BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biaya 2.1.1 Pengertian biaya Biaya merupakan salah satu faktor yang menentukan besarnya laba perusahaan disamping komponen lainnya, karena pengertian akan konsep biaya sangat penting. Adakalanya istilah biaya (cost) digunakan dalam arti yang sama dengan istilah beban (expense). Namun kedua istilah tersebut sebenarnya mempunyai perbedaan. Dimana biaya didefinisikan sebagai pengorbanan sumber ekonomi dalam rangka memperoleh barang atau jasa. Sedangkan beban didefinisikan sebagai biaya yang telah memberikan manfaat (benefit) dan sekarang telah berakhir. Berikut ini beberapa pengertian biaya yang diungkapkan oleh para ahli atau pihak-pihak lain yang terkait dengan perkembangan akuntansi. Mulyadi (2002:08) mendefinisikan “biaya” dalam arti luas adalah: “Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu”.
Skousen dan Abrecht Stice mendefinisikan “Biaya” sebagai berikut: “Biaya adalah pengeluaran yang terjadi dalam kegiatan normal perusahaan untuk menghasilkan pendapatan”
Dari pengertian biaya tersebut diatas, Mulyadi membedakan biaya menjadi dua macam, yaitu: a.
Pengorbanan yang telah terjadi
b.
Pengorbanan yang kemungkinan akan terjadi
Nilai ekonomis yang telah dikorbankan untuk mencapai tujuan tertentu merupakan biaya historis, yaitu biaya yang terjadi dimasa lalu. Sedangkan nilai sumber ekonomis yang akan di korbankan untuk mencapai tujuan tertentu merupakan biaya masa yang akan datang. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 2002:21) menyatakan sebagai berikut: “Biaya adalah pengorbanan ekonomis yang diperlukan untuk memperoleh barang dan jasa”.
Dari definisi diatas, biaya diartikan sebagai suatu jumlah sumber-sumber ekonomis yang dikorbankan dalam satuan uang dan digunakan untuk berbagai tujuan. Jadi untuk dapat disebut sebagai biaya harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut: 1. pengorbanan-pengorbanan dilakukan untuk mencapai tujuan. 2. pengorbanan-pengorbanan tersebut dapat dinilai dengan uang. 3. pengorbanan-pengorbanan tersebut dapat diduga sebelumnya.
2.1.2 Klasifikasi biaya Penggolongan biaya adalah proses pengelompokan secara sistematis atas keseluruhan elemen-elemen yang ada ke dalam golongan-golongan tertentu yang lebih ringkas untuk memberikan informasi yang lebih punya arti atau lebih penting. Kebutuhan informasi yang berbeda-beda menimbulkan konsep biaya yang berbeda untuk tujuan yang berbeda (different cost for different purpose). Informasi biaya dapat digunakan oleh manajemen untuk berbagai tujuan, jika tujuan manajemen berbeda maka diperlukan cara yang berbeda pula. Jadi tidak ada satu cara penggolongan biaya yang dapat memenuhi informasi untuk semua tujuan. Berbagai cara penggolongan biaya yang pokok yang dikemukakan Mulyadi (2002:14-17) adalah: 1. Penggolongan biaya menurut objek pengeluaran Penggolongan ini merupakan penggolongan yang paling sederhana, yaitu berupa penjelasan singkat objek suatu pengeluaran, misalnya nama objek
pengeluaran adalah bahan bakar, maka semua pengeluaran yang berhubungan dengan bahan bakar disebut “biaya bahan bakar”. 2. Penggolongan biaya menurut fungsi pokok perusahaan. Dalam perusahaan manufaktur, terdapat tiga fungsi, yaitu fungsi produksi, fungsi pemasaran dan fungsi administrasi dan umum. Oleh karena itu dalam perusahaan manufaktur, biaya dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu: a. Biaya produksi, merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi barang jadi yang siap untuk dijual. Contoh: biaya bahan baku, biaya bahan penolong. b. Biaya pemasaran, merupakan biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk. Contoh: biaya iklan, biaya promosi. c. Biaya
administrasi
dan
umum,
merupakan
biaya-biaya
untuk
mengkoordinasi kegiatan produksi dan pemasaran produk. Tujuan penggolongan biaya sesuai dengan fungsi pokok perusahaan adalah sebagai berikut: a. Untuk dapat menyajikan laporan keuangan yang wajar. Kesalahan didalam penggolongan biaya berakibat penyajian laporan keuangan dinyatakan terlalu besar atau terlalu kecil. b. Jika cara penggolongan biaya berdasarkan fungsi dihubungkan dengan cara penggolongan lainnya maka cara ini dapat bermanfaat untuk melaksanakan proses manajemen. 3. Penggolongan biaya menurut hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai. Sesuatu yang dibiayai dapat berupa produk atau departemen. Dalam hubungannya dengan sesuatu yang dibiayai, biaya dapat dikelompokan menjadi dua golongan: a. Biaya langsung (direct cost), adalah biaya yang terjadi, yang penyebab satu-satunya adalah karena adanya sesuatu yang dibiayai. b. Biaya tidak langsung (indirect cost), adalah biaya yang terjadinya tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Dalam hubungannya dengan departemen, biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadi
disuatu departemen tetapi manfaatnya dinikmati oleh lebih dari satu departemen. 4. Penggolongan biaya menurut perilakunya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan. Dapat digolongkan menjadi: a. Biaya tetap, adalah biaya yang jumlah total nya tetap dalam kisar volume kegiatan tertentu. Biaya tetap ini dapat digolongkan lagi menjadi biaya kapasitas jangka panjang, biaya tetap operasional, dan biaya tetap diprogramkan. b. Biaya variabel, adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Contoh: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung. c. Biaya semi variabel, adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sesuai dengan perubahan volume kegiatan atau aktivitas tetapi tingkat perubahannya tidak proporsional atau sebanding. Contoh: biaya listrik, biaya pemeliharaan mesin. 5. Penggolongan biaya atas dasar jangka waktu manfaatnya. Atas dasar jangka waktu manfaatnya, biaya dapat dibagi menjadi dua: a. Pengeluaran modal (capital expenditure), adalah biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi. b. Pengeluaran pendapatan (revenue expenditure), adalah biaya ynag hanya mempunyai
masa
manfaat
dalam
periode
akuntansi
terjadinya
pengeluaran tersebut.
2.1.3 Pengukuran biaya Terdapat dua pendapat yang berbeda atas masalah pengukuran biaya. Pendapat pertama bertitik tolak dari anggapan bahwa pengukuran besarnya biaya harus didasarkan atas nilai barang dan jasa yang digunakan dalam operasi perusahaan. Pendapat yang lainnya menekankan pada pelaporan arus kas perusahaan, menganjurkan bahwa biaya harus diukur berdasarkan transaksi yang dilakukan perusahaan. Pada dasarnya tujuan pengukuran biaya adalah untuk pengukuran jumlah barang dan jasa yang digunakan dalam upaya untuk
menghasilkan pendapatan, untuk kemudian diklasifikasikan bagian mana yang layak dibebankan pada periode berjalan dan bagian mana yang akan dibebankan pada periode yang akan datang. Menurut kusnadi (2001:353-357) dalam bukunya “Teori Akuntansi” terdapat tiga metode pengukuran biaya yang umum digunakan, yaitu: 1. Harga perolehan historis Alasan utama untuk memilih metode ini adalah karena biaya historis diasumsikan dapat diverifikasi untuk menggambarkan pengeluaran tunai perusahaan yang sekaligus dianggap dapat menunjukan nilai tukar barang dan jasa pada waktu diperoleh. 2. Harga berlaku Karena pendapatan biasanya diukur berdasarkan harga yang sedang berlaku, maka metode ini memandang bahwa biaya yang ditandingkan terhadap pendapatan ini harus diukur berdasarkan harga berlaku dari barang atau jasa yang digunakan dalam suatu proses produksi. Pengukuran biaya berdasarkan metode harga berlaku memiliki keunggulan karena membedakan laba yang timbul dari transaksi dan keuntungan atau kerugian yang timbul dari penyimpangan aktiva sebelum dipakai. 3. Biaya oportunitas atau ekuivalen kas pada saat sebelum dipakai Biaya likuiditas atau ekuivalen nilai kas berlaku dianggap relevan dalam pengukuran biaya berdasarkan alasan sebagai berikut: a. Harga likuiditas atau ekuivalen kas menunjukan biaya oportunitas perusahaan dalam menggunakan aktiva tertentu. b. Harga perolehan pengganti yang sedang berlaku menggambarkan harga perolehan pada waktu penggunaan, sehingga memungkinkan peramalan yang lebih baik terhadap hasil kegiatan perusahaan pada masa yang akan datang.
2.1.4 Pengakuan biaya Menurut definisi biaya bahwa biaya terjadi apabila barang dan jasa dikonsumsi atau digunakan dala proses untuk menghasilkan pendapatan. Pelaporan biaya dapat dilakukan bersamaan dengan kegiatan penggunaan barang atau jasa atau sesudah kegiatan tersebut. Dalam kondisi tertentu pelaporan biaya dapat dilakukan mendahului kegiatan pelaporan pendapatan. Para ahli umumnya menyarankan bahwa biaya harus dilaporkan ketika terjadi penurunan nilai aktiva atau jika tidak terdapat manfaat atau nilai yang akan diterima pada masa yang akan datang dari penggunaan barang atau jasa tersebut. Konsep laba yang menekankan pada pendekatan arus kas menyimpulkan bahwa biaya harus dilaporkan sedekat mungkin dengan pengeluran kas yang sebenarnya. Akuntansi akrual yang tradisional bersandar pada konsep nilai yang menyarankan bahwa harga masukan (biaya) harus ditahan sampai pertambahan nilai dilaporkan dengan adanya penggantian atas barang yang diproduksi atau dengan kata lain dengan adanya proses penjualan. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa biaya harus diakui pada saat pendapatan yang berkaitan diakui.
2.1.5 Dasar penandingan biaya Agar pengakuan biaya dapat dilakukan secara tepat, diperlukan pedoman yang jelas sebagai dasar penetapan biaya yang dianut oleh perusahaan. Salah satunya adalah konsep matching principle (penanding pendapatan dan biaya). Penandingan pendapatan dan biaya yang terjadi dalam suatu periode dapat menggunakan dasar-dasar sebagai berikut: 1. Hubungan sebab akibat (cause and effect) Dasar ini disebut juga penandingan langsung (direct matching), dan merupakan dasar yang paling ideal karena memenuhi konsep upaya dan hasilnya. Dalam perusahaan jasa pada umumnya sulit untuk menghubungkan pendapatan dan biaya secara langsung, karena tidak ada objek fisik yang dapat dijadikan dasar bagi penandingan tersebut. Penandingan pendapatan dan biaya pada umumnya dilakukan berdasarkan periode terjadinya.
2. Alokasi sistematik (systematic allocation) Dasar penandingan ini sering disebut juga dengan penandingan periode (periode
matching).
Terdapat
beberapa
alasan
yang
mendukung
dijalankannya dasar penandingan berdasarkan periode ini adalah: •
Dalam prakteknya sangatlah sulit utuk mencari kaitan langsung antara biaya tertentu dengan pendapatan. Namun demikian, jika biaya tersebut diperlukan untuk operasi perusahaan secara keseluruhan, maka biaya tersebut dapat diakui sebagai beban saat periode terjadi.
•
Bila manfaat dimasa mendatang tidak dapat diukur secara pasti, tidak ada alasan untuk menunda pengakuan biaya sebagai beban.
•
Apabila terdapat biaya yang sifatnya rutin dan berulang-ulang serta jumlahnya
relatif konstan, maka pembebanan langsung tidak akan
mempengaruhi laba secara material. 3. Pembebanan segera (orbitary matching) Jika terdapat alasan yang kuat untuk menunda pembebanan demi tercapainya pembebanan yang tepat atau tidak terdapat dasar alokasi yang layak, maka suatu biaya biasanya kan langsung dibebankan pada periode terjadinya (immediate recognation). Ini berarti biaya ditandingkan dengan pendapatan secara orbiter.
2.2 Pemeliharaan 2.2.1 Pengertian pemeliharaan Mengingat proses produksi dilakukan terus sesuai dengan permintaan pasar, maka dengan sendirinya kegiatan pemeliharaan gedung pun berlangsung terus sesuai dengan lamanya proses produksi. Artinya baik pada perusahaan yang proses produksinya terus menerus maupun yang proses produksinya terputusputus, kegiatan pemeliharaan diperlukan selama proses produksi. Kegiatan pemeliharaan ini merupakan kegiatan keberhasilan proses pembuatan suatu produk.
yang rumit karena menyangkut
Pengertian pemeliharaan menurut Jay Heizer dan Barry Render (2001:542) adalah: “pemeliharaan adalah segala aktivitas yang terlibat dalam penjagaan peralatan sistem dalam aturan kerja”.
Menurut Mulyadi (2002:208) dalam bukunya “Akuntansi Biaya”, yaitu: “Biaya reparasi dan pemeliharaan berupa biaya suku cadang, biaya bahan habis pakai dan harga perolehan jasa dari pihak luar perusahaan untuk keperluan perbaikan dan pemeliharaan emplasemen, perumahan, bangunan pabrik, mesin-mesin dan equipmen, kendaraan, perkakas laboratorium, dan aktiva tetap lain yang digunakan untuk keperluan pabrik”. 2.2.2 Tujuan pemeliharaan dan perbaikan Tujuan utama dari fungsi pemeliharaan dan perbaikan adalah: 1. Kemampuan berproduksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana produksi. 2. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang dibutuhkan oleh produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak terganggu. 3. Untuk membantu mengurangi pemakaian dan penyimpangan yang diluar batas dan menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan selama waktu yang ditentukan sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan mengenai investasi tersebut. 4. Untuk mencapai tingkat biaya maintenance (pemeliharaan) serendah mungkin, dengan melaksanakan kegiatan pemeliharaan secara efektif dan efesien keseluruhannya. 5. Menghindari kegiatan maintenance yang dapat membahayakan keselamatan kerja. 6. Mengadakan suatu kerja sama yang erat dengan fungsi-fungsi utama lainnya dari suatu perusahaan yaitu tingkat keuntungan atau return of investment yang sebaik mungkin dan total biaya yang terendah.
2.2.3 Jenis-jenis pemeliharaan Menurut Suyadi Prawirosentono (2001:315-316), kegiatan pemeliharaan pada perusahaan adalah untuk menunjang operasi produksi suatu perusahaan, baik perusahaan manufaktur maupun perusahaan jasa atau non manufaktur. Kerja pemeliharaan bisa terencana ataupun tak terencana. Hanya ada satu bentuk pemeliharaan tak terencana, yaitu pemeliharaan darurat, yang didefinisikan sebagai pemeliharaan dimana perlu segera dilaksanakan tindakan untuk mencegah akibat yang serius, misalnya hilangnya produksi, kerusakan besar pada peralatan, atau untuk alasan keselamatan kerja. Kegiatan pemeliharaan dibagi menjadi dua kriteria, yaitu pemeliharaan terencana (planned maintenance) dan pemeliharaan tidak terencana (unplanned maintenance). Pemeliharaan terencana adalah kegiatan perawatan dilaksanakan
berdasarkan
perencanaan
terlebih
dahulu.
yang
Perencanaan
pemeliharaan ini mengacu pada rangkaian proses produksi. Pemeliharaan terencana dibagi menjadi dua aktivitas utama, yaitu: 1. Pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) Pemeliharaan pencegahan adalah pemeliharaan yang dilakukan pada selang waktu yang telah ditentukan sebelumnya, atau terhadap kriteria lain yang diuraikan dan bertujuan agar produk yang dihasilkan sesuai dengan rencana, baik mutu, biaya maupun ketepatan waktunya. Dengan demikian semua fasilitas-fasilitas produksi yang mendapatkan preventive maintenance akan terjamin kelancaran kerjanya dan selalu diusahakan dalam kondisi yang siap digunakan untuk setiap proses produksi pada setiap saat. Juga memungkinkan dapat dibuatnya suatu rencana dan schedule pemeliharaan dan perawatan yang sangat cermat dan rencana produksi yang lebih tepat. Pemeliharaan pencegahan dibagi lagi menjadi perawatan berjalan (running maintenance) dan perawatan waktu istirahat (shutdown maintenance). Perawatan berjalan adalah kegiatan perawatan yang dilakukan pada waktu proses produksi sedang berjalan, sedangkan perawatan waktu istirahat adalah kegiatan perawatan yang dilakukan pada waktu proses produksi sedang dihentikan.
2. Pemeliharaan korektif (corerective/breakdown maintenance) Pemeliharaan korektif adalah pemeliharaan yang dilaksanakan karena adanya hasil produk (setengah jadi maupun barang jadi) tidak sesuai dengan rencana, baik mutu, biaya maupun ketepatan waktunya. Misalnya, terjadi kekeliruan dalam mutu atau bentuk barang, maka perlu perbaikan yang dilakukan karena adanya kerusakan yang dapat terjadi akibat tidak dilakukannya pemeliharaan pencegahan, tapi sampai pada suatu waktu tertentu fasilitas atau peralatan tersebut tetap rusak. Jadi dalam hal ini, kegiatan pemeliharaan sifatnya hanya menunggu sampai kerusakan terjadi dahulu, baru kemudian diperbaiki. Pemeliharaan tidak terencana adalah pemeliharaan yang dilakukan karena adanya indikasi atau petunjuk bahwa adanya tahap kegiatan proses produksi yang tiba-tiba memberikan hasil yang tidak layak dalam hal ini perlu dilakukan kegiatan pemeliharaan atas mesin secara tidak berencana. Yang termasuk pemeliharaan tidak terencana adalah pemeliharaan darurat (emergency maintenance), yaitu kegiatan perawatan mesin yang memerlukan penanggulangan yang bersifat darurat agar tidak menimbulkan akibat yang lebih parah.
2.2.4 Manfaat pemeliharaan dan perbaikan Menurut Agus Ahyari dalam buku “manajemen produksi”, ada beberapa keuntungan yang akan diperoleh dengan adanya pemeliharaan yang baik dari fasilitas produksi yang ada di perusahaan, yaitu: a
Fasilitas produksi yang bersangkutan akan dapat dipergunakan dalam jangka waktu yang relatif lebih panjang.
b
Pelaksanaan proses produksi didalam perusahaan yang bersangkutan akan berjalan dengan lancar.
c
Dapat menghindarkan atau setidak-tidaknya dapat menekan seminimal mungkin terjadinya kerusakan–kerusakan berat dari fasilitas produksi yang dipergunakan selama proses produksi berjalan.
d
Karena fasilitas produksi yang dipergunakan dalam perusahaan dapat berjalan dengan stabil dan baik, maka pengendalian proses produksi dan kualitas
produk dapat dilaksanakan dengan lebih baik. Dengan demikian kualitas produksi perusahaan dapat dipertahankan pada tingkat yang lebih baik. e
Dapat menekan biaya pemeliharaan seminimal mungkin
karena dapat
dihindarkan kerusakan fasilitas-fasilitas atu mesin-mesin yang lebih f
Perencanaan biaya pemeliharaan dapat disusun secara lebih baik dan koordinasi antar bagian yang terkait dapat berjalan dengan lebih baik.
2.3 Biaya pemeliharaan dan perbaikan 2.3.1 Pengertian biaya pemelihaaran dan perbaikan Skousen dkk (2000:698) mendefinisikan biaya pemeliharaan sebagai berikut: “expenditure to maintain plant assets in good operating condition referred to a maintenance among these are expenditure for painting, lubricating, and adjusting equipment. Maintenance expenditure are ordinary recuring, and do not improve the assets or add to its life; therefore, they are recorded as expenses when they are incurred”. Dan biaya perbaikan sebagai berikut: “expenditure to restore assets to good operating condition upon their breakdown or to restore an replace a broken parts are referred to as repairs. These are ordinary and recurring expenditures that benefit only current operations; thus, they also are charged to expense immediately” Dari dua pengertian diatas dapat diartikan bahwa pengeluaran untuk mempertahankan aktiva tetap agar keadaannya selalu tetap baik dikenal dengan nama pemeliharaan. Sedangkan pengeluaran untuk merestorasi aktiva agar tetap baik dan dapat dipakai secara maksimal serta mengganti onderdil yang sudah rusak atau aus dinamakan reparasi (perbaikan). Sedangkan Kiesso dkk, (2001:520) membagi biaya reparasi menjadi dua, yaitu ordinary repair dan major repair yang didefinisikan sebagai berikut: “ordinary repairs are expenditures made to maintain plant assets in operating conditions;they are charged to an expense account in the period in which they are incurred on the basis that it is the primary period benefited. Replacing minor part,lubricating and adjusting equipment, repainting and cleaning are example of maintenance charged that occur regularly and are treated as ordinary operating expense.If major repair
(such as an overhaul) occurs, several periods will benefit and the cost should be handled as an addition, improvement, or replacement”. Definisi diatas dapat diartikan bahwa reparasi yang biasa adalah pengeluaran yang dikeluarkan untuk mempertahankan harta tetap dalam kendali operasi; hal itu dapat dimasukan sebagai beban/biaya dalam periode terjadinya atas dasar bahwa periode itu adalah yang terutama mengambil manfaatnya. Jika suatu reparasi besar, (seperti turun mesin) terjadi, beberapa periode akuntansi menerima manfaat, dan biaya itu harus ditangani sebagai penambahan, peningkatan atau penggantian.
2.3.2 Hubungan kegiatan pemeliharaan dan perbaikan dengan biaya Menurut Suyadi Prawirosentono (2001:320) dalam bukunya “Manajemen Operasi”, agar proses produksi berjalan efektif dan efesien, dan untuk menunjang kelancaran proses produksi diperlukan suatu kegiatan pemeliharaan terhadap mesin atau peralatan. Dan kegiatan pemeliharaan tersebut tentu saja menimbulkan biaya. Namun masalahnya apakah gaji supervisi perawat mesin dibebankan pada biaya produksi atau bukan. Tenaga pemeliharaan mesin adalah karyawan pada bagian produksi, sehinga biaya yang timbul merupakan biaya (produksi) langsung. Dalam hal ini makin intensif kegiatan pemeliharaan dilakukan berarti biayanya makin besar. Demikian pula makin besar skala atau volume produksi makin banyak tenaga perawat mesin, karena banyak pula tahap kegiatan produksi yang perlu dimonitor. Jadi biaya pemeliharaan berbanding lurus dengan frekuensi pemeliharaan dan skala usaha.
2.3.3 Pengalokasian biaya pemeliharaan dan perbaikan Penentuan alokasi biaya pemeliharaan dan perbaikan merupakan hal yang cukup sulit, namun ada beberapa pendapat yang diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan dasar dalam menentukan pengalokasian biaya pemeliharaan dan perbaikan.
Skousen dkk (2000:698), mengatakan bahwa: “ maintenance expenditures are ordinary, recurring, and do not improve the assets or add to it’s life; therefore, they are recorded as expense when they are incurred”. Pernyataan diatas dapat diartikan bahwa pemeliharaan biasanya merupakan aktivitas biasa dan bersifat berulang dan tidak akan memperbaiki aktiva tetap serta tidak pula menambah umur aktiva tetap, oleh karena itu segala macam pengeluaran yang berhubungan dengan pemeliharaan akan diperlakukan sebagai beban tahun berjalan. Biaya perbaikan (reparasi) yang pengeluarannya bersifat rutin dan hanya mempunyai manfaat hanya terhadap operasi tahun berjalan, juga diperlakukan sebagai beban atau biaya. Sedangkan pengeluaran untuk perbaikan yang bersifat luar biasa dan menambah masa (umur) manfaat aktiva tetap maka pengeluaran ini akan didebit pada rekening akumulasi depresiasi.
2.4 pendapatan 2.4.1 pengertian pendapatan Definisi pendapatan berdasarkan pendekatan FASB dalam statement of financial accounting concept no.3 (SFAC No.3) adalah bahwa pendapatan merupakan arus masuk aktiva atau aktiva bersih ke dalam perusahaan sebagai hasil penjualan barang atau jasa. Pendapatan menurut kieso dan weygandt (2002:4) adalah: “ arus masuk aktiva dan atau penyelesaian kewajiban akibat penyerahan atau produksi barang, pemberian jasa atau kegiatan menghasilkan laba lainnya yang membentuk operasi utama atau inti perusahaan yang berkelanjutan selama satu periode”. Standar akuntansi keuangan (IAI,2002:23.2) mendefinisikan pendapatan sebagai berikut: “ pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul karena aktivitas modal perusahaan selama satu periode bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal”.
2.4.2 Karakteristik pendapatan Pada dasarnya terdapat dua pendekatan terhadap konsep pendapatan yang dapat ditemukan dalam kepustakaan akuntansi. Menurut Hendriksen (2000:379) seperti yang diterjemahkan oleh Herman wibowo, ada dua pandangan mengenai pendapatan yang berbeda. Yang pertama menyatakan bahwa pendapatan dihasilkan dari kegiatan utama (operasional) atau pusat dari perusahaan yang berkesinambungan rutin, sedangkan yang kedua menyatakan bahwa pendapatan dihasilkan selain dari penjualan produk atau jasa perusahaan (operasional), yang tercakup dalam pendapatan adalah penjualan sumber daya selain produk atau jasa, seperti pabrik dan peralatan serta investasi.
2.4.3 Pengukuran pendapatan Pengukuran pendapatan yang paling baik adalah dengan melihat nilai tukar produk atau jasa perusahaan, nilai tukar ini menunjukan ekuivalen kas atau nilai sekarang dari pendiskontoan tagihan uang yang akhirnya akan diterima dari transaksi pendapatan. kriteria diatas untuk pengukuran pendapatan mengacu pada nilai sekarang dari uang atau ekuivalen uang yang akhirnya akan diterima sebagai hasil proses produksi atau transaksi pendapatan. Dari kriteria ini jelas bahwa seluruh retur, potongan dasar (rabat) dan pengurangan-pengurangan lainnya dari harga yang ditagih harus dikurangkan dari pendapatan yang berasal dari transaksi tertentu. Menurut standar akuntansi keuangan (PSAK No.23) pendapatan harus diukur dengan nilai wajar yang diterima atau yang dapat diterima. Jumlah pendapatan yang timbul dari suatu transaksi biasanya ditentukan oleh persetujuan antara perusahaan dan pembeli atau pemakai aktiva tersebut. Jumlah tersebut diukur dengan nilai wajar, imbalan yang diterima atau yang dapat diterima perusahaan di kurangi diskon dagang dan rabat volume yang diperbolehkan perusahaan. Pada umumnya imbalan tersebut berbentuk kas atau setara kas dan jumlah pendapatan adalah jumlah kas atau setara kas yang diterima atau uang dapat diterima. Namun, bila arus kas dari kas atau setara kas ditangguhkan, nilai wajar dari imbalan tersebut mungkin kurang dari jumlah minimal dari kas yang diterima atau yang dapat diterima.
2.4.4 Pengakuan pendapatan Pengakuan pendapatan (revenue recognation) merupakan salah satu elemen dasar dari kerangka acuan konseptual (conceptual framework) pendapatan, karena adanya perbedaan yang signifikan dalam praktek pada berbagai macam jenis kesatuan usaha. Bagian kerangka ini termasuk sebagai salah satu yang paling sulit dipecahkan. Kieso dan Weygandt dalam bukunya intermediate accounting (2004:39), menyatakan bahwa ada dua prinsip yang dipakai dalam pengakuan pendapatan, yaitu: 1. Realized or realizable 2. Earned Pendapatan direalisasi apabila barang dan jasa ditukar dengan kas atau klaim atas kas (piutang). Dengan kata lain pendapatan baru diakui bila jumlah rupiah pendapatan telah terealisasi atau dapat dipastikan dapat terealisasi. Pendapatan dapat direalisasi (realizable) apabila aktiva yang diterima dalam pertukaran segera dapat dikonversi menjadi kas atau klaim atas kas dengan jumlah yang diketahui. Dilain pihak, pendapatan baru dapat diakui pada saat pendapatan benar-benar diterima (earned), yaitu jika suatu perusahaan telah selesai melakukan kegiatannya untuk memperoleh pendapatan sehingga entitas tersebut berhak atas manfaat yang terkandung dalam pendapatan tersebut. Masalah pengakuan pendapatan terutama berhubungan dengan pengakuan pendapatan dalam laporan rugi laba suatu perusahaan jumlah pendapatan yang terdiri dari suatu transaksi tersebut, namun kadang kala timbul ketidakpastian dalam menentukan jumlah pendapatan atau biaya yang berhubungan dengan pendapatan tersebut, sehingga mempengaruhi ketepatan (timing) saat pengakuan pendapatan. Salah satu masalah yang akan segera timbul dalam pengakuan pendapatan ini adalah kapan pendapatan itu diakui. Proses penentuan waktu pengakuan pendapatan umumnya berkaitan erat dengan konsep realisasi pendapatan bahkan sebenarnya reaslisasi tersebut lebih penting dari pada timbulnya pendapatan itu sendiri.
Dalam standar akuntansi keuangan (SAK: 2002) pengakuan pendapatan diterapkan secara terpisah kepada setiap transaksi. Menurut FASB dalam konsep akuntansi keuangan No.5 kedua syarat untuk mengakui pendapatan (direalisasi atau dapat direalisasi dan dihasilkan) biasanya terpenuhi pada saat produk atau barang diberikan kepada pelanggan, dengan kata lain pada saat penjualan dalam hal ini akan dibahas pengakuan pendapatan untuk transaksi penjualan barang dan jasa. A. Penjualan barang Pendapatan dari penjualan barang harus diakui bila seluruh kondisi tersebut dipenuhi: a. Perusahaan telah memindahkan resiko signifikan dan telah memindahkan manfaat kepemilikan barang kepada pemilik. b. Perusahaan tidak lagi mengelola atau melakukan pengendalian efektifitas atas barang yang dijual c. Jumlah pendapatan tersebut diukur dengan andal. d. Besar kemungkinan manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan transaksi akan mengalir kepada perusahaan tersebut. e. Biaya yang terjadi atau yang akan terjadi sehubungan dengan transaksi penjualan dapat diukur dengan andal. Pendapatan diakui hanya bila besar kemungkinan manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan mengalir kepada perusahaan. Namun kadang-kadang kemungkinan hal tersebut terjadi sangat kecil sampai imbalan diterima atau sampai suatu ketidakpastian dihilangkan.
B. Penjualan jasa Pengakuan pendapatan untuk penjualan jasa diakui dengan acuan pada tingkat penyelesaian dari transaksi pada tanggal neraca, hasil suatu transaksi dapat diterima dengan andal bila seluruh kondisi berikut dipenuhi: a. Jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal b. Besarnya kemungkinan manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan diperoleh perusahaan
c. Tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada tanggal neraca dapat diukur dengan andal; dan biaya untuk meyelesaikan transaksi tersebut dapat diukur dengan andal. Pengakuan pendapatan dengan acuan pada tingkat penyelesaian dari suatu transaksi sering di sebut sebagai metode prosentase penyelesaian. Menurut metode ini, pendapatan diakui dalam periode akuntansi pada saat jasa diberikan. Pendapatan diakui bila besar kemungkinan manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan diperoleh perusahaan.
2.4.5 Sumber-sumber pendapatan Pendapatan (revenue) merupakan hasil dari penjualan barang dan jasa yang diukur berdasarkan jumlah yang dibebankan kepada langganan atau pembeli atas barang atau jasa yang diserahkan kepada mereka. Selain itu dalam pendapatan termasuk pula hasil penjualan atau pertukaran aktiva selain barang atau jasa dihasilkan , sebagai contoh penerimaan bunga deposito, penerimaan deviden dan lain-lain. Dalam APB statement No.4, seperti yang diungkapkan Hendriksen (1999:175) dalam bukunya “Accounting Theory” mengatakan mengenai sumbersumber pendapatan sebagai berikut: “in addition to sales and service, its including revenue the sales of resources other than, such as plant and equipment and invesment”
Pada dasarnya terdapat dua pandangan mengenai pendapatan. pandangan yang pertama menyatakan bahwa, pendapatan itu meliputi seluruh hasil dari aktiva usaha dan dari aktiva investasi. Pandangan ini menyatakan bahwa pendapatan adalah perubahan aktiva netto yang disebabkan oleh aktivitas penciptaan pendapatan sejalan yang dimasukan dalam pendapatan. sedangkan pendapatan investasi dan keuntungan penjualan aktiva tetap tidak termasuk pendapatan. jadi pandangan ini menekankan adanya perbedaan yang jelas antara pendapatan dan keuntungan.
Dari pembahasan diatas, dapatlah diartikan bahwa pendapatan bersumber dari: a. Pendapatan operasional (Operating income) Adalah pendapatan yang berasal dari aktivitas utama perusahaan sesuai dengan jenis usahanya, yang berlangsung secara berulang-ulang. Dalam hal pendapatan penyewaan gedung kantor yang termasuk pendapatan operasional adalah sewa ruang perkantoran dan service chargenya, dan parkir. b. Bukan pendapatan operasional (non operating income) Adalah pendapatan yang bersumber dari kegiatan diluar aktivitas utama perusahaan, seperti pendapatan yang diperoleh dari transaksi modal (financing), laba penjualan aktiva bukan produk perusahaan, sumbangan atau hadiah, penemuan dan dari revaluasi aktiva tetap. Yang merupakan bukan pendapatan
operasional dalam perusahaan
penyewaan gedung kantor antara lain adalah open table dan rent space BI.
2.4.6 Hubungan Kegiatan Pemeliharaan dan Perbaikan dengan Pendapatan Seperti yang telah dikemukakan oleh Suyadi Prawirosentono (2001: 315) dalam bukunya “Manajemen Operasi” bahwa: “Kegiatan pemeliharaan dan perbaikan pada perusahaan untuk menunjang operasi mutu perusahaan baik perusahaan manufaktur maupun perusahaan jasa non manufaktur.Kegagalan melakukan kegiatan pemeliharaan adalah macetnya salah satu rangkaian proses produksi sehingga dapat menghambat operasi perusahaan selanjutnya”. Hal tersebut berarti jika kegiatan pemeliharaan tidak dilakukan maka proses produksi akan terhambat, dengan terhambatnya proses produksi maka akan terhambat pula pendapatan yang akan diperoleh perusahaan. Meskipun makin intensif kegiatan pemeliharaan dilakukan yang berarti biayanya makin besar, tetapi dengan adanya kegiatan pemeliharaan dan perbaikan, perusahaan dapat mempertahankan mutu perusahaan dan tetap menjaga segala fasilitas yang ada di gedung tersebut, sehingga dengan adanya fasilitas dan peralatan yang baik memungkinkan perusahaan untuk menyewakan gedungnya dengan harga yang sesuai dengan fasilitas dan pelayanan yang diberikan sehingga besarnya biaya yang dikeluarkan
untuk pemeliharaan dan perbaikan diharapkan akan seimbang bahkan lebih kecil dari pendapatan yang akan dihasilkan perusahaan. Oleh karena itu kegiatan pemeliharaan ini selain bermanfaat dalam menjaga kondisi fisik gedung dan fasilitas-fasilitas didalamnya, juga sebagai sumber ekonomis dalam upaya menghasilkan pendapatan, dimana dengan adanya kegiatan pemeliharaan dan perbaikan atas fasilitas dan peralatan maka perusahaan akan dapat menaikan harga sewa gedung dengan harga yang sesuai yang dapat terjangkau dan sesuai dengan kemampuan calon pelanggan serta fasilitas dan kondisi fisik gedung yang nyaman dan strategis disamping peraturan-peraturan pemerintah yang telah ditentukan mengenai bangunan gedung.