D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Parameter Tanah
Tanah merupakan dasar sebuah konstruksi yang berperan sebagai pendukung pondasi pada sebuah konstruksi bangunan. Maka diperlukan tanah
dengan kondisi kuat menahan beban di atasnya dan menyebarkannya. Dengan
fungsi utama tersebut diperlukan suatu rekayasa perkuatan terhadap kondisi tanah yang ada, sehingga dihasilkan suatu kondisi tanah yang lebih baik secara kekuatan maupun struktural untuk meninjau stabilitasnya terhadap pembebanan. Adapun data parameter tanah dapat didapatkan dari hasil pengujian di laboratorium maupun dari hasil interpolasi data-data tanah yang sudah ada. Hasil dari nilai parameter tanah inilah yang menjadi masukan untuk pengukuran dan analisa selanjutnya. a.
(2.1)
! "#$ $%$& v = volume tanah b.
' ( ) * Kekuatan geser dalam mempunyai variable kohesi dan sudut geser dalam. Sudut geser dalam bersamaan dengan kohesi menentukan ketahanan tanah akibat tegangan yang bekerja berupa tekanan lateral tanah. Nilai ini juga didapatkan dari pengukuran engineering properties tanah berupa Triaxial Test dan Direct Shear Test.
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
12
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
(c) c. Kohesi Kohesi merupakan gaya tarik menarik antar partikel tanah. Bersamaan dengan
sudut geser dalam, kohesi merupakan parameter kuat geser tanah yang
menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang bekerja pada tanah dalam hal ini berupa gerakan lateral tanah. Deformasi ini terjadi
akibat kombinasi keadaan kritis pada tegangan normal dan tegangan geser yang
tidak sesuai dengan faktor aman dari yang direncanakan. Nilai ini didapat dari
pengujian Triaxial Test dan Direct Shear Test. 2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro Berdasarkan output yang dihasilkan, pembangkit listrik tenaga air dibedakan atas: 1. Large-hydro : > 100 MW; 2. Medium-hydro : 15
100 MW;
3. Small-hydro : 100 kW < P < 1 MW; 4. Micro-hydro : 5 kW
100 kW;
5. Pico-hydro : 5 kW. Pembangkit tenaga air adalah suatu bentuk perubahan tenaga dari tenaga air dengan ketinggian dan debit tertentu menjadi tenaga listrik, dengan menggunakan turbin air dan generator (Rakhman,2013). Daya (power) yang dihasilkan dapat dihitung berdasarkan rumus berikut:
(2.2)
Dimana :
P
= daya keluaran secara teoritis (watt),
= massa jenis fluida (kg/m3),
Q
= debit air (m3/s),
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
13
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
h
= ketinggian efektif (m),
g
= gaya gravitasi = 9,81 (m/s2).
Daya yang keluar dari generator dapat diperoleh dari perkalian efisiensi
turbin dan generator dengan daya yang keluar secara teoritis. Sebagaimana dapat dipahami dari rumus di atas, daya yang dihasilkan adalah hasil kali dari tinggi
jatuh dan debit air. Oleh karena itu berhasilnya pembangkitan tenaga air
tergantung daripada usaha untuk mendapatkan tinggi jatuh air dan debit yang besar secara efektif dan ekonomis. PLTA terdiri dari berbagai macam komponen yang secara umum terdiri dari bendungan dan intake, saluran pembawa (head race), pipa pesat, pintu saluran pembuangan, kolam penenang, pintu pengatur, rumah pembangkit (power house), saluran buang, dan turbin air.
2.3 Lereng Suatu permukaan yang menghubungkan permukaan tanah yang lebih tinggi ke permukaan yang lebih rendah disebut lereng (Sunggono, 1982). Jika terdapat dua permukaan tanah yang berbeda ketinggiannya, maka akan ada gaya-gaya yang bekerja mendorong sehingga tanah yang lebih tinggi kedudukannya cenderung bergerak ke bawah. Disamping gaya yang mendorong ke bawah terdapat pula gaya-gaya dalam tanah yang bekerja menahan/melawan sehingga kedudukan tanah tersebut tetap stabil. Gaya-gaya pendorong berupa gaya berat, dan gaya tiris/muatan. Gayagaya inilah yang dapat menyebabkan kelongsoran. Gaya-gaya penahan berupa gaya gesekan/geseran, lekatan (dari kohesi), dan kekuatan geser tanah. Kondisi curah hujan yang tinggi menjadi salah satu penyebab kelongsoran karena terjadinya peningkatan derajat kejenuhan tanah dapat mengakibatkan meningkatnya tegangan air pori tanah sehingga tegangan efektif tanah berkurang dan kuat geser tanah juga berkurang. Disamping itu kondisi tanah dasar yang
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
14
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
lunak serta kemiringan lereng yang cukup curam juga dapat menjadi penyebab lain terjadinya kelongsoran (Dharmawansyah, no date). Lereng dapat digolongkan menjadi dua tipe, yaitu lereng dengan tinggi
terbatas (finite slope) dan lereng dengan tinggi tidak terbatas (unfinite slope).
(a)
(b)
Gambar 2.1 Tipe lereng (a) Lereng dengan tinggi terbatas (b) Lereng dengan tinggi tak terbatas
Lereng dengan tinggi terbatas adalah apabila harga Hcr mendekati tinggi lereng (Das, 1985). Analisa terhadap lereng dengan tinggi terbatas yang berada pada tanah yang homogen, dilakukan dengan asumsi bidang longsor terjadi pada permukaan bidang yang lengkung. Sedangkan lereng dengan tinggi tak terbatas/ lereng menerus diasumsikan bahwa permukaan kelongsoran potensial adalah sejajar dengan permukaan lereng dengan kedalaman yang dangkal bila dibandingkan dengan panjang lereng. Lereng tersebut dianggap memiliki panjang tak terhingga dengan mengabaikan pengaruh ujungnya (Craig, 1987).
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
15
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2.4 Kelongsoran
Gerakan tanah merupakan proses perpindahan massa tanah atau batuan
dengan arah tegak, mendatar, atau miring terhadap kedudukan semula karena pengaruh air, gravitasi, dan beban luar. Untuk mempermudah pengenalan tipe gerak
tanah
dan
membantu
dalam
menentukan
penyebab
serta
cara
penanggulangannya maka perlu adanya pengklasifikasian tanah berdasar material bergerak, jenis gerakan, dan mekanismenya. Adapun macam-macam yang
gerakan tanah akan dijelaskan sebagai berikut. Tanah longsor bergerak pada suatu bidang tertentu. Bidang ini disebut bidang gelincir (slip surface) atau bidang geser (shear surface). Berdasarkan sifat bergeraknya, kelongsoran tanah dibagi menjadi: 1. Kelongsoran Rotasi (Rotational Slide) Pada kelongsoran rotasi (rotational slide), bentuk bidang gelincirnya sering mendekati busur lingkaran seperti terlihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Kelongsoran rotasi (rotational slide) Sumber: Kusuma, 2013
2. Kelongsoran Translasi (Translation Slide) Kelongsoran translasi (translation slide) terjadi bila bidang gelincirnya dipengaruhi oleh adanya kekuatan geser yang berbeda pada lapisan tanah yang
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
16
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
berbatasan, terlihat pada Gambar 2.3. Kelongsoran translasi cenderung terjadi bila lapisan tanah yang berbatasan terletak pada kedalaman yang relatif
dangkal di bawah permukaan lereng, dimana bidang gelincirnya akan berbentuk bidang yang hampir sejajar dengan kemiringan lereng.
Gambar 2.3 Kelongsoran translasi (translation slide) Sumber: Kusuma, 2013
2.5 Pekerjaan Penanggulangan Kelongsoran Pekerjaan penanggulangan longsoran meliputi pekerjaan pengendalian (control works) dan pekerjaan penambatan (restraint work). Adapun pekerjaan pengendalian ini dimaksudkan untuk mengurangi resiko terjadinya kelongsoran dengan cara mengubah kondisi alam atau geometri atau keadaan air di bawah permukaan seperti: 1. Pengendalian air permukaan (surface water drainage) dengan acara perencanaan tata saluran permukaan, penanaman vegetasi, perbaikan permukaan lereng dan menutup rekahan. 2. Pengendalian air rembesan (ground water drainage) dengan saluran terbuka, pengalir tegak (vertical drain), pengalir datar (horizontal drain), pengalir parit pencegat (interceptor drain). 3. Pekerjaan peningkatan counter weight.
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
17
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Sedangkan pekerjaan penambatan dilaksanakan dengan membangun
yang mampu menjaga kestabilan massa tanah/batuan, seperti: konstruksi
1. Penambatan tanah dengan membangun dinding penahan tanah (retaining wall), bronjong, sumuran, atau tiang pancang.
2. Penambatan batuan dengan tumpuan beton, batu batuan (rock bolt), pengikat beton, jangkar kabel (rock anchor) jala kawat, dan beton semprot (shorcrete).
Jika kondisi penanggulangan di atas tidak efektif dan efisien untk dilaksanakan maka dapat diambil alternatif lainnya yang lebih baik seperti penggunaan bahan ringan, penggantian material, maupun relokasi.
2.6 Analisis Stabilitas Lereng Pada prinsipnya, cara yang dipakai untuk menjadikan lereng supaya lebih aman dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu: a. Memperkecil gaya penggerak atau momen penggerak Gaya atau momen penggerak dapat diperkecil hanya dengan cara merubah bentuk lereng. Untuk itu ada dua cara, dengan membuat lereng lebih datar, yaitu mengurangi sudut kemiringan dan dengan memperkecil ketinggian lereng.
b. Memperbesar gaya melawan atau momen melawan Gaya melawan atau momen melawan dapat ditambah dengan beberapa cara, yang paling sering dipakai ialah dengan memakai counter weight, yaitu tanah timbunan pada kaki lereng, dengan mengurangi tegangan air pori dalam lereng, dengan cara mekanis, yaitu dengan memasang tiang, dengan membuat dinding penahan, atau dengan cara injeksi.
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
18
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Stabilitas lereng (slope stability) sangat dipengaruhi oleh kekuatan geser
tanah untuk menentukan kemampuan tanah menahan tekanan tanpa mengalami
keruntuhan. Dalam praktek, analisis stabilitas lereng didasarkan pada konsep
keseimbangan batas plastis (limit plastic equilibrium). Adapun maksud analisis
stabilitas adalah untuk menentukan faktor aman dari bidang longsor yang
potensial. Dalam tugas akhir ini, dasar-dasar teori yang dipakai untuk
menyelesaikan masalah tentang stabilitas lereng menggunakan teori metode irisan (method of slide) dengan metode Bishop.
2.6.1
Angka Keamanan (Safety Factor)
Mengingat lereng terbentuk oleh banyaknya variabel dan banyaknya faktor ketidakpastian antara lain parameter-parameter tanah seperti kuat geser tanah dan kondisi
tekanan
air
pori
maka
dalam
menganalisis
selalu
dilakukan
penyederhanaan dengan berbagai asumsi. Secara teoritis massa yang bergerak dapat dihentikan dengan meningkatkan kekuatan gesernya. Analisis stabilitas lereng pada dasarnya dapat ditinjau sebagai mekanisme gerak suatu benda yang terletak pada bidang miring. Benda akan tetap pada posisinya jika gaya penahan R yang terbentuk oleh gaya geser antara benda dan permukaan lereng lebih besar dibandingkan dengan gaya gelincir T dari benda akibat gaya gravitasi. Sebaliknya benda akan tergelincir jika gaya penahan R lebih kecil dibandingkan dengan gaya gelincir T. Gaya-gaya tersebut secara skematik terlihat pada Gambar 2.4 (pada halaman berikutnya).
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
19
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Gambar 2.4 Keseimbangan benda pada bidang miring
Sumber :PPT Stabilitas Lereng, (Suyono,2010)
Secara matematis stabilitas lereng dapat diformulasikan sebagai:
(2.3)
dimana : FS = faktor keamanan,
f = tahanan geser tanah, d = tegangan geser kerja,
Jika: FS < 1, lereng tidak stabil; FS = 1, lereng dalam keadaan kritis artinya dengan sedikit gangguan atau tambahan momen penggerak maka lereng menjadi tidak stabil; FS > 1, lereng stabil.
Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan kriteria faktor keamanan adalah resiko yang dihadapi, kondisi beban, dan parameter yang digunakan dalam melakukan analisis stabilitas lereng. Resiko yang dihadapi dibagi menjadi tiga yaitu: tinggi, menengah, dan rendah. Tugas seorang engineer meneliti stabilitas lereng untuk menentukan faktor keamanannya.
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
20
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Kekuatan geser satu lahan terdiri dari dua komponen, friksi dan kohesi,
dan dapat ditulis,
f
(2.4)
dimana:
c
= kohesi tanah penahan,
= sudut geser penahan,
= tegangan normal rata-rata pada permukaan bidang longsor,
atau dapat ditulis,
d = cd d
(2.5)
Dimana cd d sudut geser yang bekerja sepanjang bidang longsor. Dengan mensubstitusikan Persamaan 2.3 dan Persamaan 2.4 ke dalam Persamaan 2.2 sehingga didapatkan persamaan yang baru,
(2.6)
sehingga dapat diketahui beberapa parameter lain yang mempengaruhi angka keamanan, yaitu angka keamanan terhadap kohesi, Fcr, dan angka keamanan terhadap sudut geser F. Dengan demikian Fc dan F dapat didefinisikan sebagai : Fc =
(2.7)
(2.8)
dan
Bilamana Persamaan 2.7, 2.8, dan 2.9 dibandingkan, maka Fc menjadi sama dengan F harga tersebut memberikan angka keamanan terhadap kekuatan tanah. Atau jika :
dapat dituliskan: FS
(2.9)
Biasanya 1,25 untuk angka keamanan terhadap kekuatan geser yang dapat diterima untuk merencanakan suatu stabilitas lereng (SKBI-2.3.06,1987).
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
21
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Metode Bishop 2.6.2
Pada umumnya analisis stabilitas lereng dapat dibagi menjadi dua
kelompok besar yaitu prosedur massa (mass procedure) dan metode irisan (method of slice). Pada analisis Tugas Akhir ini digunakan analisis stabilitas lereng dengan metode irisan (method of slice).
Metode irisan yaitu tanah yang ada di atas bidang gelincir dibagi menjadi
beberapa irisan-irisan paralel tegak. Stabilitas dari tiap-tiap irisan dihitung secara terpisah. Metode ini lebih teliti karena tanah yang tidak homogen dapat juga dimasukkan dalam perhitungan (Das, 1985). Analisis stabilitas dengan menggunakan metode irisan dapat dijelaskan dengan Gambar 2.5, dimana busur AC adalah sebuah lengkungan dari lingkaran yang menunjukkan permukaan bidang longsor. Tanah yang berada di atas bidang longsor dibagi menjadi beberapa irisan tegak. Lebar dari setiap irisan tidak harus sama. Dengan meninjau satu satuan tebal tegak lurus irisan melintang lereng seperti Gambar 2.6, gaya-gaya yang bekerja pada irisan tertentu (irisan no.n) ditunjukkan pada Gambar 2.6. Wn adalah berat irisan. Gaya-gaya Nr dan Tr adalah komponen tegak dan sejajar dari reaksi R. Pn dan Pn+1 dan juga garisgaris kerjanya segaris (Das, 1985).
Gambar 2.5 Permukaan bidang yang dicoba
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
22
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Sumber : Das,1985
Gambar 2.6 Gaya yang bekerja pada irisan nomor n Sumber: Das,1985
Untuk pengamatan kesetimbangan
(2.10)
dimana: Wn = berat tanah pada irisan nomor n,
,
= sudut pada irisan nomor n.
Gaya geser perlawanan dapat ditunjukkan dengan
!
(2.11)
dimana: Tr = gaya tangensial reaksi,
= tegangan geser kerja.
"#$%&$%& &'()%*+ , -%.% /#(0%maan 2.9 sama dengan, 12 65 7895 345 345
(2.12)
Untuk keseimbangan blok percobaan ABC, momen gaya dorong terhadap titik P adalah sama dengan momen gaya perlawanan terhadap titik P, atau
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
23
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
atau
!
%* % "#$% & '% (% ) %* % '% (%
(2.13)
"- ) Catatan : +, dalam Persamaan 2.11 sama dengan , dengan bn =lebar ./0
potongan nomor n.
12342 5n adalah positif jika lereng bidang longsor yang merupakan sisi
bawah dari irisan. Berada pada kuadran yang sama dengan lereng muka tanah yang merupakan sisi atas dari irisan. Untuk mendapatkan angka keamanan yang minimum yaitu angka keamanan untuk lingkaran kritis, beberapa percobaan dibuat dengan cara mengubah letak pusat lingkaran yang dicoba. Metode ini umumnya dikenal sebagai Metode Irisan Sederhana (Ordinary Method of Slice) (Das, 1985). Prosedur umum dari analisis stabilitas tanah adalah sama. Tetapi ada beberapa hal yang perlu diingat. Selama menggunakan Persamaan 2.11 untuk menghitung angka keamanan, harga-62342 7 829 : ;<82= 2=29 >2?2 @9;@= >A?@2 potongan (Das, 1985). Pada tahun 1955, Bishop memperkenalkan suatu penyelesaian yang lebih teliti dari pada metode irisan. Dalam metode Bishop ini, pengaruh gaya-gaya pada sisi tepi tiap irisan diperhitungkan. Gaya-gaya yang bekerja pada irisan nomor n, yang ditunjukkan dalam Gambar 2.5. Misalkan B C B& DB E F C F& DFG juga dapat dituliskan (Das, 1985): #$% HI JI KLM NO P QO DR JI S V TU TU
(2.14)
Gambar 2.8b menunjukkan adanya poligon gaya untuk keseimbangan dari irisan nomor n. Dijumlahkan gaya dalam arah vertikal. \ #$% WI DH JI XY Z [ ] ^ Z TU TU
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
24
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
atau
(2.15)
Untuk keseimbangan blok ABC (Gambar 2.8), mengambil momen
terhadap P
"# "# "$ "$ !
(2.16)
Gambar 2.7 Analisis stabilitas dengan metode irisan untuk tanah berlapis
(a)
(b)
Gambar 2.8 Sudut gaya pada suatu elemen menurut Bishop
dengan
! %$ &' ( ) *+ ,-./
%$ &' ./ ( *+ ,
(2.16)
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
25
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dengan memasukkan Persamaan 2.14 ke dalam Persamaan 2.16,
didapatkan:
(2.17)
dimana :
FS = faktor keamanan,
! "#$# %#&"& # '#(# ) #&*
bn = lebar irisan potongan nomor n. dengan
+ ,- . /
0 12
(2.18)
34567 894:9;9<=>4>>4? @AB> 7A5> C94D6C8>C>7>4 EF G H? C>7> Persamaan 2.17 berubah menjadi:
(2.19)
Perhatikan bahwa FS muncul pada kedua sisi dari Persamaan 2.17. Oleh karena itu, cara coba-coba perlu dilakukan untuk mendapatkan harga FS. Gambar 2.9 (pada halaman berikutnya) menunjukkan variasi dari mIJKL ;94D>4 M5>4 NOP QR untuk bermacam-C>S>C =>
Tn. Seperti pada metode irisan sederhana, beberapa bidang longsor harus diselidiki untuk mendapatkan bidang longsor yang paling kritis yang akan memberikan angka keamanan minimum. Metode Bishop ini mungkin merupakan metode yang paling banyak digunakan. Bila kita menerapkannya dengan program komputer, maka metode ini akan memberikan hasil yang memuaskan dalam banyak masalah.
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
26
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Gambar 2.9 Variasi m s n Sumber : Das, 1985
2.7 Analisis Stabilitas Lereng dengan Bantuan Slope/W Slope/W ini berbasis pada sistem operasi Windows, sehingga dalam pengoperasiannya cukup mudah dan user friendly. Slope/W
terdiri dari tiga
bagian program utama, yakni: input (define), kalkulasi (solve), dan output (contour). Sebelum memulai penggunaan software ini pengguna disarankan untuk membuat sketsa terlebih dahulu, yang berisi geometri penampang lereng yang akan dianalisis, kondisi pelapisan serta parameter tanah dari masing-masing lapisan, kondisi permukaan air tanah (jika ada), dan beban-beban luar yang
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
27
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
bekerja pada penampang lereng. Setelah input sesuai sketsa dimasukkan dengan benar selanjutnya kita jalankan program kalkulasi. Komputer membutuhkan
beberapa saat untuk menyelesaikan perhitungan, dan apabila perhitungan selesai pengguna bisa melihat seluruh hasil perhitungan (berupa angka dan grafis).
Langlah-langkah dalam melakukan perhitungan dengan Slope/W:
1. Menentukan ukuran halaman (page), skala (scale), grid dan diagram kartesius (axes), semua perintah terdapat pada toolbar Set (lihat Gambar 2.10).
(a)
(b)
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
28
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
(c)
(d) Gambar 2.10 Tampilan berbagai menu pada toolbar Set: (a) Page ; (b) Scale ; (c) Grid ; dan (d) Axes
2. Membuat pemodelan sketsa lereng yang akan dihitung dengan menggunakan perintah Line pada toolbar Sketch (lihat gambar 2.11).
Gambar 2.11 Perintah Line pada toolbar Sketch
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
29
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
region masing-masing lapisan lereng dengan menggunakan perintah 3. Membuat Region pada toolbar Draw (lihat gambar 2.12).
Gambar 2.12 Region
4. Menentukan propeti-properti tanah (soil properties) untuk perhitungan, semua perintah perdapat pada toolbar KeyIn (lihat gambar 2.13 pada halaman berikutnya).
Gambar 2.13 Pendefinisian properties material lapisan tanah
5. Menentukan titik pusat longsor (grid) dalam bentuk matriks dan jari-jari kelongsoran (radius) dengan perintah pada toolbar KeyIn. Ikon grid,
,
pada
tollbars Define. Seperti gambar di bawah ini.
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
30
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Gambar 2.14 Tollbars Define
6. Menentukan ketetapan-ketetapan dalam melakukan analisa dengan perintah Analysis Settings pada toolbar KeyIn (lihat gambar 2.15).
Gambar 2.15 Analysis Settings
7. Melakukan verifikasi terhadap gambar lereng dan parameter lainnya dengan perintah verify pada toolbar Tools. 8. Memulai perhitungan dengan perintah solve pada toolbar Tools. ikon SOLVE,
, pada toolbar DEFINE. Seperti gambar di bawah ini.
Gambar 2.16 Tampilan pada saat akan running solve
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
31
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
kontur pada matriks titik acuan dimana nilai konstur tersebut adalah 9. Melihat pemetaan nilai-nilai faktor keamanan pada lereng dengan perintah countour
pada toolbar Tools. Untuk melihat hasil dari kasus yang dianalisis, klik pada ikon CONTOUR,
, yang berada pada toolbar DEFINE
Gambar 2.17 Tampilan pada saat melihat countour
Untuk perhitungan dengan
Slope/W ini penulis melakukan beberapa
percobaan dengan merubah grid atau titik pusat longsor untuk mencari gambaran kelongsoran yang paling kritis dari lereng yang dimodelkan.
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
32
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2.8 Pondasi
Pondasi adalah suatu konstruksi bagian dasar bangunan yang berfungsi sebagai penerus beban dari struktur atas ke lapisan tanah di bawahnya yang diharapkan bisa menghindari terjadinya: a. Keruntuhan geser;
b. Penurunan yang berlebihan. Berdasarkan kondisi pelapisan tanah dimana pondasi bertumpu serta besar beban bangunan struktur atas, pondasi bisa dibagi dalm 2 jenis, yaitu: 1. lapisan tanah keras dangkal a. pondasi tapak (segi empat, lingkaran), b. pondasi menerus, c. pondasi rakit (mat foundation). 2. a. pondasi tiang pancang, b. pondasi sumuran (dengan dan tanpa casing), c. pondasi caisson. Di dalam pekerjaan perencanaan suatu fondasi terdapat 2 kriteria yang tidak bisa diabaikan, yakni: a. Daya dukung sistem pondasi (qult) harus lebih besar daripada tegangan kontak yang terjadi akibat beban. b. Penurunan pondasi akibat beban harus lebih kecil daripada penurunan yang diijinkan. Hal-hal yang berpengaruh terhadap daya dukung dan penurunan sistem pondasi, yaitu: a. kondisi pelapisan tanah dasar dimana pondasi bertumpu, b. beban struktur atas yang bekerja pada pondasi, c. pondasi : bentuk, dimensi, elevasi.
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
33
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Pondasi Tiang Pancang 2.8.1
Pondasi tiang pancang adalah bagian dari sturktur yang digunakan untuk
menerima dan mentransfer (menyalurkan) beban dari struktur atas ke tanah penunjang yang terletak pada kedalaman tertentu. Bahan utama dari tiang adalah kayu, bata (steel), dan beton.
Pondasi tiang pancang menurut pemasangannya dibagi menjadi dua bagian
besar, yaitu: a. Tiang pancang pracetak Tiang pancang pracetak adalah tiang pancang yang dicetak dan dicor di dalam acuan beton (bekisting), kemudian setelah cukup kuat lalu diangkat dan dipancangkan. Tiang pancang pracetak ini menurut cara pemasangannya terdiri dari:
1. Cara penumbukan Dimana tiang pancang tersebut dipancangkan ke dalam tanah dengan cara penumbukan oleh alat penumbuk (hammer). 2. Cara penggetaran Dimana tiang pancang tersebut dipancangkan ke dalam tanah dengan cara penggetaran oleh alat penggetar (vibrator). 3. Cara penanaman Dimana permukaan tanah dilubangi terlebih dahulu sampai kedalaman tertentu, lalu tiang pancang dimasukkan, kemudian lubang tadi ditimbun lagi dengan tanah. Cara penanaman ini ada beberapa metode yang digunakan: i. Cara pengeboran sebelumnya, yaitu dengan cara mengebor tanah sebelumnya lalu tiang dimasukkan kedalamnya dan ditimbun kembali. ii. Cara pengeboran inti, yaitu tiang ditanamkan dengan mengeluarkan tanah dari bagian dalam tiang.
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
34
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
iii. Cara pemasangan dengan tekanan, yaitu tiang dipancangkan ke dalam
tanah dengan memberikan tekanan pada tiang.
iv. Cara pemancaran, yaitu pondasi diganggu dengan semburan air yang keluar dari ujung serta keliling tiang, sehingga tidak dapat dipancangkan
ke dalam tanah.
b. Tiang yang dicor di tempat (cast in place pile)
Tiang yang dicor di tempat (cast in place pile) ini menurut teknik
penggaliannya terdiri dari: 1. Cara penetrasi alas 2. Cara penggalian
2.8.2 Reaksi Tanah terhadap Beban
Jika pondasi tiang dikenakan beban luar, maka reaksi terhadap beban ini tergantung dari besar, arah dan jenis beban. Berikut adalah gambar arah gaya yang bekerja pada tiang. 1. Gaya Vertikal ke bawah
Gambar 2.17 Gaya vertikal ke bawah
2. Gaya Vertikal ke atas
Gambar 2.18 Gaya vertikal ke atas
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
35
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
3. Gaya Horizontal
4. Momen
Gambar 2.19 Gaya horizontal
Gambar 2.20 Momen
5. Kombinasi Gaya Vertikal, Horizontal, dan Momen
Gambar 2.21 Kombinasi gaya vertikal, horizontal, dan momen
2.8.3 Daya Dukung Tiang Tipe tiang berdasarkan daya dukung dibedakan berdasarkan: 1. Tiang pancang yang dipancang masuk sampai lapisan tanah keras, sehingga daya dukung tanahuntuk pondasi ini lebih ditekankan untuk tahanan ujungnya. Tiang pancang tipe ini disebut end bearing piles atau point bearing piles. Yang perlu diperhatikan pada tiang tipe ini adalah, bahwa ujung tiang harus terletak pada lapisan tanah keras. 2. Apabila tiang tidak mencapai lapisan tanah keras, maka untuk menahan beban yang diterima tiang, mobilisasi tahan sebagian besar ditimbulkan oleh gesekan tiang dengan tanah (skin friction). Tiang pancang seperti ini disebut friction piles.
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
36
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Daya dukung tiang (DDT) dibedakan atas:
a. Daya dukung Ujung;
b. Daya dukung Friksi/ geser.
Seperti yang ditunjukan pada gambar di halaman selanjutnya.
(a)
(b)
Gambar 2.22 Jenis tiang berdasarkan letak ujungnya (a) End Bearing Pile; (b) Frition Pile.
Perhitungan daya dukung tiang tunggal didasarkan pada tingkat penyelesaian pekerjaan apakah tahap desain, pelaksanaan atau sudah terpasang. Berikut ini adalah tabel yang menjelaskan hubungan perencanaan pondasi.
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
37
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Tabel 2.1 Hubungan tahapan, metode, dan data yang diperlukan
Tahapan
Metode
Data yang diperlukan Salah satu dari data :
Desain
Statik
b. NSPT c. Data sondir (qc dan JHP)
Data pemancangan : Pelaksanaan
c. Berat pemukul
(Khusus untuk tiang Dinamik
d. Tinggi jatuh pemukul
pancang)
e. Jenis alat f.
Sudah terpasang
Tes
beban
Penurunan/pukulan
(Loading Penurunan vs beban
Test) Sumber : Hendry, 2012
1. Metode Statik Salah satu cara yang dipakai untuk menghitung daya dukung pondasi tiang adalah metode statik dimana pondasi masih dalam taraf perencanaan. Akurasi hasil perhitungan daya dukung masih sangat kasar karena tergantung dari tingkat akurasi data tanah yang sering kali berbeda dengan kondisi aktual. Formula metode ini tergantung dari data tanah yang tersedia seperti yang akan dibahas sebagai berikut.
a. Dari Data Tes Laboratorium
Daya dukung tiang tunggal dapat diestimasi dari data tanah hasil tes laboratorium mekanika tanah. Percobaan ini minimal terdiri dari : 1. Percobaan Triaxial / Geser Langsung ( c , ); 2. Percobaan Berat Isi ( ).
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
38
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Daya dukung sebuah tiang adalah terdiri dari 2 komponen yaitu komponen
resistance dan point bearing. skin
Qu = Qe + Qs
Qa =
(2.32)
(2.33)
dimana :
Qu = daya dukung tiang ultimate (maksimum), Qe = daya dukung ujung tiang, Qs = daya dukung friksi, Qall = daya dukung ijin, SF = faktor keamanan. Selanjutnya masing-masing komponen dapat dijabarkan dengan parameter kontrol sebagai berikut : Qe
(2.34)
dimana : Ab
= Luas dasar fondasi (m²),
C
= kohesi tanah ( kg/m²),
q
= Tekanan tanah efektif ( effective ovrburded pressure) = , dimana h= tebal lapisan tanah,
B
= Diameter tiang (m),
Nc, Nq dan Ny = bearing capacity factor. Sedangkan untuk komponen Qs dapat dihitung sebagai berikut:
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
39
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Qs
(2.35)
dimana :
As
= keliling x panjang tiang ( D. L ),
= luas bidang kontak antara tanah dan tiang [m²],
= faktor adhesi yang besarnya 0,35 0,40, Untuk tiang bor (bored Pile) faktor ini harus direduksi sebesar 20 -30% (menurut Skemton, 1959),
c
= kohesi tanah,
K
= koefisien tekanan tanah lateral, = 1- ,
= berat volume tanah efektif,
sat w,
= sudut gesekan efektif antara tiang denan tanah (lihat Tabel 2.2 pada halaman 42 ),
!
pelaksanaannya). Daya dukung tiang juga dipengaruhi oleh metoda pelaksanaan yang dipakai dan berikut adalah faktor koreksinya. a. Tiang Bor Cor di Tempat
" 1 harus direduksi sebesar 20 - #$% 1 harus dikalikan 0,7 0,8. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kadar air tanah disekitar tiang akibat air pada waktu pemboran dan air beton yang dicor.
& ' ( '
# ) '
-mula sebelum pelaksanaan pemboran dimulai.
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
40
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Pancang b. Tiang Untuk tiang pancang terjadi peningkatan kepadatan tanah disekitar tiang.
Kishida memberikan koreksi terhadap sudut geser sebagai berikut :
(2.36)
faktor adhesi, belum ada penjelasan secara kuantitatif mengenai Untuk tambahan koreksinya, sehingga faktor koreksi = 1
Perhitungan daya dukung tiang tunggal selanjutnya dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Terzaghi, Meyerhof, dan Tomlinson.
2. Metode Dinamik Metode ini hanya dipakai untuk pondasi tiang pancang, karena antara energi yang ditransfer oleh pemukul (hammer) ke pondasi dengan daya dukung pondasi dapat dibuat korelasinya.
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
41
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Tabel 2.2
Material Jenis
Jenis Tanah
35 Batuan
29 31
Kerikil, Pasir karas
Pasir Sedang, lempung
kerikil
bercampur
lanau/
24 29
Beton Cor atau pas. Pasir Halus, Pasir Sedang/kasar bercampur 19 24 Batu Kali lempung/lanau Lanau berpasir Lempung keras Lempung Medium, lempung berlana
Kerikil-kerikil bercampur pasir Pasir, Pasir bercampur lanau dan kerikil Beton Pracetak Pasir Berlanau
17 19 22 26 17 19 22 26
17 22 17
Lanau berpasir 14 Kerikil, kerikil berpasir Pasir, Campuran Pasir-kerikil-lanau Baja
Pasir berlanau, Campuran Kerikil- pasir-lanaulempung Lanau Berpasir
Kayu
22 17
14 11 14 16
Tanah Sumber : Hendry, 2012
! " #! $% &'()$!* +,(! - . / (% 0 . /
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
42
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2.8.4 Daya Dukung Tiang Gabungan (Pile Group) 1. Penentuan Awal Jumlah Tiang
Pada umumnya, untuk meneruskan beban di atas pondasi ke bawahnya,
pondasi tiang digunakan dalam bentuk kelompok (grup). Masing-masing tiang
dalam grupnya selanjutnya diikat bagian atasnya dengan kepala tiang (pile cap/poor).
Daya dukung grup tiang secara keseluruhan sangat tergantung dari jarak anat tiang (s). Secara praktis jarak antar tiang dalam grup minimum adalah 2,5d (d=diameter tiang), tetapi secara umum jarak ini dibuat antara 3 sampai 3,5 kali diameter tiang. a. friction pile
smin = 3d
b. end bearing pile
smin = 2,5d
2. Konfigurasi Tiang Untuk jumlah tiang tertentu dalam satu kelompok untuk mendukung sebuah kolom, maka susunan tiang dapat ditetapkan sebagai berikut : (s > 2,5 d)
Gambar 2.23 Susunan tiang dalam pile group
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
43
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
dan Daya Dukung Pile Group 3. Efisiensi
Apabila jarak antar tiang dalam satu grup tidak memenuhi jarak minimum
yang disyaratkan, maka daya dukung grup tiang tidak akan sama dengan daya
dukung satu tiang dikalikan dengan jumlah tiang dalam grup tersebut, melainkan ada satu faktor pengali yang besarnya kurang dari satu dan biasa disebut dengan
efisiensi grup tiang. Dengan demikian daya dukung total grup ting bisa dituliskan:
(2.37)
dimana: Qug
= daya dukung grup tiang,
Qut
= daya dukung tiang tunggal,
n
= jumlah tiang dalam grup,
Eg
.
Untuk menghitung efisiensi grup tiang, dapat digunakan persamaan Labarre berikut ini:
!"## dimana:
(2.38)
' )*+, (
Q
= $%&
d
= diameter tiang (m),
s
= jarak antar as tiang (m),
n
= jumlah tiang dalam baris,
m
= jumlah baris.
2.9 Tiang dengan Beban Lateral Beban lateral dan momen dapat bekerja pada pondasi tiang akibat gaya gempa, gaya angin pada struktur atas, beban statik seperti misalnya tekanan aktif tanah pada abutment jembatan atau soldier piles, dll. Dalam analisis kondisi
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
44
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
kepala tiang dibedakan menjadi kepala tiang bebas (free head) dan kepala tiang terjepit (fixed head atau restrained).
Beban lateral yang diijinkan pada pondasi tiang diperoleh berdasarkan salah satu dari dua kriteria berikut:
1. Beban lateral ditentukan berdasarka defleksi minimum yang diijinkan.
2. Beban lateral yang diijinkan sama dengan saya dukung lateral dibagi dengan
angka keamanan.
2.9.1 Penentuan Kriteria Tiang Pendek dan Tiang Panjang Dalam perhitungan pondasi tiang yang menerima beban lateral, disamping kondisi kepala tiang umunya tiang juga perlu dibedakan berdasarkan perilakunya sebagai pondasi tiang pendek (tiang kaku) dan pondasi tiang panjang (tiang elastis). Pada tanah lempung teguh yang terkonsolidasi secara berlebih, modulus subgrade tanah (coefficient of horizontal subgrade reaction atau ks) umumnya diasumsikan konstan terhadap kedalaman tanah. Dalam hal ini digunakan faktor kekakuan R untuk menentukan perilaku tiang sebagai berikut:
(2.39)
dimana : E
= modulus elastisitas tiang (ton/m2),
I
= momen inersia tiang (m4),
K
= ,
ks
= modulus of subgrade reaction tanah dalam arah horizontal (ton/m3),
B
= diameter atau sisi tiang (m),
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
45
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Tabel 2.3 Hubungan ks dengan Cu pada tanah OC
Consistency Cu
Stiff
Very Stiff
Hard
kN/m2
100-200
200-400
>400
ks
MN/m3
18-36
36-72
>72
Recommended ks
27
54
>108
Pada lempung lunak yang terkonsolidasi normal dan tanah berbutir kasar,
nilai modulus subgrade tanah umumnya meningkat secara linear terhadap
kedalaman, sehingga digunakan kriteria lain, yaitu faktor kekakuan T sebagai berikut:
(2.40)
h
Tabel 2.4 h pada tanah nonkohesif dalam [MN/m3]
Relative Density
Loose
Med.Dense
Dense
Tanah Kering/lembab
2,5
7,5
20
Tanah Jenuh
1,4
5
12
Untuk menentukan apakah tiang yang dibebani secara lateral sebagai tiang pendek (kaku) atau tiang panjang (elastis) bisa dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 2.5 Kriteria tiang panjang atau pendek
Faktor Kekakuan
Jenis Tiang Pendek (Kaku) Panjang (Elastis)
Tanah NC
Tanah OC
!" $%"
!# $&'(#
2.9.2 Metode Perhitngan Daya Dukung Lateral Dalam menghitung daya dukung lateral pondasi tiang dapat digunakan beberapa metode, yaitu: 1. Metode Reese-Matlock
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
46
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Brinch Hansen 2. Metode
Metode Brinch Hansen ini cukup praktis dan hanya dipakai untuk
menghitung daya dukung pondasi tiang pendek (kaku). 3. Metode Broms
Metode ini bisa dipakai untuk menghitung daya dukung tiang dengan
beban lateral baik pada tiang pendek (kaku) maupun tiang panjang (lentur).
Meskipun demikian metode Broms hanya dipakai untuk menghitung daya dukung
a. Kondisi Tiang Pendek i) Kepala Tiang Bebas (Free Head) Broms mengambil penyederhanaan dengan menganggap bahwa tekanan tanah mencapai nilai ultimitnya di seluruh kedalaman tiang. Rahardjo dan Anjasmara (1993) telah menunjukkan bahwa asumsi ini dapat memberikan estimasi yang terlalu tinggi dalam daya dukung tiang lateral ultimit, khususnya pada tanah dengan konsistensi sangat teguh atau very stiff. Pola keruntuhan yang mungkin terjadi dan distribusi dari tahanan ultimit tanah ditunjukkan oleh Gambar 2.24.
Gambar 2.24 (a) Pola keruntuhan dan reaksi tanah juga momen lentur tiang pendek kepala tiang bebas pada tanah non-kohesif
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
47
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Sumber:Broms,1964
Gambar 2.24 (b) Reaksi tanah dan momen lentur tiang pendek kepala tiang bebas pada tanah kohesif
Sumber: Broms, 1964
Pada tanah butir kasar atau pasiran, titik rotasi diasumsikan berada dekat ujung tiang sehingga tegangan yang cukup besar bekerja di dekat ujung seperti Gambar 2.24 dapat diganti dengan sebuah gaya terpusat. Dengan mengambil momen terhadap kaki tiang diperoleh:
(2.41)
Momen maksimum diperoleh pada kedalaman x0, dimana:
(2.42)
Hubungan di atas dapat dinyatakan dalam bentuk diagram yang menggunakan suku tak berdimensi dari L/B terhadap nilai ! "# $ % seperti ditunjukkan Gambar 2.25(a).
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
48
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Gambar 2.25(a) Kapasitas lateral ultimit untuk tiang pendek pada tanah non-kohesif Sumber: Broms, 1964
Pada tanah kohesif, momen maksimum diberikan untuk dua rentang kedalaman, yaitu: untuk 1,5B + x0
(2.43)
untuk L x0
(2.44)
Solusi perhitungan diberikan dalam Gambar 2.25(b) dimana dengan mengetahui rasio L/B dan e/B maka akan diperoleh nilai Hu/(Cu.B2) ,sehingga nilai Hu kemudian dapat dihitung.
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
49
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Gambar 2.25(b) Kapasitas lateral ultimit untuk tiang pendek pada tanah kohesif Sumber: Broms, 1964
ii) Kepala tiang terjepit (fixed head) Mekanisme keruntuhan yang mungkin terjadi dan distribusi dari tahanan untuk tiang pendek dengan kondisi terjepit (fixed head) dapat dilihat pada Gambar 2.26.
Gambar 2.26(a) Pola keruntuhan tiang pendek dengan kepala tiang terjepit Sumber: Broms, 1964
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
50
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Gambar 2.26(b) Reaksi tanah dan momen lentur pada tiang pendek dengan kepala tiang terjepit pada tanah non-kohesif Sumber: Broms, 1964
Gambar 2.26(c) Reaksi tanah dan momen lentur pada tiang pendek dengan kepala tiang terjepit pada tanah kohesif Sumber:Broms, 1964
Pada tanah non-kohesif seperti tanah pasiran, kapasitas lateral tiang dan momen maksimum dinyatakan sebagai berikut:
(2.45)
(2.46)
Untuk tanah kohesif, kapasitas lateral tiang dan momen maksimum adalah sebagai berikut:
(2.47)
(2.48)
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
51
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Seperti halnya pada kondisi tiang bebas, maka untuk kondisi kepala tiang
juga diberikan solusi grafis berupa diagram dengan suku tak berdimensi. terjepit
L/B seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.25(a) dan Gambar 2.25(b). b. Kondisi Tiang Panjang
i)
Kepala tiang bebas (free head)
Untuk tiang panjang, mekanisme keruntuhan, distribusi tahanan tanah serta
momen lentur ditunjukkan pada Gambar 2.36. Dari gambar tersebut, terlihat bahwa defleksi tiang terutama berada di daerah dekat permukaan tanah sehingga respon tanah di bagian bawah tiang semakin mengecil, begitu pula besarnya momen dan distribusinya sepanjang tiang. Hal ini sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Gambar 2.27 Perlawanan tanah dan momen lentur pada tiang panjang dengan kepala tiang bebas (a) pada tanah non-kohesif dan (b) pada tanah kohesif
Sumber:Broms, 1964 Karena momen maksimum terletak pada titik dengan gaya geser sama dengan nol, maka momen maksimum dan gaya ultimit lateral tiang pada tanah pasir dapat dihitung sebagai berikut:
(2.49)
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
52
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
dengan:
#$% !"
(2.50) (2.51)
Mu adalah momen kapasitas ultimit tiang dari penampang tiang. dimana
Nilai Hu dapat dihitung dengan menggunakan diagram yang menyatakan
&'(')*+) +),+-+ )./+. 0'1234567583) terhadap n./+. 9'123456758 4) seperti ditunjukkan pada Gambar 2.27(a).
Gambar 2.27(a) Kapasitas lateral ultimit untuk tiang panjang pada tanah non-kohesif Sumber: Broms, 1964
Untuk tanah kohesi seperti tanah lempung, juga berlaku persamaan seperti yang digunakan untuk tiang pendek, yaitu:
:;<= >? @ ABC @ B D
(2.52)
EF
(2.53)
dimana:
Dengan mengetahui nilai Mu/(Cu.B3) maka nilai Hu/(Cu.B2) dapat ditentukan dari Gambar 2.27(b), sehingga nilai Hu dapat diperoleh kemudian.
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
53
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Gambar 2.27(b) Kapasitas lateral ultimit untuk tiang panjang pada tanah kohesif Sumber: Broms, 1964
ii) Kepala tiang terjepit (fixed head) Gambar 2.28 menunjukkan ilustrasi mekanisme keruntuhan, distribusi tahanan ultimit tanah serta momen lentur sepanjang tiang untuk kondisi kepala tiang terjepit pada tanah kohesif dan non-kohesif.
Gambar 2.28 Perlawanan tanah dan momen lentur tiang panjang dengan kondisi kepala tiang terjepit pada (a) tanah non-kohesif dan (b) pada tanah kohesif
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
54
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Momen maksimum dan gaya lateral ultimit untuk tanah non-kohesi dapat
dengan menggunakan persamaan: dihitung
(2.54)
(2.55)
!" #$ % &' (
(2.56)
Sedangkan untuk tanah kohesif dapat digunakan persamaan:
) *
(2.57)
+,
(2.58)
Untuk perhitungan kapasitas ultimit dari tiang dengan kondisi kepala tiang terjepit, Gambar 2.28(a) dapat digunakan untuk tanah non-kohesif, sedangkan untuk tanah kohesif dapat digunakan Gambar 2.28(b).
Fitri Gumbira Apriliati, Moh. Fikri Al-Basyir, Analisis Stabilitas Saluran.....
55