D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada tinjauan pustaka ini membahas mengenai teori yang mendukung
proses penelitian aspal pembuatan dan perancangan benda uji beton aspal.
2.1
Lapis Tipis Aspal Beton (Lataston) / HRS
Aspal beton campuran panas merupakan salah satu jenis dari lapisan
perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkerasan ini merupakan
campuran homogen antara agregat dan aspal sebagai bahan pengikat pada suhu
tertentu. Untuk mengeringkan agregat dan mendapatkan tingkat kecairan yang cukup dari aspal sehingga di peroleh kemudahan untuk mencampurnya maka kedua material harus cukup dari aspal sehingga di peroleh kemudahan untuk mancampurnya maka kedua material harus di panaskan terlebih dahulu sebelum di
hot mix
Lapis Tipis Aspal Beton (Lataston) adalah merupakan salah satu jenis campuran yang mempunyai sifat kedap air, sehingga tahan terhadap oksidasi , yang berfungsi sebagai lapis penutup untuk menahan air dari permukaan agar tidak masuk kelapis bawahnya tetapi bersifat non struktural sehingga mempunyai nilai stabilitas rendah dan nilai kelelehan cukup besar di banding dengan jenis lainnya di karenakan campuran tipis aspal beton ( lataston ) mempunyai komposisi campuran agregat cukup halus maka untuk menurunkan kelelehan tersebut dengan menggunakan filler dari semen portland atau bahan tambah lainnya sebagai bahan pengisi . Dengan sifat agregat yang bergaradasi senjang dan mengandung sangat sedikit agregat yang berukuran besar , sehingga campuran tersebut menyerap kadar aspal yang relatif tinggi. Hal ini menyebabkan lataston / HRS juga memberikan suat permukaan yang sanggup menerima beban tanpa retak. Campuran ini ditujukan untuk jalan dengan lalu lintas rencana kurang dari 1 juta ESA.Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, maka campuran harus dirancang sampai memenuhi semua ketentuan yang diberikan dalam Spesifikasi. Dua kunci utama adalah : Ilman Isramdhani R
6
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
1. Gradasi yang benar-benar senjang. Agar diperoleh gradasi senjang,
maka hampir selalu dilakukan pencampuran pasir halus dengan
agregat pecah mesin
2. Rongga udara pada kepadatan membal (refusal density) harus memenuhi ketentuan yang ditunjukkan dalam Spesifikasi ini.
2.1.1
Lapis Tipis Aspal Beton (Lataston) Lapis Pondasi / HRS-BASE Lataston adalah
lapisan
atas beton
penghamparan dan pemadatan campuran
padat bergradasi senjang serta
tersebut diatas lapisan beton aspal
lainnya.
Lapis Atas (HRS-WC) LapisAntara (HRS-BASE) LapisanPondasiAtas LapisanPondasiBawah
Tanah dasar Sumber :dokumen Penulis
Gambar 2.1 struktur perkerasan jalan
Lataston BASE berada di bawah lataston WC, ini menandakan bahwa pada lapis pondasi ini yang menopang langsung lataston WC, perbedaan dari BASE dengan WC ini gradasi agergatnya. Bisa dilihat pada gambar 2.1 posisi HRS-BASE di bawah HRS-WC dan spesifikasi mengenai lataston tertera pada tabel 2.1.
Ilman Isramdhani R
7
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Tabel 2.1 ketentuan sifat sifat campuran lataston
Sumber;spesifikasi umum 2010 divisi 6
2.2
Sifat-sifat Umum campuran beraspal Pada campuran aspal beton panas, Sifat
sifat dasar yang diperlukan
campuran yaitu:
Stabilitas, Kemampuan campuran beraspal menahan deformasi akibat beban yang diterimanya. Campuran harus mampu mendukung perkerasan yang menopang beban lalu lintas tanpa mengalami deformasi plastis dan permanen. Hingga diharapkan yang terjadi adalah deformasi elastis (perubahan bentuk dengan kembali ke bentuk semula) hingga umur yang direncanakan.
Durabilitas di perlukan pada lapisan permukaan sehingga lapisan dapat mampu menahan keausan akibat pengaruh cuaca, air dan perubahan suhu ataupun keausan akibat gesekan kendaraan.
Flexibelitas
pada lapisan perkerasan
adalah kamampuan
lapisan
perkerasan lentur saat mengikuti deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas yang berulang kali tanpa timbulnya retak dan perubahan volume.
Tahan geser adalah kekesatan yang di berikan oleh perkerasan sehingga kendaraan tidak mengalami slip baik di waktu hujan (basah) maupun di waktu kering. Ilman Isramdhani R
8
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Ketahan kelelahan adalah ketahanan dari lapis aspal beton dalam menerima beban berulang tanpa terjadinya kelelahan yang berupa alur
(rutting) dan retak. Density, Kerapatan suatu lapisan perkerasan mempunyai peran yang sangat penting guna menjaga keutuhan dan ketahanan dari lapisan itu
sendiri.
Kedap Air, Musuh utama jalan ialah air, perkerasan yang kedap air mampu mencegah air agar tidak dapat masuk ke dalam struktur perkerasan jalan
yang akan memperlemah lapisan dibawahnya. Untuk dapat memperoleh
2.3
Bahan Pembentuk Aspal Beton Secaraumumunsurpembentukaspal betonterdiridariaspal, agregat, dan
semensebagaibahanpengikat,.Padakajianiniakandijelaskansecaraumumunsurunsurpembentukaspal beton. 2.3.1
Aspal Aspal ialah bahan hidro karbo yang bersifat melekat (adhesive), berwarna
hitam kecoklatan, taham terhadap air dan visoelastis. Aspal juga sering disebut bitumen merupakan bahan pengikat pada campuran beraspal yang dimanfaatkan sebagai permukaan lapis perkerasan lentur. Aspal beton adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal, dengan atau tanpa bahan tambahan.Lapis aspal beton merupakan jenis tertinggi dari perkerasan yang merupakan campuran dari bitumen dengan agregat bergradasi menerus dan cocok untuk jalan yang banyak dilalui kendaraan berat.Material-material pembentuk aspal beton dicampur dan diinstalasi pencampur pada suhu tertentu, kemudian diangkut ke lokasi, dihamparkan, dan dipadatkan. Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan digunakan. Jika digunakan semen aspal, maka suhu pencampuran umumnya antara 145º-155º C, sehingga disebut aspal beton campuran panas. Campuran ini dikenal juga dengan nama hotmix. Ketentuan-ketentuan untuk aspal bisa dilihat pada tabel 2.2
Ilman Isramdhani R
9
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Tabel 2.2 ketentuan-ketentuan untuk aspal keras
Tipe II aspal yang dimodifikasi
Jenispengujian
NO
Tipe I
A
B
C
aspal
Asbuton
Elastomer
Elastom
pen.60-70
yang
alam
er
diproses
(Latex)
Sintesis
Metodapengujian
Penetrasi pada 25oC (dmm) Viskositas 135oC (est)
1
2 3
4 5
6 7 8 9
SNI 06-2456-1991
60-70
40-55
50-70
Min.40
SNI 06-6441-2000
385
385-2000
Titik lembek (oC)
SNI 06-2434-1991
-
-
Indeks Penetrasi Daktilitas pada 25oC (cm) Titik nyala (oC) Kelarutan dalam toluene (%) Beratjenis Stabilitas penyimpanan
-
-1,0
-0,5
SNI 06-2432-1991
SNI 06-2433-1991
SNI 06-2441-1991 ASTM D5976 Part
(oC)
6.1
ASTM D5546
-
Pengujian residu hasil TFOT atau RTFOT: 10
o
Berat yang hilang ( C)
SNI 06-2441-1991
!
!
!
!
SNI 06-2456-1991
-
-1,0
AASHTO T 301-98
-
-
"
SNI 06-2432-1991
-
Min.95
Min.95
Min.95
o
11 12 13 14
Penetrasi pada 25 C (oC) Indeks penetrasi Keelastisan setelah pengembalian Daktilitas 25oC (cm) Partikel yang lebih
15
halusdari 150 micron #$%'&
Sumbe:spesifikasi umum 2010 divisi 6
a) Penetrasi adalah masuknya jarum penetrasi kedalam permukaan aspal ( )* + * ,-- . / 0+12 345
2456
6
- 06
6
1991). Penetrasi menunjukan keras tidaknya suatu aspal, semakin
besar angka penetrasi, maka akan semakin lembek aspal tersebut dan sebaliknya semakin kecil angka penetrasi maka aspal tersebut akan semakin keras.
Ilman Isramdhani R
10
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
b) Kekentalan Saybolt Furol adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan suatu bahan aspal sebanyak 60 cc dalam detik pada suhu
tertentu melalui lubang furol (Furol Orifice) yang telah distandarkan dan dinyatakan dalam S.F.S (Saybolt Furol Second) ke labu penampung. Pengujian ini dilakukan untuk menentukan suhu pencampuran dan suhu
pemadatan dari campuran aspal beton. Selain itu viscometer Saybolt Furol
harus dikalibrasi terlebih dahulu dari hasil kalibrasi tersebut didapat nilai
faktor koreksi yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut
F =
Aspal sta ndard Aspal benda uji
......................................( 2.1) Nilai kekentalan yang telah dikoreksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : SF = t x F
Dimana : SFS = Kekentalan Saybolt Furol yang telah dikoreksi (detik) t
= Waktu alir benda uji (detik)
F
= Faktor koreksi
c) Yang dimaksud dengan titik lembek adalah suhu pada saat bola baja, dengan berat tertentu, mendesak turun suatu lapisan aspal yang tertahan dalam cincin berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh pelat dasar yang terletak di bawah cincin pada tinggi 1 inchi, sebagai akibat dari kecepatan pemanasan tertentu. Titik lembek dapat digunakan untuk menentukan penetration index dengan rumus : 234 5 64478 /0 1 29 : 6478
Dimana : PI = penetration index (-1
!!"#$% &'()
*+",-)
Ilman Isramdhani R
.
11
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Pen = Angka penetrasi (0,1 mm) TL = Titik Lembek (0C) d) Daktilitas adalah sifat liat atau pemuluran dari suatu aspal, besarnya adalah
jarak terpanjang dari pemuluran aspal yang ditarik sampai putus dengan
kecepatan 5 cm/menit pada suhu normal 25oC.
Berat jenis cairan yang digunakan dalam pengujian harus memiliki berat jenis yang mendekati berat jenis benda uji (aspal) (bjcairan ~ bj aspal).
e) Titik nyala adalah suhu pada saat terlihat nyala singkat kurang dari 5 detik
pada suatu titik diatas permukaan aspal. Titik bakar adalah suhu pada saat
terlihat nyala sekurang-kurangnya 5 detik pada suatu titik diatas permukaan aspal. f) Berat jenis merupakan perbandingan antara berat aspal padat dan berat air suling dengan volume yang sama pada suhu 250C. Kegunaannya adalah untuk menentukan kualitas aspal dan mengestimasi berat jenis aspal dengan bahan campuran lain. Secara matematis berat jenis aspal dapat ditulis sebagai berikut :
Bj
C A B A D C
Dimana : ( A ) = Piknometer + tutup (gram) ( B ) = Piknometer + tutup + air (gram) ( C ) = Piknometer + tutup + aspal (gram) ( D ) = Piknometer + tutup + aspal + air (gram) 2.3.2 Agregat Agregat adalah suatu bahan yang terdiri dari mineral padat dan kaku yang digunakan sebagai bahan campur agregat aspal yang berupa berbagai jenis butir butiran atau pecahan yang termasuk didalamnya antara lain : pasir, kaerikil, batu pecah atau kombinasi material lain yang di gunakan dalam campuran aspal buatan.
Ilman Isramdhani R
12
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2.3.2.1 Agregat Kasar (split & Screen) Fraksi agregat kasar untuk agregat ini adalah agregat yang tertahan di atas
saringan 2,36 mm (No.8), menurut saringan ASTM. Fraksi agregat kasar untuk keperluan pengujian harus terdiri atas batu pecah atau kerikil pecah dan harus
disediakan dalam ukuran-ukuran normal.Agregat kasar ini menjadikan perkerasan lebih stabil dan mempunyai skid resistance (tahanan terhadap selip) yang tinggi sehingga lebih menjamin keamanan berkendara. Agregat kasar yang mempunyai
bentuk butiran (particle shape) yang bulat memudahkan proses pemadatan, tetapi rendah stabilitasnya, sedangkan yang berbentuk menyudut (angular ) sulit
dipadatkan tetapi mempunyai stabilitas yang tinggi. Agregat kasar harus mempunyai ketahanan terhadap abrasi bila digunakan sebagai campuran wearing course, untuk itu nilai Los Angeles Abrasion Test harus dipenuhi.
Untuk ketentuan mengenai agregat bisa di lihat pada tebel 2.3 di bawah ini. Tabel 2.3 ketentuan agregat kasar pengujian
standar
Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan natrium dan
nilai
SNI-3407:2008
Maks.12%
SNI-2417:2008
Maks.30%
magnesium sulfat Abrasi dengan mesin Los Angeles
Campuran AC bergradasi kasar Semua jenis campuran aspal bergradasi lainnya
Maks.40%
Kelekatan agregat terhadap aspal
SNI 03-2439-1991
Min.95%
Angularitas (kedalaman dari permukaan <10cm)
!"!
95/90
Angularitas (kedalaman dari permukaan >=10cm)
Test Method PTM
80/75
No.621 Partikel pipih dan lonjong
ASTM
D4791
Maks.10%
perbandingan 1:5 Material Lolos Ayakan No.200
SNI 03-4142-1996
Maks.1%
Sumbe:spesifikasi umum 2010 divisi 6
a)
Berat jenis suatu agregat adalah perbandingan berat dari suatu volume yang sama pada temperatur tertentu. Perhitungan berat jenis diaplikasikan untuk mengestimasi kebutuhan agregat pada saat pencampuran aspal beton. Perhitungan :
Ilman Isramdhani R
13
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Agregat kasar (split dan screen)
Berat jenis kering oven (Bulk Specific Grafity) :
W3 ...... W1 W 2
Berat Jenis Jenuh Air Kering Permukaan (SSD):
W1 ...... W1 W 2
I.
Berat Jenis Apparent (Semu):
Penyerapan Air:
W1 " W 3 W3
W3 W3 ! W 2
dimana :
W1 = Berat benda uji SSD (gram) W2= Berat benda uji dalam air (gram) W3 = Berat benda uji kering oven (gram) Agregat halus (abu batu ) 1. Berat jenis kering oven (Bulk Specific Grafity) :
D .....(2.10) A$ B # C
A
2. Berat Jenis Jenuh Air Kering Permukaan (SSD):
.(2.11)
A& B % C
3. Berat Jenis Apparent (Semu):
4. Penyerapan Air: A ) D D
D D ( B'C
X100%
dimana :
A =berat benda uji SSD (gram) B=berat piknometer + tutup + air (gram) C = berat piknometer + tutup + air + benda uji (gram) D = berat benda uji kering Oven (gram) b) Abrasi adalah perbandingan antara berat bahan yang hilang atau tergerus (akibat benturan bola-bola baja) terhadap berat bahan awal (semula). Mesin abrasi Los Angeles adalah alat simulasi keausan
Ilman Isramdhani R
14
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
dengan bentuk dan ukuran tertentu terbuat dari pelat baja berputar
dengan kecepatan tertentu.
Nilai abrasi =
W1 W2 x100% W1 .......................................(2.14)
Dimana :
W1 = berat total agregat semula (gram)
W2 = berat total agregat tertahan 1,70 mm atau no.12 (gram).
c) Kelekatan agregat terhadap aspal adalah persentase luas permukaan agregat yang tertutup film aspal terhadap keseluruhan luas permukaan agregat yang ditentukan secara visual dengan persyaratan kelekatan agregat minimal 95%. Kelekatan suatu agregat terhadap aspal dipengaruhi oleh sifat permukaan agregat yang dibedakan menjadi 2 sifat, yaitu :
Hydrophylic : Agregat bermuatan negatif dan suka terhadap air
Hydrophobic : Agregat bermuatan positif dan tidak suka terhadap air
d) Yang dimaksud dengan butiran agregat yang berbentuk lonjong adalah agregat yang mempunyai rasio panjang terhadap lebar lebih besar dari nilai yang ditentukan dalam spesifikasi. Butiran agregat berbentuk pipih adalah agregat yang mempunyai rasio lebar terhadap tebal lebih besar dari nilai yang ditentukan dalam spesifikasi.Tujuan dilakukannya pengujian butiran pipih dan lonjong adalah untuk mendapatkan persentase butiran pipih dan lonjong. Karena butiran pipih dan lonjong mudah pecah sehingga dapat menyebabkan degradasi yang akan menyebabkan luas agregat bertambah sehingga jumlah aspal yang dibutuhkan pun bertambah. Oleh karena itu dalam spesifikasi
Ilman Isramdhani R
15
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Binamarga 2010 persentase butiran pipih dan lonjong tidak boleh lebih
dari 10 %.
2.3.2.2 Agregat Halus (Abu Batu)
Agregat halus adalah agregat hasil pemecah batu yang mempunyai sifat
lolos saringan No.8 (2,36 mm) tertahan saringan No.200 (0,075 mm). Fungsi utama agregat halus adalah untuk menyediakan stabilitas dan mengurangi deformasi permanen dari perkerasan melalui keadaan saling mengunci
(interlocking) dan gesekan antar butiran.Untuk hal ini maka sifat eksternal yang diperlukan adalah angularity (bentuk menyudut) dan particle surface roughness
(kekasaran permukaan butiran). Di bawah ini pada tabel 2.4 di cantumkan mengenai ketentuan persyaratan untuk agregat halus. Tabel 2.4 ketentuan agregat halus Pengujian
standar
Nilai
Nilai setara pasir
SNI 03-4428-1997
Material Lolos ayakan No.200 Kadar lempung Angularitas (kedalaman dari permukaan <10cm) Angularitas (kedalaman
SNI 03-4428-1997 SNI 3423:2008 AASHTO TP-33 atau ASTM C1252-93
Min 50% untuk SS, HRS dan AC bergradasi Halus Min 70% untuk AC bergradasi kasar Maks.8% Maks.1% Min.45
dari
Min.40
permukaan >=10cm) Sumber: spesifikasi umum 2010 divisi 6
a) Nilai setara pasir adalah perbandingan antara skala pembacaan pasir terhadap skala pembacaan lumpur pada alat uji setara pasir yang dinyatakan dalam persen.Pengujian setara pasir adalah suatu metoda pengujian agregat halus atau pasir lolos saringan ukuran 4,75 mm, menggunakan Sand Equivalent Test Apparatus dengan cara setara pasir dan larutan kerja.Pengujian setara pasir atau Sand Equivalent dihitung dengan menggunakan rumus: Nilai Setara Pasir (Sand Equivalent) =
D 100% B
Dimana :
D = C - A ( Skala Pasir)
Ilman Isramdhani R
16
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
B = Skala Lumpur
b) Metode pengujian agregat yang lolos saringan no.200 (0,075 mm) adalah banyaknya bahan yang lolos saringan no.200 (0,075 mm)
sesudah agregat dicuci sampai cucian menjadi jernih.Nilai bahan lolos
No.200 adalah persentase berat bahan yang lolos no.200 dari suatu
agregat (benda uji) setelah melalui pencucian sampai jernih yang
diperbandingkan dengan berat bahan total.
Nilai Bahan Lolos No.200
W1 W2 x100% W1 .....
Dimana : W1 = berat benda uji sebelum dicuci kering oven (gram) W2 = berat benda uji tertahan no.200 setelah dicuci kering oven (gram) c) Angularitas agregat halus adalah persen rongga udara pada agregat lolos saringan 4,75 mm yang dipadatkan dengan berat sendiri dan terdapat pada agregat padat lepas. Persentase rongga udara agregat dapat di hitung menggunakan rumus :
" ! $ #
% &''(
.................)
Dimana : U = persentase rongga udara (%) V = volume tabung ( 100 ml ) F = berat agregat halus (gram) G = berat jenis agregat halus
2.3.2.3 Filler (mineral pengisi) Bahan pengisi dapat terdiri atas debu batu kapur, debu dolomite, semen Portland, abu terbang, debu tanur tinggi pembuat semen atau bahan mineral tidak Ilman Isramdhani R
17
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
plastis lainnya.Bahan pengisi yang merupakan mikro agregat ini harus lolos saringan No. 200 (0,075 mm).Dari sekian banyak jenis bahan pengisi maka kapur
padam banyak digunakan dari pada Portland semen.Portland semen mudah diperoleh dan mempunyai grading butiran yang bagus namun demikian harganya
sangat mahal. Fungsi bahan pengisi adalah untuk meningkatkan kekentalan bahan
bitumen dan untuk mengurangi sifat rentan terhadap temperatur. Keuntungan lain
dengan adanya bahan pengisi adalah karena banyak terserap dalam bahan bitumen akan menaikkan volumenya. maka
Banyak spesifikasi untuk wearing course menyarankan banyaknya bahan
pengisi kira-kira 5% dari berat adalah mineral yang lolos saringan No. 200. Para peneliti telah sepakat menaikkan kuantitas bahan pengisi akan menyebabkan meningkatkan stabilitas dan mengurangi rongga udara dalam campuran, namun ada batasnya. Terlalu tinggi kandungan bahan pengisi akan menyebabkan campuran menjadi getas dan mudah retak bila terkena beban lalu lintas, namun dilain pihak bila terlalu sedikit bahan pengisi akan menghasilkan campuran yang lembek pada cuaca panas.
2.4
Sifat Volumetrik Campuran Aspal Parameter yang sering digunakan dalam menentukan sifat volumetrik aspal
beton ialah: 1. Berat volume benda uji 2. Berat jenis bulk agregat dan berat jenis apparent agregat 3. Berat jenis efektif agregat 4. Kadar air dan penyerapan 5. Penyerapan aspal (absorpsi)/ Vab
Ilman Isramdhani R
18
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
6. Rongga diantara mineral agregat (VMA)
7. Volume pori dalam benda uji (VIM)
8. Volume antara agregat yang terisi oleh aspal (VFB)
VFB
Sumber :dokumen Penulis
Gambar 2.2 Skematis Berbagai Jenis Volume Beton Aspal
Dan dapat Pada gambar 2.2 kondisi dalam satu kesatuan benda uji, apa saja yang terjadi pada benda uji ketika sudah di campur.
2.4.1
Evaluasi Berat Jenis 1. Berat Jenis Bulk Campuran Berat jenis bulk (bulk specific gravity) adalah berat jenis dengan memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan seluruh volume agregat. Berat jenis bulk dapat dihitung sebagai berikut :
Ilman Isramdhani R
19
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
BJ.bulk kering =
%split %screen %abu.batu %split %screen %abu.batu BJ .bulk.split BJ .bulk.screen BJ .bulk.abu.batu
..(2.18)
Dimana :
%split %screen
= persentase split terhadap total campuran = persentase screen terhadap total campuran
%abu batu = persentase abu batu terhadap total campuran
BJ bulk
= berat jenis bulk setiap agregat
2. Berat Jenis Semu Campuran Berat jenis semu (apparent specific gravity) adalah berat jenis dengan memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering, dan volume agregat yang tidak dapat diresapi oleh air. Berat jenis semu dapat ditentukan dengan menggunakan rumus : BJ.Apparent =
% split %screen %abu.batu % split %screen %abu.batu BJ .app.split BJ .app.screen BJ .app.abu.batu .................. (2.19)
Dimana : %split = persentase split terhadap total campuran %screen = persentase screen terhadap total campuran %abu batu = persentase abu batu terhadap total campuran BJ apparent = berat jenis apparent setiap agregat 3. Berat Jenis Efektif Campuran Berat jenis efektif (effective specific gravity) adalah berat jenis dengan memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering, jadi merupakan berat agregat kering, dan volume agregat yang tidak dapat diresapi aspal. Berat jenis efektif agregat dapat ditentukan dengan menggunakan rumus :
Ilman Isramdhani R
20
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
BJ.eff. agregat =
% Agregat 100 % Aspal GMM BJ . Aspal
Dimana :
%agregat = persentase agregat dari total campuran
%aspal
= 100 persentase agregat campuran
GMM
= nilai berat jenis maksimum agregat
BJ aspal
= berat jenis aspal
4. Berat Jenis Campuran Maksimum (GMM)
Bina Marga (2007) mendefinisikan GMM adalah perbandingan berat benda pada temperature 25°C terhadap berat air pada volume dan temperature yang sama, yang diperoleh dari hasil pengujian di laboratorium mengikuti SNI-03-6893-2002. Adapun rumus GMM adalah sebagai berikut: GMM=
A ( A B C )
Dimana : A = berat benda uji (gram) B = berat air+botol+tutup (gram) C = berat air+botol+tutup+berat benda uji (gram) 2.4.2
Rongga di antara Mineral Agregat (VMA, Void in Minerals Agregat) Ruang diantara partikel agregat pada suatu perkerasan beraspal, termasuk
rongga udara dan kadar aspal efektif yang dinyatakan dalam % terhadap volume campuran total. VMA dihitung berdasarkan berat jenis bulk agregat yang dinyatakan sebagai % volume bulk suatu campuran perkerasan yang dipadatkan. % rongga diantara agregat (VMA) =
b g BJ .aspal ............................(2.22)
Dimana : b = % aspal terhadap campuran
Ilman Isramdhani R
21
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
c = berat contoh kering (gram)
d = berat contoh keadaan jenuh (gram)
e = berat contoh dalam air(gram)
e)
2.4.3
Rongga Dalam Campuran Beraspal (VIM, Void In Mix) Rongga udara dalam campuran perkerasan beraspal yang terdiri atas ruang udara diantara partikel agregat yang terselimuti oleh aspal yang dinyatakan dalam %.Untuk mencari nial VIM dapat di hitung dengan
rumus : Persen rongga terhadap campuran (ViM) =100-
Dimana :
(100 g ) h
!
d = berat contoh keadaan jenuh (gram) e = berat contoh dalam air(gram) c = berat contoh kering (gram)
e)
h=
2.4.4
100 % Agregat % Aspal ( )"( ) BJ .eff .agg BJ .aspal
Rongga Terisi Aspal (voids filled bitumen, VFB) VFB adalah bagian dari volume rongga di dalam agregat (VMA) yang terisi aspal efektif, dinyatakan dalam % VFB. Adapun rumus VFB adalah : persen rongga terisi aspal (VFB) = 100 -
(i # j ) i
$
Dimana : i = % rongga diantara agregat (VMA) j = % rongga terhadap campuran (ViM) Ilman Isramdhani R
22
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2.4.5
Absorpsi Aspal (Penyerapan Agregat terhadap Aspal)
Aspal di dalam beton aspal padat berfungsi sebagai selimut butir-butir agregat dan pengisi pori di dalam masing-masing butir agregat atau terabsorpsi ke dalam pori agregat.Dengan jumlah aspal yang sama
dalam campuran beton aspal,selimut aspallebih tipis akan terjadi pada
campuran dengan agregat yang memiliki pori-pori yang mengabsorpsi
aspal lebih banyak. Hal ini akan menyebabkan turunnya durabilitas beton aspal, tetapi jika jumlah aspal yang terabsorpsi lebih sedikit maka selimut aspal menjadi lebih tebal dan durabilitas beton aspal akan lebih
baik.Jumlah aspal yang terabsorpsi ke dalam pori butir-butir agregat dinyatakan sebagai prosentase dari berat campuran agregat
$%& '(( )**+%, %-./ )**0 !! " # 2 " 34 $%& '(( )** 1%& %-./ )**0
56678
3 2.4.6
Stabilitas sisa / IP ( Indeks Perendaman ) Nilai stabilitas dari benda uji yang direndam didalam waterbath selama 1 x 24 jam pada temperatur ±60ºC.pengujian indeks perendaman yang akan dicari adalah perbandingan antara stabilitas 24 jam dengan 9:9 ;< 59 =
IP =
2.4.7
90 %).
stabilitas 24 jam x100% > 90% stabilitas 30menit
566?8
Grafik-grafik dalam percobaan marshal Dibawah ini pada gambar 2.3 menunjukan contoh untuk grafik hasil dari pengujian campuran beraspal dalam menganalisa kadar aspal optimum.
Ilman Isramdhani R
23
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
21
2 2
R =
3
21
4
2 2 + 1
m 2 c /
(
2 (
A 1 * 18
22 t
V
s
n 22 e
18 17
D 22
17 55
6
65
7
75
8
85
55
6
Kaa! "#$a% &')
65
7
75
8
85
Kaa! "#$a% &')
7
84
6
82 8 78 + ( 76 , 74 V 72
5 +
4
*
( V
2
R =
1
8614
R =
264
7 68 66
55
6
65
7
75
8
85
55
6
Kaa! "#$a% &')
65
7
75
8
85
Kaa! "#$a% &')
115 R =
11 1 5 19( s . 5 tl 0 . t 85 S
68
m m (
R =
w 1 lo ,
757
8 75
28 55
6
65
7
75
8
85
Kaa! "#$a% &')
Ilman Isramdhani R
55
6
65
7
75
8
85
Kaa! "#$a% &')
24
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
$""
2
325
2
R! = "#8
%$6
35" ) m 3%5 m / g & 3"" ( <
; 5 >M : $V 9M $ V
%5"
3 3 %
%%5
( 5 D
Q %25 M
R! = 7
) 6
5#5
6#"
6#5
2#"
2#5
8#"
8#5
5#5
6#"
Ka'a* +,-a. 014
6#5
2#"
2#5
8#"
8#5
Ka'a* +,-a. 014
Sumber : dokumen penulis
Gambar 2.3 grafik-grafik pengujian aspal
2.5
Pengaruh Lateks Pada Campuran Aspal Beton Panas Untuk mengaplikasikan pada tahap pelaksanaan pengujian maka
diperlukan komponen pendukung dari bahan tambah penyusun beton aspal itu sendiri, yakni bahan tambah itu adalah karet alam (latek).Bahan aspal disubstitusi dengan presentase perbandingan berat atau volume dengan karet alam (latek). Karet itu sendiri adalah bahan yang memiliki sifat dan karakteristik sebagian besar menyerupai aspal, sehingga bila bahan karet di tambahkan ke dalam campuran aspal beton di prediksikan ada kesamaan dalamsifat dan karakteristik dari aspal beton.
2.5.1
Karet Alam (Lateks) Karet alam merupakan suatu senyawa hidrokarbon alam yang memiliki
rumus empiris (C5H8)n. Hidrokarbon ini membentuk lateks alam yang membentuk globula-
-5
cm) yang tersuspensi di dalam medium air atau serum, dimana konsentrasi hidrokarbon adalah sekitar 35 persen dari total berat. Partikel hidrokarbon ini tentunya akan bersenyawa, dan tidak menutupi konstituen non-karet, yang merupakan protein, dimana protein ini akan diadsorpsi pada permukaannya dan berfungsi untuk melindungi koloid. Dari lateks ini, karet padat dapat diperoleh Ilman Isramdhani R
25
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
baik dengan pengeringan air maupun dengan pengendapan dengan menambahkan asam. Cara terakhir ini dapat digunakan untuk menghasilkan karet yang lebih
murni, karena akan lebih banyak meninggalkan konstituen non-karet di dalam (Treloar, L.R.G., 1958) serum.
Karet alam yang umum disebut dengan latek adalah bahan hasil dari
perkebunan karet yang disadap diambil getahnya. Umumnya karet alam mengandung air dan bahan membusuk akibat terkontaminasi dengan organisme
lain. Karet alam yang umum dijual pengawet lainnya agar karet tidak cepat dan memenuhi syarat mengandung kadar karet padat 60 % yang disebut dengan karet
KK 60. Karet alam ini yang selanjutnya diproses untuk berbagai keperluan industri. Karet alam terdiri dari susunan Hidro karbon yang mempunyai rantai panjang dengan ikatan rangkap yang disebut neoprene. Adanya ikatan rangkap ini menyebabkan satu ikatan terlepas pada saat pemanasan sehingga ikatan menjadi jenuh. Pada saat pencampuran antara aspal dan karet alam, karet alam akan menyerap minyak yang ada dalam aspal (malten) sehingga karet menjadi kenyal. Hal ini karena karet alam adalah bahan padat sehingga berfungsi seperti aspalten dalamaspal.Salah satu faktor yang harus diperhatikan pada penggunaan karet alam adalah temperatur. Apabila temperatur terlalu panas maka akan menyebabkan degradasi mutu karet alam sehingga fungsi utamamodifikasi aspal dengan karet alam akan berkurang.
Ada beberapa macam karet alam yang dikenal, diantaranya merupakan bahan olahan.Bahan olahan yang ada yang setengah jadi atau sudah jadi.Ada juga karet yang diolah kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi.Jenis-jenis karet alam yang dikenal luas adalah :
Bahan olahan karet (lateks kebun, sheet angin, slab tipis dan lump segar)
Karet konvensional (RSS, white crepes, dan pale crepe)
Lateks pekat
Karet bongkah atau block rubber (SIR 5, SIR 10, SIR 20)
Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber
Ilman Isramdhani R
26
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Karet siap olah atau tyre rubber
Karet reklim atau reclaimed rubber (Tim Penulis, 1992)
Untuk menentukan kadar karet dalam lateks di gunakan perhitungan
sebagai berikut :
Kadar karet dalam lateks= (E/D)*100%
...............(2.27)
Dimana :
-
Berat karet awal (D)= B A (gram)
-
Berat karet setelah di oven (E)= C A (gram)
-
A = berat cawan
-
B = Berat cawan + lateks
-
C = Berat cawan + lateks setelah di oven
Untuk membuat campuran aspal lateks yaitu dengan cara substitusi. Misal dalam 100% aspal lateks terdiri dasri 4%lateks dan 96% aspal, dimana rumus perhitungannya sebagai berikut :
!
"
' ( #$$ % &
!
&
!
"
Campuran aspal lateks = A + berat aspal (gram)
...(2.28)
Setelah menentukan kadar karet dalam lateks, lalu dilakukan pengujian titik lembek dan Penetrasi semua variasi aspal lateks 1%, 2%, 3%, 4% dan 5%. Setelah mendapatkan aspal lateks optimum Lalu dilakukan pengujian berikutnya dimana hanya untuk aspal lateks optimum saja, yaitu berat jenis dan daktilitas dengan spesifikasi di Tabel 2.2 ketentuan-ketentuan untuk aspal keras.
2.5.2
Pengaruh Campuran Karet alam (latek) Pada Aspal Beton HRSBASE Terhadap Sifat Dan Karakteristik Konsep penambahan karet alam pada campuran aspal beton di maksudkan
untuk mengetahui pengaruh yang di timbulkan terhadap prilaku dan sifat aspal beton, dibanding dengan aspal beton konvensional biasa.
Ilman Isramdhani R
27
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Diharapakan dengan bahan tambah karet alam (latek) terhadap aspal dapat
memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk menahan stabilitas geser, juga dapat
memperkecil tingkat deformasi aspal dan retaskan aspal di jalan.
Sebelumnya telah ada pengujian yang telah di lakukan terhadap aspal latek
itu sendiri, namun masih mengacu terhadap spesifikasi yang terdahulu, dalam artian belum di uji cobakan kembali dan terhadap terhadap spesifikasi yang paling baru, yakni spesifikasi umum Bina Marga tahun 2010 divisi 6 tentang perkerasan
jalan.
Dalam hal pertimbangan tersebut, di uji cobakan terhadap spesifikasi yang
baru dan di tunjukan terhadap HRS
BASE. Dengan seperti itu kita bisa
mengetahui pengaruh yang di timbulkan terhadap aspal beton dengan memakai campuran karet alam dengan hasil perbandingan pada beton aspal konvensional biasa.
2.6
Hasil Penelitian Sejenis Sampai saat ini ada beberapa penelitian yang pernah dilakukan yang dapat
dijadikanliteratur untuk penyusunan penelitian ini, diantaranya adalah : 1.
Peningkatan kinerja campuran beraspal Dengan Karet alam dan karet sintetis Oleh Tjitjik wasiah suroso, Puslitbang jalan dan jembatan, jl. A.h. nasution 264 bandung.
Penelitian ini dilakukan secara empiris di
laboratorium dengan mengambil kadar aspal optimum pada penelitian sebelumnya yaitu aspal plus karet alam sebesar 3 % dan aspal plus karet sintetis sebesar 5 % . Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
Penambahan aspal plus karet sintetis menaikkan titik lembek lebih tinggi (61°C) dari aspal plus karet alam. (52,2°C), sehingga aspal plus karet sintetis akan lebih tahan terhadap terjadinya alur dan gelombang. Hal ini sejalan dengan hasil pengujian stabilitas dinamis dan kecepatan deformasi di laboratorium, aspal karet sintetis lebih baik dari aspal plus karet alam.
Ilman Isramdhani R
28
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Aspal plus karet alam mampu memperbaiki retak yang terjadi dan sampai dengan umur pengamatan 20 bulan masih berfungsi dengan
baik.
Kedalaman tekstur Aspal plus karet alam pada umur 18 bulan lebih besar dari aspal konvensional, demikian juga penurunan besarnya
lendutan campuran beraspal lebih besar dari aspal konvensional.
Dengan demikian lalu lintas padat dan berat penggunaan karet alam sebagai bahan tambah tidaklah begitu menaikkan kinerja perkerasan jalan. Namun yang menonjol penggunaan karet alam adalah dalam menanggulangi terjadinya retak.
2.
Karet alam sebagai bahan dasar tambahan aspal pada campuran beraspal panas oleh Nina Herlina. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis sampai sejauh mana penggunaan karet alam atau latek sebagai bahan tambahan terhadap aspal dalam memperkecil tingkat deformasi pada campuran aspal panas. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah :
Hasil pengujian marshall terhadap benda uji campuran beton aspal dengan kadar aspal rencana masing-masing 5%, 5.5%, 6%, 6.5% didapat kadar aspal optimum tanpa latek sebesar 6%, sedangkan aspal dengan latek 3% kadar aspal optimum 6%.
Stabilitas campuran tanpa menggunakan latek dan menggunakan latek memenuhi peersyaratan yang ditentukan untuk menahan stabilitas geser.
Dari hasil pengujian marshall menunjukan bahwa campuran tanpa latek cenderung lebih besar dibandingkan dengan campuran tanpa latek, maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa campuran mengginakan latek cukup kuat unutk m
Ilman Isramdhani R
29