BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Umum Setiap bangunan sipil seperti gedung, jembatan, jalan raya, terowongan,
menara, dam/tanggul dan sebagainya harus mempunyai pondasi yang dapat mendukungnya.Istilah
pondasi
digunakan
dalam
teknik
sipil
untuk
mendefenisikan suatu konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai penopang bangunan dan meneruskan beban bangunan di atasnya (upper structure) ke lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya. Untuk itu, pondasi bangunan harus diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri, bebanβbeban yang bekerja, gayaβgaya luar seperti tekanan angin, gempa bumi dan lainβlain. Setiap pondasi harus mampu mendukung beban sampai batas keamanan yang telah ditentukan, termasuk mendukung beban maksimum yang mungkin terjadi.
2.2
Penyelidikan Tanah (Soil Investigation) Dalam perencanaan pondasi konstruksi bangunan diperlukan adanya
penelitian untuk mengetahui parameter-parameter tanah yang akan digunakan dalam perhitungan daya dukung tanah pondasi. Daya dukung tanah sangat berpengaruh pada bentuk dan dimensi pondasi serta sistem perbaikan tanah agar diperoleh perencanaan yang optimal dan efisien.Pondasi adalah suatu bagian konstruksi bangunan bawah (sub structure) yang berfungsi untuk meneruskan
Universitas Sumatera Utara
badan konstruksi atas (upper structure) yang harus kuat dan aman untuk mendukung beban dari konstruksi atas (upper structure) serta berat sendiri pondasi. Untuk dapat memenuhi hal terssebut diatas, dilaksanakan penelitian tanah (soil investigation) di lapangan dan laboratorium untuk memperoleh parameter-parameter tanah berupa perlawanan ujung/konus (cone resistance) dan hambatan lekat (skin friction) yang di peroleh dari hasil pengujian sondir, jenis dan sifat tanah dari pengujian pengeboran tanah pondasi serta dari hasil pengujian laboratorium yang digunakan dalam perhitungan daya dukung pondasi dan cara perbaikan tanah.
2.2.1
Sondering Test/Cone Penetration Test (CPT) Pengujian CPT atau sondir adalah pengujian dengan menggunakan alat
sondir tipeDutch Cone Penetration yang mempunyai konus seluas 10 cm2, sudut lancip kerucut 60o untuk mengukur perlawanan ujung, dan dilengkapi mantel (sleave) yang berdiameter sama dengan konus dan luas selimut 100 cm2, untuk mengukur lekatan (friction) dari lapisan tanah. Alat ini digunakan dengan cara ditekan ke dalam tanah terus menerus dengan kecepatan maksimum 1 cm/detik, sementara itu besarnya perlawanan tanah terhadap kerucut penetrasi (qc) juga terus diukur. Dilihat dari kapasitasnya, alat sondir dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sondir ringan (2 ton) dan sondir berat (10 ton). Sondir ringan digunakan untuk mengukur tekanan konus sampai 150 kg/cm2, atau kedalam maksimal 30 m, dipakai untuk penyelidikan tanah yang terdiri dari lapisan lempung, lanau dan pasir halus. Sondir berat dapat mengukur tekanan konus 500 kg/cm2 atau
Universitas Sumatera Utara
kedalaman maksimal 50 m, dipakai untuk penyelidikan tanah di daerah yang terdiri dari lempung padat, lanau padat dan pasir kasar. Keuntungan utama dari penggunaan alat ini adalah tidak perlu diadakan pemboran tanah untuk penyelidikan.Tetapi tidak seperti pada pengujian SPT, dengan alat sondir sampel tanah tidak dapat diperoleh untuk penyelidikan langsung ataupun untuk uji laboratorium.Tujuan dari pengujian sondir ini adalah untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus dan hambatan lekat tanah yang merupakan indikator dari kekuatan tanahnya dan juga dapat menentukan dalamnya berbagai lapisan tanah yang berbeda. Dari alat penetrometer yang lazim dipakai, sebagian besar mempunyai selubung geser (bikonus) yang dapat bergerak mengikuti kerucut penetrasi tersebut.Jadi pembacaan harga perlawanan ujung konus dan harga hambatan geser dari tanah dapat dibaca secara terpisah. Ada 2 tipe ujung konus pada sondir mekanis yaitu pada (Gambar 2.1) : 1. Konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir kasar, dimana besar perlawanan lekatnya kecil; 2. Bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan lekatnya dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir halus. Hasil penyelidikan dengan alat sondir ini pada umumnya digambarkan dalam bentuk grafik yang menyatakan hubungan antara kedalaman setiap lapisan tanah dengan besarnya nilai sondir yaitu perlawanan penetrasi konus atau perlawanan tanah terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Hambatan lekat adalah perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus
Universitas Sumatera Utara
yang dinyatakan dalam gaya per satuan panjang. Darihasil sondir diperoleh nilai jumlah perlawanan (JP) dan nilai perlawanan konus (PK), sehingga hambatan lekat (HL) dapat dihitung sebagai berikut : 1. Hambatan Lekat (HL) π»π»π»π» = (π½π½π½π½ β ππππ) Γ
π΄π΄ π΅π΅
(2.1)
2. Jumlah Hambatan Lekat (JHL) π½π½π½π½π½π½ = οΏ½
Dimana :
ππ
ππ=0
π½π½π½π½π½π½
(2.2)
JP
= Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut (kg/cm2)
PK
= Perlawanan penetrasi konus, qc (kg/cm2)
A
= Interval pembacaan (setiap kedalaman 20 cm)
B
= Faktor alat = luas konus/luas torak = 10 cm
I
= Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m)
Gambar 2.1
Dimensi (a) Konus (b) Bikonus(Sumber: Sardjono,1991)
Universitas Sumatera Utara
Data sondir tersebut digunakan untuk mengidentifikasikan dari profil tanah terhadap kedalaman.Hasil akhir dari pengujian sondir ini dibuat dengan menggambarkan variasi tahanan ujung (qc) dengan gesekan selimut (fs) terhadap kedalamannya. Bila hasil sondir diperlukan untuk mendapatkan daya dukung tiang, maka diperlukan harga kumulatif gesekan (jumlah hambatan lekat), yaitu dengan menjumlahkan harga gesekan selimut terhadap kedalaman, sehingga pada kedalaman yang ditinjau dapat diperoleh gesekan total yang dapat digunakan untuk menghitung gesekan pada kulit tiang. Besaran gesekan kumulatif (total friction) diadaptasikan dengan sebutan jumlah hambatan lekat (JHL).Bila hasil sondir digunakan untuk klasifikasi tanah, maka cara pelaporan hasil sondir yang diperlukan adalah menggambarkan tahanan ujung (qc), gesekan selimut (fs) dan ratio gesekan (fR) terhadap kedalaman tanah.
2.2.2
Standard Penetration Test (SPT) Standard Penetration Test (SPT) sering digunakan untuk mendapatkan
daya dukung tanah secara langsung di lokasi. Metode SPT merupakan percobaan dinamis yang dilakukan dalam suatu lubang bor dengan memasukkan tabung sampel yang berdiameter dalam 35 mm sedalam 305 mm dengan menggunakan massa pendorong (palu) seberat 63,5 kg yang jatuh bebas dari ketinggian 760 mm. Banyaknya pukulan palu tersebut untuk memasukkan tabung sampel sedalam 305 mm dinyatakan sebagai nilai N. Tujuan dari percobaan SPT ini adalah untuk menentukan kepadatan relatif lapisan tanah dari pengambilan contoh tanah dengan tabung sehingga diketahui jenis tanah dan ketebalan tiap-tiap lapisan kedalaman tanah dan untuk
Universitas Sumatera Utara
memperoleh data yang kualitatif pada perlawananpenetrasi tanah serta menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang biasa sulit diambil sampelnya. Percobaan SPT ini dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Siapkan peralatan SPT yang dipergunakan seperti: mesin bor, batang bor, splitspoon sampler,hammer, dan lain-lain; 2. Letakkan dengan baik penyanggah tempat bergantungnya beban penumbuk. 3. Lakukan pengeboran sampai kedalaman testing, lubang dibersihkan dari kotoranhasil pengeboran dari tabung segera dipasangkan pada bagian dasar lubang bor. 4. Berikan tanda pada batang peluncur setiap 15 cm, dengan total 45 cm. 5. Dengan pertolongan mesin bor, tumbuklah batang bor ini dengan pukulan palu seberat 63,5 kg dan ketinggian jatuh 76 cm hingga kedalaman tersebut, dicatat jumlah pukulan untuk memasukkan penetrasi setiap 15 cm (N value); Contoh : N1 = 10 pukulan/15 cm N2 = 5 pukulan/15 cm N3 = 8 pukulan/15 cm Maka total jumlah pukulan adalah jumlah N2 dengan N3 adalah 5 + 8 = 13 pukulan = nilai N. N1 tidak diperhitungkan karena dianggap 15 cm pukulan pertama merupakan sisa kotoran pengeboran yang tertinggal pada dasar lubang bor, sehingga perlu dibersihkan untuk memperkecil efisiensi gangguan. 6. Hasil pengambilan contoh tanah dari tabung tersebut dibawa ke permukaan dan dibuka. Gambarkan contoh jenis-jenis tanah yang meliputi komposisi,
Universitas Sumatera Utara
struktur, konsistensi, warna dan kemudian masukkan ke dalam botol tanpa dipadatkan atau kedalaman plastik, lalu ke core box. 7. Gambarkan grafik hasil percobaan SPT. Catatan : Pengujian dihentikan bila nilai SPT β₯ 50 untuk 4x interval.
2.3
Macam-Macam Pondasi Pondasi adalah bagian terendah bangunan yang meneruskan beban
bangunan ke tanah atau batuan yang berada dibawahnya. Klasifikasi pondasi dibagi 2 (dua) yaitu: a. Pondasi dangkal Pondasi dangkal adalah pondasi yang mendukung beban secara langsung seperti : 1. Pondasi memanjang yaitu pondasi yang digunakan untuk mendukung sederetan kolom yang berjarak dekat sehingga bila dipakai pondasi telapak sisinya akan terhimpit satu sama lainnya (Gambar 2.2a). 2. Pondasi telapak yaitu pondasi yang berdiri sendiri dalam mendukung kolom (Gambar 2.2b). 3. Pondasi rakit (raft foundation) yaitu pondasi yang digunakan untuk mendukung bangunan yang terletak pada tanah lunak atau digunakan bila susunan kolom-kolom jaraknya sedemikian dekat disemua arahnya, sehingga bila dipakai pondsi telapak, sisi- sisinya berhimpit satu sama lainnya (Gambar 2.2c).
Universitas Sumatera Utara
(a)
Gambar 2.2
(b)
(c)
(a) Pondasi memanjang (lajur). (b) Pondasi setempat. (c) Pondasi rakit. (Sumber: Hardiyatmo, H. C.,1996).
b. Pondasi dalam
Pondasi dalam adalah pondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau batu yang terletak jauh dari permukaan, seperti:
1. Pondasi sumuran (pier foundation) yaitu pondasi yang merupakan peralihan antara pondasi dangkal dan pondsi tiang (Gambar 2.3a), digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman yang 12
Universitas Sumatera Utara
relative dalam, dimana pondasi sumuran Df/B > 4 sedangkan pondasi dangkal Df/B β€ 1, kedalaman (Df) dan lebar (B). 2. Pondasi tiang (pile foundation), digunakan bila tanah pondasi pada kedalaman yang normal tidak mampu mendukung bebannya dan tanah kerasnya terletak pada kedalaman yang sangat dalam (Gambar 2.3b). Pondasi tiang umumnya berdiameter lebih kecil dan lebih panjang dibanding dengan pondasi sumuran (Bowles, J. E., 1991). 3.
(a) Gambar 2.3
(b)
(a) Pondasi sumuran. (b) Pondasi tiang.(Sumber: www.tekniksipil.com)
Universitas Sumatera Utara
2.4
Pondasi Tiang Pondasi tiang dapat digolongkan berdasarkan pemakaian bahan, cara tiang
meneruskan beban dan cara pemasangannya, berikut ini akan dijelaskan satu persatu.
2.4.1
Pondasi Tiang Menurut Pemakaian Bahan dan Karakteristik Strukturnya. Tiang pondasi dapat dibagi kedalam beberapa kategori (Bowles, J. E.,
1991), antara lain :
A. Tiang Kayu Tiang kayu dibuat dari kayu yang biasanya diberi pengawet dan ditekankan dengan ujungnya yang kecil sebagai bagian yang runcing. Tapi biasanya apabila ujungnya yang besar atau pangkal dari pohon di tekankan untuk tujuan maksud tertentu, seperti dalam tanah yang sangat lembek dimana tanah tersebut akan kembali memberikan perlawanan dan dengan ujungnya yang tebal terletak pada lapisan yang keras untuk daya dukung yang lebih besar. Tiang kayu akan tahan lama dan tidak mudah busuk apabila tiang tekan kayu tersebut dalam keadaan selalu terendam penuh dibawah muka air tanah dan tiang tekan kayu akan lebih cepat rusak apabila dalam keadaan kering dan basah selalu berganti-ganti, sedangkan pengawetan dengan pemakaian obat pengawet pada kayu hanya akan menunda dan memperlambat kerusakan dari kayu, dan tidak dapat melindungi kayu dalam jangka waktu yang lama.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu pondasi untuk bangunan-bangunan permanen (tetap) yang didukung oleh tiang kayu, maka puncak dari pada tiang kayu tersebut diatas harus selalu lebih rendah dari pada ketinggian dari pada muka air tanah terendah. Pada pemakaian tiang tekan kayu biasanya tidak diizinkan untuk menahan muatan lebih tinggi 25 sampai 30 ton untuk satu tiang.
B. Tiang Beton Tiang jenis ini terbuat dari beton seperti biasanya. Tiang ini dapat dibagi dalam 3 macam berdasarkan cara pembuatannya (Bowles, J. E., 1991), yaitu: a. Precast Reinforced Concrete Pile Precast Reinforced Concrete Pile adalah tiang beton bertulang yang dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting) yang setelah cukup keras kemudian diangkat dan ditekankan. Karena tegangan tarik beton kecil dan praktis dianggap sama dengan nol, sedangkan berat sendiri beton besar, maka tiang tekan ini harus diberikan penulangan yang cukup kuat untuk menahan momen lentur yang akan timbul pada waktu pengangkatan dan pemancangan. Tiang ini dapat memikul beban yang lebih besar dari 50 ton untuk setiap tiang, hal ini tergantung pada jenis beton dan dimensinya. Precast Reinforced Concrete Pile penampangnya dapat berupa lingkaran, segi empat, segi delapan dapat dilihat pada (Gambar 2.4).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4
TiangPrecast Reinforced Concrete Pile(Bowles, J. E., 1991)
b. Precast Prestressed Concrete Pile Tiang Precast Prestressed Concrete Pile adalah tiang beton yang dalam pelaksanaan pencetakannya sama seperti pembuatan beton prestess, yaitu dengan menarik besi tulangannya ketika dicor dan dilepaskan setelah beton mengeras seperti dalam (Gambar 2.5). Untuk tiang jenis ini biasanya dibuat oleh pabrik yang khusus membuat tiang tekan, untuk ukuran dan panjangnya dapat dipesan langsung sesuai dengan yang diperlukan.
Gambar 2.5
Tiang tekan Precast Prestressed Concrete Pile (Bowles, J. E., 1991)
Universitas Sumatera Utara
c. Cast in Place Cast in Place merupakan tiang yang dicor ditempat dengan cara membuat
lubang
ditanah
terlebih
dahulu
dengan
cara
melakukan
pengeboran.Pada Cast in Place ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : 1. Dengan pipa baja yang ditekankan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut ditarik keatas. 2. Dengan pipa baja yang ditekan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal di dalam tanah.
Gambar 2.6
Tiang tekan Cast in place pile (Sardjono, 1991)
C. Tiang Baja Kebanyakan tiang tekan baja ini berbentuk profil H. Karena terbuat dari baja maka kekuatan dari tiang ini sendiri sangat besar sehingga dalam
Universitas Sumatera Utara
pengangkutan dan instalasi tidak menimbulkan bahaya patah seperti halnya pada tiang beton precast. Jadi pemakaian tiang baja ini akan sangat bermanfaat apabila kita memerlukan tiang yang panjang dengan tahanan ujung yang besar. Tingkat karat pada tiang baja sangat berbeda-beda terhadap tekstur tanah, panjang tiang yang berada dalam tanah dan keadaan kelembaban tanah. a.
Pada tanah yang memiliki tekstur tanah yang kasar/kesap, maka karat yang terjadi karena adanya sirkulasi air dalam tanah tersebut hampir mendekati keadaan karat yang terjadi pada udara terbuka;
b.
Pada tanah liat ( clay) yang mana kurang mengandung oksigen maka akan menghasilkan tingkat karat yang mendekati keadaan karat yang terjadi karena terendam air;
c.
Pada lapisan pasir yang dalam letaknya dan terletak dibawah lapisan tanah yang padat akan sedikit sekali mengandung oksigen maka lapisan pasir tersebut juga akan akan menghasilkan karat yang kecil sekali pada tiang tekan baja. Pada umumnya tiang baja akan berkarat di bagian atas yang dekat dengan
permukaan tanah. Hal ini disebabkan karena Aerated-Condition (keadaan udara pada pori-pori tanah) pada lapisan tanah tersebut dan adanya bahan-bahan organis dari air tanah.Hal ini dapat ditanggulangi dengan memoles tiang baja tersebut dengan ter (coaltar) atau dengan sarung beton sekurang-kurangnya 20β (Β± 60 cm) dari muka air tanah terendah. Karat/korosi yang terjadi karena udara (atmosphere corrosion) pada bagian tiang yang terletak di atas tanah dapat dicegah dengan pengecatan seperti pada konstruksi baja biasa.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7
Tiang baja (Sardjono, 1991)
D. Tiang Komposit Tiang tekan komposit adalah tiang yang terdiri dari dua bahan yang berbeda yang bekerja bersama-sama sehingga merupakan satu tiang. Kadangkadang pondasi tiang dibentuk dengan menghubungkan bagian atas dan bagian bawah tiang dengan bahan yang berbeda, misalnya dengan bahan beton di atas muka air tanah dan bahan kayu tanpa perlakuan apapun disebelah bawahnya. Biaya dan kesulitan yang timbul dalam pembuatan sambungan menyebabkan cara ini diabaikan. 1. Water Proofed Steel and Wood pile Tiang ini terdiri dari tiang kayu untuk bagian yang di bawah permukaan air tanah sedangkan bagian atas adalah beton. Kita telah mengetahui bahwa kayu akan tahan lama/awet bila terendam air, karena itu bahan kayu disini diletakan di bagian bawah yang mana selalu terletak dibawah air tanah.
Universitas Sumatera Utara
Kelemahan tiang ini adalah pada tempat sambungan apabila tiang tekan ini menerima gaya horizontal yang permanen. Adapun cara pelaksanaanya secara singkat sebagai berikut: a. Casing dan core (inti) ditekan bersama-sama dalam tanah hingga mencapai kedalaman yang telah ditentukan untuk meletakan tiang tekan kayu tersebut dan ini harus terletak dibawah muka air tanah yang terendah. b. Kemudian core ditarik keatas dan tiang tekan kayu dimasukan dalam casing dan terus ditekan sampai mencapai lapisan tanah keras. c. Secara mencapai lapisan tanah keras pemancangan dihentikan dan core ditarik keluar dari casing. Kemudian beton dicor kedalam casing sampai penuh terus dipadatkan dengan menumbukkan core ke dalam casing. 2. Composite Dropped in-Sheel and Wood Pile Tipe tiang ini hampir sama dengan tipe diatas hanya bedanya di sini memakai shell yang terbuat dari bahan logam tipis permukaannya di beri alur spiral. Secara singkat pelaksanaanya sebagai berikut: a. Casing dan core ditekan bersama-sama sampai mencapai kedalaman yang telah ditentukan di bawah muka air tanah. b. Setelah mencapai kedalaman yang dimaksud core ditarik keluar dari casing dan tiang kayu dimasukkan dalam casing terus ditekan sampai mencapai lapisan tanah keras. Pada pemancangan tiang kayu ini harus diperhatikan benar-benar agar kepala tiang tidak rusak atau pecah. c. Setelah mencapai lapisan tanah keras core ditarik keluar lagi dari casing.
Universitas Sumatera Utara
d. Kemudian shell berbentuk pipa yang diberi alur spiral dimasukkan dalam casing. Pada ujung bagian bawah shell dipasang tulangan berbentuk sangkar yang mana tulangan ini dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat masuk pada ujung atas tiang tekan kayu tersebut. e. Beton kemudian dicor kedalam shell. Setelah shell cukup penuh dan padat casing ditarik keluar sambil shell yang telah terisi beton tadi ditahan terisi beton tadi ditahan dengan cara meletakkan core diujung atas shell. 3. Composite Ungased-Concrete and Wood Pile Dasar pemilihan tiang composit tipe ini adalah: β’
Lapisan tanah keras dalam sekali letaknya sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan cast in place concrete pile, sedangkan kalau menggunakan precast concrete pile terlalu panjang, akibatnya akan susah dalam transport dan mahal.
β’
Muka air tanah terendah sangat dalam sehingga bila menggunakan tiang tekan kayu akan memerlukan galian yang cukup dalam agar tiang tekan kayu tersebut selalu berada dibawah permukaan air tanah terendah. Adapun prinsip pelaksanaan tiang composite ini adalah sebagai berikut: a. Casing baja dan core ditekan bersama-sama dalam tanah sehingga sampai pda kedalaman tertentu ( di bawah m.a.t ) b. Core ditarik keluar dari casing dan tiang tekan kayu dimasukkan casing terus ditekan sampai kelapisan tanah keras.
Universitas Sumatera Utara
c. Setelah sampai pada lapisan tanah keras core dikeluarkan lagi dari casing dan beton sebagian dicor dalam casing. Kemudian core dimasukkan lagi dalam casing. d. Beton ditumbuk dengan core sambil casing ditarik ke atas sampai jarak tertentu sehingga terjadi bentuk beton yang menggelembung seperti bola diatas tiang tekan kayu tersebut. e. Core ditarik lagi keluar dari casing dan casing diisi dengan beton lagi sampai padat setinggi beberapa sentimeter diatas permukaan tanah. Kemudian beton ditekan dengan core kembali sedangkan casing ditarik keatas sampai keluar dari tanah. f. Tiang composit telah selesai. Tiang composit seperti ini sering dibuat oleh The Mac Arthur Concrete Pile Corp. 4. Composite Dropped-Sheel and Pipe Pile Dasar pemilihan tipe tiang seperti ini adalah: β’
Lapisan tanah keras letaknya terlalu dalam bila digunakan cast in place concrete.
β’
Muka air tanah terendah terlalu dalam kalau digunakan tiang composit yang bagian bawahnya terbuat dari kayu.
Cara pelaksanaan tiang tipe ini adalah sebagai berikut: a. Casing dan core dipasang bersama-sama sehingga casing seluruhnya masuk dalam tanah. Kemudian core ditarik.
Universitas Sumatera Utara
b. Tiang pipa baja dengan dilengkapi sepatu pada ujung bawah dimasukkan dalam casing terus ditekan dengan pertolongan core sampai ke tanah keras. c. Setelah sampai pada tanah keras kemudian core ditarik keatas kembali. d. Kemudian shell yang beralur pada dindingnya dimasukkan dalam casing hingga bertumpu pada penumpu yang terletak diujung atas tiang pipa baja. Bila diperlukan pembesian maka besi tulangan dimasukkan dalam shell dan kemudian beton dicor sampai padat. e. Shell yang telah terisi dengan beton ditahan dengan core sedangkan casing ditarik keluar dari tanah. Lubang disekeliling shell diisi dengan tanah atau pasir. Variasi lain pada tipe tiang ini dapat pula dipakai tiang pemancang baja H sebagai ganti dari tiang pipa. 5. Frankie Composite Pile Prinsip tiang hampir sama dengan tiang franki biasa hanya bedanya disini pada bagian atas dipergunakan tiang beton precast biasa atau tiang profil H dari baja. Adapun cara pelaksanaan tiang composit ini adalah sebagai berikut: a. Pipa dengan sumbat beton dicor terlebih dahulu pada ujung bawah pipa baja ditekan dalam tanah dengan drop hammer sampai pada tanah keras. Cara pemasangan ini sama seperti pada tiang franki biasa. b. Setelah pemancangan sampai pada kedalaman yang telah direncanakan, pipa diisi lagi dengan beton dan terus ditumbuk dengan drop hammer sambil pipa ditarik lagi ke atas sedikit sehingga terjadi bentuk beton seperti bola.
Universitas Sumatera Utara
c. Setelah tiang beton precast atau tiang baja H masuk dalam pipa sampai bertumpu pada bola beton pipa ditarik keluar dari tanah. d. Rongga disekitar tiang beton precast atau tiang baja H diisi dengan kerikil atau pasir.
2.5
Metode Penekanan
2.5.1
Hydraulic system Hidrolic system adalah suatu metode penekanan pondasi tiang dengan
menggunakan mekanisme hydraulic jacking foundation system, dimana sistem ini telah mendapatkan hak paten dari United States, United Kingdom, China dan New Zealand. Sistem ini terdiri dari suatu hydraulic ram yang ditempatkan paralel dengan tiang yang akan ditekan, dimana untuk menekan tiang tersebut ditempatkan sebuah mekanisme berupa plat penekan yang berada pada puncak tiang dan juga ditempatkan sebuah mekanisme pemegang (grip) tiang, kemudian tiang ditekan ke dalam tanah. Dengan sistem ini tiang akan tertekan secara kontiniu ke dalam tanah, tanpa suara, tanpa pukulan dan tanpa getaran. Penempatan sistem penekan hydraulic yang senyawa dan menjepit pada dua sisi tiang menyebabkan didapatkannya posisi titik tekan yang cukup presisi dan akurat.Ukuran diameter piston mesin hydraulic jack tergantung dengan besar kapasitas daya dukung mesin tersebut. Sebagai pembebanan, ditempatkan balokβ balok beton atau platβplat besi pada dua sisi bantalan alat yang pembebanannya disesuaikan dengan muatan yang dibutuhkan tiang.
Universitas Sumatera Utara
Keunggulan teknologi hidrolik sistem ini yang ditinjau dari beberapa segi, antara lain adalah : 1. Bebas getaran. Bila suatu proyek yang akan dikerjakan berdampingan dengan bangunan, pabrik atau instansi yang sarat akan peralatan instrumentasi yang sedang bekerja, maka teknologi hydraulic jacking system ini akan menyelesaikan masalah wajib bebas getaran terhadap instalasi yang ada tersebut. 2. Bebas pengotoran lokasi kerja dan udara serta bebas dari kebisingan Teknologi penekanannya bersih dari asap dan partikel debu (jika menggunakan drop hammer) serta bebas dari unsur berlumpur (jika menggunakan bore piles). Karena sistem ini juga tidak bising akibat suara pukulan tekan (seperti pada drop hammer), maka untuk lokasi yang membutuhkan ketenangan seperti rumah sakit, sekolah dan bangunan di tengah kota, teknologi ini tidak akan membuat lingkungan sekitarnya terganggu. hydraulic jacking system ini juga disebut dengan teknologi berwawasan lingkungan (environment friendly). 3. Daya dukung aktual per tiang diketahui. Seperti kita ketahui bahwa kondisi tanah asli di bawah pondasi yang akan dibangun umumnya terdiri dari lapisanβlapisan yang berbeda ketebalannya, jenis tanah maupun daya dukungnya. Dengan hydraulic jacking system, daya dukung setiap tiang dapat diketahui dan dimonitor langsung dari manometeryang dipasang pada peralatan hydraulic jacking system sepanjang proses pemancangan berlangsung.
Universitas Sumatera Utara
4. Harga yang ekonomis Teknologi hydraulic jacking ini tidak memerlukan pemasangan tulangan ekstra penahan impack pada kepala tiang tekan seperti pada tiang tekan umumnya.Disamping itu, dengan sistem pemancangan yang simpel dan cepat menyebabkan biaya operasional yang lebih hemat. 5. Lokasi kerja yang terbatas Dengan tinggi alat yang relatif rendah, hydraulic jacking system ini dapat digunakan pada basement, ground floor atau lokasi kerja yang terbatas, alat hydraulic jacking system ini dapat dipisahkan menjadi beberapa komponan sehingga memudahkan untuk dapat dibawa masuk atau keluar lokasi kerja.
Kekurangan dari teknologi, hydraulic jacking system antara lain adalah : 1. Apabila terdapat batu atau lapisan tanah keras yang tipis pada ujung tiang yang ditekan, maka hal tersebut akan mengakibatkan kesalahan pada saat pemancangan. 2. Sulitnya mobilisasi alat pada daerah lunak ataupun pada daerah berlumpur (biasanya pada areal tanah timbunan). 3. Karena hydraulic jacking ini mempunyai berat sekitar 320 ton dan saat permukaan tanah yang tidak sama daya dukungnya, maka hal tersebut akan dapat mengakibatkan posisi alat tekan menjadi miring bahkan tumbang. Kondisi ini akan sangat berbahaya terhadap keselamatan pekerja. 4. Pergerakan alat hydraulic jacking ini sedikit lambat, proses pemindahannya relatif lama untuk pemancangan titik yang berjauhan.
Universitas Sumatera Utara
2.5.2
Tahapan Pelaksanaan Hydraulic System Secara garis besar penekanan dengan hydraulic static pile driver untuk
operasinya menggunakan sistem jepit kemudian menekan tiang tersebut. Metode pelaksanaan HSPD seabagai berikut : a. Tentukan/tetapkan
penggunanaan
tandaβtanda
yang
disepakati
yang
digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan pengukuran dan pematokan agar tidak terjadi keracuan dalam membedakan titikβtitik pemancangan dengan titik as bangunan atau titikβtitik bantuan lainnya. b. Untuk menghindari terjadi pergeseran as tiang dari koordinat yang telah ditentukan maka gunakan titik bantu selama proses penekanan tiang kedalam tanah. Lakukanlah pengukuran as tiang terhadap titik bantu pada kedalaman 2 meter dengan menggunakan waterpass , apabila terjadi penyimpangan jarak antara as tiang dan as titik bantu, apabila posisi tiang yang tertanam masih dapat dilakukan pengangkatan atau pencabutan dan posisikan kembali as tiang tepat pada koordinat yang telah ditentukan. c. Check verticality tiang tekan setiap kedalaman 50 cm s/d kedalaman 2 meter. d. Proses awal dari penekanan tiang dengan sistem tekan, posisikan alat HSPD unit pada koordinat yang ditentukan, check keadaan HSPD unit dalam keadaan rata dengan bantuan alat β Nivoβ yang terdapat dalam ruang operator dibantu dengan alat waterpass yang diletakkan pada posisi chasis panjang. e. Selanjutnya setelah kondisi HSPD unit tepat pada posisinya, tiang tekan dimasukan kedalam alat penjepit, kemudian posisikan tiang tekan tepat pada koordinat telah ditentukan, kontrol posisi tiang pada arah tegak dengan bantuan waterpass. Setelah semuanya terpenuhi selanjutnya dilakukan
Universitas Sumatera Utara
penjepitan tiang dengan tekanan maksimum 20 Mpa dibaca pada manometer C. f. Setelah penjepitan dilakukan, kemudian lakukan penekanan tiang tekan, sampai mencapai daya dukung yang diijinkan. Dalam proses penekanan tiang harus dicatat (pilling record) tekanan yang timbul vs kedalaman tiang tertanam. Selama proses penekanan tersebut lakukan pengukuran kembali posisi as tiang terhadap titik bantu gunakan format β 01. ( tiap 2 meter kedalaman tiang tertanam). g. Apabila dalam proses penekanan tiang ternyata tiang tersebut tidak dapat ditekan lagi,sehingga mengakibatkan tiang terdapat sisa diatas permukaan tanah, maka tiang tersebut harus dipotong rata tanah untuk memberikan jalan kerja bagi HSPD unit untuk berpindah ketitik yang lain h. Setelah proses tersebut dilakukan secara benar, kemudian lakukanlah pengukuran ulang posisi tiang, sehingga apabila terjadi pergeseran as tiang terpasang dan rencana dapat segera diketahui, yang selanjutnya akan dibuatkan keputusan cara-cara perbaikan dari pergeseran tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8
Skema mesin Hydraulic Static Pile Driver
Parameter yang digunakan sebagai acuan bahwa penekanan tiang bisa dihentikan : β’
bacaan tekanan pada pressure gauge sudah mencapai tekanan dimana apabila nilai tersebut dikonversikan ke daya dukung tiang, maka daya dukung desain tiang telah terpenuhi
β’
alatjack-in pile terangkat dan bila dilakukan penetrasi lagi sudah tidak mampu lagi.
Seletah proses pemancangan dihentikan, selanjutnya dilakukan pencatatan (record) yang berisi tinggi tiang tertanam dan bacaan tekanan dari pressure gauge alat pancang.
2.6
Pelaksanaan Pekerjaan Pemasangan Tiang Pembuatan pondasi tiang harus dilakukan dengan pengawasan yang
ketat.Hal-hal berikut ini seyogyanya perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pondasi tiang.
Universitas Sumatera Utara
2.6.1
Hubungan Antara Perubahan Sifat Tanah pada Tanah Asli Akibat Pemasangan Tiang dan Teknik Pemasangannya. Dalam melaksanakan pekerjaan pemasangan tiang, perubahan sifat
kerapatan tanah pada tanah pasti tidak dapat dihindari. Hubungan antara teknik pemasangan tiang dan perubahan sifat tanah pondasi adalah sebagai berikut:
Table 2.1 Hubungan Antara Teknik Pemasangan Tiang dan Perubahan Sifat Tanah Pondasi Teknik Pemasangan Cara pemancangan
Perubahan Sifat Tanah Pondasi Tanah pondasi akan terpadatkan
Cara penimbunan Tanah pondasi menjadi mudah terurai Cara dengan memakai tiang yang di cor (lepas) di tempat (Sumber: Nakazawa.K., 2000) Alasannya adalah pada cara pemancangan, sejumlah tanah yang volumenya sama dengan volume tiang, akan terdesak ketika tiang ditekan kedalam tanah, dan pada cara penimbunan dan cara pengecoran di tempat, keseimbangan tekanan tanah akan lenyap ketika lubang digali dan selanjutnya sejumlah tanah akan berpindah tempat.
2.6.2
Pergerakan Tanah Pondasi Karena pemancangan tiang, tanah pondasi dapat bergerak, karena sebagian
tanah yang digantikan oleh tiang akan bergeser, dan sebagai hasilnya kadanag-
Universitas Sumatera Utara
kadang mengakibatkan bangunan-bangunan yang berada di dekatnyaakan bergerak dalam arah horizontal, maupun dalam arah vertical, tergantung pada kesempatan yang dimilikinya. Pada Gambar 2.9 Memperlihatkan keadaan dimana pondasi tiang suatu bangunan pabrik bergerak dalam arah horizontal akibat adanya tiang-tiang yang ditekankan di dekatnya.Dalam hal ini, pondasi tiang pabrik bergerak sekita 6 sampai 7 m.
Gambar 2.9
Pergeseran
existing
building
akibat
pemancangan
tiang.
(Nakazawa.K., 2000)
Oleh sebab itu seperti yang sudah kita bahas di atas, kita perlu mengumpulkan segala daya yang memungkinkan dalam pembangunannya, sehingga selain tidak terjadi peralihan tempat (displacement) pada tanah pondsi atau bangunan di dekatnya, tetapi juga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
2.7
Settlement(Penurunan) Dalam bidang teknik sipil ada dua hal yang perlu diketahui mengenai
penurunan, yaitu : 1. Besarnya penurunan yang akan terjadi. 2. Kecepatan penurunan. Istilah penurunan (settlement) digunakan untuk menunjukkan gerakan titik tertentu pada bangunan terhadap titik referensi yang tetap.Umumnya, penurunan yang tidak seragam lebih membahayakan bangunan dari pada penurunan totalnya.Contoh kerusakan bangunan akibat penurunan Gambar 2.1
Gambar 2.10 Contoh kerusakan bangunan akibat penurunan (Hardiyatmo.H.C., 2011) a. Pada Gambar (a), dapat diperhatikan jika tepi bangunan turun lebih besar dari bagian tengahnya, bangunan diperkirakan akan retak-retak pada bagian tengahnya. b. Pada Gambar (b), jika bagian tengah bangunan turun lebih besar, bagian atas bangunan dalam kondisi tertekan dan bagian bawah tertarik. Bila deformasi
Universitas Sumatera Utara
yang terjadi sangat besar, tegangan tarik yang berkembang dibawah bangunan dapat mengakibatkan retakan-retakan. c. Pada Gambar (c), penurunan satu tepi/sisi dapat berakibat keretakan pada bagian c. d. Pada Gambar (d), penurunan terjadi berangsur-angsur dari salah satu tepi bangunan, yang berakibat miringnya bangunan tanpa terjadi keretakan pada bagian bangunan. Penurunan
(settlement)
pada
tanah
yang
pembebanan dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu: 1.
disebabkan
oleh
penurunan konsolidasi, merupakan hasil dari perubahan volume tanah jenuh air sebagai akibat dari keluarnya air yang menempati pori-pori tanah.
2.
Penurunan segera, merupakan akibat dari deformasi elastis tanah kering, basah, dan jenuh air tanpa adanya perubahan kadar air. Perhitungan
penurunan
segera
umunya
didasarkan
penurunan yang diuturunkan dari teori elastisitas.
pda
Penurunan total adalah jumlah penurunan segera dan penurunan konsolidasi. Bila dinyatakan dalam bentuk persamaan penurunan total adalah:
Dimana :
ππ ππ = ππ + πππ π + ππππ
(2.3)
ππππ = penurunan total
S = penurunan akibat konsolidasi primer Ss = penurunan akibat konsolidasi sekunder
Universitas Sumatera Utara
ππππ = penurunan segera 2.7.1
Penurunan Konsolidasi (Consolidation Settlement) Bila suatu lapisan tanah jenuh yang permeabilitasnya rendah dibebani,
maka tekanan air pori dalam tanah tersebut akan bertambah. Perbedaan tekanan air pori pada lapisan tanah, berakibat air mengalir ke lapisan tanah yang tekanan air porinya lebih rendah, yang diikuti proses penurunan tanahnya. Karena permeabilitasnya rendah akibat pembebanan, dimana prosesnya dipengaruhi oleh kecepatan terlepasnya air pori keluar dari rongga tanah. Penambahan beban di atas permukaan tanah dapat menyebabkan lapisan tanah di bawahnya mengalami pemampatan. Pemampatan tersebut disebabkan karena adanya deformasi partikel tanah, keluarnya air atau udara dari dalam pori. Faktor-faktor tersebut mempunyai hubungan dengan keadaan tanah yang bersangkutan. Bilamana suatu lapisan tanah jenuh air diberi penambahan beban, angka tekanan air pori akan naik secara mendadak. Keluarnya air dari dalam pori selalu disertai dengan berkurangnya volume tanah yang menyebabkan penurunan lapisan tanah tersebut. Bila suatu lapisan tanah diberi penambahan tegangan, maka penambahan tegangan akan diteruskan ke air pori dan butiran tanah. Hal ini berarti bahwa penambahan tegangan akan terbagi sebagian ke tegangan efektif dan sebagian lagi ke tegangan air pori. Secara prinsip dapat dirumuskan :
π₯π₯π₯π₯ = π₯π₯π₯π₯ β² + π₯π₯π₯π₯
(2.4)
Universitas Sumatera Utara
Dimana : ΞΟ
= penambahan tekanan total
ΞΟβ
= penambahan tekanan efektif
ΞΞΌ
= penambahan tekanan pori Tanah lempung mempunyai daya rembesan yang sangat rendah, dan air
adalah zat yang tidak begitu termampatkan dibandingkan dengan butiran tanah. Oleh karena itu pada saat t = 0, seluruh penambahan tegangan ΞΟ akan dipikul oleh air sehingga ΞΟ = ΞΞΌ pada seluruh kedalaman lapisan tanah. Tidak sedikitpun dari penambahan tegangan tersebut akan dipikul oleh butiran tanah (jadi penamhahan tegangan efektit e ΞΟ = 0 ). Sesaat setelah penambahan tegangan.air dalam ruang pori mulai tertekan dan akan mengalir keluar dalam dua arah menuju lapisan pasir. Dalam proses ini, tekanan air pori pada tiap kedalaman akan berkurang secara perlahan dan tegangan yang dipikul oleh butiran tanah akan bertambah. Jadi pada saat 0 < t <β. π₯π₯π₯π₯ = βππβ² + π₯π₯π₯π₯
( π₯π₯π₯π₯ β² > 0 ππππππ π₯π₯π₯π₯ < π₯π₯π₯π₯ )
Secara teori, pada saat t = β, seluruh kelebihan tekanan air pori sudah hilang dari
lapisan tanah lempung, jadi ΞΞΌ = 0, sekarang penambahan tegangan total akan dipikul oleh butir tanah, jadi: ΞΟ = e ΞΟ . Proses keluarnya air dari dalam poripori tanah, sebagai akibat dari penambahan beban, yang disertai dengan pemindahan kelebihan tekanan air ke tegangan efektif akan menyebabkan terjadinya penurunan. Konsolidasi merupakan proses keluarnya air dari dalam pori-pori
tanah secara perlahan-lahan, sebagai akibat dari adanya penambahan beban, yang disertai dengan pemindahan kelebihan tekanan air pori ke tegangan
Universitas Sumatera Utara
efektif akan menyebabkan terjadinya penurunan yang merupakan fungsi dari waktu (time-dependent settlement) pada lapisan tanah lempung. Penurunan konsolidasi dapat dibagi dalam tiga fase dimana :
1.
Fase awal, yaitu fase dimana terjadi penurunan segera setelah bekerja. Pada umunya penurunan ini disebabkan oleh pembebanan awal.
2.
Fase konsolidasi primer atau konsolidasi hidrodinamis, yaitu penurunan yang dipengaruhi oleh kecepatan aliran air yang meninggalkan tanahnya akibat adanya tekanan.
3.
Fase konsolidasi sekunder, merupakan lanjutan dari proses konsolidasi primer, dimana setelah tekanan air pori hilang seluruhnya. Untuk menghitung penurunan akibat konsolidasi primer dapat digunakan
rumus: a.
Penurunan untuk lempung normally consolidated πΆπΆπΆπΆ.π»π»
ππ = 1+ππ ππππππ οΏ½ 0
ππππ+βππ ππππ
οΏ½
(2.5)
b. Untuk lempung overconsolidated 1. Bila (ππππ +βππ β€ ππππ )
(2.6)
ππππ(ππ) + βππ(ππ) πΆπΆπ π . π»π»ππ ππ = ππππππ οΏ½ οΏ½ 1 + ππ0 ππππ(ππ)
2. Bila(ππππ +βππ > ππππ ) πΆπΆ .π»π»
ππ ππ
π π ππ ππ = 1+ππ ππππππ οΏ½ππ 0
Dimana :
ππ (ππ)
πΆπΆ π»π»
ππ οΏ½ + 1+ππ ππππππ οΏ½ 0
ππ ππ +βππ ππππ
οΏ½
(2.7)
S = besar penurunan lapisan tanah akibat konsolidasi Cc = indeks pemampatan (compression index)
Universitas Sumatera Utara
Cs = indeks pemuaian (swell index) H = tebal lapisan tanah eo = angka pori awal ππππ = tekanan efektif rata-rata
Ξp = besar penambahan tekanan
Besarnya konsolidasi sekunder dapat dihitung sebagai berikut:
dimana:
πππ π = πΆπΆπΌπΌβ² π»π» logβ‘ (π‘π‘2 /π‘π‘1 )
(2.8)
πΆπΆπΌπΌβ² = πΆπΆπΌπΌ /β‘ (1 + ππππ )
ππππ = angka pori pada akhir konsolidasi primer H = tebal lapisan lempung
Untuk menghitung indeks pemampatan lempung yang teruktur tanahnya belum terganggu belum rusak, menurut Terzaghi, K., and Peck, R. B., (1967) seperti yang dikutip Braja M. Das (1995) menyatakan penggunaan rumus empiris sebagai berikut : πΆπΆπΆπΆ = 0,009 (πΏπΏπΏπΏ β 10),dengan LL adalah Liquid Limit dalam persen. (2.12)
Indeks pemuaian lebih kecil daripada indeks pemampatan dan biasanya
dapat ditentukan di laboratorium. Pada umumnya, 1
1
πΆπΆπ π β
5 π π π π π π π π π π π π 10 πΆπΆππ
(2.9)
indeks pemampatan sekunder (πΆπΆπΌπΌ ) dapat didefinisikan sebagai berikut: πΆπΆπΌπΌ =
βππ βππ = π‘π‘ log π‘π‘2 β πππππππ‘π‘1 logβ‘ (π‘π‘2 )
(2.10)
1
Universitas Sumatera Utara
dimana: βππ
= perubahan angka pori
π‘π‘1 , π‘π‘2 = waktu 2.7.2
Penurunan Segera (Immediate Settlement) Penurunan segera atau penurunan elastis dari suatu pondasi terjadi segera
setelah pemberian beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan kadar air. Besarnva penurunan ini bergantung pada ketentuan dari pondasi dan tipe material dimana pondasi itu berada. Penurunan segera untuk fondasi yang berada di atas material yang
elastis (dengan ketebalan yang tak terbatas) dapat dihitung dari persamaan-
persamaan yang diturunkan dengan menggunakan prinsip dasar teori elatis. Bentuk persamaan tersebut adalah sebagai berikut: 1 β ππ 2 ππππ = ππ. π΅π΅ πΌπΌππ πΈπΈ
(2.11)
dimana:
ππππ = penurunan elastis
p = tekanan bersih yang dibebankan
B = lebar pondasi (= diameter pondasi yang berbentuk lingkaran)
ππ = angka Poisson
E = modulus elastisitas tanah (modulus Young)
Ip = faktor pengaruh (influence factor) yang tidak mempunyai dimensi.
Universitas Sumatera Utara
Schleincer (1926) memberikan persamaan factor pengaruh untuk bagian ujung dari pondasi persegi yang lentur sebagai berikut: 1
1+οΏ½ππ 12 +1
πΌπΌππ = ππ οΏ½ππ1 ππππ οΏ½
ππ 1
οΏ½ + ππππ οΏ½ππ1 + οΏ½ππ12 + 1οΏ½οΏ½
(2.12)
dimana: ππ1 =
panjang pondasi lebar pondasi
2.7.3
Kecepatan Waktu Penurunan Lamanya waktu penurunan yang diperhitungkan adalah waktu yang
dibutuhkan oleh tanah untuk melakukan proses konsolidasi. Hal ini dikarenakan proses penurunan segera (immediate settlement) berlangsung sesaat setelah beban bekerja pada tanah (t = 0). Waktu penurunan akibat proses konsolidasi primer tergantung pada besarnya kecepatan konsolidasi tanah lempung yang dihitung dengan memakai koefisien konsolidasi (Cv), panjang aliran rata-rata yang harus ditempuh air pori selama proses konsolidasi (Hdr), serta faktor waktu (Tv). Faktor waktu (Tv) ditentukan berdasarkan derajat konsolidasi (U) yang merupakan perbandingan penurunan lapisan lempung pada saat t (St), dengan penurunan batas lapisan lempung yang disebabkan oleh konsolidasi primer (S).
πππ‘π‘ ππ = ππ
(2.13)
Universitas Sumatera Utara
Cassagrande (1938) dan Taylor (1948) yang dikutip dari Braja M. Das (1994) memberikan hubungan U dan Tv sebagai berikut : Untuk u < 60% ππππ =
ππ 2 ππ 4
(2.14)
Untuk u > 60% ππππ = 1,781 β 0,933 ππππππ (100 β ππ%)
(2.15)
Untuk menghitung waktu konsolidasi digunakan persamaan berikut:
ππππ. π»π»ππππ 2 π‘π‘ = πΆπΆπ£π£
(2.16)
Panjang aliran rata-rata ditentukan sebagai berikut : ο§
Untuk tanah dimana air porinya dapat mengalir kearah atas dan bawah, maka Hdr sama dengan setengah tebal lapisan tanah yang mengalami konsolidasi.
ο§
Untuk tanah dimana air porinya hanya dapat mengalir keluar dalam satu arah saja, maka Hdr sama dengan tebal lapisan tanah yang mengalami konsolidasi.
2.7.4
Penurunan Ijin Bangunan Beberapa contoh tipe penurunan bangunan diperlihatkan dalam Gambar
2.11.Gambar 2.11a menyajikan penurunan seragam yang banyak ditemui pada bangunan yang sangat kaku. Gambar 2.11b memperlihatkan bangunan yang miring akibat beda penurunan dari ujung ke ujung bangunan yang besar, sehingga
Universitas Sumatera Utara
bangunan berotasi. Gambar 2.11c menunujukkan kondisi yang banyak ditemui pada struktur yang mengalami penurunan tak seragam.Disini, penurunan berbentuk cekungan seerti mangkuk. Penurunan tak seragam diantara pondasipondasi disebabkan oleh beberapa faktor: 1. sifat tanah yang tidak seragam, walaupun tanah Nampak homogen. 2. Bentuk dari lapisan tanaj tidak beraturan. 3. Beban bangunan tidak disebarkan ke kolom-kolom secara sama. Penurunan tak seragam adalah penurunan terbesar dikurangi penurunan terkecil atau ππ = ππππππππππ β ππππππππ . Penurunan tak sergam juga dikarakteristikkan oleh rasio
πΏπΏ/πΏπΏ , yaitu beda penurunan antara dua titik ( πΏπΏ) dibagi jarak (L) kedua titik tersebut. Nilai banding πΏπΏ/πΏπΏ dinyatakan dalam istilah distorsi kaku (angular
distortion).
Penurunan ijin dari suatu bnagunan atau besarnya penurunan yang ditoleransikan, bergantung pada beberapa faktor.Faktor-faktor tersebut meliputi jenis, tinggi, kekakuan, fungsi bangunan, serta besar dan kecepatan penurunan serta distribusinya. Rancangan dibutuhkan untuk dapat memperkirakan besarnya penurunan maksimum dan beda penurunan yang masih dalam batas toleransi. Jika penurunan berjalan lambat, semakin besar kemungkinan struktur untuk menyesuaikan diri terhadap penurunan yang terjadi tanpa adanya kerusakan struktur oleh pengaruh rangkak (creep). Oleh karena itu, dengan alas an tersebut, kriteria penurunan pondasi pada tanah pasir dan pada tanah lempung berbeda. Karena penurunan maksimum dapat diprediksi dengan ketepatan yang memadai (namun tidak untuk penurunan tak seragam), umumnya dapat diadakan hubungan antara penurunan ijin dengan penurunan maksimum.Skempton dan
Universitas Sumatera Utara
MacDonald (1955) meyarankan batas-batas penurunan maksimum, seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 2.2. Dalam Tabel 2.2 maksud dari pondasi terpisah (isolated foundation) adalah pondasi yang berdiri sendiri diantara pondasi-pondasi yang mendukung bangunan.Terlihat bahwa, batasan nilai penurunan pondasi pada tanah pasir lebih kecil daripada pondasi tanah lempung.Hal ini, karena alasan kemampuan penyesuaian bangunan terhadap penurunan, seiring dengan berjalannya waktu, dan lagi, di alam, lapisan tanah granular lebih tidak homogen dibandingkan dengan lapisan tanah lempung.
Gambar 2.11 Tipe-tipe penurunan. (a) Penurunan seragam, (b) Penggulingan, (c)Penururunan tidak seragam. (Sumber: Hardiyatmo, H. C., 2011)
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Batas Penurunan Maksimum Menurut Skempton dan MacDonald Jenis Pondasi
Batas penurunan maksimum (mm)
Pondasi terpisah (isolated foundation) pada
65
tanah lempung Pondasi terpisah pada tanah pasir
40
Pondasi rakit pada tanah lempung
65-100
Pondasi rakit pada tanah pasir
40-65
(Sumber: Skempton dan MacDonald, 1955)
Penurunan tak seragam dari bangunan tak bias dihindarkan, kecuali jika pondasi terletak pada lapisan batu. Penurunan tak seragam pada bangunan sangat dipengaruhi oleh tipe pelaksanaan . Terzaghi mengamati bahwa dinding dengan panjang 18 m dan 23 m, retak pada penurunan tak seragam 2,5 cm(1β). Tapi, untuk dinding dengan panjang 12-30 m, dan mengalami penurunan tak seragam 2 cm (3/4β) atau kurang, maka dinding tidak mengalami retak-ratak. Karena itu, Terzaghi memberikan petunjuk bahwa dalam perancangan sebaiknya penurunan tak seragam kurang dari 2 cm (3/4β).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Penurunan Ijin Menurut Shower Tipe Gerakan
Faktor Pembatas
Penurunan maksimum
Drainase
15-30 cm
Jalan masuk
30-60 cm
Kemungkinan penurunan tidak seragam: Penurunan total
Bangunan dinding bata
2,5-5 cm
Bangunan rangka
5-10 cm
Cerobong asap, silo, pondasi rakit (mat)
8-30cm
Stabilitas terhadap penggulingan
Bergantung pada tinggi dan lebar
Kemiringan
Miringnya cerobong asap, menara
0,004 L
Rolling of trucks, dll.
0,01 L
Stacking of goods
0,01 L
Operasi mesin-perkakas benang tenung
0,003 L
Operasi mesin-generator turbo
0,0002 L
Rel Derek (crain rail)
0,003 L
Drainase lantai
0,01-0,02 L
Universitas Sumatera Utara
Dinding bata kontinyu tinggi
0,0005-0,001 L
Bangunan penggilingan satu lantai (dari
0,001-0,002 L
batu bata), dinding retak Gerakan tidak seragam
0,001 L
Plesteran retak (gypsum)
0,0025-0,004 L
Bangunan rangka beton bertulang Bangunan dinding tirai beton bertulang
0,003 L
Rangka baja, kontinyu
0,002 L
Rangka baja sederhana
0,005 L
(Sumber: Showers, 1955)
Penurunan ijin yang lain disarankan oleh Showers (1962), yaitu dengan memperhatikan penurunan total, kemiringan, dan gerakan tidak seragam, seperti yang dilihatkan dalam Tabel 2.3. Terlihat dalam tabel ini bahwa bangunanbangunan yang lebih fleksibel (seperti bangunan rangka baja sederhana), atau yang mempunyai pondasi kaku (seperti pondasi rakit) dapat bertahan pada nilai penurunan total dan penurunan tak seragam yang lebih besar. Bjerrum (1963) menyarankan hubungan antara tipe masalah struktur dan nilai distorsi kaku (πΏπΏ/πΏπΏ) dengan πΏπΏ adalah penurunan total dan L adalah jarak
antara 2 kolom atau jarak 2 titik yang ditinjau. Nilai-nilai πΏπΏ/πΏπΏ ditunjukkan dalam
Tabel 2.4.Nilai-nilai πΏπΏ/πΏπΏ di dalam tabel tersebut dihubungkan dengan tipe kerusakan yang mungkin timbul untuk berbagai macam distorsi kaku. Dapat dilihat bahwa kerusakan pada elemen-elemen bangunan akan terjadi pada distorsi yang lebih besar daripada distorsi yang akan merusakkan mesin.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4 Hubungan Tipe Masalah Pada Struktur dan πΏπΏ/πΏπΏ
πΏπΏ/πΏπΏ
Tipe masalah
Kesulitan pada mesin yang sensitif terhadap penurunan
1/700
Bahaya pada rangka-rangka dengan diagonal
1/600
Nilai batas untuk bangunan yang tidak diijinkan retak
1/500
Nilai batas dengan retakan pertama diharapkan terjadi pada dinding-
1/300
dinding panel, atau dengan kesulitan terjadi pada overhead crane Nilai batas dengan penggulingan (miring) bangunan tingkat tinggi
1/250
dapat terlihat Retakan signifikan dalam panel dan tembok.
1/150
Batasan yang aman untuk dinding tembok fleksibel dengan h/L < ΒΌ (h = tinggi dindinng)
(Sumber: Bjerum, 1963)
2.8
Metode Elemen Hingga Metode Elemen Hingga pada rekayasa geoteknik merupakan suatu metode
yang membagi-bagi daerah yang akan dianalisis ke dalam bagian-bagian yang kecil dimana bagian-bagian kecil ini disebut dengan elemen. Semakin banyak elemen itu dibagi maka akan semakin mendekati kondisi asli pula hasil perhitungan numeriknya. Metode elemen hingga pada rekayasa geoteknik memiliki sedikit perbedaan dengan metode elemen hingga pada rekayasa struktur, perbedaan ini terletak pada rekayasa geoteknik ada terjadinya suatu interaksi elemen yang memiliki nilai kekakuan yang jauh berbeda. Contoh halnya seperti pada pondasi, dalam menganalisis pondasi dengan metode elemen hingga akan
Universitas Sumatera Utara
didapat perbedaan kekakuan antara dua elemen, yaitu elemen dari tanah dan elemen struktur atau dari pondasi itu sendiri. Adapun
tahapan-tahapan
yang
dilakukan
dalam
menganalisa
menggunakan metode elemen hingga adalah sebagai berikut : 1. Pemilihan Tipe Elemen Pada dasarnya, elemen-elemen dalam Metode Elemen Hingga (MEH) dapat dibedakan menjadi 3, yaitu 1D (line elements), 2D (plane elements), dan 3D.
Gambar 2.12Jenis-jenis elemen Dalam suatu elemen terdapat dua jenis titik, yaitu titik nodal dan titik integrasi.Tiitk nodal merupakan titik yang menghubungkan antara elemen satu dengan elemen lainnya.Perpindahan elemen terjadi pada titik nodal ini. Sedangkan titik integrasi adalah titik yang berada di dalam elemen, titik integrasi dikenal juga sebagai stress point. Dari titik integrasi ini dapat diperoleh tegangan dan juga regangan yang terjadi dalam elemen tersebut. Elemen 1D yang juga mirip dengan spring element adalah truss element, tetapi bedanya truss element mempunyai sifat-sifat yang berasal dari material seperti Young Modulus E, Poison ratio v, panjang dan luasan penampang. Dengan demikian, besarnya tegangan
Universitas Sumatera Utara
(stress) akan dapat dihitung dengan terlebih dahulu mengetahui strain, displacement, dan gaya yang bekerja. Masalah fisik yang dapat dianggap truss adalah batang yang cukup panjang, dan disambung dengan pin pada ujungujungnya. Pada spring element dan truss element, respons hanya dengan memiliki nilai pada satu arah saja, yaitu pada arah memanjang (longitudinal). Dengan demikian, kedua elemen ini hanya mempunyai dof translasi pada arah longitudinal saja. Hanya saja, jika spring element atau truss element diposisikan menyudut pada sistem koordinat global, maka response dapat diuraikan ke dalam dua arah sumbu (x, y) atau tiga arah sumbu (x, y, z). Selain spring element dan truss element, ada lagi beam element yang juga sering dipakal dalam pemodelan elemen 1D. Elemen ini sama dengan elemen truss, dengan tambahan bahwa elemen beam ini menerima beban bending, yang dengan demikian stress tidak hanya berupa normal stress, tetapi juga shear stress. Berbeda dengan spring element dan truss element yang hanya mempunyai dof translasi pada arah longitudinalnya, beam element memiliki dof translasi ke semua arah dan juga dof rotasi ke semua arah. Elemen-elemen 2D digunakan jika response memiliki nilai signifikan ke 2 arah (x dan y), sedangkan response terhadap arah lainnya yaitu arah z diabaikan. Beban hanya bekerja disepanjang arah x dan y. Tetapi pada kasus geometri lain tidak selamanya arah z itu diabaikan, contohnya pada kasus plain strain, dimana dimensi pada arah z bisa saja sangat besar nilainya namun strain hanya diukur pada bidang x dan y saja. Dof yang dimiliki oleh elemen plane hanyalah translasi pada arah x dan y, tanpa adanya rotasi.
Universitas Sumatera Utara
Bentuk elemen 2D yang umum digunakan adalah bentuk triangular element (segitiga) dan quadrilateral element (segiempat). Jika order elemennya adalah 1maka sisi-sisi elemen tersebut (edges) akan berupa garis lurus. Namun jika orderelemennya lebih dari 1 (kuadrat, kubik, dst) maka sisi-sisinya bisa berupa kurva. Selanjutnya pada elemen-elemen 3D, response elenennya terjadi pada ketiga arah (x, y, z) memiliki besar yang signifikan.Secara umum elemen-elemen 3D bisa dibedakan menjadi solid elements, shell elements, dan solidshellelements.Semua elemen 3D memiliki dof translasi pada arah x, y, dan z pada setiap nodenya, tanpa dof rotasi. Bentuk elemen 3D yang umum dipakai adalah tetrahedral element (limas segitiga) dan hexahedral element (balok, batubata). Jika order elemennya adalah 1 makaedge dan surface elemen tersebut berupa garis yang rata dan bidang yang rata. Namun jika ordernya lebih dari satu, maka dimungkinkan edge dan surface elemen tersebut berupa garis dan bidang yang melengkung. Terdapat pula elemen 3D yang memiliki node ditengah-tengah titik beratnya.
2. Pemilihan Fungsi Perpindahan Fungsi perpindahan atau sering juga disebut dengan shape function yang dinotasikan dengan N merupakan suatu fungsi yang menginterpolasikan perpindahan dititik nodal ke perpindahan di elemen dengan menggunakan metode segitiga Pascal. Pemilihan fungsi perpindahan bergantung juga pada jenis elemen yang akan dikerjakan. Prinsip dalam pemilihan fungsi perpindahan ini adalah pada
Universitas Sumatera Utara
titik yang ditinjau nilai N nya akan bernilai 1 dan bernilai 0 di titik lainnya. Berikut penjabaran fungsi perpindahan menggunakan matriks:
Tabel 2.5Pemilihan Fungsi Perpindahan
Persamaannya akan menjadi, X ( ΞΎ , Ξ· ) = a1 + a2 ΞΎ + a3 Ξ· + a4 ΞΎ Ξ· Y ( ΞΎ , Ξ· ) = a5 + a6 ΞΎ + a7 Ξ· + a8 ΞΎ Ξ·
(2.17) (2.18)
Jika dimuat ke dalam matriks maka, X ( ΞΎ , Ξ·) a1 + a 2 ΞΎ + a 3 Ξ· + a 4 ΞΎ Ξ· οΏ½ οΏ½ οΏ½=οΏ½ Y( ΞΎ , Ξ·) a5 + a6 ΞΎ + a7 Ξ· + a8 ΞΎ Ξ·
(2.19)
Jika matriks tersebut dipisah maka akan diperoleh :
(
,Ξ·) οΏ½XY( ΞΎΞΎ ,Ξ·) οΏ½ = οΏ½10 0ΞΎ Ξ·0
ΞΎΞ· 0 0 0 0 1 ΞΎΞ·
ππ1 ππ2 β β ππ3 βππ4β 0 β β οΏ½ ΞΎΞ· βππ5β βππ6β ππ7 βππ8β
(2.20)
Universitas Sumatera Utara
3. Pendefinisian Regangan dan Tegangan Dalam tahapan ini, matriks perpindahan merupakan turunan pertama dari fungsi perpindahan yang dipilih dari tahap sebelumnya.Dengan begitu dapat diketahui tegangan dan regangan yang terjadi di titik integrasi untuk setiap elemennya. Bentuk persamaan matriksnya adalah sebagai berikut:
(2.21)
(2.22)
(2.23)
(2.24)
(2.25)
Universitas Sumatera Utara
(2.26)
(2.27)
(2.28)
(2.29)
(2.30)
(2.31)
(2.32)
(2.33) (2.34)
Universitas Sumatera Utara
4. Menentukan Matriks Kekakuan Persamaan dari matriks kekakuan adalah sebagai berikut : (2.35)
(2.36) (2.37) Dimana D adalah matriks konstitutif yang nilainya bergantung daripada jenis pemodelan. 1 v D = 1βv οΏ½v 1 0 0
0 0οΏ½ 1βv
E
D=
Untuk elemen plain stress
(2.38)
0 0οΏ½ 1βv
(2.39)
2
1βv v v 1βv 0 0
E οΏ½ (1+v)(1β2v)
2
Untuk elemen plain strain
Setelah diperoleh seluruh matriks kekakuan untuk setiap elemen, maka koordinat lokal diubah menjadi koordinat global untuk mengetahui gaya-gaya yang berkerja pada elemen yang dimodelkan.
2.9
Plaxis Plaxis merupakan suatu program yang berbasis metode elemen hingga
untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan tanah. Pertama kali plaxis dikembangkan pada tahun 1987 di Negara Belanda oleh Technical University of Delfi dengan tujuan plaxis sebagai alat bantu dalam
Universitas Sumatera Utara
menganalisis permasalahan yang kerap dihadapi oleh ahli-ahli Geoteknik. Meskipun telah banyak pengujian dan validasi dilakukan, tetap saja tidak ada jaminan bahwa program plaxis bebas dari kesalahan. Untuk memperoleh tingkat keakuratan dari keadaan yang sebenarnya di lapangan sangat bergantung pada keahlian orang yang memodelkan permasalahan sepeti pemahaman terhadap model-model, penentuan parameter yang akan digunakan serta kemampuan dalam melakukan interpretasi dari hasil analisis menggunakan program plaxis tersebut. Dalam program plaxis terdapat beberapa jenis pemodelan tanah, antara lain model tanah Mohr β Coulomb dan model Soft Soil (tanah lunak).
2.9.1
Model Tanah Mohr β Coulomb Model tanah Mohr β Coulomb merupakan
modelLinear elastic dan
Plastic sempurna (Linear Elastic Perfectly Plastic Model) dimana melibatkan lima buah parameter inti, yaitu : -
Modulus kekakuan tanah (modulus Young ), E dan Poisson rasio yang memodelkan keelastikan tanah,
-
Kohesi tanah, c dan sudut geser dalam tanah, Ξ¦ yang memodelkan perilaku plastic dari tanah.
-
Sudut dilatansi, Ο yang memodelkan prilaku dilatansi tanah. Nilai kohesi c dan sudut geser Ξ¦ diperoleh dari uji geser , atau diperoleh
dari hubungan empiris berdasarkan data uji lapangan. Sementara sudut dilantasi Ο digunakan untuk memodelkan regangan volumetrik plastik yang bernilai positif. Pada tanah lempung NC, pada umumnya tidak terjadi dilantasi (Ο = 0), sementara
Universitas Sumatera Utara
pada tanah pasir dilantasi tergantung dari kerapatan dan sudut geser Ξ¦ dimana Ο = Ξ¦ β 30Β°. Jika Ξ¦ < 30Β° maka Ο = 0. Sudut dilantasi Ο bernilai negatif hanya bersifat realistis jika diaplikasikan pada pasir lepas. Model ini cukup baik sebagai pemodelan pendekatan perilaku tanah dan batuan. Disini setiap lapis tanah dianggap memiliki kekakuan yang konstan atau meningkat secara linear terhadap kedalaman. Kelemahan model ini adalah melinearkan kekakuan tanah dengan tidak memperhitungkan perubahan nilai E terhadap perubahan tegangan.
2.9.2
Model Tanah Lunak (Soft Soil) Model tanah lunak ini diambil berdasarkan teori Cam β Clay yang
dikembangkan di Cambridge. Seperti pada model Mohr β Coulomb, batas kekuatan tanah dimodelkan dengan parameter kohesi, c, sudut geser dalam, Ξ¦ dan sudut dilatansi, Ο. Sedangkan untuk kekakuan tanah dimodelkan dengan menggunakan parameter lamda, Ξ»* dan kappa, k*, yang merupakan parameter kekakuan yang diturunkan dari uji triaksial maupun oedometer. Ξ»β = β
k =
Cc
(2.40)
2,3 (1+e)
(2.41)
2Cs
2,3 (1+e)
Ξ»β /k β = 2,5 β 7,5
(2.42)
Model tanah lunak ini dapat memodelkan hal β hal sebagai berikut : -
Kekakuan yang berubah bersama dengan tegangan (Stress Dependent Stiffness)
-
Membedakan pembebanan primer (primary loading) terhadap unloading β reloading.
Universitas Sumatera Utara
-
Mengingat tegangan pra β konsolidasi.
-
Kriteria keruntuhan sesuai dengan teori Mohr β Coulomb.
2.9.3 ο§
Parameter Tanah Modulus Young ( E ) Karena sulitnya pengambilan contoh asli di lapangan untuk tanha
granuler maka beberapa pengujian lapangan (in-situ-test) telah dikerjakan untuk mengestimasi nilai modulus elastisitas tanah. Terdapat beberapa usulan nilai E yang diberikan oleh peneliti, diantaranya pengujiansondir yang dilakukan oleh DeBeer (1965) dan Webb (1970) memberikan korelasi antara tahanan kerucut qc dan E sebagai berikut : qc = 4N (untuk pasir)
(2.43)
Bowles memberikan persamaan yang dihasilkan dari pengumpulan data pengumpulan data sondir, sebaai berikut : E=3.qc (untuk pasir) E = 2.sampai dengan 8.qc (untuk lempung)
(2.44) (2.45)
denganqc dalam kg/cm2 Nilai perkiraan modulus elastisitas dapat diperoleh dari pengujian SPT (Standart Penetration Test).Nilai modulus elastis yang dihubungkan dengan nilai SPT, sebagai berikut: E = 6 ( N + 5 ) k/ft2 (untuk pasir berlempung) E = 10 ( N + 15 ) k/ft2 (untuk pasir)
(2.46) (2.47)
Selain itu modulus elastisitas tanah dapat juga di cari dengan pendekatan terhadap jenis dan konsistensi tanah dengan N-SPT , seperti pada tabel berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.6 Korelasi N-SPT Dengan Modulus Elastisitas Pada Tanah Lempung Subsurface Penetration Ζ50
Poissonβs Shear
condition
Ratio (v)
resistance range
(%)
N
(bpf)
Youngβs
strengh Modulus
Shear Modulus
Su
Range Es Range G
(psf)
(psi)
(psi)
Very soft
2
0,020
0,5
250
170-340
60-110
Soft
2-4
0,020
0,5
375
260-520
80-170
Medium
4-8
0,020
0,5
750
520-1040
170-340
Stiff
8-15
0,010
0,45
1500
1040-2080
340-690
Very stiff
15-30
0,005
0,40
3000
2080-4160
6901390
Hard
30
0,004
0,35
4000
2890-5780
9601930
40
0,004
0,35
5000
3470-6940
11502310
60
0,0035 0,30
7000
4860-9720
16203420
80
100
120
0,0035 0,30
0,003
0,003
0,25
0,25
9000
11000
13000
6250-
2080-
12500
4160
7640-
2540-
15270
5090
9020-
3010-
18050
6020
(Sumber: Randolph,1978)
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.7 Korelasi N-SPT Dengan Modulus Elastisitas Pada Tanah Pasir Subsu
Penetrati
Friction Pois
Cone
Relatief Youngβs
rface
on
Angle
son
penetrat Density
Modulus
condit
Resistan
Γ (deg)
Rati
ion
Range Es Range G
ion
ce range
o (v)
qc=4N
Dr(%)
Shear Modulus
(psi)
(psi)
(N) Very
0-4
28
0,45
0-16
0-15
0-440
0-160
4-10
28-30
0,4
16-40
15-35
440-1100
160-390
30-36
0,35
40-120
35-65
1100-
390-
3300
1200
3300-
1200-
5500
1990
loose Losse
Mediu 10-30 m Dense
30-50
36-41
0,3
120100
Very
50-100
41-45
dense
0,2
200400
65-85
85-100 55001000
19903900
(Sumber: Schmertman,1970) ο§
Poissonβs Ratio (ΞΌ) Rasio poisson sering dianggap berkisar antara 0,2 β 0,4 dalam
pekerjaan β pekerjaan mekanika tanah.Nilai sebesar 0,5 biasanya dipakai untuk tanah jenuh dan nilai 0 sering dipakai untuk tanah kering dan tanah lainnya untuk kemudahan perhitungan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.8 Hubungan Jenis Tanah, konsistensi dan Poissonβs Ratio (ΞΌ) Ξ
Description Soil Type Soft
0,35 β 0,40
Medium
0,30 β 0,35
Stiff
0,20 β 0,30
Loose
0,15 β 0,25
Medium
0,25 β 0,30
Dense
0,25 β 0,35
Clay
Sand
(Sumber:Das, 1995) ο§
Berat Isi Tanah Kering ( Ξ³dry) Berat isi tanah kering adalah perbandingan antara berat tanah kering
dengan satuan volume tanah.Berat jenis tanah kering dapat diperoleh dari data Soil Test dan Direct Shear.
ο§
Berat Isi Tanah Jenuh ( Ξ³sat) Berat isi tanah jenuh adalah perbandingan antara berat tanah
jenuh.Dimana ruang porinya terisi penuh dengan air. Gs + e Ξ³sat (kgβcm3 ) = οΏ½ οΏ½ 1+e
(2.48)
(sumber : Braja, 1995) dimana : Gs
:Spesific Gravity
e
:Angka Pori (cm3)
Universitas Sumatera Utara
Ξ³w
: Berat Isi Air (kg/cm3)
Nilai β nilai dari Gs, e dan Ξ³w didapat dari hasil pengujian tanah dengan Triaxial Test dan Soil Test.
ο§
Sudut Geser Dalam (Ξ¦) Sudut geser dalam tanah dan kohesi merupakan faktor dari kuat geser
tanah yang menentukan ketahan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang bekerja pada tanah.Deformasi dapat terjadi akibat adanya kombinasi keadaan kritis dari tegangan normal dan tegangan geser. Nilai dari sudut geser dalam tanah didapat dari engineering properties tanah, yaitu dengan triaxial test dan direct shear test.
ο§
Kohesi (c) Kohesi merupakan gaya tarik menarik antar partikel tanah. Nilai dari
kohesi didapat dari engineering properties, yaitu dengan triaxial test dan direct shear test.
ο§
Permeabilitas (k) Berdasarkan persamaan Kozeny β Carman, nilai permeabilitas untuk
setiap layer tanah dapat dicari dengan menggunakan rumus : k=
e3
1+e
(2.49)
Untuk tanah yang berlapis β lapis harus dicari nilai permeabilitas untuk arah vertikal dan horizontal dapat dicari dengan rumus :
Universitas Sumatera Utara
kv =
H H H H οΏ½ 1 οΏ½+ οΏ½ 2 οΏ½+β―+οΏ½ n οΏ½ k1
k2
(2.50)
kn
(sumber : Das, 1995) dimana : H : tebal lapisan (cm) ( cm3 )
e
: angka pori
k
: koefisien permeabilitas (cm/detik)
kv : koefisien permeabilitas arah vertikal (cm/detik) kh : koefisien permeabilitas arah horizontal (cm/detik) Nilai koefisien permeabilitas tanah dapat ditentukan berdasarkan jenis tanah tersebut seperti pada Tabel 2.9 berikut ini .
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.9 Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah Jenis Tanah
K cm/dtk
ft/mnt
Kerikil bersih
1,0 β 100
2.,0 β 200
Pasir kasar
1,0 β 0.01
2,0 β 0,02
Pasir halus
0,01 β 0,001
0,02 β 0,002
0,001 β 0,00001
0,002 β 0,00002
< 0,000001
< 0,000002
Lanau Lempung
(Sumber:Das, 1995)
2.9.4
Faktor Keamanan pada Plaxis Faktor keamanan umumnya didefinisikan sebagai rasio antara beban
runtuh dengan beban kerja.Namun demikian, untuk struktur tanah definisi di atas tanah tidak selalu diaplikasikan.Sebagai contohnya, pada struktur timbunan sebagian besar beban yang bekerja diakibatkan oleh berat sendiri tanah dan peningkatan berat tanah umumnya tidak mengakibatkan keruntuhan. Dengan demikian, definisi yang lebih tepat untuk faktor keamanan adalah : SF =
Ο ult Ο all
(2.51)
Dimana : SF = Faktor keamanan Οult = kuat geser batas (kN/m2)
Universitas Sumatera Utara
Οall = Kuat geser ijin
(kN/m2)
Rasio dari kekuatan tanah yang tersedia terhadap kekuatan minimum yang
dihitung untuk mencapai keseimbangan adalah faktor keamanan yang secara konvensional digunakan dalam Mekanika Tanah. Dengan menerapkan kondisi standar dari Coulomb, faktor keamanan dapat diperoleh dengan persamaan :
Dimana :
SF =
cult + Οn tanΞ¦ult call + Οn tanΞ¦all
(2.52)
SF = Faktor keamanan Οn = Tegangan normal
(kN/m2)
cult = Kohesi yang tersedia
(kN/m2)
call = Kohesi yang diijinkan (kN/m2) Ξ¦all = Sudut geser dalam yang diijinkan (ΒΊ)
Ξ¦ult = Sudut geser dalam yang tersedia (ΒΊ)
Prinsip diatas adalah dasar dari metode phi/c reduction yang digunakan dalam Plaxis untuk menghitung faktor keamanan global. Dengan pendekatan ini, parameter tanah c dan Ξ¦ direduksi dengan proporsi yang sama. Reduksi parameter kekuatan diatur oleh faktor pengali totalβMsf. Parameter ini akan
ditingkatkan
secara bertahap hingga keruntuhan terjadi. Faktor keamanan kemudian didefinisikan sebagai nilai βMsf saat keruntuhan terjadi, hanya jika saat keruntuhan terjadi suatu nilai yang kurang lebih konstan telah diperoleh untuk beberapa langkah pembebanan secara berturut-turut. Adapun penentuan faktor keamanan dalam Plaxis secara matematis dapat dinyatakan dengan persamaan :
Universitas Sumatera Utara
Ξ£Msf =
Dimana :
c ult cr
=
tan Ξ¦ ult
(2.53)
tan Ξ¦ r
Ξ£Msf = Faktor keamanan pada Plaxis cult = Kohesi yang tersedia
(kN/m2)
ππππ = Kohesi tereduksi
(kN/m2)
Ξ¦ult = Sudut geser dalam tanah yang tersedia (ΒΊ)
π·π·ππ = Sudut geser dalam tanah yang tereduksi (ΒΊ)
Universitas Sumatera Utara