BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Masa Nifas Masa nifas (Postpartum/puerperium) berasal dari bahasa latin yaitu dari kata “puer” yang artinya bayi dan “parous” yang arti melahirkan. Yaitu masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama pada masa ini berkisar sekitar 6-8 minggu. Masa nifas ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu : a. Puerperium dini, yaitu masa kepulihan dimana ibu sudah diperbolehkan mobilisasi jalan. b. Puerperium intermedial, yaitu masa kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya sekitar 6-8 minggu. c. Remote puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna yang berlangsung sekitar 3 bulan. Tapi bila selama hamil maupun bersalin ibu mempunyai komplikasi masa ini bisa berlangsung lebih lama sampai tahunan (Sujiyantini, dkk, 2010 : 1).
B. Seksio Sesaria Seksio sesaria (Operasi Caesar) adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding depan perut atau vagina, atau seksio sesarea adalah suatu histerotomia untuk melahirkan janin dalam rahim (Mochtar, 1998 : 117). Jenis-jenis dari seksio sesaria (SC) :
1. Jenis klasik yaitu dengan melakuakan sayatan vertical sehingga memungkinkan ruangan yang lebih besar untuk jalan keluar bayi. Akan tetapi jenis ini sudah sangat jarang di lakukan karena beresiko terhadap terjadinya komplikasi. 2. Sayatan mendatar di bagian atas dari kandung kemih sangat umum dilakukan pada masa sekarang ini. Metode ini meminimalkan risiko terjadinya perdarahan dan cepat penyembuhannya. 3. Histerektomi caesar yaitu bedah caesar diikuti dengan pengangkatan rahim. Hal ini dilakukan dalam kasus-kasus dimana perdarahan yang sulit ditangani atau ketika plasenta tidak dapat dipisahkan dari rahim. 4. Bentuk lain bedah Caesar seperti extraperitoneal CS atau porro CS (Children, 2010).
C. Perawataan Pasca Seksio Sesaria. Setelah dari ruang operasi, pasien akan dibawa ke ruang pemulihan. Di ruang pemulihan ini, berbagai pemeriksaan akan dilakukan, meliputi pemeriksaan tingkat kesadaran, sirkulasi pernapasan, tekanan darah, suhu tubuh, jumlah urin yang tertampung di kantong urine, jumlah darah dalam tubuh, serta jumlah dan bentuk cairan lokia. Hal ini dilakukan untuk memastikan tidak ditemukannya gumpalan darah yang abnormal atau perdarahan yang berlebihan. Kondisi rahim (uterus) dan leher rahim (serviks) juga diperiksa untuk memastikan bahwa keduanya dalam kondisi normal. Selain itu, dokter juga akan memantau keadaan emosional secara umum. Semua pemantauan ini untuk mengetahui kesehatan ibu dan bayinya. Ketidaknormalan atau gangguan kesehatan tubuh dapat diketahui melalui tanda-tanda tubuh yang muncul, serta semua alat monitoring tadi, termaksuk apakah ibu dapat
menyusui bayinya atau tidak. Biasanya, pemeriksaan akan dilakukan setiap empat jam sekali pada hari pertama dan kedua, dan dua kali sehari pada hari ketiga sampai saat puang kembali ke rumah. Setelah operasi, ibu juga tidak bisa langsung minum atau makan. Kedua hal itu baru boleh dilakukan, jika organ pencernaan sudah kembali normal. Umumnya, fungsi gastrointestinal (organ pencernaan) akan kembali normal 12 jam setelah operasi. Awalnya, pasien dapat diberikan diet cair sedikit demi sedikit, baru kemudian makanan padat beberapa saat kemudian (Kasdu, 2003 : 64).
D. Ruang Perawatan. Setelah melewati tahap kritis diruang pemulihan, biasanya pasien dipindahkan ke ruang rawat inap. Persalinan yang dilakukan dengan operasi membutuhkan rawat inap yang lebih lama di rumah sakit. Hal ini tergantung dari cepat-lambatnya kesembuhan ibu akibat proses pembedahan. Biasanya hal ini membutuhkan waktu sekitar 3-5 hari setelah operasi. Pada hari ke-5, apabila tidak ada komplikasi, ibu diperbolehkan pulang ke rumah. 1. Pemeriksaan yang dilakukan Di bawah ini tindakan yang dilakukan atau pemeriksaan yang akan dilakukan selama ibu di rumah sakit : •
Pengukuran denyut jantung dan tekanan darah. Pengukuran bisa dilakukan beberapa kali dalam sehari.
•
Meskipun persalinan dengan operasi, pasien juga dapat mengalami perdarahan vagina karena cairan lokia akan mengalir dari rahim ibu. Jumlah dan penampilan lokia yang bercampur darah akan dipantau secara teratur.
•
Mencatat dan memeriksa air seni yang keluar dan tertampung di kantung urin selama ibu masih menggunakan kateter.
•
Tes darah kadang dilakukan sedikitnya sekali setelah persalinan untuk memastikan bahwa hemoglobin ibu sudah kembali normal.
•
Infuse masih tetap dipasang sampai kondisi tubuh ibu dinyatakan normal.
•
Bekas sayatan juga akan diperiksa. Kalau diperlukan, perban akan diganti.
•
Mengukur suhu tubuh. Apabila suhu tubuh mencapai 38C atau lebih maka harus dicari penyebabnya (Kasdu, 2003 : 66). 2. Efek Pembiusan. Jika pasien mendapatkan bius epidural maka efek biusnya kecil, sedangkan
apabila menggunakan anestesi spinal, tungkai bawah akan terasa kebas atau baal, tidak dapat digerakkan selama beberapa jam. Namun, apabila operasi menggunakan anastesi umum, biasanya pasien akan mengantuk, serta nyeri kerongkongan. Selain itu, mungkin akan timbul perasaan tidak nyaman karena nyeri di daerah luka, terutama setelah pengaruh obat biusnya hilang (Kasdu, 2003 : 67). 3. Lokia. Lokia adalah cairan vagina yang keluar dari rahim setelah persalinan. Segera setelah persalinan, cairan lokia yang keluar berwarna merah terang. Banyak perdarahan selama beberapa jam pertama mirip dengan haid normal atau bahkan sedikit lebih banyak. Kadang keluar juga beberapa gumpalan kecil darah. Lokia akan tetap berwarna merah selama 2-3 hari pertama., kemudian secara bertahap dan berubah menjadi cokelat kemerah-merahan. Pada hari ke-4, lokia berubah menjadi berwarna cokelat. Jika sudah meninggalkan tempat tidur dan mulai lebih aktif, warna berubah menjadi merah
kembali. Ini normal saja dan lokia akan kembali berubah menjadi merah muda atau cokelat dalam waktu beberapa jam atau beberapa hari. Cepatnya perubahan warna lokia menunjukkan berapa cepat rahim kembali kondisi dan ukuran yang normal. Makin cepat rahim berubah, maka cepat pula lokia berubah menjadi kecoklatan dan berhenti sama sekali. Pada sebagian wanita, lokia akan berhenti sekitar 14 hari sementara pada wanita lain akan berlangsung sampai 6 minggu. Namun, umumnya sekitar 20-30 hari. Pada ibu yang tidak memberika ASI, lokia berhenti setelah haid pertama muncul, yaitu sekitar 4 minggu setelah persalinan (Kasdu, 2003 : 72). 4. Menyusui. Jika ibu dan bayi dalam keadaan baik, sebenarnya ibu dapat segera menyusui bayi di ruang pemulihan setelah pembedahan selesai. Namun, jika ibu merasa binggung akibat pengaruh pembiusan atau bayi harus masuk kamar perawatan, mungkin harus menunggu dulu. Jika setalah 12 jam ibu belum juga bisa menyusui, mungkin perlu menggunakan pompa asi dan menyimpannya untuk diberikan kepada bayi menggunakan sendok (Danuatmaja, et all, 2003 : 51). 5. Infus. Infus akan terpasang di lengan selama beberapa jam sampai gerakan usus kembali normal. Oleh karena itu, untuk “makanan” biasanya diberi infus glukosa lewat pembuluh darah bilik. Setelah 24 jam, jarum infus biasannya sudah dibuka dan ibu sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidurnya (Kasdu, 2003 : 68). 6. Minum dan makan Pemeriksaan organ pencernaaan dilakukan enam jam setelah pembedahan. Apabila kondisi tubuh ibu baik maka ibu dapat diberi minum hangat sedikit, kemudian
secara bertahap dapat minum lebih banyak. Umumnya pasien sudah dapat minum dan makan makanan lunak pada hari pertama setelah operasi. Perlu diingat, ketika organ pencernaan belum kembali normal dan ibu merasa haus dan lapar, janganlah sekali-kali melanggar aturan, misalnya dengan makan makanan yang memang belum diizinkan. Namun pada umumnya, pada hari kelima setelah operasi, pasien harus bisa makan makanan biasa (Kasdu, 2003 : 68). 7. Mobilisasi Dini. Mobilisasi Dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan (Soelaiman, 2008). Mobilisasi pasca seksio sesarea adalah suatu pergerakan, posisi atau adanya kegiatan yang dilakukan ibu setelah beberapa jam melahirkan dengan persalinan sesarea. Adapun tujuan mobilisasi pada post seksio sesarea adalah untuk membantu jalannya penyembuhan pasien diikuti dengan istirahat. Kebanyakan dari ibu post seksio sesarea masih mempunyai kekhawatiran kalau tubuh digerakkan pada posisi tertentu pasca operasi akan mempengaruhi luka operasi yang masih belum sembuh yang baru saja selesai dilakukan operasi. Padahal tidak sepenuhnya masalah ini perlu dikhawatirkan, bahkan justru hamper semua jenis operasi membutuhkan mobilisasi atau pergerakan badan sedini mungkin. Asalkan rasa nyeri dapat ditahan dan keseimbangan tubuh tidak lagi menjadi gangguan, dengan bergerak, masa pemulihan untuk mencapai level kondisi prapembedahan dapat dipersingkat. Dan tentu ini akan mengurangi waktu rawat di rumah sakit, menekan pembiayaan serta juga dapat mengurangi stress psikis. Mobilisasi dini dilakukan secara bertahap, pada 6 jam pertama ibu pasca operasi seksio sesarea harus tirah baring dulu. Mobilisasi dini yang bisa dilakukan adalah
menggerakkan lengan, tangan, ujung jari kaki, dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menekuk dan menggeserkan kaki. Setelah 6-10 jam, ibu diharuskan untuk dapat miring ke kiri dan ke kanan. Setelah 24 jam ibu dianjurkan untuk mulai belajar untuk duduk (Sumantri , et all, 2010). 8. Buang air kecil dan Buang air besar. Ketika akan operasi, pengeluaran air seni pasien akan ditampung lewat kateter. Kateter untuk membuang air kecil akan terus digunakan sampai sekitar 12-24 jam pascabedah. Pada keadaan normal, yaitu hari kedua setelah operasi, dokter akan memperbolehkan ibu buang air kecil sendiri tanpa bantuan kateter (Kasdu, 2003 : 67). Pada umunya, ibu akan baru buang air besar pada hari ketiga. Biasanya, pada awal setelah persalinan, banyak ibu-ibu mengalami sembelit. Untuk mengatasi sembelit, upayakan untuk mengkonsumsi makanan yang berserat tinggi, seperti sereal dan buahbuahan. Sebaiknya menghindari makanan yang bisa memperburuk keadaan. Banyak minum air serta jus buah agar bisa membantu melunakkan tinja dan melancarkan buang air besar (Kasdu, 2003 : 69). 9. Bekas luka. Jahitan bekas luka di perut ibu akan ditutupi kain kasa lembut. Kasa perut harus di lihat satu hari pascabedah. Apabila basah dan berdarah arus dibuka dan diganti. Umumnya, kasa perut dapat diganti pada hari ke 3-4 sebelum pulang dan seterusnya pasien menggantinya setiap hari. Luka dapat diberi salep Betadin sedikit (Kasdu, 2003 : 69). Saat sedang batuk, bersin, atau tertawa, tutup bagian yang luka dengan bantal atau tangan (Nolan, 2010 : 171).
10. Membersihkan diri. Setelah melahirkan ibu akan mengeluarkan cairan lokia, yaitu sisa-sisa bekass plasenta. Oleh karena itu, setelah buang air, ibu harus membasuh vagina hingga bersih. Dan sebaiknya gunakan celana dalam yang menutupi ke pinggang supaya merasa nyaman saat dipakai dan melindungi bagian luka (Nolan, 2010 : 171).
E. Kapan bisa pulang. Perawatan 3-4 hari di rumah sakit cukup untuk mengembalikan fisik ibu yang baru bersalin dengan operasi. Sebelum pulang, sebaiknya ibu menguasai bagaimana cara merawat luka operasi. Biasanya, pasien diminta datang kembali ke dokter untuk pemantauan perawatan luka tujuh hari setelah pulang. Pasien boleh mandi seperti biasanya, setelah hari ke-5 operasi. Setelah itu keringkan dan rawat luka seperti biasa. Di bawah ini beberapa hal yang perlu diketahui sebelum pulang ke rumah : 1. Ibu dan bayi akan diperiksa secara menyeluruh oleh dokter ahli untuk memastikan bahwa segala sesuatunya berjalan baik. Di antaranya, apakah dapat menyusui dengan baik dan payudara ibu dalam kondisi normal, bekas operasi tidak mengalami perdarahan atau infeksi, Kondisi rahim kembali normal. Apakah buang air normal, apakah jumlah, bentuk, serta warna cairan lokia normal. Keadaan bayi juga akan dilihat, apakah dalam kondisi sehat dan tidak mengalami kelainan. 2. Ibu akan ditanya mengenai kontrasepsi yang akan digunakan. Lakukan konseling dan rencanakan upaya-upaya pencegahan kehamilan. 3. Dokter akan menjelaskan berbagai hal yang berhubungan dengan organ reproduksi sehubungan dengan persalinan yang dilakukan dengan operasi. Salah
satunya, ibu diminta datang segera apabila terdapat perdarahan, demam, dan nyeri perut berlebihan. 4. Bidan atau perawat akan menunjukkan kepada pasien cara membersihkan tali pusat bayi. 5. Pasien akan diberi tanggal pemeriksaan pasca persalinan dan diminta membawa bayi untuk pemeriksaan kesehatan. 6. Jangan
menggunakan
obat-obatan
atau
jamu-jamuan
tradisional
tanpa
sepengetahuan dokter (Kasdu, 2003 : 73).
F. Pengetahuan. Pegetahuan adalah hasil dari tahu manusia, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo,2003 : 121). a. Tingkat Pengetahuan. 1. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk mengingat kembali suatu yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. 2. Memahami (Comprehension) Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang di ketahui, dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3. Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi real (sebenarnya)
4. Analisis (Analysis) Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponenkomponen, tetapi masih ada dalam suatu organisasai tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (Synthesis) Keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun informasi dari informasi yang ada. 6. Evaluasi (Evaluation) Kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau objek. (Notoatmodjo, 2003 : 122).
b. Cara Memperoleh Pengetahuan 1. Cara tradisional Meliputi : Cara coba-coba (Trial and Error), berdasarkan kekuasaan atau otoritas, melalui pengalaman pribadi, melalui jalan pikiran. 2. Cara modern Pengetahuan yang diperoleh dengan cara metode penelitian ilmiah, yang bersifat sistematis, logis, dan ilmiah (Notoatmodjo, 2005 : 11).
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan. 1. Umur Lukman (2008), mengemukakan bahwa makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur
belasan tahun, daya ingat seseorang itu salah satunya dipengaruhi umur. Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya. 2. Paritas Paritas adalah jumlah kehamilan yang berakhir dengan kelahiran bayi atau bayi telah mencapai titik mampu bertahan hidup. Primipara adalah wanita yang pernah hamil sekali dengan janin mencapai titik mampu bertahan hidup. Skundipara adalah wanita yang pernah hamil dua kali dengan janin mencapai titik mampu bertahan hidup. Multipara adalah wanita yang pernah hamil lebih dari dua kali dengan janin mencapai titik mampu bertahan hidup (Varney, 2006). Notoadmodjo
(2007)
mengemukakan,
bahwa
terdapat
kecenderungan
pengetahuan ibu yang berparitas tinggi lebih baik dari pengetahuan ibu yang berparitas rendah 3. Pendidikan Pendidikan adalah suatu kejadian atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang diperoleh, pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang makin baik pula pengetahuannya (Lukman, 2008).
G. Sikap. Sikap adalah merupakan suatu reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek, manifestasi sikap-sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan (Notoatmodjo, 2003 : 124). Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek (Syafrudin, et all, 2009 : 126).
a. Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi Stimulasi Rangsangan
Proses Stimulasi
Tingkah Laku
Sikap (Tertutup)
Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaiaan reaksi stimulus tertentu yang dalam kehudupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimululus sosial. Sikap belum merukan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu prilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2003 : 124).
b. Komponen Pokok Sikap Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yaitu : 1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, kenyataan, dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2007 : 143).
c. Tingkatan Sikap. 1. Menerima (Receiving), subjek memperhatikan stimulasi yang diberikan. 2. Merespon (responding), memberiban jika ditanya. 3. Menghargai
(Valuing),
mengajak
orang
lain
mendiskusikan
atau
mengerjakan suatu masalah. 4. Bertanggung jawab (Responsible), bertanggung jawab atas sesuatu yang telah dipilihnya dalam segala resiko (Notoatmojo,2003 : 126).
d.
Pengukuran Sikap Model Likert Pengukuran sikap model Likert juga dikenal dengan pengukuran sikap
skala Likert, karena dalam mengadakan pengukuran sikap juga menggunakan skala. (Hidayat, 2007)
Dalam menciptakan alat ukur Likert juga menggunakan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Subjek yang diteliti disuruh memilih salah satu dari lima alternatif jawaban yang disediakan. Lima alternatif jawaban yang disediakan oleh Likert adalah: a. Sangat setuju (Strongly Approve)
:4
b. Setuju (Approve)
:3
c. Tidak setuju (Disapprove)
:2
d. Sangat tidak setuju (Strongly Disapprove) : 1