BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Evaluasi Dalam Kamus Bahasa Indonesia (2001;310) yang ditulis oleh Tim
Penyusun Kamus Departemen Pendidikan Nasional, pengertian
kata evaluasi
adalah: “Evaluasi: penilaian. Mengevaluasi berarti menilai atau memeriksa untuk menilai”. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan suatu proses penilaian yang dilakukan terhadap suatu hal dengan tujuan untuk mengetahui hasilnya, apakah baik, cukup baik atau buruk.
2.2
Sistem Akuntansi Pertanggungjawaban Setiap perkembangan dan kemajuan yang dicapai oleh sebuah perusahaan,
akan diiringi oleh peningkatan kompleksitas aktivitas yang dijalankan setiap pusat pertanggungjawaban yang ada pada perusahaan, sehingga tidak mungkin bagi pemilik atau pimpinan perusahaan untuk menjalankan fungsi pengendalian seorang diri. Oleh karena itu, pemilik atau pimpinan perusahaan memerlukan orang-orang yang dapat membantu menjalankan semua aktivitas pada setiap pusat pertanggungjawaban, yang disebut sebagai manajer. Agar setiap manajer yang ditunjuk oleh pimpinan perusahaan dapat menjalankan tugas dengan baik, perlu dilakukan pendelegasian wewenang yang diberikan oleh manajer atau pimpinan. Pendelegasian wewenang mengharuskan setiap manajer pusat pertanggungjawaban bertanggung jawab melaporkan semua aktivitas yang dijalankan, kepada manajer tingkat atas. supaya proses pendelegasian wewenang dan pelaporan pertanggungjawaban berjalan dengan baik,
dibutuhkan suatu sistem yang disebut dengan sistem akuntansi
pertanggungjawaban. Sistem akuntansi pertanggungjawaban merupakan sistem yang
menghasilkan
suatu
keluaran
berupa
informasi
akuntansi
pertanggungjawaban dari manajer tingkat bawah ke manajer tingkat atas, yang berisi laporan aktivitas setiap pusat pertanggungjawaban.
2.2.1 Pengertian Sistem Akuntansi Pertanggungjawaban Pengertian sistem akuntansi pertanggungjawaban menurut Mulyadi (2001;218) adalah sebagai berikut: “Sistem akuntansi pertanggungjawaban adalah suatu sistem akuntansi yang disusun sedemikian rupa sehingga pengumpulan dan pelaporan biaya dan atau pendapatan dilakukan sesuai dengan pusat pertanggungjawaban dalam organisasi, dengan tujuan agar dapat ditunjuk orang atau kelompok orang yang bertanggung jawab atas penyimpangan biaya dan atau pendapatan yang dianggarkan”. Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem akuntansi pertanggungjawaban merupakan suatu sistem akuntansi yang membagi struktur organisasi atas pusat-pusat pertanggungjawaban, yaitu setiap orang yang berada pada pusat pertanggungjawaban memiliki wewenang dan tanggung jawab untuk mengumpulkan dan melaporkan informasi akuntansi yang dapat digunakan manajemen sebagai sarana pengendalian biaya.
2.2.2
Manfaat Informasi Akuntansi Pertanggungjawaban Menurut
Mulyadi
(2001;175)
manfaat
informasi
akuntansi
pertanggungjawaban adalah sebagai berikut: 1. Sebagai informasi untuk masa yang akan datang. Bermanfaat sebagai dasar penyusunan anggaran. Penyusunan anggaran hanya
mungkin
dilakukan
jika
tersedia
informasi
akuntansi
pertanggungjawaban yang mengukur berbagai nilai sumber daya yang disediakan bagi setiap manajer yang berperan dalam usaha pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dalam tahun anggaran. 2. Sebagai informasi pada masa lalu, yaitu untuk: a. Penilaian kinerja manajer pusat pertanggungjawaban.
Informasi akuntansi pertanggungjawaban mencerminkan skor yang dibuat oleh setiap manajer dalam menggunakan berbagai sumber daya untuk mencapai sasaran perusahaan. b. Motivasi bagi manajer. Motivasi merupakan proses prakarsa untuk melakukan suatu tindakan secara sadar dan bertujuan. Pemotivasi adalah sesuatu yang digunakan untuk mendorong timbulnya prakarsa seseorang untuk melakukan tindakan secara sadar dan bertujuan.
2.2.3
Karakteristik Sistem Akuntansi Pertanggungjawaban Menurut Mulyadi (2001;191), sistem akuntansi pertanggungjawaban
memiliki empat karakteristik yaitu: 1. Identifikasi pusat pertanggungjawaban. Sistem akuntansi pertanggungjawaban tradisional mengidentifikasi pusat pertanggungjawaban sebagai unit organisasi seperti departemen, keluarga produk,
tim
kerja,
atau
individu.
Apapun
satuan
pusat
pertanggungjawaban yang dibentuk, sistem akuntansi pertanggungjawaban tradisional membebankan tanggung jawab kepada individu yang diberi wewenang. Tanggung jawab dibatasi dalam satuan keuangan (seperti biaya). 2. Standar ditetapkan sebagai tolak ukur kinerja manajer yang bertanggung jawab atas pusat pertanggungjawaban tertentu. Setelah pusat pertanggungjawaban diidentifikasi dan ditetapkan, sistem akuntansi
pertanggungjawaban
menghendaki
agar
biaya
standar
ditetapkan, yaitu sebagai dasar untuk menyusun anggaran, agar tercapai sasaran yang telah ditetapkan, yang juga merupakan ukuran kinerja manajer pusat pertanggungjawaban. 3. Kinerja diukur dengan membandingkan realisasi dengan anggaran. Pelaksanaan anggaran merupakan penggunaan sumber daya oleh manajer pusat pertanggungjawaban dalam mewujudkan sasaran yang ditetapkan dalam anggaran. Penggunaan sumber daya ini diukur dengan informasi
akuntansi pertanggungjawaban yang mencerminkan ukuran kinerja manajer pusat pertanggungjawaban dalam mencapai sasaran anggaran. Secara prinsip, individu hanya dimintai pertanggungjawaban atas biaya yang
dapat
digunakan.
Informasi
akuntansi
pertanggungjawaban
manyajikan informasi biaya sesungguhnya dan informasi biaya yang dianggarkan kepada setiap manajer yang bertanggung jawab, sehingga dapat digunakan untuk memantau pelaksanaan anggaran. 4. Manajer secara individu diberi penghargaan atau hukuman berdasarkan kebijakan manajer yang lebih tinggi. Sistem penghargaan dan hukuman dirancang untuk memacu para manajer dalam mengelola biaya dan mecapai target standar biaya dengan cara mengevaluasi penyebab terjadinya penyimpangan biaya. Manajer secara individu diberi penghargaan atau hukuman menurut sistem penghargaan dan hukuman yang ditetapkan.
2.2.4
Pusat-Pusat Pertanggungjawaban Dalam sistem akuntansi pertanggungjawaban, suatu organisasi dibagi
menjadi beberapa pusat pertanggungjawaban yang dibentuk untuk mencapai salah satu atau beberapa tujuan dan diharapkan dapat membantu pencapaian tujuan organisasi atau perusahaan secara keseluruhan. Menurut Supriyono (2000;326), pengertian pusat pertanggungjawaban adalah: “Pusat pertanggungjawaban merupakan unit organisasi yang dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggung jawab atas aktivitas-aktivitas pusat pertanggungjawaban”. Sedangkan menurut Horngren dkk., (2005;194), pengertian pusat pertanggungjawaban adalah: “Responsibility center is a part, segment or sub unit of an organization whose manajer is accountable for specifield set or activities”. Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pusat pertanggungjawaban merupakan suatu unit atau bagian dari organisasi yang
dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggung jawab atas hasil keuangan dan non keuangan dari aktivitas pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya. Menurut Mulyadi (2001;426), pusat pertanggungjawaban dalam organisasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Pusat Pendapatan Pusat pendapatan adalah pusat pertanggungjawaban yang manajernya diberikan
wewenang
untuk
mengendalikan
pusat-pusat
pertanggungjawaban tersebut. Prestasi manajer pusat pendapatan diukur berdasarkan
pendapatan
yang
diperoleh,
tetapi
tidak
dimintai
pertanggungjawaban mengenai masukannya, karena manajer bersangkutan tidak mempengaruhi pemakaian masukan tersebut. Contoh: departemen pemasaran. 2. Pusat Biaya Pusat biaya adalah pusat pertanggungjawaban yang prestasinya diukur berdasarkan biayanya (nilai masukan). Setiap pusat biaya mengkonsumsi masukan dan menghasilkan keluaran. Dalam pusat biaya, keluaran tidak dapat atau tidak perlu diukur dalam wujud pendapatan. Hal ini dikarenakan
kemungkinan keluaran pusat biaya tersebut
tidak dapat
diukur secara kuantitatif, atau kemungkinan manajer pusat biaya tersebut tidak dapat bertanggung jawab atas keluaran pusat biaya. Contoh: departemen personalia dan departemen akuntansi. 3. Pusat Laba Pusat laba adalah pusat pertanggungjawaban yang manajernya diberi wewenang untuk mengendalikan pendapatan dan biaya. Kinerja manajer pusat laba diukur berdasarkan selisih antara pendapatan dengan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan. Oleh karena itu dalam pusat laba, baik masukan maupun keluaran diukur dalam satuan rupiah, dan dipakai sebagai pengukur kinerja manajer.
4. Pusat Investasi Pusat
investasi
adalah
pusat
pertanggungjawaban
yang
prestasi
manajernya diukur dengan cara menghubungkan laba yang diperoleh dengan investasi yang ada.
2.2.5 Syarat Penerapan Sistem Akuntansi Pertanggungjawaban Menurut Mulyadi (2001;142), syarat penerapan sistem akuntansi pertanggungjawaban dalam perusahan adalah sebagai berikut: 1. Struktur organisasi yang menetapkan secara jelas wewenang dan tanggung jawab tingkatan manajer. 2. Anggaran biaya disusun untuk setiap tingkatan manajemen. 3. Pengelompokkan biaya yang sesuai dan yang dapat dikendalikan, tidak dapat dikendalikan oleh manajemen tertentu dalam organisasi. 4. Terdapat susunan kode rekening perusahaan yang dikaitkan dengan kewenangan
pengendalian
pusat
pertanggungjawaban
dan
sistem
akuntansi yang disesuaikan dengan struktur organisasi. 5. Sistem pelaporan biaya kepada manajer yang bertanggung jawab. Syarat-syarat penerapan sistem akuntansi pertanggungjawaban antara satu perusahaan dengan perusahaan lain akan berbeda, tergantung dari jenis perusahaan, ukuran perusahaan, dan faktor lainnya. Mulyadi
(2001;179)
mengemukakan
bahwa
sistem
akuntansi
pertanggungjawaban dirancang berdasarkan atas asumsi perilaku manusia, yaitu: 1. Pengelolaan berdasarkan penyimpangan (management by exception) merupakan pengendalian secara efektif yang memadai. 2. Pengelolaan berdasarkan tujuan (management by objective), akan menghasilkan anggaran yang disepakati, biaya standar, sasaran organisasi, dan rencana yang dapat dilaksanakan. 3. Struktur pertanggungjawaban sesuai dengan struktur hirarki organisasi. 4. Manajer dan bawahannya bersedia untuk menerima tanggung jawab yang dibebankan kepada mereka melalui hirarki organisasi.
5. Sistem akuntansi pertanggungjawaban mendorong kerja sama, bukan kompetisi.
2.2.5.1 Struktur Organisasi Pembentukan struktur organisasi sangat penting, terkait dengan upaya pencapaian tujuan organisasi. Oleh karena itu struktur organisasi harus disusun sedemikian rupa, sehingga menggambarkan wewenang dan tanggung jawab setiap manajer dengan jelas. Pengertian organisasi menurut Gunawan Adisaputro dan Marwan Asri (2003;17) adalah sebagai berikut: “Organisasi adalah suatu kelompok individu yang bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan”. Sementara pengertian struktur organisasi (organization chart) menurut Malayu (2004;128) adalah: “Struktur organisasi adalah suatu gambaran yang menggambarkan tipe organisasi, pendepartemenan organisasi kedudukan dan jenis wewenang pejabat, bidang dan hubungan pekerjaan, garis perintah dan tanggung jawab, rentang kendali dan sistem pimpinan organisasi”. Dalam kaitannya dengan sistem akuntansi pertanggungjawaban, struktur organisasi berperan dalam menunjang pelaksanaan sistem, berhubungan dengan proses pembuatan anggaran dari masing-masing pusat pertanggungjawaban, yang nantinya akan dijadikan tolak ukur dalam penilaian kinerja manajer masingmasing pusat pertanggungjawaban.
2.2.5.2 Anggaran Menurut Mulyadi (2001;488), pengertian anggaran adalah: “Anggaran merupakan suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif, yang diukur dalam satuan moneter standar dan satuan uang lainnya yang mencakup jangka waktu satu tahun”.
Sedangkan menurut Ellen dkk., (2002:2), pengertian anggaran adalah sebagai berikut: “Anggaran merupakan suatu rencana yang disusun secara sistematik dalam bentuk angka dan dinyatakan dalam unit moneter yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan untuk jangka waktu (periode) tertentu yang akan datang”. Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan anggaran adalah rencana kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk kuantitatif (dalam satuan uang), selama periode tertentu, biasanya satu tahun dengan tujuan agar setiap aktivitas pada perusahaan dapat mencapai sasaran sesuai dengan yang direncanakan. Karakteristik anggaran menurut Mulyadi (2001;490) adalah sebagai berikut: 1. Anggaran dinyatakan dalam satuan keuangan dan satuan selain keuangan. 2. Anggaran umumnya mencakup jangka waktu satu tahun. 3. Anggaran berisi komitmen atau kesanggupan manajemen, yang berarti bahwa para manajer setuju untuk menerima tanggung jawab untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam anggaran. 4. Ukuran anggaran ditelaah dan disetujui oleh pihak yang berwenang yang lebih tinggi dari penyusun anggaran. 5. Setelah disetujui, Anggaran hanya dapat diubah dalam kondisi tertentu. 6. Secara berkala, kinerja keuangan sesungguhnya dibandingkan dengan anggaran yang telah ditetapkan dan selisihnya dianalisis. Anggaran merupakan rencana aktivitas yang akan menjadi pedoman untuk melaksanakan serangkaian aktivitas tertentu pada masa yang akan datang. Apabila anggaran ditetapkan, pencapaiaan sasaran dilakukan melalui serangkaian aktivitas yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses penyusunan anggaran menurut Mulyadi (2001;494) memerlukan berbagai tahapan sebagai berikut: 1. Penetapan sasaran oleh manajer atas.
2. Pengajuan usulan aktivitas dan taksiran sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan aktivitas tersebut oleh manajer bawah. 3. Review oleh manajer tingkat atas terhadap usulan anggaran yang diajukan oleh manajer di tingkat bawah. 4. Persetujuan oleh manajer tingkat atas terhadap usulan anggaran yang diajukan oleh manajer di tingkat bawah. Organisasi penyusun anggaran merupakan organisasi yang bertugas untuk menyusun anggaran. Terdapat tiga pihak utama yang terkait dalam penyusunan anggaran yaitu: komite anggaran, departemen anggaran, dan para manajer pusat pertanggungjawaban. Penyusunan rancangan anggaran dikoordinasikan dan diadministrasikan oleh dua unit organisasi, yaitu: komite anggaran dan departemen anggaran. Pengertian komite anggaran menurut Mulyadi (2001;502) adalah: “Komite
anggaran
merupakan
suatu
unit
organisasi
yang
mengkoordinasikan berbagai jenis usulan anggaran dari berbagai pusat pertanggungjawaban
untuk
kemudian
disusun menjadi
rancangan
anggaran induk”. Masih menurut Mulyadi (2001;503), komite anggaran terdiri dari: 1. Direktur utama, sebagai ketua merangkap anggota komite. 2. Direktur pemasaran, sebagai anggota. 3. Direktur produksi, sebagai anggota. 4. Direktur keuangan dan administrasi, sebagai anggota. 5. Manajer departemen keuangan, sebagai sekretaris komite. Adapun tugas komite anggaran menurut Mulyadi (2001;503) adalah: 1. Merumuskan sasaran dan kebijakan pokok perusahaan untuk tahun anggaran. 2. Menyampaikan informasi mengenai tujuan dan kebijakan pokok tersebut kepada para manajer pusat pertanggungjawaban. 3. Menelaah rancangan anggaran yang diajukan oleh para manajer pusat pertanggungjawaban mengenai rancangan anggaran yang mereka ajukan.
4. Melakukan negosiasi dengan para manajer pusat pertanggungjawaban mengenai rancangan anggaran yang mereka ajukan. 5. Mengajukan rancangan anggaran perusahaan secara keseluruhan kepada dewan komisaris dan rapat umum pemegang saham (RUPS). 6. Menelaah anggaran yang telah disetujui oleh dewan komisaris dan RUPS. 7. Melakukan negosiasi dengan para manajer pusat pertanggungjawaban mengenai anggaran yang telah disahkan oleh RUPS. 8. Melakukan revisi anggaran sesuai dengan kebijakan RUPS. Selain
komite
anggaran,
dalam
mengkoordinasikan
dan
mengadministrasikan anggaran, terdapat departemen anggaran yang memiliki fungsi untuk menangani administrasi anggaran, dengan rincian yang menurut Mulyadi (2001;504) adalah untuk: 1. Menerbitkan prosedur dan formulir untuk penyiapan rancangan anggaran setiap pusat pertanggungjawaban dalam perusahaan. 2. Mengkoordinasikan dan menerbitkan asumsi-asumsi yang dipakai sebagai dasar penyusunan rancangan anggaran perusahaan. 3. Membantu setiap manajer pusat pertanggungjawaban dalam menyusun rancangan anggaran setiap pusat pertanggungjawaban. 4. Mengolah rancangan anggaran pusat pertanggungjawaban menjadi rancangan anggaran induk. 5. Menganalisis rancangan anggaran dan memberikan rekomendasi kepada komite anggaran. 6. Menganalisis realisasi anggaran, menafsirkan hasil-hasilnya dan membuat laporan ringkasan mengenai hasil analisisnya tesebut kepada direksi. 7. Mengadministrasikan proses perubahan dan penyesuaian anggaran perusahaan. Ellen dkk., (2001;2) mengemukakan bahwa pada sebuah perusahaan, penyusunan anggaran memiliki banyak manfaat diantaranya: 1. Adanya perencanaan terpadu. Anggaran perusahaan dapat digunakan sebagai alat ukur untuk merumuskan
suatu
rencana
perusahaan
dan
untuk
menjalankan
pengendalian terhadap berbagai kegiatan perusahaan secara menyeluruh. Dengan demikian, anggaran merupakan suatu alat bagi manajemen yang dapat digunakan baik untuk perencanaan maupun pengendalian. 2. Sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan perusahaan. Anggaran dapat memberikan pedoman yang berguna baik bagi manajemen puncak maupun manajemen menengah. Anggaran yang disusun dengan baik akan membuat bawahan menyadari bahwa manajemen memiliki pemahaman yang baik mengenai operasi perusahaan dan bawahan akan mendapatkan pedoman yang jelas dalam melaksanakan tugasnya. Disamping itu, penyusunan anggaran memungkinkan perusahaan untuk mengantisipasi perubahan dalam lingkungan dan melakukan penyesuaian, sehingga kinerja perusahaan dapat menjadi lebih baik. 3. Sebagai alat pengkoordinasi kerja. Anggaran dapat memperbaiki koordinasi kinerja internal perusahaan, sistem anggaran memperbaiki ilustrasi operasi perusahaan secara keseluruhan. Oleh karena itu sistem anggaran memungkinkan para manajer divisi untuk melihat hubungan antar divisi secara keseluruhan. 4. Sebagai alat pengawas kerja. Anggaran memerlukan serangkaian standar prestasi atau target yang bisa dibandingkan dengan realisasinya, sehingga pelaksanaan setiap aktivitas dapat dinilai kinerjanya. Dalam menentukan standar acuan, diperlukan pemahaman yang realistis dan analisis yang seksama terhadap kegiatankegiatan yang dilakukan oleh perusahaan. Penentuan standar yang sembarangan tanpa didasari oleh pengetahuan dapat menimbulkan banyak masalah dari pada manfaat. Mengingat standar dalam anggaran yang ditetapkan secara sembarangan, dapat merupakan target yang mustahil untuk dicapai karena telalu tinggi, dan akan menimbulkan frustasi atau ketidakpuasan. Sebaliknya, penetapan standar yang terlalu rendah akan menjadi tidak terkendali, menurunkan laba dan semangat kerja.
5. Sebagai alat evaluasi kegiatan perusahaan. Anggaran yang disusun dengan baik merupakan standar yang relevan, akan memberikan pedoman bagi perbaikan operasi perusahaan dalam menentukan langkah-langkah yang harus ditempuh agar pekerjaan bisa diselesaikan dengan baik, artinya menggunakan sumber daya perusahaan yang dianggap paling menguntungkan dan terhadap penyimpangan yang mungkin terjadi dalam operasional perusahaan, perlu dilakukan evaluasi yang dapat menjadi masukkan berharga bagi penyusunan anggaran selanjutnya. Selanjutnya Supriyono (1999;19) menyatakan bahwa anggaran dapat disusun dan dimanfaatkan dengan baik jika memenuhi syarat: 1. Organisasi perusahaan yang sehat. Organisasi yang sehat adalah organisasi yang disusun berdasarkan sistem organisasi tertentu, dapat mengadakan pembagian tugas fungsional dengan jelas, dan menentukan garis wewenang dan tanggung jawab dengan tegas. 2. Sistem akuntansi yang memadai. Sistem akuntansi yang memadai meliputi: a. Penggolongan rekening yang sama antara anggaran dan realisasinya sehingga dapat dibandingkan dan dihitung penyimpangannya. b. Pencatatan akuntansi terhadap transaksi akan memberikan informasi mengenai realisasi anggaran. c. Laporan didasarkan pada akuntansi pertanggungjawaban. 3. Penelitian dan analisis. Penelitian dan analisis diperlukan untuk menetapkan alat pengukuran prestasi sehingga anggaran dapat dipakai untuk menganalisis prestasi. 4. Dukungan dari pelaksana. Anggaran dapat dipakai sebagai alat yang baik bagi manajemen jika ada dukungan aktif dari para pelaksana dari tingkat atas maupun tingkat bawah.
Sedangkan syarat-syarat penyusunan anggaran menurut Ellen dkk., (2002;3) adalah: 1. Realistis Artinya tidak terlalu optimis dan tidak terlalu pesimis. 2. Luwes Artinya tidak terlalu kaku dan mempunyai peluang untuk disesuaikan dengan keadaan yang mugkin berubah. 3. Kontinyu Artinya membutuhkan perhatian terus-menerus dan tidak merupakan suatu usaha yang insidentil. Terkait dengan kegiatan produksi, secara khusus perusahaan akan merancang anggaran produksi, yang menurut Ellen dkk., (2001;60) memiliki pengertian: “Suatu perencanaan secara terperinci mengenai jumlah unit produksi yang akan diproduksi selama periode yang akan datang, yang di dalamnya mencakup rencana mengenai jenis, jumlah, dan waktu yang akan dilakukan”. Kegunaan anggaran produksi secara khusus adalah: a. Menunjang kegiatan penjualan, sehingga produk dapat disediakan sesuai waktu yang telah direncanakan. b. Menjaga tingkat persediaan yang memadai dengan cara mengusahakan persediaan yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. c. Mengatur produksi agar biaya-biaya produksi dapat ditekan seminimal mungkin. Secara garis besar, anggaran produksi dapat diformulasikan sebagai berikut: -
Rencana penjualan (dari anggaran penjualan)
xxx
-
Persediaan akhir
xxx +
-
Barang tersedia
xxx
-
Persediaan awal
xxx -
-
Jumlah yang harus diproduksi
xxx
2.2.5.3 Biaya Terkendali dan Biaya Tidak Terkendali Dalam sistem akuntansi pertanggungjawaban, setiap manajer pada pusat pertanggungjawaban harus bertanggung jawab atas biaya yang digunakan, walaupun tidak semua biaya yang digunakan adalah dari keputusan yang diambil oleh manajer. Oleh karena itu, dalam sistem akuntansi pertanggungjawaban dilakukan pemisahan antara biaya terkendali (controllable cost) dan biaya tidak terkendali (uncontrollable cost). Hanya biaya terkendali saja yang menjadi tanggung jawab manajer pusat pertanggungjawaban. Pengertian mengenai biaya terkendali dan tidak terkendali yang dikemukakan oleh Horngren dkk., (2003;192) adalah: “Controllable cost is any cost that is primaly subject to the influence of a given responsibility center management for a given time period. Uncontrollable cost is any cost can not be affected by the management of a responsibility center within a given time span”. Pengertian lain mengenai biaya terkendali dikemukakan oleh Bambang Hariadi (2002;279) adalah sebagai berikut: “Biaya terkendali adalah biaya yang dapat diatur secara langsung pada tingkat pimpinan tertentu atau dapat dipengaruhi secara signifikan oleh seseorang dalam jangka waktu tertentu”. Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa biaya terkendali adalah biaya yang secara signifikan dipengaruhi oleh manajer suatu pusat pertanggungjawaban dalam jangka waktu tertentu. Penggunaan istilah signifikan dalam definisi di atas dibedakan dengan istilah absolute atau 100%, sehingga tidak dapat dipengaruhi secara penuh oleh seorang manajer. Sedangkan biaya tidak terkendali adalah setiap biaya yang tidak bisa dipengaruhi oleh manajer suatu pusat pertanggungjawaban. Untuk memisahkan biaya ke dalam biaya terkendali dan tidak terkendali, sering sulit dilakukan. Pedoman yang dapat digunakan untuk menetapkan apakah suatu biaya dapat dibebankan sebagai tanggung jawab seorang manajer pusat pertanggungjawaban menurut Mulyadi (2001;168) yaitu:
1. Jika seorang manajer memiliki wewenang, baik dalam perolehan maupun penggunaan jasa, ia harus dibebani dengan biaya jasa tersebut. 2. Jika seorang manajer dapat secara signifikan mempengaruhi jumlah biaya tertentu melalui tindakannya sendiri, ia dapat dibebani dengan biaya tersebut. 3. Meskipun seorang manajer tidak dapat secara signifikan mempengaruhi jumlah biaya tertentu melalui tindakan langsungnya sendiri, ia dapat juga dibebani biaya tersebut, jika manajer puncak menghendaki agar ia menaruh perhatian, sehingga ia dapat membantu manajer lain yang bertanggung jawab untuk mempengaruhi biaya tersebut. Biaya tidak terkendali dapat diubah menjadi biaya terkendali melalui cara yang saling berkaitan seperti yang telah dikemukakan Mulyadi (2001;169), sebagai berikut: 1. Dengan mengubah dasar pembebanan dari alokasi ke pembebanan langsung. 2. Dengan mengubah letak tanggung jawab pengambilan keputusan. Dalam sistem akuntansi pertanggungjawaban, semua biaya
yang
dikendalikan oleh manajer tingkat bawah, dapat juga dikendalikan oleh manajer tingkat pusat pertanggungjawaban.
2.2.5.4 Klasifikasi Kode Rekening Dalam akuntansi pertanggungjawaban, biaya dan pendapatan yang terjadi dikumpulkan dan dilaporkan untuk setiap tingkatan manajemen. Agar dapat terlaksana dengan baik, biaya dan pendapatan harus digolongkan dan diberi kode sesuai dengan tingkat manajemen. Untuk kepentingan pengumpulan informasi akuntansi pertanggungjawaban, setiap pusat pertanggungjawaban yang terdapat dalam struktur organisasi diberi kode (disebut kode organisasi atau organization code) dengan struktur kode sebagai berikut, (Mulyadi 2001;193): 1. Jenjang organisasi dibagi menjadi tiga tingkatan: tingkat direksi, tingkat departemen, dan tingkat bagian. Oleh karena itu, jenjang organisasi diberi
kode dengan memakai tiga angka, yang setiap angka mencerminkan jenjang organisasi. 2. Angka ke satu menunjukkan jenjang direksi, angka ke dua menunjukkan jenjang departemen, dan angka ke tiga menunjukkan jenjang bagian. Pemberian kode pada rekening-rekening yang ada, berguna untuk memudahkan mencari perkiraan
yang
dibutuhkan,
memudahkan proses
pencatatan, pengklasifikasian, dan pelaporan data akuntansi. Agar dapat digunakan dengan baik, maka kode yang diberikan harus disusun secara konsisten. Menurut Mulyadi (2001; 129), pemberian kode rekening dapat dilakukan dengan cara: 1. Kode angka atau Alfabet urut Dalam metode pemberian kode ini, rekening buku besar diberi kode angka atau huruf yang berurutan. Kelemahan metode ini adalah jika terjadi perluasan rekening, akan mengakibatkan perubahan menyeluruh terhadap kode rekening yang mempunyai kode angka yang lebih besar. Contoh: 1 kas dan bank 2 piutang 2. Kode angka blok Dalam metode pemberian kode ini, rekening buku besar dikelompokkan menjadi beberapa golongan dan setiap golongan disediakan satu blok angka yang berurutan untuk memberi kodenya. Contoh: 1-24 Aktiva lancar 25-39 Investasi jangka panjang 40-69 Aktiva tetap berwujud 3. Kode angka kelompok Kode angka kelompok terbentuk dari dua atau lebih subcoders yang dikombinasikan menjadi satu kode. Kode angka kelompok ini mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1. Rekening diberi kode angka atau kombinasi angka dan huruf. 2. Jumlah angka dan atau huruf dalam kode adalah tetap.
3. Posisi angka dan atau huruf dalam kode mempunyai arti tertentu. 4. Perluasan klasifikasi dilakukan dengan memberi cadangan angka dan atau huruf ke kanan. 4. Kode angka desimal. Desimal berarti persepuluh, kode angka desimal memberi kode angka terhadap klasifikasi yang membagi kelompok menjadi maksimal 10 subkelompok. Sebagai contoh: 1
Persediaan
1.1
Persediaan suku cadang
1.2
Persediaan bahan baku penolong
1.3
Persediaan bahan baku
Persediaan bahan baku dibagi maksimal menjadi 10 golongan. 1.3.1
Bahan baku kayu
1.3.2
Bahan baku jerami
5. Kode angka urut didahului dengan huruf. Metode ini menggunakan kode berupa kombinasi angka dan huruf Contoh: AL
101
AL merupakan singkatan dari aktiva lancar. 2.2.5.5 Laporan Pertanggungjawaban Sistem akuntansi pertanggungjawaban merupakan suatu sistem yang menghasilkan keluaran berupa informasi akuntansi. Informasi akuntansi berasal dari laporan pertanggungjawaban yang dibuat oleh setiap manajer pusat pertanggungjawaban. Melalui laporan pertanggungjawaban, seorang manajer dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan tiap-tiap pusat pertanggungjawaban. Di dalam laporan, dicantumkan semua biaya yang sesungguhnya terjadi, lalu dibandingkan dengan biaya yang dianggarkan. Dengan demikian, dapat diketahui penyimpangan atau ketidakefisienan biaya yang terjadi dalam perusahaan. Bambang Hariadi (2002;282) mengemukakan, agar manfaat laporan pertanggungjawaban dapat dicapai, prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan laporan adalah sebagai berikut:
1. Konsep pertanggungjawaban harus diterapkan, artinya, setiap laporan biaya penghasilan dan investasi untuk seorang pejabat harus betul-betul merupakan tanggung jawab pejabat yang bersangkutan atau manajer pusat pertanggungjawaban. 2. Prinsip penyimpangan harus diterapkan, artinya, untuk menghemat waktu, tenaga dan biaya maka setiap laporan harus diterapkan untuk menyoroti hal-hal yang menyimpang dari rencana, dengan demikian manajemen hanya memusatkan perhatian pada hal-hal yang penting saja. 3. Angka-angka
harus
disajikan
dalam
bentuk
perbandingan
yaitu
perbandingan dilakukan antara pelaksanaan sesungguhnya dengan anggaran atau ukuran lain yang logis untuk memudahkan melihat terjadinya penyimpangan. 4. Laporan dikembangkan dalam bentuk ikhtisar. Untuk pelaksanaan yang luas, maka laporan perlu dikembangkan dalam bentuk ikhtisar untuk setiap tingkatan pimpinan yang lebih tinggi. Laporan yang ringkas dengan jangkauan yang lebih luas dan berjenjang dan meliputi keadaan seluruh perusahaan. 5. Harus disertai keterangan yang jelas. Setiap laporan harus diikuti dengan berbagai komentar dari penyusun maupun pihak penerima laporan, untuk menunjukkan bahwa laporan telah dimengerti dan untuk mengarahkan pada hal-hal penting yang perlu mendapat perhatian. Laporan
pertanggungjawaban
biaya
dihasilkan
untuk
memenuhi
kebutuhan tiap-tiap manajer pada berbagai jenjang organisasi. Menurut Mulyadi (2001;194), laporan ini disusun atas dasar: 1. Jenjang terbawah yang diberi laporan ini adalah tingkat manajer bagian. 2. Manajer jejang terbawah diberi laporan pertanggungjawaban biaya yang berisi rincian realisasi biaya dibanding dengan anggaran biaya yang disusun. 3. Manajer
jenjang
pertanggungjawaban
atas
diberi
sendiri
dan
laporan
mengenai
ringkasan
realisasi
biaya biaya
pusat yang
dikeluarkan oleh manajer-manajer yang berada di bawah wewenangnya,
yang disajikan dalam bentuk perbandingan dengan anggaran biaya yang disusun oleh masing-masing manajer bersangkutan. 4. Semakin ke atas, laporan pertanggungjawaban disajikan semakin jelas. Mulyadi (2001;195) mengemukakan bahwa dalam format umum, laporan pertanggungjawaban berisi informasi sebagai berikut: 1. Nomor kode akun biaya. 2. Jenis biaya atau pusat pertanggungjawaban. 3. Realisasi biaya bulan ini. 4. Anggaran biaya bulan ini. 5. Penyimpangan biaya bulan ini. 6. Realisasi biaya sampai dengan bulan ini. 7. Anggaran biaya sampai dengan bulan ini. 8. Penyimpangan biaya sampai dengan bulan ini. Dalam Sistem pelaporan biaya kepada manajer yang bertanggung jawab, jenis laporan pertanggungjawaban digolongkan menjadi 3 kelompok sesuai dengan jenjang organisasi berikut ini: 1. Laporan pertanggungjawaban Biaya-Manajer Bagian. Laporan ini disajikan untuk para manajer bagian, yang berisi mengenai rincian realisasi, anggaran, dan penyimpangan biaya di tingkat bagian. 2. Laporan pertanggungjawaban Biaya-Manajer Departemen. Laporan ini disajikan untuk para manajer departemen 3. Laporan pertanggungjawaban Biaya-Direksi. Laporan ini disajikan kepada direktur utama, direktur produksi, dan direktur pemasaran. Adapun tujuan dari laporan pertanggungjawaban menurut Carter (2002; 111) adalah: 1. Untuk memotivasi orang, guna mencapai kinerja yang tinggi dengan melaporkan efisiensi maupun inefisiensi ke pada manajer-manajer yang bertanggung jawab dan atasan mereka.
2. Untuk menyediakan informasi yang membantu manajer yang bertanggung jawab guna mengidentifikasikan ketidakefisienan sehingga mereka dapat mengendalikan biaya.
2.3
Pengertian Efektivitas Efektivitas berasal dari kata efektif, yang menurut supriyono (2000; 330)
definisinya adalah: “Efektif adalah melaksanakan sesuatu yang benar”. Selanjutnya Supriyono menjelaskan definisi efektivitas sebagai berikut: “Efektivitas adalah hubungan antara keluaran pusat pertanggungjawaban dengan tujuannya”. Pengertian lain mengenai efektivitas dikemukakan oleh Anthony dan Govindarajn (2004;150) yaitu: “Effectiveness is the determined by the relationship between a responsibility centers and abjectives”. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas merupakan hubungan antara output suatu pusat pertanggungjawaban dengan sasaran yang harus dicapai. Jadi apabila output yang dicapai tidak jauh berbeda dengan sasaran, maka dapat dikatakan organisasi atau perusahaan tersebut telah efektif.
2.4
Pengertian Pengendalian dan Biaya Produksi
2.4.1
Pengertian Pengendalian Bambang Hariadi (2002;5) menjelaskan pengertian pengendalian sebagai
berikut: “Dalam arti sempit, pengendalian adalah mengawasi pada akhir periode, apakah hasil pelaksanaan telah sesuai dengan rencana jangka pendek maupun jangka panjang yang telah ditetapkan. Sedangkan dalam arti luas, pengendalian menyangkut tiga hal: 1) pelaksanaan dilapangan atas rencana yang telah ditetapkan, 2) mendapatkan umpan-balik mengenai seberapa jauh pelaksanaan tersebut sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan,
dan 3) jika terjadi penyimpangan, maka harus segera ditentukan langkahlangkah tindakan koreksi untuk mengatasi hal tersebut”. Sedangkan pengertian pengendalian menurut Supriyono (2000;19) adalah sebagai berikut: “Dalam arti luas, pengendalian adalah proses untuk mengarahkan seperangkat variabel (misalnya mesin, manusia, dan peralatan) ke arah tercapainya sasaran atau tujuan dalam organisasi. Dalam arti sempit, pengendalian adalah proses mengarahkan kegiatan yang menggunakan berbagai sumber ekonomi agar sesuai dengan rencana sehingga tujuan organisasi dapat tercapai”. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, pengendalian dapat disebut sebagai suatu tindakan pengarahan aktivitas perusahaan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan yang salah satu caranya adalah dengan membandingkan pelaksanaan dengan rencana yang telah ditetapkan dalam anggaran, dengan mengambil tindakan perbaikan apabila terjadi penyimpangan. Menurut Malayu (2004;245), proses pengendalian dilakukan secara bertahap melalui langkah-langkah berikut: 1. Menentukan standar-standar
yang akan digunakan
sebagai dasar
pengendalian. 2. Mengukur pelaksanaan atau hasil yang telah dicapai. 3. Membandingkan pelaksanaan atau hasil dengan standar, dan menentukan penyimpangan jika ada. 4. Melakukan tindakan perbaikan jika terdapat penyimpangan, agar pelaksanaan dan tujuan sesuai dengan rencana. Selanjutnya
menurut
Malayu
(2004;245),
cara-cara
pengendalian
dilakukan sebagai berikut: 1. Pengawasan langsung Adalah pengawasan yang dilakukan sendiri secara langsung oleh seorang manajer. Manajer memeriksa pekerjaan yang sedang dilakukan untuk mengetahui apakah pekerjaan telah dilakukan dengan benar dan hasilnya sesuai dengan yang dikehendaki.
2. Pengawasan tidak langsung Adalah pengawasan yang dilakukan melalui laporan yang diberikan bawahan. Laporan ini dapat berupa lisan atau tulisan tentang pelaksanaan pekerjaan dan hasil yang telah dicapai. 3. Pengawasan berdasarkan kekecualian Adalah pengendalian yang dikhususkan untuk kesalahan-kesalahan luar biasa dari hasil atau standar yang ditetapkan. Selanjutnya Malayu (2004;242) menjelaskan tujuan pengendalian adalah: 1. Supaya proses pelaksanaan dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dari rencana. 2. Melakukan tindakan perbaikan (corrective), jika terdapat penyimpangan. 3. Supaya tujuan yang dihasilkan sesuai dengan rencana.
2.4.2
Pengertian Biaya Produksi Menurut Malsiyah dan Yuningsih (2004;16), yang dimaksud dengan biaya
produksi adalah: “Biaya produksi adalah biaya yang berkaitan dengan pembuatan barang dan penyediaan jasa”. Selanjutnya menurut Bastian dan Nurlela (2007;10) pengertian biaya produksi adalah: “Biaya produksi adalah biaya yang digunakan dalam proses produksi yang terdiri dari biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik. Biaya produksi timbul dari kegiatan manufaktur. Kegiatan manufaktur merupakan proses transformasi bahan mentah menjadi barang setengah jadi, lalu menjadi barang jadi. Proses transformasi bahan mentah sampai menjadi barang jadi ini menggunakan biaya. Menurut Sunarto (2003;5), biaya produksi dibagi menjadi unsur atau komponen biaya:
1.
Biaya bahan baku atau bahan langsung Biaya ini timbul karena pemakaian bahan. Biaya bahan baku merupakan harga pokok bahan yang dipakai dalam produksi untuk membuat barang, yang merupakan bagian dari harga pokok barang jadi yang akan dibuat.
2. Biaya tenaga kerja langsung Biaya ini timbul karena pemakaian tenaga kerja yang dipergunakan untuk mengolah bahan setengah jadi menjadi barang jadi. Biaya tenaga kerja langsung merupakan gaji dan upah yang diberikan kepada tenaga kerja yang terlibat langsung dalam pengolahan barang. 3. Biaya overhead pabrik Biaya ini timbul terutama karena pemakaian fasilitas untuk mengolah barang, berupa mesin, alat-alat, tempat kerja dan kemudahan lain, dalam kenyataannya dan sesuai dengan label biaya tesebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa biaya overhead pabrik adalah semua biaya selain biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung.
2.4.3
Pengendalian Biaya Produksi Pengendalian biaya produksi mempunyai peran penting bagi suatu
perusahaan yang bertujuan untuk mencari laba. Karena efisiensi dari biaya produksi akan mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam mengahasilkan laba. Pengendalian biaya produksi merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh manajemen dengan cara membandingkan biaya yang sesungguhnya terjadi dengan anggaran biaya yang telah ditetapkan dan melakukan tindakan perbaikan apabila terjadi penyimpangan, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Pengendalian biaya produksi meliputi tiga elemen, yaitu: 1. Pengendalian biaya bahan baku Pengendalian biaya bahan baku dilakukan dengan membandingkan pelaksanaan yang sebenarnya dengan rencana yang telah ditetapkan. Serta mengambil tindak lanjut terhadap perbedaan yang terjadi.
2. Pengendalian biaya tenaga kerja Pengendalian biaya tenaga kerja dimulai dengan penempatan tenaga kerja, perencanaan jadwal produksi, penyusunan anggaran biaya tenaga kerja, waktu penyelesaian pekerjaan dan perencanaan upah insentif. 3. Pengendalian biaya produksi tidak langsung (biaya overhead pabrik) Cara yang dilakukan untuk pengendalian biaya produksi tidak langsung sama dengan pengendalian terhadap biaya-biaya langsung, yaitu dengan membandingkan pelaksanaan yang sebenarnya terjadi dengan rencana yang telah ditetapkan, serta melakukan tindakan perbaikan terhadap perbedaan yang ada.
2.5
Efektivitas Pengendalian Biaya Produksi Efektivitas perencanaan dan pengendalian biaya produksi menyangkut
kesesuaian antara kuantitas produk yang dihasilkan dengan anggaran dan kualitas produk yang sesuai dengan target kualitas (Supriyono, 2000;337). Efektivitas pengendalian biaya produksi dapat dilihat dari laporan realisasi anggaran biaya produksi yang diterbitkan setiap pusat pertanggungjawaban, yang dapat digunakan sebagai alat evaluasi, sehingga dapat diketahui apakah tujuan yang ditetapkan telah tercapai. Pengendalian biaya produksi dapat dicapai dengan melakukan pengawasan dan pengukuran kinerja manajer secara terus-menerus, dengan membandingkan biaya yang sesungguhnya terjadi dengan standar yang telah ditetapkan. Manajer secara individu diberi penghargaan atau hukuman menurut sistem yang telah ditetapkan. Sistem ini dirancang untuk memacu para manajer dalam mengelola biaya dan mencapai target standar biaya dengan cara mengevaluasi penyebab terjadinya penyimpangan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian biaya produksi dapat dikatakan efektif jika anggaran biaya produksi yang berfungsi untuk mengendalikan biaya, telah dilaksanakan dengan baik sehingga tujuan pengendalian dapat tercapai.
2.6
Evaluasi Penerapan Sistem Akuntansi Pertanggungjawaban dalam Menunjang Efektivitas Pengendalian Biaya Produksi Sistem akuntansi pertanggungjawaban (responsibility accounting system)
merupakan suatu sistem akuntansi yang disusun sedemikian rupa sehingga pengumpulan dan pelaporan biaya dan atau pendapatan dilakukan sesuai dengan bidang pertanggungjawaban dalam organisasi, dengan tujuan agar dapat ditunjuk orang atau kelompok yang bertanggung jawab terhadap penyimpangan dari biaya atau pendapatan yang dianggarkan. Sistem ini menghasilkan keluaran berupa informasi akuntansi mengenai biaya, pendapatan, dan aktiva yang dihubungkan dengan manajer yang bertanggung jawab terhadap pusat pertanggungjawaban tertentu. Informasi ini meliputi informasi masa yang akan datang yang memberikan manfaat pada proses penyusunan anggaran serta informasi masa lalu yang bermanfaat sebagai penilai kinerja manajer pusat pertanggungjawaban dan sebagai pemotivasi manajer. Dalam proses pengendalian, informasi akuntansi pertanggungjawaban yang berupa informasi masa yang akan datang berguna dalam proses penyusunan anggaran, yang akan dijadikan sebagai tolak ukur dalam menilai hasil kinerja manajer
pusat
pertanggungjawaban
dengan
cara
membandingkan
hasil
sesungguhnya dengan anggaran yang telah ditetapkan. Sebagai suatu sistem yang digunakan untuk mengendalikan biaya, setiap tingkatan manajemen dalam pusat pertanggungjawaban bertanggung jawab untuk membuat laporan pertanggungjawaban. Untuk memudahkan kegiatan tersebut, biaya harus diklasifikasikan dan diberi kode sesuai tingkat manajemen di dalam organisasi perusahaan. Pengendalian biaya produksi dapat dilakukan dengan membandingkan laporan akuntansi pertanggungjawaban yang berisi informasi biaya yang sesungguhnya terjadi dengan anggaran yang telah ditetapkan sebelumnya sehingga dapat diketahui penyimpangan yang terjadi agar dapat dilakukan koreksi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahawa evaluasi penerapan sistem akuntansi pertanggungjawaban dalam menunjang efektivitas pengendalian biaya
produksi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk menilai apakah sistem akuntansi pertanggungjawaban yang diterapkan di dalam perusahaan telah berjalan dengan memadai, sehingga tercapai efektivitas pengendalian biaya produksi.