BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Status gizi adalah cerminan ukuran terpenuhinya kebutuhan gizi. Status gizi secara parsial dapat diukur dengan antopometri (pengukuran bagian tertentu dari tubuh) atau biokimia atau secara klinis (Sandjaya, 2009). Selain itu status gizi dapat diartikan sebagai ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variable tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variable tertentu (Supariasa, 2013). Menurut Sutomo dan Anggraini (2010), status gizi adalah suatu keadaan kesehatan tubuh berkat asupan zat gizi melalui makanan dan minuman yang dihubungkan dengan kebutuhan. Status gizi biasanya baik dan cukup, namun karena pola konsumsi yang tidak seimbang maka timbul status gizi baik dan buruk. 2. Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Remaja Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi remaja menurut Dewi et al (2013) yaitu : a. Faktor Keturunan Remaja yang mempunyai orang tua gemuk, maka kemungkinan remaja tersebut juga dapat mengalaami kegemukan (obesitas) ataupun sebaliknya, bila mempunyai orang tua kurus maka remaja tersebut juga mengalami hal yang sama.
6
7
b. Faktor Gaya Hidup Banyaknya tayangan media masa tentang berbagai makanan cepat saji, dapat memicu remaja untuk mengikuti gaya hidup tersebut. Akibatnya, jika mengkonsumsi makanan cepat saji yang berlebihan, maka dapat menyebabkan terjadinya obesitas. c. Faktor Lingkungan Kebiasaan ikut-ikutan dengan teman sekelompoknya atau teman sebayanya merupakan salah satu masalah yang dapat terjadi pada remaja. Bila kebiasaan remaja buruk seperti minum-minuman beralkohol, merokok, begadang tiap malam sangatlah mempengaruhi keadaan gizi remaja tersebut. Kebiasaan minum-minuman beralkohol dapat menimbulkan gangguan pada hati (hepatomegali bahkan sirosis), kebiasaan merokok dapat menimbulkan ISPA kronis bahkan TB paru atau kanker paru, kebiasaan begadang tiap malam dapat menyebabkan daya tahan tubuh menjadi menurun sehingga mudah terserang infeksi. 3. Penilaian Status Gizi Penilaian status gizi merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif
yang kemudian dibandingkan dengan baku
yang tersedia (Arisman, 2007). Penialaian status gizi secara langsung dapat dibagi mejadi empat penilaian yaitu: antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Kemudian
8
pada pemilihan metode penilaian status gizi perlu dipertimbangkan faktor tujuan pengukuran, unit sampel yang akan diukur, jenis informasi yang dibutuhkan dan tingkat reabilitas dan akurasi yang dibutuhkan ( Supariasa, 2013). 4. Jenis Parameter Ukuran tubuh tertentu dapat memberikan keterangan mengenai jenis malnutrisi. Tujuan yang hendak dicapai dalam pemeriksaan antropometris adalah besaran komposisi tubuh yang dapat dijadikan isyarat dini perubahan status gizi (Arisman, 2007). Parameter yang dianjurkan WHO untuk diukur dalam survei gizi dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini. Tabel 2.1 Parameter menurut WHO untuk diukur dalam survey gizi Dikutip dari “Measuring change in nutritional status: guidelines for assessing the nutritional impact of supplementary feeding programmes for vulnerable groups”, WHO 1983 dalam Arisman (2007) Usia 5-20 tahun
>20 tahun
Pengamatan di Pengamatan lebih rinci lapangan Berat dan tinggi Tinggi duduk, diameter badan, lipat kulit bikristal, diameter triseps. biakromial, lipat kulit di tempat lain, lingkar lengan dan betis, rontgen poteroanterior tangan dan kaki. Berat dan tinggi Lipat kulit di tempat lain, badan, lipat kulit lingkar lengan dan betis. triseps.
9
5. Indeks Masa Tubuh (IMT) Indeks Masa Tubuh merupakan rumus matematis yang berkaitan dengan lemak tubuh orang dewasa dan dinyatakan sebagai berat badan (dalam satuan kilogram) dibagi dengan kwadrat tinggi badan (dalam satuan meter). Rumus penghitungan IMT adalah sebagai berikut : IMT = ________Berat Badan (kg)________ Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m) Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalaamn klinis dan hasil penelitian dibeberapa negara berkembang. Sehingga, diambil kesimpulan ambang batas IMT untuk Indonesia adalah seperti tabel 2.2. Tabel 2.2 Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia (Istiany, 2013). Kategori
Kurus Normal Gemuk
IMT
Kekurangan berat badan tingkat < 17,0 berat Kekurangan berat badan tingkat 17,0- 18,5 ringan >18,5-25,0 Kelebihan berat badan tingkat 25,0-27,0 ringan Kelebihan berat badan tingkat >27,0 berat
10
a.
Petunjuk pengukuran status gizi dengan menggunakan IMT 1)
Cara mengukur Berat Badan a) Timbangan berat badan digital dengan kapasitas 150 kg dan ketelitian 50 gram. b) Ambil timbangan dari kotak karton dan keluarkan dari bungkus plastiknya c) Pasang baterai pada bagian bawah alat timbang (perhatikan posisi baterai) d) Pasang 4 (empat) kaki timbangan pada bagian bawah alat timbang (kaki timbangan harus dipasang dan tidak boleh hilang) e) Letakan alat timbang pada lantai yang datar f) Responden yang akan ditimbang diminta membuka alas kaki dan jaket serta mengeluarkan isi kantong yang berat seperti kunci. g) Aktifkan alat timbang dengan cara menekan tombol power. Mula-mula akan muncul angka 8,88, dan tunggu sampai muncul angka 0,00. Bila muncul bulatan (O) pada ujung kiri kaca display, berarti timbangan siap digunakan. h) Responden diminta naik ke alat timbang dengan posisi kaki tepat di tengah alat timbang tetapi tidak menutupi jendela baca.
11
i) Perhatikan posisi kaki responden tepat di tengah alat timbang, sikap tenang (jangan bergerak-gerak) dan kepala tidak menunduk (memandang lurus kedepan) j) Angka di kaca jendela alat timbang akan muncul, dan tunggu sampai angka tidak berubah (statis) k) Catat angka yang terakhir (ditandai dengan munculnya tanda bulatan O diujung kiri atas kaca display). Angka hasil penimbangan dibulatkan menjadi satu digit misal 0,51 - 0,54 dibulatkan menjadi 0,5 dan 0,55 - 0,59 dibulatkan menjadi 0,6 l) Minta Responden turun dari alat timbang m) Alat timbang akan off secara otomatis. n) Untuk menimbang responden berikutnya, ulangi prosedur 1 s/d
13.
Demikian
pula
untuk
responden
berikutnya.
(Riskesdas, 2007) 2) Cara mengukur Tinggi Badan a) Persiapan Alat dengan menggunakan Microtoise dengan kapasitas ukur 2 meter dan ketelitia 0,1 cm. b) Gantungkan bandul benang untuk membantu memasang microtoise di dinding agar tegak lurus. c) Letakan alat pengukur di lantai yang datar tidak jauh dari bandul tersebut dan menempel pada dinding. Dinding jangan ada lekukan atau tonjolan (rata).
12
d) Tarik papan penggeser tegak lurus keatas, sejajar dengan benang berbandul yang tergantung dan tarik sampai angka pada jendela baca menunjukkan angka 0 (nol). Kemudian dipaku atau direkat dengan lakban pada bagian atas microtoise. e) Untuk menghindari terjadi perubahan posisi pita, beri lagi perekat pada posisi sekitar 10 cm dari bagian atas microtoise. f) Minta responden melepaskan alas kaki (sandal/sepatu), topi (penutup kepala). g) Pastikan alat geser berada diposisi atas. h) Reponden diminta berdiri tegak, persis di bawah alat geser. i) Posisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat dan tumit menempel pada dinding tempat microtoise di pasang. j) Pandangan lurus ke depan, dan tangan dalam posisi tergantung bebas. k) Gerakan alat geser sampai menyentuh bagian atas kepala responden. Pastikan alat geser berada tepat di tengah kepala responden. Dalam keadaan ini bagian belakang alat geser harus tetap menempel pada dinding. l) Baca angka tinggi badan pada jendela baca ke arah angka yang lebih besar (ke bawah ) Pembacaan dilakukan tepat di depan angka (skala) pada garis merah, sejajar dengan mata petugas.
13
m) Apabila pengukur lebih rendah dari yang diukur, pengukur harus berdiri di atas bangku agar hasil pembacaannya benar. n) Pencatatan dilakukan dengan ketelitian sampai satu angka dibelakang koma (0,1 cm). Contoh 157,3 cm; 160,0 cm; 163,9 cm. (Riskesdas, 2007) B. Premenstrual Syndrome 1. Pengertian Premenstrual Syndrome Premenstrual syndrome adalah kumpulan gejala fisik, psikologis dan perilaku yang terjadi selama akhir fase luteal dalam siklus menstruasi (Varney, 2007) Sedangkan menurut Freeman (2007), premenstrual syndrome dapat dikenali melalui gejala-gejala yang terjadi pada akhir fase luteal pada siklus menstruasi yang terjadi dalam beberapa hari hingga 2 minggu sebelum dan akan menghilang pada saat menstruasi berlangsung. Premenstrual syndrome merupakan suatu kondisi di mana wanita lebih sensitif terhadap perasaan dan tubuhnya. Gejala yang ditumbulkan bisa ringan hingga berat tergantung individunya (Irianto, 2014). 2. Etiologi PMS Apa yang menyebabkan seorang wanita mengalami PMS belum dapat diketahui secara pasti. Banyak dugaan bahwa PMS terjadi akibat kombinasi dari berbagai faktor yang kompleks dimana salah satunya adalah akibat perubahan hormonal yang terjadi sebelum menstruasi. Pada PMS terjadi penurunan kadar hormon estrogen setelah ovulasi yang
14
mempengaruhi neotransmitter di otak terutama serotonin. Serotonin sendiri memegang peranan dalam regulasi emosi (Irianto, 2014). Menurut Varney (2007), hormon estrogen dan progesteron, secara teori telah berperan dalam PMS, terutama karena polanya yang mengalami fluktuasi selama siklus menstruasi. 3. Gejala Gejala PMS pada umumnya yaitu rasa penuh perut, kecemasan, rasa nyeri pada payudara, depresi dan muda tersinggung (Norwitz dan Schorge, 2007). Banyak wanita akan mendapatkan gejala dari setiap jenis PMS dalam satu siklus. Beberapa wanita, gejala ini dapat berubah dari bulan ke bulan, sehingga mereka tidak selalu mengalami gejala yang sama persis sebelum menstruasi (Losif et al, 2007). Menurut Saryono dan Sejati (2009), gejala umum dari premenstrual syndrome meliputi : Tabel 2.3 Gejala Premenstrual Syndrome Gejala Fisik
Gejala Perilaku
1. Gastrointestinal: 1. Perubahan pola Perut kembung, tidur : Insomnia sembelit/diare 2. Agresi 2. Payudara: Nyeri 3. Perubahan nafsu payudara, makan : nafsu payudara terasa makan penuh, meningkat, mengeras nafsu makan menurun 4. Perubahan libido/seks
Gejala Psikologis 1. 2. 3. 4. 5.
Mudah marah Cemas Depresi Sulit berkonsentrasi Pelupa
15
American College of Obstetricians dan Gynecologists (ACOG) telah mengembangkan kriteria diagnostik berikut untuk mendiagnosa PMS. Kriteria ACOG diagnostik untuk PMS yaitu pasien melaporkan setidaknya satu dari masing-masing gejala afektif dan gejala somatik selama 5 hari sebelum menstruasi dan gejala-gejala tersebut harus muncul dalam tiga siklus berturut-turut, yaitu : a. Afektif: depresi, ledakan marah, mudah marah, mudah cemas, kebingungan, menarik diri dari kehidupan sosial. b. Somatik: nyeri payudara, perut kembung, sakit kepala, bengkak ekstremitas. Gejala juga harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Gejala terjadi dalam waktu 4 hari sebelum menstruasi tanpa kekambuhan setidaknya sampai hari ke-13 siklus. b. Tidak sedang dalam terapi farmakologi, konsumsi hormon atau penggunaan narkoba atau alkohol. c. Gejala timbul setidaknya pada dua siklus (Lustyk dan Gerrish, 2010). 4. Faktor-faktor
yang
Berhubungan
dengan
Kejadian
Premenstrual
Syndrome a. Faktor Genetik Genetic merupakan faktor yang memainkan peran penting pada kejadian premenstrual syndrome. Dimana gen sangant erat kaitannya dengan insidens (kasus baru) PMS yang biasanya terjadi dua kali lebih tinggi (93%) pada kembar satu telur (monozigot) dibanding
16
kembar dua telur (44%) (Saryono dan Sejati, 2009). Faktor genetik dapat dilihat dari riwayat keluarga. Sebuhan penelitian menemukan bahwa ada hubungan secara signifikan antara riwayat keluarga dengan PMS (Abdillah, 2010). Disamping itu, hasil penelitian Amjad, dkk (2014) juga menemukan bahwa terdapat hubungan antara riwayat ibu dan saudara kandung perempuan dengan kejadian PMS. Dimana seseorang yang memiliki ibu dan/atau saudara kandung perempuan yang mengalami PMS lebih banyak yang menderita PMS, dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki ibu dan/atau saudara kandung perempuan yang mengalami PMS (Amjad dkk, 2014). b. Faktor Psikologis Faktor psikologis yang dimaksud adalah stres. Stres inilah yang akan memperberat gangguan PMS (Saryono dan Sejati, 2009). Pada penelitian
sebelumnya
yang
berjudul
faktor-faktor
yang
berhubungan dengan premenstrual syndrome pada mahasiswa DIV Kebidanan di Stikes U’budiyah Tahun 2013 menunjukkan bahwa stress dan pola konsumsi ada hubungannya dengan premenstrual syndrome (Damayanti, 2013). C. Hubungan Status Gizi dan Kejadian Premenstrual Syndrome Keadaan gizi berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak
17
kemampuan kerja dan kesehatan secara optimal (Istiany dan Rusilanti, 2013). Hal ini tentunya akan mempengaruhi kerja dalam tubuh, salah satunya adalah gangguan metabolisme. Gangguan metabolisme dan gaya hidup yang tidak sehat (terutama faktor nutrisi) turut berperan dalam menyebabkan PMS. Hal ini karena terjadi gangguan metabolisme prostaglandin akibat kurangnya gamma linolenic acid (GLA). Fungsi prostaglandin adalah untuk mengatur sistem reproduksi (mengatur efek hormon estrogen, progesteron. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan serotonin. Serotonin adalah suatu neurotransmitter yang merupakan suatu bahan kimia yang terlibat dalam pengiriman pesan sepanjang saraf di dalam otak, tulang belakang dan seluruh tubuh. Serotonin sangat mempengaruhi suasana hati. Aktivitas serotonin berhubungan dengan gejala depresi, kecemasan, ketertarikan, kelelahan, perubahan pola makan, kesulitan untuk tidur, impulsive, agresif dan peningkatan selera (Saryono dan Sejati, 2009). Serotonin membantu siklus tidur dan metabolisme karbohidrat dan mempengaruhi pengaturan estrogen dan progesteron. Wanita dengan PMS memiliki kadar serotonin yang rendah dan menyebabkan ovulasi tertunda atau lebih awal dan memicu suatu ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron. Pada pertengahan siklus menstruasi, produksi LH-Luteinizing hormone (Hormon yang bertanggung jawab terhadap ovulasi) tertekan yang memicu ovulasi. Selama separuh ke-2 dari siklus menstruasi (hari ke-14 sampai dengan ke-28), jika keseimbangan hormon estrogen dan progesteron tidak stabil maka akan terjadi premenstrual syndrome. Bagaimanapun bila
18
kadar progesteron tidak normal, kadar serotonin dapat menurun dan tertekan (Saryono dan Sejati, 2009).
19
D. Kerangka Pemikiran Status Gizi Penyerapan Nutrisi Gangguan metabolisme Gangguan prostaglandin
Gamma Linolenic Acid
Progesteron
Estrogen
Gangguan Serotonin
Premensrual Syndrome
1. Faktor Genetik 2. Faktor Psikologis (stress) 3. Faktor Gaya Hidup (aktifitas fisik)
Sumber : Saryono dan Sejati (2009) Keterangan : : Variabel bebas : Variabel terikat : Variabel luar Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pemikiran hubungan status gizi dan kejadian premenstrual syndrome.
20
E. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara status gizi dengan kejadian premenstrual syndrome pada mahasiswi prodi DIII Kebidanan FK UNS.