Rfyang menjadi ukuran dalam tahanan termal. Faktor kotoran adalah nol untuk alat penukar kalor yang baru dan meningkat dengan meningkatnya lama pemakaian sehingga kotoran menempel pada permukaan alat penukar kalor. Faktor kotoran bergantung pada temperatur operasi dan kecepatan fluida, dan sebanding dengan panjang alat penukar kalor. Kotoran akan meningkat dengan meningkatnya temperatur dan menurunnya kecepatan. Persamaan koefisien perpindahan menyeluruh telah diberikan sebelumnya yang berlaku untuk permukaan alat penukar kalor yang bersih. Persamaan sebelumnya perlu dimodifikasi sebagai efek dari kotoran pada permukaan dalam dan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tabung cangkang yang tidak memiliki sirip, persamaan sebelumnya menjadi : 1 UAs
=
1 Ui A i
=
1 Uo A o
R
1
= R = h A + f,i+ i
i
Ai
ln(Do/Di) Rf,o 2kL
+
Ao
+
1 h o Ao
(2.18)
Ai = DiL dan Ao= DoL adalah luas area permukaan dalam dan luar alat penukar kalor. Rf,i dan Rf,o adalah faktor kotoran permukaan dalam dan luar alat penukar kalor.
26
Tabel 2.2 : Faktor kotoran untuk berbagai fluida Fluid Distiled water, sea water, river water, boiler feedwater: Below 50oC Above 50oC
Rr, m2, oC/W
Fuel oil Steam (oil free) Refrigerants (liquid) Refrigerants (vapor) Alcohol vapors Air
0,0009 0,0001
0,0001 0,0002
0,0002 0,0004 0,0001 0,0004
Sumber : Cengel 2.8 Metode LMTD Evaluasi performansi thermal sebuah alat penukar kalor pada keadaan tunak (steady) a) Persamaan perpindahan panas lokal melalui elemen ds dari sebuah apk. Jika Th dan Tc adalah suhu kedua fluida
yang berada di elemen da dari
permukaan APK maka laju perpindahan panas diantara kedua fluida melalui elemen ds dituliskan dengan rumus dq = U dA ( Th - Tc) Dimana : dq = Laju perpindahan panas kedua fluida (W) U = Koefisien perpindahan panas menyeluruh (W/m2°C) dA = luas penampang tabung (m2) Th = Suhu fluida panas (°C) Tc = Suhu fluida dingin (°C)
(2.19)
27
Gambar 2.17 distribusi suhu APK aliran sejajar Sumber : Output Autocad 2007, Mei 2015
2.8.1 Metode LMTD Pada Aliran Paralel (Sejajar) Metode ini dipakai dengan arah fluida panas dan fluida dingin pada arah yang sama. Artinya perpindahan panas antara kedua fluida di dalam APK sama besarnya baik ditinjau dari fluida panas atau pun dari fluida dingin. Sehingga didapatkan rumus dan dapat dituliskan sebagai berikut dq = ṁh Cph (-dTh) = ṁc Cpc (dtc) dimana : ṁh ṁc
(2.20)
= laju aliran massa fluida panas (kg/s) = laju aliran massa fluida dingin (kg/s)
Cph = panas jenis fluida panas (J/kg K) Cpc = panas jenis fluida dingin (J/kg K) Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa dTh< 0 dan dTc> 0 dan dituliskan sebagai berikut : dTh = - ṁ
B
DEFD
dTc = ṁ
B
G HIG
;
(2.21)
Kemudian persamaan diatas diturunkan, sehingga didapatkan : dTh – dTc = d (Th – Tc) = -ṁ
B
DEFD
-ṁ
B
G HIG
(2.22)
28
dimana diketahui bahwa : B
=ṁ
ṁD HID
&
D HID
B
ṁG HIG
dan
&
=ṁ
G HIG
(2.23)
Lalu disubstitusikan persamaan 2.17 ke 2.16, maka akan didapatkan persamaan : &
&
+
ṁD HID
d (Th – Tc) = -dq
ṁG HIG
(2.24)
Kemudian mensubstitusikan persamaan 2.13 ke 2.18, maka didapat: &
ṁD HID
d (Th – Tc) = -U dA ( Th - Tc)
+
&
ṁG HIG
(2.25)
setelah itu, persamaan 2.19 disederhanakan menjadi berikut: K "LM – LO)
" LM % LO)
= - U dA
&
ṁD HID
+
&
ṁG HIG
(2.26)
Dengan mengintegralkan persamaan 2.20 dan menganggap bahwa U dan
&
ṁD HID
+
&
ṁG HIG
adalah konstan dan batas integral ditunjukan pada
gambar distribusi suhu maka didapatkan: P
DQ GQ
D? G?
K "LM – LO) " LM % LO)
&
= −
ṁD HID
+
&
ṁG HIG
A
P R
(2.27)
Maka hasil dari integral persamaan 2.21 didapat: ln (Tho – Tco) – ln (Thi – Tci) = - U A
ln
LMS – LOS LMT – LOT
=-UA
&
ṁD HID
+
&
ṁD HID
+
&
ṁG HIG
(2.28)
&
ṁG HIG
(2.29)
Berdasarkan neraca entalpi bahwa laju pindahan panas q : Q = ṁh Cph (Thi – Tho) = ṁc Cpc (Tco – Tci) ṁhCph =
U
D? % DQ
;
ṁcCpc =
(2.30) U
GQ % G?
(2.31)
dengan mensubstitusikan persamaan 2.25 ke 2.23 maka didapatkan
29
ln
LMS – LOS LMT – LOT
q = U A<
=-UA
D? % DQ
U
+
GQ % G?
U
(2.32)
" D? % G? )%" DQ % GQ )
=
X YX VW D? G?
XDQ YXGQ
(2.33)
Dimana berdasarkan gambar dari distribusi suhu : ∆Ta = Z[ − Z\ ∆Tb=Z[ − Z\ Jadi :
(2.34) (2.35) ∆L^ %∆L_
q =UA
∆` VW a ∆`_
∆L_ %∆L^
atau q = U A
VW
∆`b ∆`^
(2.36)
2.8.2 Metode LMTD Pada Aliran Berlawanan Variasi dari temperature fluida dingin dan fluida panas pada APK dengan arah aliran berlawanan ditunjukan pada gambar dibawah ini. Pada kasus ini fluida dingin dan panas mengalir pada arah yang berlawanan. Temperatur keluaran fluida dingin dapat melebihi temperatur keluaran fluida panas, namun hal seperti ini jarang dijumpai. Normalnya temperatur keluaran fluida dingin tidak melebihi temperatur keluaran fluida panas karena hal ini tidak sesuai dengan pernyataan hokum kedua dari temodinamika.
Gambar 2.18 distribusi suhu APK aliran berlawanan Sumber : Output Autocad 2007, Mei 2015
30
Untuk temperatur masuk dan keluar fluida yang telah ditetapkan, harga dari LMTD untuk APK aliran berlawanan lebih besar dibandingkan dengan APK aliran sejajar dan untuk luasan
pun APK aliran berlawanan lebih kecil
dibandingkan dengan APK aliran sejajar. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan terlebih dahulu dapat ditentukan dengan persamaan LMTD untuk aliran berlawanan berikut.
dq = ṁh Cph (-dTh) = ṁc Cpc (-dtc)
(2.37)
pada persamaan 2.31 dapat dilihat bahwa nilai dari dTh dan dtc adalah negatif hal ini berbeda dengan APK aliran sejajar maka dengan perbedaan tersebut dapat terlihat bahwa: dTh = - ṁ
c
;
DEFD
dTc =-
c
ṁG HIG
(2.38)
persamaan 2.32 kemudian diturunkan menjadi: dTh – dTc = d (Th – Tc) = -ṁ
c
DEFD
-ṁ
c
G HIG
(2.39)
dimana berdasarkan persamaan 2.17 yang kemudian disubstitusikan ke persamaan 2.33, maka didapat: d (Th – Tc) = -dq
&
ṁD HID
−
&
ṁG HIG
(2.40)
dan dengan mensubstitusikan persamaan 2.13 ke 2.34, didapat: &
ṁD HID
d(Th – Tc) =- U dA( Th - Tc) K "LM – LO)
" LM % LO)
= - U dA
&
ṁD HID
−
−
&
ṁG HIG
(2.41)
&
ṁG HIG
(2.42)
Menurut neraca entalpi pada persamaan 2.23 dan 2.24 kemudian mengintegralkan persamaan 2.34 dengan menganggap U dan &
ṁG HIG
&
ṁD HID
−
adalah konstan serta batas atas dan bawah yang ditunjukan pada
gambar distribusi suhu APK aliran berlawanan maka didapat: P
DQ G?
D? G-
K "LM – LO) " LM % LO)
=−
&
ṁD HID
+
&
ṁG HIG
Maka hasil integral dari persamaan 2.37 didapat:
A
P R
(2.43)
31
&
ṁD HID
ln (Tho – Tci) – ln (Thi – Tco) = - U A
ln
LMS – LOT
LMT – LOS
=-UA
&
&
ṁG HIG
&
−
ṁD HID
−
ṁG HIG
(2.44)
(2.45)
kemudian persamaan 2.39 diturunkan sehingga didapat: ln
LMS – LOT
LMT – LOS
= -U A
D? % DQ
U
−
GQ % G?
U
(2.46)
dengan mensubstitusikan persamaan 13 ke 28 maka didapat:
Q = U A<
" DQ % G? )%" D? % GQ ) X YX VW DQ G? XD? YXGQ
=
(2.47)
Berdasarkan gambar distribusi suhu: ∆Ta = Z[ − Z\
(2.48)
∆Tb = Z[ − Z\
(2.49)
Dimana : Z[ = Suhu panas keluar "℃) Z[ = Suhu panas masuk "℃)
Z\ = Suhu dingin keluar "℃) Z\ = Suhu dingin masuk "℃) Jadi :
∆L^ %∆L_
q =UA
∆` VW a ∆`_
atau q =U A
∆L_ %∆L^ VW
∆`b ∆`^
(2.50)
Berdasarkan penurunan rumus yang telah dibahas sebelumnya maka didapat: LMTD = =
∆L^ %∆L_ VW
∆`a ∆`_
=
∆L_ %∆L^ VW
∆`b ∆`^
(2.51)
32
Untuk aliran sejajar : ∆Ta = Z[ − Z\ ; ∆Tb = Z[ − Z\
(2.52)
Untuk aliran berlawanan : ∆Ta = Z[ − Z\ ; ∆Tb = Z[ − Z\
(2.53)
Catatan: Analisis diatas dibuat berdasarkan hipotesa berikut : 1. Panas jenis fluida dianggap konstan saat melewati APK. Dalam perhitungan praktis dicari panas jenis fluida pada suhu rata-rata didalam APK. Hal ini tidak jauh beda dengan kondisi sebenarnya. 2. Koefisien perpindahan panas menyeluruh U dianggap konstan untuk sepanjang permukaan APK. 3. Jika ∆Ta tidak berbeda lebih dari 50% dari ∆Tb, maka LMTD dapat ∆TRL dapat diganti dengan ∆Tr aritmetik. Kesalahannya hanya dibawah 1%. 4. ∆TRL atau LMTD dapat juga dihitung dengan menggunakan grafik sebgai fungsi ∆Ta dan ∆Tb 5. APK aliran berlawanan lebih efektif dibandingkan APK aliran sejajar. Pada pembahasan sebelumnya telah disinggung mengenai luas APK aliran sejajar yang lebih kecil dibandingkan dengan APK aliran sejajar. Hal ini dapat dibuktikan dengan menganggap bahwa koefisien pindahan panas menyeluruh konstan nilai dari panas jenis fluida yang digunakan dan suhu masukkan dan keluaran kedua fluida baik fluida dingin maupun panas dianggap sama. Sebagai contoh temperatur fluida panas masuk dan keluaran berturut-turut adalah 180oC dan 100oC sedangkan temperatur fluida dingin masuk dan keluar berturut-turut adalah 40oC dan 80oC, maka dapat dilihat bahwa: dV (eW A$fefe(
eV (eW g$(Ve eWeW
h h
= =
i e ∆ #j eA
i e ∆ #j eg
Dengan menghitung dari nilai dari masing-masing aliran maka didapat:
∆Z k pada setiap
33
d_l ∆ #j eA
d_^ ∆ #j eg
=1
d_l
=
∆ #j eA
d_l
=
,m,n&
d_l
= 1,27
d_^ d_^ d_^
∆ #j eg
@&,@,
Maka didapat perbandingannya yaitu: Aas = 1,27Aab dari perbandingan diatas dapat disimpulkan bahwa luas apk yang dibutuhkan untuk kondisi yang sama namun konfigurasi yang berbeda maka harga luas yang didapat pun berbeda. Dari perhitungan diatas didapat harga luas APK aliran berlawan jauh lebih kecil dibandingkan dengan APK aliran sejajar. Untuk beberapa aliran, LMTD atau ∆Z k perlu dikoreksi dengan
mengalikannya dengan faktor koreksi F. aliran menyilang dalam hal ini yang perlu dikalikan dengan factor koreksi f. sehingga untuk rumus perpindahan panas yang terjadi di dalam APK menjadi: Q = U A F ∆Z k
(2.54)
Dimana harga F didapat melalui grafik fungsi P dan R: P=
o %o
%o
;R=
%
o %o
=
"ṁHI)o
"ṁ\I)
Dimana: Ti = suhu fluida masuk cangkang"℃ )
To= suhu fluida keluar cangkang"℃ ) ti = suhu fluida masuk tabung"℃ )
to= suhu fluida keluar tabung "℃ )
(2.55)
34
2.9Metode NTU Metode perhitungan dengan LMTD dapat digunakan bila keempat suhu dari 2 fluida diketahui, yaitu fluida masuk (fluida panas dan dingin), suhu fluida keluar (fluida panas dan dingin). Tetapi sering dalam persoalan APK yang diketahui suhu fluida panas dan dingin yang masuk. Maka dari itu digunakan metode NTU yang diperkenalkan oleh Nusselt. Dalam hal ini diperkenalkan notasi dari keefektifan APK yang didefinisikan sebagai berikut: Perpindahan laju pindahan panas real dengan perpindahan panas maksimum secara teori dapat terjadi dengan kondisi fluida masuk sama ke dalam APK (fluida, kapasitas, suhu sama) Atau secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: E=c
c($eV
epA
i
(2.56)
Gambar 2.19distribusi suhu pada APK sejajar Sumber : Output Autocad 2007, Mei 2015
35
Gambar 2.20 ∆Tmax saat Tco mendekati Thi Sumber : Output Autocad 2007, Mei 2015
Gambar 2.21 ∆Tmax saat Tho mendekati Tci Sumber : Output Autocad 2007, Mei 2015 Dalam APK aliran sejajar, ∆Tmax tidak pernah tercapai. ∆Tmax tercapai untuk aliran berlawanan, dimana pada gambar B Tco mendekati Thi dan untuk gambar C Tho mendekati Tci. Kemudian perkalian antara laju aliran massa dengan panas jenis disebut kapasitas panas yang dinotasikan dengan C. C = ṁ.Cp
(2.57)
Untuk kapasitas fluida panas dituliskan: ṁh . Cph = Ch
(2.58)
dan untuk kapasitas fluida dingin dituliskan: ṁc . Cpc = Cc
(2.59)
36
perpindahan panas maksimum yang terjadi berdasarkan teori dihitung dengan menggunakan rumus qmax = (ṁ.Cp) min (Thi-Tci)
(2.60)
Dimana : qmax= Perpindahan panas maksimum (W) ṁ = massa persatuan waktu ( Kg/s) qIr?s = Kapasitas panas minimum (
t
pu
℃)
Thi = Suhu panas masuk (℃) Tci = Suhu dingin masuk (℃) Maka berdasarkan persamaan yang telah dituliskan keefektifan APK menjadi: ṁD \FD " D? % DQ ) W " D? % G? ) Fw
E = vṁ\
ṁG \FG " GQ % G? ) W " D? % G? ) Fw
E = vṁ\
dan
(2.61)
Bila (ṁ.Cp)min = ṁh.Cph , maka keefektifan E menjadi, E=
D? % DQ GQ % G?
(2.62)
Bila (ṁ.Cp)min = ṁc.Cpc , maka keefektifan E menjadi, E=
GQ % G?
D? % DQ
(2.63)
Sehingga dengan mengetahui keefektifan E dari APK, maka didapatkan laju pindahan panas Q, q = E Cmin (Thi-Tci)
dimana
Cmin = (ṁ Cp)min
(2.64)
2.9.1 Keefektifan APK Aliran Sejajar Pada saat membahas metode perhitungan APK dengan metode LMTD, sehingga didapatkan persamaan yaitu:
37
ln
LMS – LOS LMT – LOT
&
&
−
ṁD HID
=-Ua
ṁG HIG
(2.65)
dimana Ch = ṁ[ qx[ dan Cc = ṁ\ qx\ maka didapatkan ln
LMS – LOS LMT – LOT
LMS – LOS LMT – LOT
&
yM
=-Ua
= 6 %z{
−
&
yO
(2.66)
| | % }~ }•
(2.67)
Sebelumnya telah diketahui bahwa, dq = U dA ( Th - Tc)
(2.68)
berdasarkan neraca entalpi bahwa dq adalah: dTh = -
U
ṁDEFD
dTc = ṁ
U
G HIG
;
q = ṁh Cph (Thi – Tho) = ṁc Cpc (Tco – Tci)
(2.69) (2.70)
Dengan mensubstitusikan Ch dan Cc maka didapatkan, Ch(Thi – Tho) = Cc(Tco – Tci)
(2.71)
yO
(2.72)
Tco = Tci +
yM
(Thi – Tho)
Persamaan diatas diselesaikan dengan manipulasi matematika, dimana pada ruas kiri dan kanan masing-masing ditambahkan Tho-Tho dan Thi-Thi. maka didapatkan, Tco + Tho - Tho = Tci + Thi –Thi +
yM
yO
(Thi – Tho)
(2.73)
Dengan menyusun kembali persamaan diatas maka didapatkan, -(Tho – Tco) + Tho = -( Thi – Tci)+ Thi +
yM
-(Tho – Tco) = -( Thi – Tci) + Thi –Tho +
yM
yO
(Thi – Tho)
(2.74)
yO
(Thi – Tho)
(2.75)
Dengan membagi persamaan diatas dengan -(Thi – Tci) maka didapatkan, "LMS – LOS) "LMT – LOT)
=1–
" LMT –LMS) "LMT – LOT)
Diketahui bahwa : Ch = Cmin = Maka didapatkan,
−
" LMT –LMS) "LMT – LOT)
yM "LMT – LMS) yO "LMT – LOT)
(2.76)
38
Exp €−
•e •e
Exp €− H
HD
1+
HD
HG
HD
1+
D
HG
‚=1–E-
yM
yO
‚ = 1 – E (1 +
(E)
(2.77)
yM
(2.78)
yO
)
Sehingga nilai E ( Efektivitas ) adalah: E=
E ‡_ &) D ED EG }~ &) }•
&%ƒ„…†%
ˆ
(2.79)
Sedangkan untuk Cc = Cmin Maka nilai E didapatkan, E=
‡_ E ‰&) G Šˆ ED ED }• &) }~
&%ƒ„…†%
(2.80)
Maka dapat disimpulkan untuk nilai E dari aliran sejajar yaitu : E=
E ‡_ &) r?s Er_‹ ED E &) r?s Er_‹
&%ƒ„…†%
ˆ
(2.81)
Dimana: E = Efektivitas Œ = Koefisien perpindahan panas menyeluruh ( t
q[ = Kapasitas panas pada fluida panas ( pu ℃)
q q
W e
= Kapasitas panas minimum (
t
pu
℃)
℃)
t
= Kapasitas panas maksimum ( pu ℃)
Keefektifan dari sebuah alat penukar kalor memiliki hubungan dengan bilangan tanpa dimensi yaitu Ua/Cmin dimana bilangan tanpa dimensi itu disebut dengan NTU atau Number of Tranfer Unit, bilangan ini dituliskan sebagai berikut,
•e
NTU = H
•e
= "ṁHI)
r?s
r?s
(2.82)
Perbandingan dari kapasitas panas atau Cmin/Cmax juga memiliki hubungan dalam penentuan nilai efektifitas dari ebuah alat penukar kalor. Perbandingan kapasitas panas dapat dituliskan sebagai berikut, H
c = H r?s
r_‹
(2.83)
39
Dapat dituliskan juga bahwa efetifitas dari sebuah alat penukar kalor merupakan fungsi dari NTU dan c dari sebuah alat penukar kalor atau dapat juga dituliskan sebagai berikut, E = fungsi
•e
,
Hr?s
"ṁHI)r?s Hr_‹
= fungsi (NTU,c)
(2.84)
Adapun hubungan antara alat efektifitas alat penukar kalor dengan de fungsi NTU dan c dapat dilihat pada table dibawah ini.
Tabel 2.3 hubungan efektifitas dengan NTU dan c
Sumber : cengel Dengan melihat hubungan antara efektifitas sebagai fungsi dari NTU dan c, nilai dari efektifitas dapat ditentukan melalui grafik yang menunjukan hubungan tersebut.Adapun beberapa grafik efektifitas dari beberapa alat penukar kalor dpat dilihat dibawah ini.
40
Gambar 2.22 grafik efektifitas untuk aliran sejajar Sumber :cengel
Gambar 2.23grafik efektifitas untuk aliran berlawanan Sumber :cengel 2.10 Program Ansys 14.5 ANSYS adalah sebuah software analisis elemen hingga dengan kemampuan menganalisa dengan cakupan yang luas untuk berbagai jenis masalah ( Tim Langlais, 1999). ANSYS mampu memecahkan persamaan differensial
41
dengan cara memecahnya menjadi elemen-elemen yang lebih kecil. Pada awalnya program ini bernama STASYS (Structural Analysis System), kemudian berganti nama menjadi ANSYS yang ditemukan pertama kali oleh Dr. John Swanson pada tahun 1970. ANSYS merupakan tujuan utama dari paket permodelan elemen hingga untuk secara numerik memecahkan masalah mekanis yang berbagai macam.Masalah yang ada termasuk analisa struktur statis dan dinamis (baik linear dan non-linear), distribusi panas dan masalah cairan, begitu juga dengan ilmu bunyi dan masalah elektromagnetik.Teknologi ANSYS mekanis mempersatukan struktur dan material yang bersifat non-linear.ANSYS multiphysic juga mengatasi masalah panas, struktur, elektromagnetik, dan ilmu bunyi.Program ANSYS dapat digunakan dalam teknik sipil, teknik listrik, fisika dan kimia. Didalam program ansys 14.5 terdapat program Fluent yang digunakan untuk melakukan perhitungan secara simulasi. simulasi dengan menggunakan Fluent atau yang lebih dikenal yaitu CFD (computational fluid dynamic). CFD adalah metode penghitungan, memprediksi, dan pendekatan aliran fluidasecara numerik dengan bantuan komputer. Aliran fluida dalam kehidupan nyata memiliki banyak sekali jenis dan karakteristik tertentu yang begitu kompleks, CFD melakukan pendekatan dengan metode numerasi serta menggunakan persamaan-persamaan fluida. Berikut ini beberapa contoh aliran fluida yang sering ditemui sehari-hari: 1. Bernafas, minum, pencernaan, mencuci, berenang merokok. 2. Laundry pakaian dan mengeringkannya. 3. Pemanas ruangan, ventilasi ruangan, memadamkan api dengan air. 4. Pembakaran bensin pada engine dan tentunya juga polusi. 5. Membuat sup, campuran minyak pada pembuatan plastik 6. Pesawat, parasut, berselancar, berlayar 7. Menyolder, pembuatan besi atau baja, elektrolisis air dll. CFD merupakan metode penghitungan dengan sebuah kontrol dimensi,luas dan volume dengan memanfaatkan bantuan komputasi komputer untuk melakukan perhitungan pada tiap-tiap elemen pembaginya. Prinsipnya adalah suatu ruang yang berisi fluida yang akan dilakukan penghitungan dibagi-bagi menjadi
42
beberapa bagian, hal ini sering disebut dengan sel dan prosesnya dinamakan meshing. Bagian-bagian yang terbagi tersebut merupakan sebuah kontrol penghitungan yang akan dilakukan oleh aplikasi atau software. Kontrol-kontrol penghitungan ini beserta kontrol-kontrol penghitungan lainnya merupakan pembagian ruang yang disebutkan tadi atau meshing. Nantinya, pada setiap titik kontrol penghitungan akan dilakukan penghitungan oleh aplikasi dengan batasan domain dan boundary condition yang telah ditentukan. Prinsip inilah yang banyak dipakai pada proses penghitungan dengan menggunakan bantuan komputasi komputer. Contoh lain penerapan prinsip ini adalah Finite Element Analysis (FEA) yang digunakan untuk menghitung tegangan yang terjadi pada benda solid. Sejarah CFD berawal pada tahun 60-an dan mulai terkenal pada tahun 70-an, awalnya pemakaian konsep CFD hanya digunakan untuk aliran fluida dan reaksi kimia, namun seiring dengan berkembangnya industri di tahun 90-an membuat CFD makin dibutuhkan pada berbagai aplikasi lain. Contohnya sekarang ini banyak sekali paket-paket software CAD menyertakan konsep CFD yang dipakai untuk menganalisa stress yang terjadi pada design yang dibuat. Pemakain CFD secara umum dipakai untuk memprediksi: 1. Aliran dan panas. 2.
Transfer massa.
3. Perubahan fasa seperti pada proses melting, pengembunan dan pendidihan. 4. Reaksi kimia seperti pembakaran. 5. Gerakan mekanis seperti piston dan fan. 6. Tegangan dan tumpuan pada benda solid. 7. Gelombang elektromagnet CFD adalah penghitungan yang mengkhususkan pada fluida, mulai dari aliran fluida, heat transfer dan reaksi kimia yang terjadi pada fluida. Atas prinsip-prinsip dasar mekanika fluida, konservasi energi, momentum, massa, serta species, penghitungan
dengan
CFD
dapat
dilakukan.
Secara
sederhana
proses
penghitungan yang dilakukan oleh aplikasi CFD adalah dengan kontrol-kontrol penghitungan yang telah dilakukan maka kontrol penghitungan tersebut akan
43
dilibatkan dengan memanfaatkan persamaan-persamaan yang terlibat. Persamaanpersamaan ini adalah persamaan yang dibangkitkan dengan memasukkan parameter apa saja yang terlibat dalam domain. Misalnya ketika suatu model yang akan dianalisa melibatkan temperatur berarti model tersebut melibatkan persamaan energi atau konservasi dari energi tersebut. Inisialisasi awal dari persamaan adalah boundary condition. Boundary condition adalah kondisi dimana kontrol-kontrol perhitungan didefinisikan sebagi definisi awal yang akan dilibatkan ke kontrol-kontrol penghitungan yang berdekatan dengannya melalui persamaan-persamaan yang terlibat. Berikut ini skema sederhana dari proses penghitungan konsep CFD:
Gambar 2.24 Gambaran Umum Proses CFD Sumber : Microsoft visio 2007 Hasil yang didapat pada kontrol point terdekat dari penghitungan persamaan yang terlibat akan diteruskan ke kontrol point terdekat lainnya secara terus menerus hingga seluruh domain terpenuhi. Akhirnya, hasil yang didapat akan disajikan dalam bentuk warna, vektor dan nilai yang mudah untuk dilihat dengan konfigurasi jangkauan diambil dari nilai terbesar dan terkecil.
44
Secara umum proses penghitungan CFD terdiri atas 3 bagian utama: 1.Pre posessor 2.Processor 3.Post processor Prepocessor adalah tahap dimana data diinput mulai dari pendefinisian domain serta pendefinisan kondisi batas atau boundary condition. Ditahap itu juga sebuah benda atau ruangan yang akan analisa dibagi-bagi dengan jumlah grid tertentu atau sering disebut juga dengan meshing. Tahap selanjutnya adalah processor, pada tahap ini dilakukan proses penghitungan data-data input dengan persamaan yang terlibat secara iteratif. Artinya penghitungan dilakukan hingga hasil menuju error terkecil atau hingga mencapai nilai yang konvergen. Penghitungan dilakukan secara menyeluruh terhadap volume kontrol dengan proses integrasi persamaan diskrit. Tahap akhir merupakan tahap postprocessor dimana hasil perhitungan diinterpretasikan ke dalam gambar, grafik bahkan animasi dengan pola-pola warna tertentu. Hal yang paling mendasar mengapa konsep CFD (software CFD) banyak sekali digunakan dalam dunia industri adalah dengan CFD dapat dilakukan analisa terhadap suatu sistem dengan mengurangi biaya eksperimen dan tentunya waktu yang panjang dalam melakukan eksperimen tersebut. Atau dalam proses design engineering tahap yang harus dilakukan menjadi lebih pendek. Hal lain yang mendasari pemakaian konsep CFD adalah pemahaman lebih dalam akan suatu masalah yang akan diselesaikan atau dalam hal ini pemahaman lebih dalam mengenai karakteristik aliran fluida dengan melihat hasil berupa grafik, vektor, kontur dan bahkan animasi. 2.10.1 Persamaan-persamaan Konservasi Dalam membuat model CFD diperlukan definisi dari model itu sendiri, apakah model tersebut memepertimbangkan faktor reaksi kimia, mass transfer, heat transfer atau hanya berupa aliran fluida non kompressible dan laminar. Definisi dari model sebenarnya adalah memilih persamaan mana yang akan diaktifkan dalam suatu proses CFD. Banyak sekali persamaan
45
yang digunakan dalam konsep CFD secara umum karena semua persamaan tersebut merupakan pendekatan dari karakteristik fluida yang akan mendekatkannya pada kondisi real.Lalu kembali ke CFD, berikut ini salah satu contoh persamaan-persamaan dasar yang terlibat dalam suatu aliran laminar tanpa melibatkan perpindahan kalor maupun spesies. 1. Persamaan Konservasi Massa Persamaan konservasi massa atau persamaan kontinuiti yang digunakan dalam CFD adalah: •Ž •o
+
Dimana :
•"Ži)
+
•
•"Ž•) ••
+
•"Ž ) •‘
=0
’
= Densitas
x,y,z
= koordinat kartesian
(2.85)
u,v,w = komponen kecepatan vector pada sumbu x, y, z Persamaan diatas merupakan persamaan umum dari konservasi massa dan valid untuk setiap aliran compressible dan incompressible. 2. Persamaan Konservasi Momentum Persamaan
konservasi
momentum
adalah
persamaan
yang
mendefinisikan gerakan fluida ketika terjadi gaya-gaya pada partikelpartikelnya pada setiap elemen fluida yang didefiniskan di dalam model CFD. Untuk lebih jelasnya lihat gambar di bawah ini:
46
Gambar 2.25 Persamaan Konservasi Momentum Sumber : https://fauzanahmad.wordpress.com/
’“ ’“• ’“‘
•”‹‹ •
•”‹– •
•”‹— •
+ +
+
Dimana :
••‹–
+
••
••–– ••
••‹— ••
+
+
•—‹ •‘
•—– •‘
•—— •‘
= ’ = ’
= ’
•i ••
•• ••
•
••
+ +
+
•i •
••
•
•
•
•i
•i
(2.86)
••
••
(2.87)
•
•
(2.88)
+ ˜ •• + ™ •‘
+ ˜ •• + ™ •‘
+ ˜ •• + ™ •‘
gx,gy,gz
= komponen dari percepatan gravitasi
’
= densitas
šx, šy, šz
= loses kekentalan
Persamaan diatas adalah persamaan diferensial umum dari gerakan fluida. Kenyataannya persamaan tersebut dapat diaplikasikan untuk setiap continuum (solid atau fluid) ketika bergerak ataupun diam. 3. Persamaan Energi Persamaan energi adalah persamaan yang digunakan untuk menganalisa setiap unsur energy yang terdapat pada suatu aliran.Dalam persamaan energi terdapat dua jenis compressible dan incompressible. Persamaan compressible energyyaitu:
47
• ••
•Ž v’qI Z •o
œ
• Q ••
+
Dimana :
•
•
•
w + • v’qI Z › w + •• v’qI Z ›• w + •‘ v’qI Z ›‘ w = • •‘
œ
• Q •‘
+
•
+ ž p + Ÿ• +
+
•' •o
Cp
= panas jenis ( J/kgK)
To
= total temperature "℃); "œ)
K
= konduktivitas termal"
WV
= kerja kekentalan (Joule)
QV
= sumber panas volumetrik
Φ
= kekentalan panas yang terjadi
Ek
= energi kinetik (Joule)
• •
œ
• Q •
+
(2.89)
℃)
Persamaan incompressible energy yaitu:
• ••
•
• • v’qI Zw + • •o
œ •• +
• •‘
•
•
•
v’› qI Zw + •• v’›• qI Zw + •‘ v’›‘ qI Zw =
œ •‘ + Ÿ•
• •
•
ϥ
+ (2.90)
4. Boundary Conditions Dalam menganalisa suatu aliran fluida terdapat dua metode yang dapat digunakan, yang pertama adalah mencari pola aliran secara detail (x, y, z) pada setiap titik atau yang kedua, mencari pola aliran pada suatu daerah tertentu dengan keseimbangan antara aliran masuk dan keluar dan menentukan (secara kasar) efek-efek yang mempengaruhi aliran tersebut (seperti: gaya atau perubahan energi). Metode pertama adalah metode analisa diferensial sedangkan yang kedua adalah metode integral atau control volume. Boundary conditions adalah kondisi dari batasan sebuah kontrol volume tersebut. Dalam analisa menggunakan CFD seluruh titik dalam kontrol volume tersebut di cari nilainya secara detail, seperti yang telah di jelaskan di awal bab ini, dengan memanfaatkan nilai-nilai
yang telah diketahui pada boundary
48
conditions. Secara umum boundary conditions terdiri dari dua macam, inlet dan oulet. Inlet biasanya didefinisikan sebagai tempat dimana fluida memasuki domain (control volume) yang ditentukan. Berbagai macam kondisi didefinisikan pada inlet ini mulai dari kecepatan, komposisi, temperatur, tekanan, laju aliran. Sedangkan pada outlet biasanya didefinisikan sebagai kondisi dimana fluida tersebut keluar dari domain atau dalam suatu aplikasi CFD merupakan nilai yang didapat dari semua variabel yang didefinisikan dan diextrapolasi dari titik atau sel sebelumnya. Di bawah ini salah satu contoh penerapan boundary conditions.
Gambar 2.26 Penerapan Boundary Condition Sumber : Microsoft visio 2007 5.Solusi dari persamaan Setelah semua terdefinisi maka seluruh variabel yang diketahui dimasukkan kedalam persamaan dan diselesaikan menggunakan operasi numerik. Ketika iterasi dimulai maka seluruh persamaan konservasi yang didefinisikan diselesaikan secara bersamaan secara paralel. Disinilah peran komputer yang sebenarnya. Berikut ini flow charts dari salah satu aplikasi CFD (Fluent) dalam penyelesaian persamaan.
49
Gambar 2.27 Flowchart simulasi CFD Sumber : Microsoft visio 2007
2.11 Persamaan / Rumus yang digunakan Berikut ini adalah persamaan yang digunakan dalam menghitung keefektivitasan sebuah APK yaitu: a. Kecepatan aliran didalam fluida yang dirumuskan dengan : ›=
"
n,&¢ ¢
Ÿ
£ "R[ )* )
Dimana: V = kecepatan aliran dalam fluida (m/s)
50
Q = debit aliran / kapasitas aliran (l/j), "¤n /¥) Dh = diameter pipa dalam (m)
b. Setelah didapatkan nilai kecepatan maka dicari nilai bilangan reynold yaitu $
=
’ › Rℎ 1000 ¦
Dimana: $
= bilangan reynold
’ = massa jenis fluida (
pu
/
)
› = kecepatan aliran fluida (m/s)
¦ = viskositas kinematik ( ¥/¤* )
c. Kemudian mencari nilai massa persatuan waktu yaitu: ¤§[ = ’. Ÿℎ
¤§\ = ’. Ÿ©
Dimana : ¤§[ = massa aliran panas persatuan waktu (kg/s)
¤§\ = massa aliran dingin persatuan waktu (kg/s)
d. Setelah itu kemudian mencari nilai kekasaran pipa (f) yaitu: 0 = "0,79 ln"" 6) − 1,64)%* Dimana: Re = Bilangan reynold
51
F = faktor nilai kekasaran pipa
e. Setelah itu mencari nilai bilangan Nusselt :
i
=
ª
m
" 6 − 1000)«¬
1 + 12,7"0/8)&/* "«¬ */n − 1)
Dimana: Re = bilangan reynold Pr = Bilangan Prandtl
f. Untuk mencari nilai koefisien konveksi (h) maka:
ℎ = Dimana:
® ℎ
Dh = Diameter pipa dalam (m) K = Konduktivitas fluida ( W/mK) ℎ = koefisien konveksi (
℃
)
g. Luas bagian luar pipa dalam (Ai)
¯= Dimana:
3,14 ℎ k
L= panjang pipa APK (m) Ai = Luas bagian luar pipa (m) h. Luas bagian dalam pipa luar (Ao)
±= Dimana:
3,14 ℎ± k
52
ℎ± = diamter luar pipa dalam (m)
i. Tahanan panas (R):
R = Rtotal = Ri + Rdinding + Ro =
1
+
ln(Do/Di)
h i Ai
2kL
+
Dimana: Do = Diameter luar pipa (m) Di = Diameter dalam pipa (m)
j. Koefisien panas menyeluruh (U): =
1
Dimana:
¯
R = Tahanan panas (℃/ )
Ai = Luas bagian luar pipa (m) U = Koefisien panas menyeluruh(
)
℃
k. Kapasitas panas (C): Kapasitas panas aliran panas (Ch)
q[ = ¤§[ ©I[ Dimana:
q[ = kapasitas panas aliran panas(W/K) ¤§[ = laju aliran massa (kg/s)
©I[ = panas jenis untuk fluida panas(KJ/kgK) Kapasitas panas aliran dingin(Cc) q\ = ¤§\ ©I\
Dimana:
q[ = kapasitas panas aliran dingin(W/K) ¤§[ = laju aliran massa (kg/s)
©I\ = panas jenis untuk fluida dingin (KJ/kgK)
l. Perbandingan kapasitas panas aliran (C): q=
qℎ q©
1 h o Ao
53
Dimana:
q[ = kapasitas panas aliran panas(W/K)
q\ = kapasitas panas aliran dingin(W/K) m. Nilai NTU ( Number Transit of Unit) yaitu: Z = Dimana:
¯ q©
U = Koefisien panas menyeluruh ( NTU = Number Transit of Unit
)
℃
n. Nilai Efektifitas Efektifitas teori untuk APK sejajar: ²=
1 − ž£x[− Z "1 + ©)] "1 + ©)
Dimana:
C = Perbandingan kapasitas panas aliran
Efektifitas eksperimen dan simulasi dicari dari rumus: Jika Cc = Cmin, maka: ²=
Z\ − Z\ Z[ − Z\
Jika Ch = Cmin, maka: ²=
Z[ − Z[ Z[ − Z\