BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Kriminalitas Kriminalitas merupakan segala macam bentuk tindakan dan perbuatan yang merugikan secara ekonomis dan psikologis yang melanggar hukum yang berlaku dalam negara indonesia serta norma-norma sosial dan agama. Dapat diartikan bahwa tindak kriminalitas, adalah segala sesuatu perbuatan yang melanggar hukum dan melanggar norma-norma sosial, sehingga masyarakat menentangnya.(Kartono, 1999 : 122) Secara sosiologis kriminalitas atau tindak kejahatan mempunyai dua unsur yaitu : 1) Kejahatan itu ialah perbuatan yang merugikan secara ekonomis dan merugikan secara psikologis. 2) Melukai perasaan susila dari suatu segerombolan manusia, dimana orang-orang itu berhak melahirkan celaan. Menurut R. Susilo secara sosiologis mengartikan kriminalitas adalah sebagai perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan penderita atau korban juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban. Menurut Badan Pusat Statistika kelakuan yang bersifat jahat (criminal behavior) adalah kelakuan
yang melanggar Undang-Undang/hukum pidana.
Bagaimanapun im-morilnya atau tidak patutnya suatu perbuatan, ia bukan kejahatan kecuali bila dilarang oleh Undang-Undang/hukum pidana.
2.1.1.1 Jenis-jenis Kriminalitas Kartono (1999 :130-136), jenis-jenis kriminalitas dibagi menjadi 1. Jenis-jenis kriminalitas secara umum : a. Rampok dan gangsterisme. Rampok dan gangsterisme sering melakukan operasi-operasinya bersama-sama dengan organisasi-organisasi ilegal.
Universitas Sumatera Utara
b. Penipuan. Permainan-permainan penipuan dalam bentuk judi dan perantara-perantara “kepercayaan”, pemerasan (blackmailing), ancaman untuk mempublisir skandal dan perbuatan manipulative. c. Pencurian dan pelanggaran. Pencurian dan pelanggaran tersebut antara lain: perbuatan kekerasan, perkosaan, pembegalan, perampokan, pelanggaran lalu lintas, ekonomi, pajak, beacukai, dll. 2. Jenis kejahatan menurut cara kejahatan dilakukan : a. Menggunakan alat bantu. Pelaku kriminal tersebut dalam melancarkan aksinya menggunakan senajata, senapan, bahan kimia atau racun, alat pemukul, dll. b. Tanpa menggunakan alat bantu Pelaku dalam melakukan tindak kriminal hanya dengan kekuatan fisik, dengan bujuk rayu atau tipuan. c. Residivis Residivis adalah penjahat yang berulang keluar masuk penjara, selalu mengulangi perbuatan jahat, baik yang serupa maupun yang berbeda bentuk kejahatannya. d. Penjahat berdarah dingin Penjahat berdarah dingin adalah pelaku kriminal yang melakukan kejahatan dengan pertimbangan dan persiapan yang matang. e. Penjahat kesempatan Yang dimaksud adalah perilaku kejahatan yang melakukan kejahatan dengan menggunakan kesempatan-kesempatan yang ada tanpa direncanaakan. 3. Jenis kejahatan menurut obyek hukum yang diserangnya. a. Kejahatan ekonomi : penggelapan, penyelundupan, perdagangan barangbarang terlarang, penyogokan atau penyuapan untuk mendapatkan monopolimonopoli tertentu. b. Kejahatan kesusilaan : pelanggaran seks, perkosaan, fitnahan. c. Kejahatan terhadap jiwa orang dan harta benda.
Universitas Sumatera Utara
2.1.1.2 Penyebab Kriminalitas Sebagai Kenyataannya bahwa manusia dalam pergaulan hidupnya sering terdapat penyimpangan terhadap norma-norma, terutama norma hukum. Didalam pergaulan manusia, penyimpangan hukum ini disebut sebagai kejahatan atau kriminalitas. Dan kriminalitas itu sendiri merupakan masalah sosial yang berada ditengah-tengah masyarakat, dimana tindak kriminalitas tersebut mempunyai faktorfaktor penyebab yang mempengaruhiterjadinya kriminalitas tersebut. Menurut Andi Hamzah (1986:64), faktor penyebab kriminalitas dikelompokkan menjadi faktor dari dalam diri dan faktor dari luar diri pelaku. Faktor dari dalam diri tersebut yaitu : faktor Biologik, faktor pembawaan kriminal, faktor umur. Faktor dari luar diri tersebut yaitu : faktor lingkungan, kemiskinan, kepadatan penduduk, pendidikan, bacaan harian atau film.
2.1.2 Jumlah Penduduk Miskin (Kemiskinan) Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. Berdasarkan Undang-Undang No.24 Tahun 2004, kemiskinan adalah kondisi sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang yang tidak terpenuhinya hah-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermatabat. Kebutuhan dasar yang menjadi hak seseorang atau sekelompokorang meliputi kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam, lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan kehidupan sosial dan politik. Laporan Bidang Kesejahteraan Rakyat yang dikeluarkan oleh Kementrian Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Tahun 2004 menerangkan pula bahwa kondisi yang disebut miskin ini juga berlaku pada mereka yang bekerja akan tetapi pendapatannya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokok/dasar.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.1 Pengaruh Jumlah Penduduk Miskin terhadap Jumlah Kriminalitas Kemiskinan menjadi salah satu faktor penyebab dari tindak kriminalitas karena pasalnya dengan hidup dalam keterbatasan maupun kekurangan akan mempersulit seseorang memenuhi kebutuhan hidupnya baik dari segi kebutuhan sandang(pakaian), pangan (makanan), papan (tempat tinggal) sehingga untuk memenuhi segala kebutuhan tersebut seseorang melakukan berbagai cara guna memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk dengan cara melakukan tindak kriminalitas atau kejahatan. Yang artinya semakin tinggi jumlah penduduk miskin(kemiskinan) maka akan meningkat jumlah kriminalitas.
2.1.3 Pengangguran Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya (Wikipedia;2014). Pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja,yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkan (Sadono Sukirmo;2014).
2.1.3.1 Jenis Pengangguran Berdasarkan jam kerja: Pengangguran Terselubung adalah golongan angkatan kerja yang melakukan pekerjaan tetapi hasilnya tidak mencukupi kebutuhan; Pengangguran Setengah Menganggur adalah golongan angkatan kerja yang betul-betul tidak mendapatkan pekerjaan karena pendidikan dan keterampilan yang tidak memadai; Pengangguran Terbuka adalah golongan angkatan kerja yang betul-betul tidak mendapatkan kesempatan bekerja sehingga tidak mendapatkan penghasilan (Wikipedia;2014).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Penyebab: Pengangguran friksional, pengangguran yang terjadi karena atas perubahan dan dinamika ekonomi; Pengangguran musiman adalah pengangguran yang terjadi karena pergantian musim sehingga mempengaruhi jumlah pekerjaan yang tersedia di beberapa industry seperti sector pertanian; Pengangguran konjungtural adalah pengangguran yang terjadi karena berkurangnya permintaan barang dan jasa; Pengangguran struktural adalah pengangguran yang muncul akibat perubahan struktur ekonomi; Pengangguran sukarela adalah pengangguran yang terjadi karena adanya orang yang sesungguhnya masih dapat bekerja tetapi dengan sukarela dia tidak mau bekerja karena sudah cukup puas dengan kekayaan yang dia miliki; Pengangguran deflasioner adalah pengangguran yang disebabkan karena lowongan pekerjaan
yang tidak cukup untuk menampung pelamar kerja;
Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang disebabkan karena kemajuan teknologi yakni karena pergantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin.
2.1.3.2 Penyebab Pengangguran Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengangguran adalah sebagai berikut: • Besarnya angkatan kerja tidak seimbang dengan Kesempatan kerja. • Struktur lapangan kerja tidak seimbang. • Kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik tidak seimbang. • Meningkatnya peranan dan aspirasi angkatan kerja wanita dalam seluruh struktur angkatan kerja Indonesia. • Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga kerja antar daerah tidak seimbang (Sadono,Sukirno;2004). 2.1.3.3 Pengaruh Pengangguran terhadap Jumlah Kriminalitas Efek buruk dari pengangguran adalah mengurangi pendapatan seseorang yang pada akhirnya mengurangi tingkat kemakmuran. Semakin menurunnya kesejahteraan seseorang karena menganggur tentunya akan meningkatkan peluang mereka untuk melakukan tindak kriminalitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya karena tidak memiliki pendapatan atau penghasilan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Badan Pusat Statistika (BPS) besarnya dampak sosial dan kesehatan masyarakat akibat tingginya angka pengangguran, khususnya di kalangan muda lakilaki. Sejumlah penelitian menunjukkan adanya hubungan pengangguran dengan dorongan memulai atau melanjutkan tindak kriminalitas dan perilaku beresiko. Memang hubungan antarkeduanya tidak bersifat kausal. Tetapi data-data empiris menunjukkan besarnya keterlibatan kalangan muda laki-laki yang pengangguran atau setengah menganggur dalam kriminalitas, khususnya kriminalitas jalanan dan perilaku beresiko seperti kekerasan dan penyalahgunaan narkotika yang berujung pada resiko hukum dan kesehatan masyarakat seperti pemenjaraan, kesakitan, hingga kematian. Hal ini menunjukkan bahwa pengangguran berpengaruh terhadap tindak kriminalitas.
2.1.4 Jumlah Penghasilan (Pendapatan) Ada beberapa defenisi pengertian penghasilan, menurut Badan Pusat Statistika (BPS) sesuai dengan konsep dan defenisi (1999) pengertian penghasilan adalah jumlah penghasilan riil untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun perseorangan. Semakin tinggi penghasilan, semakin besar pula persentase dari penghasilan tersebut untuk memenuhi kebutuhan. Jadi penghasilan adalah faktor penting bagi kuantitas dan kualitas.
2.1.4.1 Pengaruh Penghasilan (Pendapatan) terhadap Jumlah Kriminalitas Berbagai penelitian membuktikan bahwa kesempatan yang lebih baik dalam memperoleh penghasilan akan mengurangi kejahatan. Doyle, Ahmed dan Home (1999) dalam Husnayain (2007) membuktikan bahwa upah yang telah dibobotkan dengan jumlah pekerja di sektor legal memiliki hubungan yang positif terhadap kejahatan. Bagaimanapun, tingkat pendapatan masyarakat merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kejahatan. Ini menjelaskan mengapa kejahatan banyak terjadi di kota-kota besar yang memiliki tingkat pendapatan tinggi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ramadhani (2012) menggambarkan bahwa tingkat pendapatan pelaku pencurian kendaraan bermotor yang paling banyak adalah yang dikategorikan dalam tingkat berpendapatan rendah, pendapatannya sekitar
Universitas Sumatera Utara
kurang dari RP. 250.000/bulan mencapai 16 orang, sedangkan yang berpendapatan sedang antara Rp. 251.000 s/d Rp 900.000/bulan sebanyak 16 orang.
2.2 Badan Pusat Statistika (BPS) Seiring dengan adanya perkembangan jaman, khususnya pada pemerintahan Orde Baru, untuk memenuhi kebutuhan dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan, mutlak dibutuhkan data statistik. Untuk mendapatkan data secara tepat dan akurat, salah satu unsurnya adalah pembenahan organisasi BPS. Dalam masa Orde Baru ini, BPS telah mangalami empat kali perubahan struktur organisasi : 1. PeraturanPemerintah No. 16 Tahun 1980 tentangorganisasi BPS 2. PeraturanPemerintah No. 6 Tahun 1980 tentangorganisasi BPS 3. PeraturanPemerintah No.2 Tahun 1992 tentangkedudukan, tugas, fungsi, susunan dan tatakerja BPS 4. Undang-undang No. 16 Tahun 1997 tentang statistik 5. Keputusan Presiden RI No. 86 Tahun 1998 tentang BPS 6. Keputusan Kepala BPS N0. 100 Tahun 1998 tentang organisasi dan data kerja BPS 7. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 1998 tentang penyelenggaraan statistik Tahun 1968, ditetapkan peraturan pemerintah No. 16 tahun 1968 yaitu yang mengatur organisasi dan data kerja di pusat dan daerah Tahun 1980, peraturan pemerintah No. 6 tahun 1980 tentang organisasi sebagai pengganti peraturan pemerintah No. 16 tahun 1968. Berdasarkan peraturan pemerintah No. 6 tahun 1980 di tiap provinsi terdapat perwakilan BPS dengan nama kantor statistic provinsi dan di Kabupaten atau Kotamadya terdapat cabang perwakilan BPS dengan nama kantor statistik Kabupaten atau Kotamadya. Pada tanggal 19 Mei 1997 menetapkan tentang statistik sebagai pengganti UU No. 6 dan 7 tentang sensus dan statistik. Pada tanggal 17 Juli 1998 dengan keputusan Presiden RI No. 89 tahun 1998, ditetapkan BPS sekaligus mengatur tatakerja dan struktur organisasi BPS yang baru.
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Tugas Badan Pusat Statistik Menurut keputusanPresiden RI No. 6 tahun 1992 tugas BPS adalah : 1.
Melakukan kegiatan statistik yang ditugaskan kepadanya oleh pemerintah, antara lain di bidang pertanian, agraria, pertambangan, perindustrian, perhubungan, perdagangan, kependudukan, sosial, ketenagakerjaan, keuangan, pendapatan nasional, pendidikan dan keagamaan.
2.
Atas nama pemerintah melaksanakan koordinasi di lapangan kegiatan statistic dari segenap instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah dengan tujuan mencegah dilakukannya pekerjaan yang serupa oleh dua atau lebih instansi, memajukan keseragaman dalam panggunaan definisi, klasifikasi dan lain-lain.
3.
Mengadakan segala daya agar masyarakat menyadari akan tujuan dan kegunaan statistik. Berdasarkan Keppres ini Kepala berada di bawah dan bertanggung jawab
langsung kepada Presiden serta mempunyai tugas : 1.
Memimpin BPS sesuai dengan tugas dan fungsi BPS serta membina aparatur BPS agar berdayaguna dan berhasilguna.
2.
Menentukan kebijakan teknis pelaksanaan di bidang statistik yang secara fungsional menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku serta kebijakan umum yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
3.
Membina dan melaksanakan koordinasi dengan departemen dan instansilainnya dalam mengembangkan berbagai jenis stastistik yang diperlukan, serta melaksanakan kerjasama di bidang stastistik dengan lembaga/organisasi lain baik di dalam maupun di luar negeri.
Universitas Sumatera Utara