ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori 2.1.1. Keadilan Organisasional 2.1.1.1. Pengertian Keadilan Organisasional Teori keadilan atau teori kesetaraan merupakan salah satu bagian dari teori motivasi. Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Festinger pada tahun 1957 yang mengemukakan
mengenai
teori
disonansi
kognitif.
Dikatakan
bahwa
ketidakkonsistenan persepsi seseorang akan menciptakan disonansi kognitif (atau perasaan tidak nyaman secara psikologis) yang akan menyebabkan tindakan korektif. Selanjutnya Adams (1963), dalam Greenberg (1990), mengemukakan bahwa setiap karyawan akan membandingkan rasio input dan outcomes yang diterimanya, serta membandingkan outcomes yang diterimanya dengan outcomes dari comparison persons. Apabila tercapai perimbangan antara input dan outcomes serta comparison persons maka outcomes bisa dikatakan adil. Penjelasan Adam ini dikenal dengan teori keadilan (equity theory). Dalam teori keadilan, individu membandingkan masukan dan keluaran pekerjaan mereka dengan masukan atau keluaran orang lain dan kemudian merespon untuk menghapuskan setiap ketidakadilan (Robbins, 2011). Terdapat empat acuan pembanding yang dapat digunakan oleh karyawan, yaitu (Robbins, 2011):
15 tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
16
1. Di dalam diri sendiri, merupakan pengalaman karyawan dalam posisi yang berbeda dalam organisasinya yang sekarang ini. 2. Di luar diri sendiri, merupakan pengalaman dalam situasi atau posisi diluar organisasinya sekarang ini. 3. Di dalam diri orang lain, merupakan individu atau kelompok lain di dalam organisasi karyawan itu. 4. Di luar diri orang lain, merupakan individu atau kelompok di luar organisasi karyawan itu. Sejumlah faktor yang dipertimbangkan sewaktu membuat perbandinganperbandingan keadilan (equity comparisons) adalah waktu, pendidikan/pelatihan, pengalaman, ketrampilan-ketrampilan, kreativitas, senioritas, loyalitas kepada organisasi, umur, sifat-sifat kepribadian, dan penampilan sebagai masukan (inputs). Adapun sebagai hasil (outcomes) adalah imbalan-imbalan/bonus, aneka macam tunjangan, tugas-tugas yang menantang, kepastian pekerjaan, kemajuan dalam karier/promosi, simbol-simbol status, lingkungan kerja yang nyaman dan aman, peluang untuk pertumbuhan dan pengembangan diri (pribadi), supervisi suportif, dan partisipasi dalam keputusan-keputusan penting. Apabila karyawan merasa diperlakukan tidak adil, maka mereka akan mengambil pilihan pada salah satu alternatif berikut (Winardi, 2004): 1. Karyawan yang bersangkutan dapat memperbesar masukan atau inputnya. Misalnya, dengan bekerja lebih keras, mengikuti sekolah tertentu atau program pelatihan yang terspesialisasi.
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
17
2. Karyawan yang bersangkutan dapat mengurangi masukannya. Misalnya, jangan bekerja demikian keras, melaksanakan waktu istirahat lebih lama. 3. Karyawan dapat berupaya untuk memperbesar hasil-hasil yang dicapainya. Misalnya, meminta kenaikan gaji, meminta titel (jabatan) baru, dan mencari intervensi dari luar. 4. Karyawan dapat mengurangi hasil-hasil yang dicapainya. Misalnya, meminta pembayaran yang lebih rendah. 5. Karyawan meninggalkan tempat pekerjaan. Misalnya, absensi dan keluar dari pekerjaan. 6. Karyawan yang bersangkutan dapat mendistorsi secara psikologis masukan atau hasilnya. Misalnya, meyakinkan diri bahwa masukan tertentu tidak penting, meyakinkan diri bahwa pekerjaan yang sedang dilaksanakan merupakan pekerjaan yang monoton dan membosankan. 7. Karyawan yang bersangkutan dapat mendistorsi secara psikologis masukanmasukan atau hasil-hasil dari pihak lain. Misalnya, menarik kesimpulan bahwa orang lain banyak pengalaman atau bekerja lebih keras, menarik kesimpulan bahwa pihak lain memiliki jabatan lebih penting. 8. Melaksanakan perubahan perbandingan dengan pihak lain. Misalnya, mencari orang lain sebagai pembanding baru, membandingkan diri sendiri dengan pekerjaan sebelumnya. Keadilan organisasi berfokus pada bagaimana karyawan menyimpulkan apakah mereka telah diperlakukan secara adil dalam pekerjaannya dan bagaimana
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
kesimpulan
tersebut
kemudian
mempengaruhi
variabel-variabel
18
lain
yang
berhubungan dengan pekerjaan (Moormant, 1991). Greenberg (1990) mengatakan keadilan organisasi merupakan sebuah konsep yang menyatakan persepsi karyawan mengenai sejauhmana mereka diperlakukan secara wajar, dalam organisasi dan bagaimana persepsi tersebut mempengaruhi hasil organisasi seperti komitmen dan kepuasan. Persepsi keadilan organisasi sangat mempengaruhi sikap karyawan seperti kepuasan kerja, turnover intentions dan komitmen organisasional dan juga perilaku kerja seperti absensi dan Organizational Citizenship Behaviour (Bhakshi et al., 2009). Dapat ditarik kesimpulan bahwa perusahaan perlu memberikan perhatian yang besar pada persepsi karyawan mengenai keadilan organisasi. Hal ini akan memberikan dampak yang besar bagi perusahaan, apabila karyawan merasa telah diperlakukan adil oleh perusahaan maka ia akan memiliki kepuasan dan komitmen organisasional yang tinggi, selanjutnya akan menunjukkan perilaku positif dan meningkatkan kinerjanya untuk perusahaan. Sementara itu, karyawan yang merasa tidak diperlakukan adil oleh perusahaan cenderung akan merasa curiga dan tidak nyaman terhadap perusahaan, sehingga akan menurunkan semangat kerjanya. Salah satu cara perusahaan untuk dapat memberikan rasa adil kepada karyawan adalah mengutamakan transparansi dan menjalin komunikasi yang baik dengan karyawan dalam menentukan beberapa kebijakan perusahaan.
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
19
2.1.1.2. Keadilan Prosedural Keadilan prosedural menurut DeConinck dan Stilwell (2004): “The procedural justice perspective focuses on the process that is used to make these decisions.” Menurut DeConinck dan Stillwell (2004), keadilan prosedural berfokus pada proses yang digunakan untuk membuat keputusan. Proses pembuatan keputusan dapat berbentuk pembuatan peraturan yang ada di organisasi, pemberian hukuman, dan lain-lain. Folger dan Cropanzano, dalam DeConinck dan Stilwell (2004), mengatakan bahwa ada dua jenis perspektif dalam keadilan ini, yaitu suara vs diam (tidak diberikan suara). Ketika karyawan mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, tindakan tersebut dikatakan adil secara prosedural. Namun, jika karyawan tidak diberikan suara dalam membuat keputusan, perlakuan tersebut dikategorikan tidak adil. Lynd dan Tyler, dalam Dunnet dan Flint (2006), mengatakan bahwa ada empat nilai yang membentuk keadilan prosedural, yaitu: 1. Voice, kesempatan karyawan untuk menyampaikan aspirasinya. 2. Trust, kepercayaan karyawan terhadap pembuat keputusan. 3. Neutrality, persepsi karyawan tentang kejujuran dan ketidakbiasan. 4. Standing, perlakuan yang didapat oleh karyawan dari otoritas yang membuat keputusan. Cropanzano et al. (2002), dalam Aryee et al. (2004), menjelaskan bahwa keadilan prosedural berfokus pada sejauh mana karakteristik struktural dari
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
20
pengambilan keputusan (proses alokasi) memfasilitasi suara karyawan, kriteria kelayakan dan ketepatan informasi yang digunakan untuk sampai kepada hasil keputusan. Aryee et al. (2004) juga menjelaskan bahwa sebagai dimensi dari keadilan organisasi, keadilan prosedural digambarkan sebagai keadilan dari prosedur-prosedur yang digunakan dalam proses alokasi atau pembuatan keputusan. Korsgaard et al. (1995), dalam Blakely et al. (2005), menyebutkan bahwa keadilan prosedural mengacu kepada keadilan yang dirasakan dari prosedur dan keterlibatan karyawan, yang digunakan untuk membuat alokasi keputusan. Contohnya, karyawan dapat mempertanyakan bagaimana promosi suatu jabatan ataupun peningkatan dilakukan. Yui-Tim et al. (2004) menyatakan bahwa keadilan prosedural mengacu kepada perasaan adil dari suatu proses pengambilan keputusan yang dibuat, seperti contohnya, jumlah suara karyawan. Keadilan prosedural yang dirasa oleh karyawan mengenai prosedur yang mereka rasakan juga akan mempengaruhi kepuasan kerja dan sikap kerja positif lainnya. Tang dan Sarsfield (1996), dalam Najafi et al. (2011), menyatakan bahwa keadilan prosedural berkaitan dengan kepuasan terhadap supervisi, tingkat penilaian kinerja pribadi, penilaian kinerja dan keterlibatan dalam pekerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa keadilan prosedural yang dirasakan oleh karyawan berhubungan erat dengan sikap dari para penyelia. Menurut Colquit et al. (2006), dalam hal keadilan prosedural, konsistensi dari pemimpin atau atasan menjadi orientasi detail. Mereka harus memperhatikan jenis detail yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan prosedur-prosedur secara
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
21
konsisten terhadap bawahannya. Sikap penyelia dalam hal prosedur pembuatan keputusan akan memainkan peranan penting dalam menentukan perilaku positif dari karyawan atau bawahan. Terdapat enam kriteria utama yang harus ada dalam prosedur, agar karyawan merasa mereka telah diperlakukan secara adil. Menurut Laventhal (1980), dalam Kumar dan Gupta (2008), teori keadilan prosedural berfokus pada enam kriteria yang harus terkandung dalam prosedur agar dianggap adil. Keenam kriteria yang harus terkandung tersebut adalah sebagai berikut: 1. Ditetapkan secara konsisten kepada semua orang sepanjang waktu. 2. Bebas dari bias-bias (contohnya menjamin tidak ada pihak ketiga yang memiliki kepentingan dalam persetujuan tertentu). 3. Menjamin bahwa informasi yang akurat dikumpulkan dan digunakan dalam pengambilan keputusan. 4. Memiliki mekanisme untuk memperbaiki keputusan yang salah atau tidak akurat. 5. Menyesuaikan dengan standar etika dan moral yang berlaku. 6. Menjamin bahwa pendapat dari berbagai pihak yang terpengaruh oleh keputusan diperhitungkan. Dengan memiliki persepsi yang lebih baik tentang keadilan prosedural, karyawan cenderung menilai atasan dan organisasi mereka secara positif meskipun kadangkala mereka tidak puas dengan imbalan kerja, promosi dan hasil-hasil pribadi lain (Robbins dan Judge, 2011).
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
22
Taylor (2006) mengajukan dua penjelasan teoritis mengenai proses-proses psikologis yang mendasari pengaruh-pengaruh keadilan prosedural, yaitu kontrol proses atau instrumental dan perhatian-perhatian relasional atau komponenkomponen struktural. Perspektif kontrol instrumental atau proses berpendapat bahwa prosedur-prosedur yang digunakan oleh organisasi akan dipersepsikan lebih adil jika individu-individu yang terpengaruh oleh suatu keputusan memiliki kesempatankesempatan untuk mempengaruhi proses-proses penetapan putusan atau menawarkan masukan (Taylor, 2006). Adapun perspektif komponen-komponen struktural mengatakan bahwa keadilan prosedural merupakan suatu fungsi dari sejauh mana sejumlah aturan-aturan prosedural dipenuhi atau dilanggar (Gilliand, 1994). Aturanaturan prosedural tersebut memiliki implikasi sangat penting, karena dipandang sebagai manifestasi nilai-nilai proses dasar dalam organisasi. Jadi, individu-individu dalam organisasi akan mempersepsikan adanya keadilan prosedural, manakala aturanaturan prosedural yang ada dalam organisasi dipenuhi oleh para pengambil kebijakan. Sebaliknya apabila aturan-aturan prosedural tersebut dilanggar, individu-individu dalam organisasi akan mempersepsikan adanya ketidakadilan. Karenanya menurut Gilliand (1994) keputusan-keputusan harus dibuat secara konsisten, tanpa bias-bias pribadi dengan melibatkan sebanyak mungkin informasi yang akurat dengan kepentingan-kepentingan individu-individu yang terpengaruh terwakili dengan caracara yang sesuai dengan nilai-nilai etis mereka dan dengan suatu hasil yang dimodifikasi.
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
23
Individu-individu dalam organisasi cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi, apabila mereka mempersepsikan bahwa aturan-aturan prosedural dalam organisasi dipenuhi oleh para pengambil keputusan atau apabila mereka mendapat kesempatan untuk berpartisipasi dan menawarkan masukan-masukan dalam proses pengambilan keputusan. Robertson dan Rymon (2001) mengatakan bahwa kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dapat meningkatkan persepsi karyawan terhadap keadilan prosedural. Persepsi karyawan mengenai keadilan prosedural berhubungan dengan reaksi positif karyawan terhadap suatu keputusan. Korsgaard et al. (1995) menyimpulkan bahwa pertimbangan atas masukan dan pengaruh anggota-anggota tim pengambilan keputusan dapat meningkatkan persepsi mereka terhadap keadilan prosedural, yang pada gilirannya akan meningkatkan komitmen mereka terhadap keputusan organisasi, kedekatan mereka terhadap kelompok dan kepercayaan terhadap pemimpin.
2.1.1.3. Keadilan Distributif Persepsi keadilan distributif menunjuk pada penilaian tentang keadilan hasil yang diterima oleh individu. Keadilan distributif berhubungan dengan persepsi individu atas hubungannya dengan individu lain yang memiliki sumber daya (Marshall et al., 2001). Persepsi keadilan distributif merupakan perbandingan dengan yang lain. Akibatnya, persepsi tentang keadilan hasil tidak hanya akan berhubungan dengan ukuran absolut, tetapi juga akan berdasar pada satu ukuran atau lebih, yaitu perbandingan sosial. Hasil tersebut berkenaan dengan perbandingan atau standar dan
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
24
pengaruh kekuatan perasaan maupun penilaian adil atau tidaknya hasil yang didapat (Sabbagh, 2003). Untuk meneliti persepsi keadilan dalam proses pemberdayaan manusia membutuhkan pemahaman mengenai teori keadilan organisasional. Perlakuan yang adil telah diidentifikasikan sebagai suatu komponen penting dalam meningkatkan komitmen pekerja (Harris, 2002). Sikap adil berkembang untuk membantu meningkatkan perilaku anggota organisasi untuk bekerja melebihi kewajiban kerja formalnya. Keadilan distributif merupakan suatu anggapan mengenai keadilan hasil oleh organisasi dalam hubungannya dengan individu atau input kelompok, dan keadilan ini didominasi oleh teori kesamaan, khususnya dalam hal bagaimana individu mengevaluasi dan bereaksi terhadap perlakuan yang berbeda (Thornhill dan Saunders, 2003). Teori keadilan berfokus pada keadilan distributif atau keadilan yang dipahami berdasarkan banyaknya alokasi imbalan ke sejumlah individu. Akan tetapi keadilan juga
harus
mempertimbangkan
keadilan
prosedural,
yaitu
keadilan
yang
dipersepsikan dari proses yang digunakan untuk menentukan distribusi imbalan (Robbins dan Judge, 2011). Satu dari teori yang menggali proses psikologi yang berhubungan dengan pembentukan penilaian keadilan, yang memfokuskan pada penilaian keadilan distributif adalah equity theory (Chapman, 2002). Teori klasik ini memberikan pengertian bahwa orang-orang menentukan apakah mereka diperlakukan adil dengan membandingkan rasio input yang mereka berikan (misalnya, waktu atau sumber
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
25
daya) dihubungkan dengan apa yang mereka terima (misalnya, gaji, promosi, kesempatan
pengembangan diri), selanjutnya perbandingan rasio
ini
juga
dibandingkan dengan perbandingan rasio yang sama pada orang lain. Menurut equity theory, karyawan mengevaluasi keluaran hasil yang mereka terima dan adanya pemberlakuan secara adil pada semua pihak. Sebagai contoh, bila beberapa karyawan memberikan andil yang sama dalam suatu pekerjaan tertentu, tetapi penerimaan hasil yang mereka peroleh tidak sama (misalnya salah satu pihak mendapat gaji yang lebih atau mendapatkan suatu promosi), maka mereka akan menilai adanya ketidakadilan. Rasa ketidakadilan melalui perbandingan ini menimbulkan rasa tidak nyaman dan memotivasi karyawan untuk mengurangi perasaan tidak nyaman tersebut (Folger dan Cropanzano (1998), dalam Parker dan Kohlmeyer (2005)). Dengan demikian penilaian keadilan tidak hanya pada perbandingan antara input yang diberikan oleh seorang individu terhadap output yang diterima tetapi juga membandingkan dengan apa yang diterima oleh orang lain dan diikuti adanya reaksi terhadap ketidakadilan tersebut.
2.1.2. Ethical Work Climate Menurut Martin dan Cullen (2006) iklim kerja yang beretika adalah “Ethical work climate is the perception of what constitutes right behaviour, and thus becomes a psychological mechanism through which ethical issues are managed”
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
26
Studi dalam iklim yang beretika mempengaruhi perbedaan iklim yang mungkin dihubungkan ke dalam berbagai bentuk perilaku individual dan kinerja organisasi seperti yang terlihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Theoritical Dimensions of Ethical Climate Ethical criteria Egoism Teleological theory Deontological theory
Individual Self-interest Friendship
Locus of analysis local Company profit Team interest
Personal morality
Company rules and procedures
Source : Victor dan Cullen (1987)
Cosmopolitan Efficiency Social responsibility Laws and professional code
Berdasarkan Tabel 2.1 dijelaskan bahwa pada tingkat individual yang menjadi acuan dalam dimensi iklim yang beretika, terutama yang termasuk kriteria etika egoism adalah ketertarikan diri (self-interest), sedangkan yang termasuk kriteria etika teleological theory adalah friendship (persahabatan), dan yang termasuk kriteria etika deontological theory adalah personality morality. Dapat disimplkan bahwa keputusan yang diambil dalam menerapkan iklim yang beretika (ethical climate) pada tingkat individual cenderung mengarah pada prinsip-prinsip moral dalam diri individu. Pada tingkat lokal yang menjadi acuan dalam dimensi iklim yang beretika terutama yang termasuk kriteria etika egoism adalah company profit (keuntungan perusahaan), sedangkan yang termasuk kriteria etika teleological theory adalah team interest dan yang termasuk kriteria etika deontological theory adalah rules and procedures perusahaan. Jadi keputusan yang diambil dalam menerapkan iklim yang
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
27
beretika (ethical climate) pada tingkat lokal lebih cenderung mengarah pada peraturan, standar dan prosedur dari perusahaan. Pada wilayah cosmopolitan yang menjadi acuan dalam dimensi iklim yang beretika terutama yang termasuk kriteria etika egoism adalah efisiensi, sedangkan yang termasuk kriteria etika teleological theory adalah tanggung jawab sosial dan yang termasuk kriteria etika deontological theory adalah hukum atau kode professional (laws or professional code). Dapat simpulkan bahwa keputusan yang diambil dalam menerapkan iklim yang beretika (ethical climate) pada tingkat cosmopolitan lebih cenderung mengarah pada ketentuan-ketentuan eksternal seperti hukum-hukum atau kode professional (laws or professional code) yang mengatur proses berpikir moral. Tabel 2.2. Five Common Empirical Derivates Of Ethical Climate Locus Of Analysis Local Egoism Instrumental Teleological theory Carring Deontological theory Independence Rules Source : Victor dan Cullen (1987) Ethical Criteria
Individual
Cosmopolitan
Laws and codes
Berdasarkan kerangka ketiga teori etika, Victor dan Cullen (1987) yang menggunakan Ethical Climate Questionnaire menemukan lima tipe dari iklim antara lain instrumental, carring, independence, rules, law dan code. Melihat dari ketiga teori dalam kriteria etika egoism yang dihubungkan ke dalam tingkatan analisis (local or individual, company or society), maka terbentuklah sebuah tipe iklim yaitu
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
28
instrumental yang merefleksikan sebuah iklim yang lebih mementingkan diri sendiri dan lebih berorientasi mencari keuntungan semata. Individu yang mengoperasikan sebuah iklim instrumental mungkin mempunyai maksud dan tujuan yang baik, seperti contohnya kemampuan untuk menyokong sebuah perusahaan, namun iklim ini dinilai kurang mengandung kesadaran moral. Model tersebut memberikan kesan bahwa locus dari pertimbangan etika bergeser dari individu, ke perusahaan, kemudian ke masyarakat luas. Iklim etika yang kedua adalah carring. Iklim ini cenderung berorientasi bagi kepentingan bersama, antara lain friendship (persahabatan), kerjasama tim dan tanggung jawab sosial. Akhir dari kategori iklim, menggambarkan deontologi, terbagi ke dalam tiga kategori yaitu independent, rules dan law and code. Individu yang bekerja dalam iklim ini seharusnya bertindak sesuai dengan pendirian moral. Di dalam iklim rules, terdapat sebuah standar peraturan perusahaan seperti code of conduct atau governance principles untuk menentukan iklim, sedangkan pada wilayah cosmopolitan, ketentuan-ketentuan eksternal menyangkut hukum-hukum atau kode professional (laws or professional codes) mengatur proses berpikir moral.
2.1.2.1. Principles Menurut Victor dan Cullen (1988), individu yang termasuk ke dalam kategori prinsip (principle) mempunyai ciri-ciri bahwa apa pun aktivitas individu maupun keputusannya melekat atau ditujukan pada standar pribadi ataupun profesional. Dalam iklim hukum dan kode etik (Law and Code), yang masuk ke dalam prinsip,
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
29
ketaatan terhadap hukum dan kode etik profesional merupakan faktor pertimbangan dominan bagi individu dalam memutuskan, menentukan, dan memilih dilema etika. Iklim aturan (Rules) juga masuk ke dalam kategori prinsip dalam teori etika Victor dan Cullen (1988). Ciri dalam organisasi ini adalah bahwa keputusan atau pilihan individu terhadap dilema etika lebih dominan didasarkan pada apa yang menjadi kebijakan organisasi. Iklim independensi (independence) merupakan kondisi yang juga masuk dalam kategori prinsip. Dalam organisasi yang bercirikan dengan iklim independensi, mengikuti atau mendasarkan pada apa yang menjadi kepercayaan moral dan pribadi merupakan faktor pertimbangan dominan yang digunakan individu dalam memutuskan atau menentukan dilema etika. Dalam wilayah analisis mengenai kriteria prinsip etis mengacu pada sumbersumber prinsip-prinsip etis yang digunakan. Prinsip adalah suatu pernyataan fundamental atau kebenaran umum maupun individual yang dijadikan oleh seseorang/ kelompok sebagai sebuah pedoman untuk berpikir atau bertindak. Victor dan Cullen (1987) menjabarkannya ke dalam matriks etika iklim kerja bahwa pada tingkat individu dari suatu analisis, prinsip-prinsip moral individu yang mendasari suatu keputusan. Pada tingkat lokal, peraturan-peraturan, standar, dan prosedur dari organisasi yang menjadi sumber acuan. Pada wilayah kosmopolitan, ketentuanketentuan eksternal seperti hukum-hukum atau kode profesional (laws or profesional codes) yang mengatur proses berpikir moral.
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
30
A. Locus of Analysis Principles Victor & Cullen (1987) menjabarkan locus of analysis principles ke dalam matriks iklim kerja, yakni: 1.) Personal Morality. Moralitas personalitas diartikan sebagai karakter yang dimiliki oleh seseorang, yakni moral yang dimiliki oleh masing-masing orang. Moral ini terbentuk karena banyak dipengaruhi oleh keluarga. Terbentuk dari doktrin yang diberikan dari orang tua atau anggota keluarga yang lain ataupun dari meniru perilaku anggota keluarga. Dalam pandangan Kohlberg (1981) terdapat enam tahap terbentuknya perkembangan moral. Tahap-tahap yang dimaksudkan dikelompokkan ke dalam tiga tingkatan dengan rincian sebagai berikut: a). Tingkat 1 - Prakonvensional. Pada tingkat yang pertama ini, seseorang akan begitu responsif terhadap norma-norma budaya, atau label-label kultural lainnya, seperti persoalanpersoalan yang berkaitan dengan norma baik, buruk, benar, salah dan lain sebagainya.
Kendati
demikian,
seseorang
biasanya
hanya
akan
menginterpretasikan norma-norma tersebut berdasar akibat-akibat atau konsekuensi-konsekuensi
yang
mungkin
dihadapinya
atas
berbagai
tindakannya (misalnya hukuman, ganjaran, dan berbagai balasan lainnya). Selain itu, seseorang juga cenderung menginterpretasikan norma-norma tersebut berdasarkan kekuatan fisiknya yang menerapkan norma-norma tersebut. Dalam kondisi ini berlaku prinsip ”might means right”.
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
31
1. Tahap 1 - The punishment- and- obedience orientation. Pada tahap ini seseorang umumnya beranggapan bahwa akibat-akibat dari suatu tindakan akan sangat menentukan baik-buruknya suatu tindakan yang dapat dilakukan tanpa melihat unsur manusianya. Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan tanpa konsekuensi apa-apa tidak lantas dianggap buruk. Pengelakan dari suatu hukuman ataupun pemberian rasa hormat yang tidak beralasan semuanya diukur dari dirinya sendiri. Kadangkadang penerapan hukuman dari suatu otoritas tidak dilihatnya sebagai refleksi dari tertib moral yang mendasarinya. 2. Tahap 2 - The instrumental-relativist-orientation. Dalam tahap ini, tindakan yang benar dibatasi sebagai tindakan yang mampu memberikan kepuasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya, atau dalam beberapa hal kebutuhan orang lain. Suatu tindakan yang tidak ada kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan seseorang dapat pula dianggap sebagai
tindakan
yang
baik
sepanjang
tindakan
tersebut
tidak
menimbulkan kerugian. Dalam kaitannya dengan hubungan antar manusia, diidealisasikan
terciptanya
hubungan
di
mana
unsur-
unsur
keterusterangan dan rasa timbal balik menempati kedudukan yang cukup dominan. Kendatipun begitu, umumnya mereka tidak dapat meninggalkan cara-cara yang dianggap-nya paling pragmatis dalam menyikapi hubungan antar manusia tersebut. Orientasi dari individu yang masih berada dalam
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
32
tahap ini dapat dimengerti melalui ungkpan,”you scratch my back and I’ll scratch yours”. b). Tingkat 2 - Konvensional. Pada tingkat perkembangan ini, upaya memenuhi harapan-harapan keluarga, kelompok, atau masyarakat bangsanya dianggap sebagai sesuatu yang terpuji. Tindakan-tindakan tersebut dilakukan seseorang tanpa harus mengkaitkannya dengan akibat-akibat yang mungkin muncul, baik dalam jangka pendek ataupun jangka panjang. Sikap seseorang bukanlah satu-satunya yang harus disesuaikan dengan harapan-harapan pribadi dan tertib sosial yang berlaku, akan tetapi hal yang sama dituntut pula dari loyalitas seseorang. Tahap ini lebih memberikan penekanan kepada usaha aktif untuk memperoleh, mendukung, dan mengakui keabsahan tata tertib sosial, serta aktif untuk mengidentifikasikan diri dengan pribadi-pribadi atau pun kelompok yang ada di sekitarnya. 1. Tahap 3 - The interpersonal good boy-nice girl orientation. Dalam pandangan seseorang yang masih berada di tahap ketiga menurut skema Kohlberg, yang dimaksud dengan tingkah laku bermoral adalah semua tingkah laku yang menyenangkan, membantu atau tindakantindakan yang diakui dan diterima oleh orang lain. Seseorang biasanya akan menyesuaikan pendiriannya dengan apa yang disebut tingkah laku yang bermoral atau tindakan-tindakan yang sudah dianggap wajar tersebut. Moralitas suatu tindakan diukur dari maksud atau pamrih yang
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
33
terkandung dalam tindakan itu sendiri. Ungkapan “Someone means well” menjadi menonjol untuk pertama kalinya, dan setiap orang akan berusaha dapat menyenangkan orang lain. 2. Tahap 4 - The law-and-order orientation. Dalam tahap keempat menurut skema Kohlberg ini orientasi seseorang akan senantiasa mengarah kepada otoritas, pemenuhan aturan-aturan, dan sekaligus upaya pemelihara tata tertib sosial. Tingkah laku yang dianggap bermoral sebagian dibatasi sebagai tingkah laku yang diarahkan pada pelaksanaan kewajiban seseorang, penghormatan terhadap sesuatu otoritas, dan pemeliharaan tata tertib sosial yang diakui sebagai satusatunya tata tertib sosial yang ada. c). Tingkat 3. Pasca - Konvensional atau Principle. Pada tingkat ketiga ini, sudah ada usaha kongkrit dalam diri seseorang untuk menentukan nilai-nilai dan prinsip-prinsip moral yang dianggap memiliki validitas, yang diwujudkan tanpa harus mengkaitkannya dengan otoritas kelompok atau pribadi-pribadi yang mendukung prinsip-prinsip tersebut, sekaligus terlepas dari identifikasi seseorang terhadap kelompok. 1. Tahap 5. Social-contact, legalitistic orientation. Tahap ke lima menurut skema Kohlberg ini boleh dikatakan merupakan tingkat kematangan moral yang cukup tinggi. Tahap ini umumnya mencakup pula apa yang disebut utilitarian. Tindakan-tindakan yang dianggap bermoral cenderung dibatasi sebagai tindakan-tindakan yang
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
34
merefleksikan hak-hak individu dan sekaligus memenuhi ukuran-ukuran yang telah diuji secara kritis dan yang telah disepakati oleh masyarakat luas. Seseorang yang berada di tahap ke lima ini telah mempunyai kesadaran yang cukup tinggi akan adanya perbedaan individu, baik yang berkitan dengan nilai-nilai atau pun pendapat-pendapatnya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tahap kelima ini lebih memperhatikan aturanaturan prosedural yang memungkinkan tercapainya konsensus. Terlepas dari apa yang secara konstitusional, bahkan secara demokratis, telah disepakati, orientasi kontrak sosial ini juga melihat persoalan benar dan salah sebagai persoalan yang berkaitan dengan nilai-nilai dan pendapat seseorang yang pribadi sifatnya. Kendati cara pandang legalistik telah tertanam dalam tahap kelima ini, akan tetapi kemungkinan adanya perubahan hukum-hukum, dipandang dari apa yang lebih baik bagi masyarakat, juga tidak luput dari perhatian. Di sini tampak bahwa cara pandang individu yang sudah menginjak tahap kelima ini jelas bertentangan dengan pandangan moralitas dalam tahap sebelumnya (tahap keempat) yang memandang hukum sebagai satu kenyataan yang selalu benar dan tidak ada kemungkinan untuk dirubah. 2. Tahap 6. Orientation of universal ethical principle. Dalam tahap yang paling tinggi menurut skema Kohlberg ini apa yang secara moral dipandang benar tidak harus dibatasi oleh hukum-hukum atau aturan-aturan dari suatu tata tertib sosial, akan tetapi lebih dibatasi
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
35
oleh kesadaran yang ada pada manusia dengan dilandasi oleh prinsipprinsip etis yang “self-determinated” sifatnya. 2.) Rule and Procedure. Dengan kriteria ini, lingkup internal organisasi ditunjukkan oleh perilaku orangorang dalam organisasi yang patuh dan mengikuti peraturan dan prosedur yang akan menjadi pedoman bagi anggota kelompok. Peraturan dan kebijakan ini juga dianggap sebagai code of conduct. Maksudnya adalah suatu peraturan yang hidup dalam suatu organisasi atau perusahaan. Peraturan ini berfungsi sebagai aturan main dari perusahaan, sehingga para karyawan mengetahui apa hak dan kewajiban serta apa yang boleh dikerjakan atau yang dilarang. Bentuknya bisa tertulis maupun tidak tertulis (kebiasaan). Peraturan membahas bahwa jika anggota-anggota
diharapkan
untuk
mengikuti
peraturan
dan
kebijakan
perusahaan. Sebagai contoh pernyataan “setiap orang diharapkan mematuhi peraturan dan kebijakan perusahaan”. Penerapan-penerapan peraturan dan kebijakan ini dapat dilihat dari peraturan dalam organisasi yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang dilakukan oleh penjamin mutu, dan pemberian sanksi terhadap para stakeholder yang mampu menimbulkan efek jera. 3.) The Laws or Professional Codes. Hukum dan kode etik profesional menunjuk pada kepatuhan terhadap prinsipprinsip etis universal, misalnya “peraturan dalam organisasi ini secara ketat mematuhi kebijakan-kebijakan perusahaan. Kriteria ini menerangkan tentang pentingnya ketaatan terhadap ketentuan dan kode etik yang diselenggarakan dan
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
36
berlaku di setiap lingkungan profesional dan menjadi standar perilaku bagi setiap anggota dari kelompok profesional yang bersangkutan.
2.1.2.2. Egoism Menurut Victor dan Cullen (1988), dalam Syafruddin (2005), kelompok individu yang masuk kategori egois (egoism) mempunyai ciri bahwa semua keputusan dimaksudkan untuk memaksimumkan kepentingan pribadi. Kategori egois memiliki dimensi iklim instrumental. Dalam organisasi yang mempunyai ciri iklim instrumental, kepentingan atau keuntungan pribadi merupakan faktor pertimbangan dominan yang digunakan oleh individu dalam memilih atau menentukan dilema etika. Iklim egoistik akan mengarahkan anggota organisasi untuk membuat keputusan yang sifatnya instrumental untuk kepentingan pribadinya tanpa mempertimbangkan kepentingan organisasi, etika profesional, atau bahkan hukum. Sebagai akibatnya, iklim yang didasarkan nilai-nilai egoistik akan cenderung menghasilkan perilaku kerja yang menyimpang (deviant workplace behavior). Iklim instrumental merupakan pengambilan keputusan etis dari sudut pandang perilaku egoistik. Perilaku yang berlandaskan atas minat pribadi, yang kemungkinan dapat merugikan orang lain. Keputusan yang diambil untuk kepentingan organisasi atau untuk kepentingan pribadi. Iklim instrumental sebaiknya dihindari, karena banyak terkait dengan perilaku yang tidak etis (unethical behavior).
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
37
2.1.2.3. Iklim Kebajikan (Benevolent) Menurut Victor dan Cullen (1988), individu yang masuk kategori mengedepankan kebajikan (benevolence) mempunyai ciri-ciri bahwa semua yang dikerjakan atau diputuskan merupakan aktivitas yang dimaksudkan untuk kepentingan bersama. Kategori perhatian (caring) tercipta karena iklim kebajikan (benevolent), yang berkaitan dengan prinsip hidup berdampingan (bersama) dengan orang lain, dimana hal ini merupakan faktor pertimbangan dominan yang digunakan oleh individu dalam memutuskan atau memilih dilema etika yang terjadi. Iklim kebajikan selalu mempertimbangkan dampak pengambilan keputusan bagi orang lain. Orang-orang lain ini termasuk kelompok kerja, anggota lain dalam organisasi, konsumen, pemegang kepentingan di perusahaan, dan masyarakat luas. Dalam iklim kebajikan, individu akan cenderung menghindari perilaku menyimpang. Disamping itu, iklim kebajikan berperan sebagai moderator antara penilaian etis dan perilaku yang dihasilkan. Bahkan apabila individu tidak sedang menghadapi situasi yang dianggapnya secara moral salah, dirinya akan cenderung mempertimbangkan perilakunya apakah hal tersebut sudah memenuhi etika (Barnet dan Vaicys, 2000). Sikap perhatian (caring) yang dihasilkan dari iklim kebajikan memiliki ciri memperhatikan kesejahteraan (well-being) orang lain. Individu yang memiliki sikap perhatian memiliki perhatian terhadap orang lain dalam organisasi dan masyarakat luas. Sikap yang memperhatikan merupakan iklim kerja yang selalu ingin diciptakan oleh karyawan (Martin dan Cullen, 2006).
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
38
2.1.3 Intensi Keluar Perilaku dan intensi perilaku, seperti halnya ketidakhadian, keluar dan penolakan sering dikelompokkan menjadi penarikan diri. Tett dan Meyer (1993) menyatakan bahwa intensi keluar adalah kesadaran dan keinginan yang disengaja untuk meninggalkan organisasi. Hal itu dapat digambarkan sebagai tanggapan yang bersifat psikologis terhadap kondisi khusus organisasi yang bergerak sepanjang kontinum dari sekedar membayangkan untuk keluar dari organisasi sampai secara fisik benar-benar meninggalkan organisasi. Intensi keluar, ketidakhadiran, absentisme, dan actual turnover telah dilengkapi dengan teori substansial dan pertimbangan empiris. Perilaku disfungisonal ini secara negatif berdampak kepada kinerja organisasi. Lebih jauh lagi, biaya potensial akibat karyawan yang keluar diketahui tinggi, dan termasuk kehilangan pengetahuan dalam organisasi, pelatihan yang diperlukan untuk karyawan baru, kehilangan hubungan dengan pelanggan, dan akhirnya kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan menjadi rendah. Hom dan Griffeth (1995) mendefinisikan intensi keluar sebagai kemungkinan yang diperkirakan sendiri oleh karyawan bahwa dia memiliki kesadaran dan sengaja ingin untuk secara permanen meninggalkan organisasi suatu saat. Jaros (1997) menyatakan bahwa intensi keluar terkait dengan komitmen afektif karyawan kepada organisasi. Karyawan yang tidak berkomitmen dan tidak terikat dengan pekerjaan mereka lebih suka untuk meninggalkan organisasi. Hal ini merupakan faktor penting untuk menentukan kualitas kontribusi individu, dan terutama produktivitasnya.
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
39
Mobley et al. (1978), dalam Hom et al. (1984), mendefinisikan intensi keluar sebagai keinginan pemberhentian keterikatan dalam suatu organisasi oleh individu yang menerima kompensasi dari organisasi tersebut. Menurut Arnold dan Feldman (1982) intensi keluar adalah keinginan berpindah dari karyawan yang mengacu pada kelanjutan hubungannya dengan perusahaan dan belum diwujudkan dalam tindakan pasti meninggalkan perusahaan tersebut. Konsep intensi keluar pada intinya merupakan suatu proses tahapan dari sebuah ketidakpuasan kerja seorang karyawan sebagai hasil sosialisasinya, yang pada akhirnya memunculkan keinginan untuk keluar atau meninggalkan organisasi, dan disertai upaya untuk mengevaluasi keinginannya dan mempertimbangkan biaya pengorbanan bila meninggalkan organisasi, sampai pada upaya-upaya mencari pekerjaan lain di tempat lain, dan sekalipun karyawan tersebut belum keluar dari organisasi yang mempekerjakannya atau pada akhirnya pun tetap memilih organisasi yang selama ini membesarkannya. Mobley et al. (1978), dalam Hom et al. (1984), menggambarkan model intensi keluar untuk menjelaskan proses dari perilaku pengunduran diri karyawan dari suatu organisasi.
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
40
Gambar 2.1 Model Intensi Keluar
Job satisfaction
Thinking of quit
Intention to search
Age/Tenure
Intention to quit/stay
Probability of finding an acceptable alternative
Quit/Stay
Sumber: Mobley et al. (1978), dalam Hom et al. (1984).
Model intensi keluar Mobley et al. (1978), dalam dalam Hom et al. (1984), menerangkan bahwa proses turnover dimulai sejalan dengan meningkatnya ketidakpuasan dari karyawan tersebut terhadap pekerjaannya, sehingga pilihan untuk berhenti dari pekerjaan juga meningkat. Model tersebut menunjukkan bahwa tahapan kognitif dimulai pada saat individu mulai berpikir untuk berhenti dari pekerjaannya. Hal ini melibatkan penilaian antara hal-hal yang diharapkan dari pekerjaannya yang baru dengan harga yang harus dibayar jika meninggalkan pekerjaannya sekarang.
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
41
Hal ini mengakibatkan munculnya intensi untuk mencari pekerjaan baru. Jika karyawan tersebut berhasil mencari pekerjaan baru maka akan timbul intensi sebenarnya untuk keluar. Sebaliknya jika alternatif pekerjaan lain tidak ditemukan maka akn timbul intensi untuk bertahan di organisasi/perusahaan. Selanjutnya intensi tersebut diwujudkan dalam bentuk perilaku yang sebenarnya, yaitu keluar dari perusahaan atau bertahan dalam perusahaan. Dengan kata lain, konsekuensi utama dari kepuasan kerja adalah rangsangan berpikir untuk berhenti dari pekerjaan, kemudian menuntun ke intensi untuk mencari apa yang diinginkan (dipengaruhi oleh evaluasi terhadap pekerjaan alternatif dan sebelumnya mempertimbangkan faktor umum dan masa jabatan), kemudian intensi untuk berhenti, yang akhirnya keputusan dan perilaku turnover. Ada beberapa faktor yang turut berpengaruh terhadap intensi keluar, yaitu usia, status perkawinan, pendidikan dan pengalaman atau masa kerja. 1. Usia. Menurut Mobley et al. (1978), dalam Hom et al. (1984), karyawan yang lebih muda akan lebih besar kemungkinannya untuk keluar dari pekerjaannya. Individu yang lebih muda mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan memiliki tanggung jawab yang lebih kecil terhadap keluarga, sehingga dengan demikian akan mempermudah mobilitas mereka dalam pekerjaan. 2. Status perkawinan.
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
42
Karyawan yang menikah mempunyai tingkat pengunduran diri lebih rendah daripada karyawan-karyawan yang belum menikah (Robbins dan Judge, 2011). 3. Pendidikan. Mobley et al. (1978), dalam Hom et al. (1984), mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pendidikan dan turnover. Karyawan yang memiliki tingkat pendidikan tinggi memiliki tingkat turnover yang lebih tinggi daripada karyawan yang memiliki tingkat pendidikan rendah. 4. Pengalaman atau masa kerja. Menurut (Robbins dan Judge, 2011), masa kerja merupakan variabel yang penting dalam menjelaskan tingkat pengunduran diri karyawan. Semakin lama seseorang dalam pekerjaannya, semakin kecil kemungkinan dirinya akan mengundurkan diri. Perilaku masa lalu merupakan indikator peramalan terbaik untuk memperkirakan perilaku masa depan. Masa kerja pekerjaan terdahulu dari seorang karyawan merupakan indikator perkiraan yang ampuh atas pengunduran diri karyawan itu di masa mendatang. Mobley (1981), dalam Stanz dan Greyling (2010), menyatakan bahwa terdapat proses psikologis yang terlibat dalam penarikan diri. Ketidakpuasan membangkitkan pikiran untuk keluar dari organisasi. Pikiran-pikiran ini, selanjutnya mendorong individu untuk mencari pekerjaan dan mulai mempertimbangkan biaya akibat meninggalkan organisasi. Terkecuali biaya tersebut besar, harapan untuk mendapat pekerjaan yang lebih baik menyebabkan individu mulai mencari pekerjaan
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
43
baru. Proses berikutnya dalam upaya pencarian ini adalah mengevaluasi dan membandingkan alternatif-alternatif yang tersedia. Menurut Nitisemito (2000:97), labour turnover yang tinggi merupakan salah satu indikasi turun atau rendahnya semangat dan kegairahan kerja. Selain dapat menurunkan produktivitas, tingkat turnover yang tinggi juga dapat mengganggu kelangsungan jalannya operasi perusahaan. Hal ini dapat merugikan perusahaan, sebab kemungkinan karyawan yang keluar tersebut adalah karyawan yang sudah terlatih dan cukup berpengalaman. Menurut Woods (1999), apabila perusahaan memutuskan untuk mengakhiri “kontrak psikologis” hubungan jangka panjangnya dengan karyawan, yang memberikan perasaan aman, melalui proses pengurangan tenaga kerja, reengineering, reorganisasi, maka akan terjadi perubahan dalam hubungan. Posisi karyawan sifatnya adalah sementara, karena mereka tidak akan menempati posisi pekerjaan tersebut seumur hidupnya, karena mereka bekerja atas kemauan mereka sendiri. Walaupun dalam realitas telah terjadi perubahan kondisi ekonomi yang semakin baik, kemungkinan adanya turnover masih dapat terjadi, dan terdapat cara untuk menanggulanginya. Turnover karyawan sebenarnya adalah hal yang sama-sama tidak diinginkan baik oleh karyawan maupun oleh perusahaan. Menurut Simamora (2001:194), turnover bagi perusahaan sangat menyita perhatian karena dapat mengganggu operasi perusahaan, melahirkan permasalahan moral bagi karyawan yang ditinggal dan juga melambungkan biaya rekruitmen, wawancara, tes, pengecekan referensi, biaya
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
44
administrasi pemrosesan karyawan baru, tunjangan, orientasi dan biaya peluang yang hilang karena karyawan baru harus mempelajari keahlian yang baru. Pengaruh keluarnya karyawan pada suatu organisasi tidak dapat benar-benar dipahami apabila tidak ada percobaan untuk mengkuantifikasi biayanya. Semakin kompleks pendekatan yang dilakukan untuk menilai turnover, maka akan semakin akurat dan tepat estimasi biayanya. Salah satu pendekatan yang seringkali digunakan adalah adanya biaya karena kehilangan produktivitas (misalnya produktivitas seorang karyawan baru selama minggu-minggu atau bulan-bulan pertama bekerja dan kemudian mengundurkan diri ketika karyawan telah mengerti tentang pekerjaan mereka) dan pengaruhnya terhadap moral karyawan lain. Salah satu kerangka konseptual dikemukakan oleh Tziner dan Birati (1996) yang didasarkan atas model Cascio tentang biaya pemisahan (separation cost), biaya penggantian (replacement cost), dan biaya training (training cost). Kerangka konseptual Tziner dan Birati (1996) adalah sebagai berikut: 1. Biaya langsung yang dikeluarkan dalam proses penggantian (rekruitmen, mempekerjakan, training dan sosialisasi karyawan baru, termasuk usaha-usaha ekstra supervisor dan rekan kerja lain untuk mengintegrasikan karyawan baru). 2. Biaya tidak langsung dan kerugian yang berkaitan dengan interupsi produksi, penjualan dan pengiriman barang ke konsumen. 3. Nilai finansial atas estimasi pengaruh terhadap kinerja sebagai akibat dari jatuhnya moral karyawan lainnya, karena keluarnya karyawan.
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
45
Walaupun pendekatan di atas lebih akurat karena mengakomodasi semua biaya yang berkaitan dengan turnover, pada prakteknya hal ini terbukti sangat kompleks dan menghabiskan waktu. Kirschenbaum dan Weisberg (2002:109) menyatakan bahwa karena kesulitan untuk mengestimasi dan mengkuantifikasi beberapa biaya tidak langsung, beberapa organisasi lebih menyukai pendekatan “tidak kurang dari” (‘not less than’ approach) dalam menilai biaya turnover. Perhitungan bisa dilakukan dengan menganalisa rata-rata biaya untuk menggantikan karyawan yang keluar dengan karyawan baru pada tiap kategori pekerjaan. Nilai ini kemudian dapat dikalikan dengan tingkat turnover bagi kelompok karyawan untuk menghitung biaya tahunan total turnover. Kirschenbaum dan Weisberg (2002:111) menyatakan bahwa beberapa biaya turnover utama adalah sebagai berikut: 1. Administrasi pengunduran diri (termasuk wawancara untuk keluar). 2. Biaya rekruitmen (termasuk iklan). 3. Biaya seleksi. 4. Biaya yang terjadi (karyawan sementara atau lembur) selama periode kekosongan. 5. Administrasi rekruitmen dan proses seleksi. 6. Training bagi karyawan baru.
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
46
2.1.4. Hubungan Antara Keadilan Prosedural, Keadilan Distributif, Iklim Kerja Beretika (Ethical Work Climate) dan Intensi Keluar 2.1.4.1. Hubungan Keadilan Prosedural dan Distributif Terhadap Intensi Keluar Pada suatu organisasi yang keadilan organisasionalnya rendah, dan menimbulkan persepsi diskriminasi pada karyawannya, akan meningkatkan intensitas keluar kerja karyawan. Karyawan yang merasa diperlakukan tidak adil akan termotivasi mencari pekerjaan lain yang dianggap lebih adil, terutama yang lebih respek terhadap karyawan dan menyediakan ganjaran (rewards) yang lebih pantas (DeConinck dan Stilwell, 2004). Greenberg (1987), dalam Nadiri dan Tanova (2010), menyatakan bahwa persepsi ketidakadilan dalam keadilan distributif akan membuat karyawan merasakan adanya ketidakseimbangan dan ketidakadilan sehingga mereka menjadi kurang produktif, memiliki kepuasan yang rendah, dan konsekuensinya akan cenderung lebih sukarela untuk berhenti dari pekerjaannya. Oleh karena itu, karyawan yang mempersepikan ketidakadilan di tempat kerja akan memiliki ketidakpuasan yang lebih tinggi terhadap pekerjaannya dan oleh karenanya keinginan untuk keluar kerja semakin meningkat yang kemudian diikuti dengan actual turnover. Menurut Nadiri dan Tanova (2010), jika karyawan dilibatkan dalam penentuan keputusan yang menyangkut hasil (output), keadilan prosedural yang dirasakan dapat lebih meningkat. Mereka dapat merasakan bahwa mereka juga turut mengendalikan hasil keputusan, sehingga karyawan lebih dihargai dan mereka lebih terikat dengan organisasi, dan keinginan keluar kerjanya akan menurun.
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
47
2.1.4.2. Hubungan Keadilan Prosedural dan Distributif Terhadap Iklim Kerja Beretika (Ethical Work Climate) Trevino dan Weaver (2001) mengungkapkan bahwa perusahaan yang tidak mengikuti aturan kebijakan etika telah merusak harapan karyawan akan keadilan prosedural. Menurut Trevino dan Weaver (2001), terdapat keterkaitan yang kuat antara keadilan prosedural dan output yang terkait dengan etika, dan tindakan tidak etis seringkali banyak terjadi dalam organisasi dimana karyawan memandang bahwa organisasi memiliki tingkat keadilan organisasional yang rendah. Tipe-tipe tindakan tidak etis yang terjadi antara lain mengulur-ulur waktu kerja supaya dapat menerima uang lembur, menggunakan materi perusahan tanpa otorisasi, memalsukan laporan, memalsukan catatan waktu, menambahkan biaya pengeluaran, menutupi kesalahan, mencuri dari perusahaan, mengulur waktu lebih dari yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan, dan berbohong kepada penyelia. Jaramillo et al. (2006) menyatakan bahwa karyawan memandang bahwa lingkungan kerjanya lebih beretika ketika mereka percaya bahwa mereka diberi penghargaan (reward) yang adil untuk usahanya (kompensasi dan kesempatan promosi) sesuai dengan input kerja (edukasi dan pengalaman), dan ketika mereka diberi kesempatan berpartisipasi pada penentuan keputusan (keadilan prosedural). Maka dari itu, persepsi tentang keadilan merupakan hal penting yang mempengaruhi persepsi karyawan atas iklim kerja yang beretika.
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
48
2.1.4.3. Hubungan Iklim Kerja Beretika (Ethical Work Climate) dengan Intensi Keluar Schwepker (2001) mengungkapkan bahwa individu yang merasa tidak cocok dengan iklim etika organisasi biasanya tidak akan tinggal lama dalam organisasi. Individu yang bekerja pada suatu perusahaan dengan iklim etika yang sesuai dengan harapannya akan merasa betah bekerja di lingkungan perusahaan, dan cenderung tidak akan meninggalkan pekerjaannya. Sims dan Kroeck (1994) menyatakan bahwa iklim etika organisasi mempengaruhi sikap kerja karyawan, sehingga setiap konflik yang terjadi akan memunculkan intensi keluar. Iklim organisasi yang tidak etis membuat karyawan berupaya untuk berhenti dari pekerjaannya. Apabila pekerjaan yang dilakukan karyawan di dalam perusahaan dianggap sebagai pekerjaan yang etis, maka keinginan karyawan untuk berhenti dari pekerjaan tersebut semakin kecil (Eisenberger et al., 2002). O’Reilly et al. (1991) menelaah tentang iklim umum organisasi terkait kesesuaian antara jenis kultur dalam organisasi yang sebenarnya diinginkan individu dengan kultur organisasi yang dirasakan dalam lingkungan kerja individu. Hasilnya mengindikasikan bahwa kecocokkan etika individu dengan karakteristik organisasi merupakan faktor penting dalam mempengaruhi kecenderungan keluarnya individu dari organisasi. Victor dan Cullen (1988) mengemukakan bahwa iklim kerja merupakan faktor penting dalam masalah kecocokan etika individu dengan karakteristik organisasi. Seorang individu yang telah mencapai tingkat kecocokkan etika yang baik akan
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
49
memiliki perasaan puas yang lebih tinggi dan mengurangi keinginan untuk keluar dari organisasi dan pindah ke pekerjaan lain, jika dibandingkan dengan individu yang tidak memiliki rasa kecocokkan etika dengan karakteristik organisasi. Sims dan Kroeck (1994) juga mengemukakan bahwa seseorang yang telah memiliki kecocokan etika dengan karakteristik tempat bekerjanya, cenderung tidak memiliki keinginan untuk keluar dari organisasi tersebut dan berpindah pekerjaan. Valentine dan Barnet (2003) menyatakan bahwa ada keterkaitan antara persepsi karyawan atas nilai etika pimpinan mereka dan komitmen mereka terhadap organisasi. Karyawan lebih memilih bekerja pada perusahaan yang mengedepankan etika. McFarland (2003) juga menyimpulkan bahwa mendorong karyawan pemasaran untuk terlibat dalam taktik pemasaran yang memaksa, yang dirasakan oleh tenaga penjual tidak beretika, dapat mengakibatkan kinerja yang lebih rendah, absensi tinggi, penurunan kepuasan kerja, dan meningkatkan level turnover. Sparks dan Johlke (1996), dalam Pettijohn et al. (2008), juga mengungkapkan bahwa individu akan menolak karir dalam personal selling, karena mereka memandang pekerjaan tersebut banyak melanggar etika. Karyawan akan cenderung mencoba meninggalkan lingkungan yang mereka pandang tidak etis. Apabila karyawan merasa bahwa bisnis tidak etis, karyawan akan cenderung dengan sukarela meninggalkan organisasi. Hal yang sama juga terjadi pada situasi dimana karyawan merasa bahwa pimpinannya dirasa tidak etis, maka mereka juga akan meninggalkan lingkungan tidak etis yang didukung pimpinannya tersebut.
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
50
Levy dan Dubinsky (1983), dalam Pettijohn et al. (2008), juga menyimpulkan bahwa tenaga penjual yang bekerja dalam situasi yang tidak etis dapat mengalami frustasi yang mengarah pada keinginan keluar kerja. Ketidakcocokkan etika dapat mengarah pada tingkat komitmen organisasi yang rendah dan tingginya tingkat turnover. Umumnya ketidakcocokkan ini muncul ketika tingkatan etika karyawan lebih tinggi daripada pimpinan. Oleh karena etika pimpinan lebih rendah maka akan berakibat komitmen organisasi yang lebih rendah dan intensi keluar yang lebih tinggi (Mulki et al., 2006). Jaramillo et al. (2006) juga mendukung, bahwa iklim etika perusahaan memiliki pengaruh signifikan pada intensi keluar tenaga penjual. Pettijohn et al. (2008) juga mengungkapkan bahwa tenaga penjual yang merasa bahwa pimpinan mereka tidak etis, akan cenderung mengalami peningkatan ketidakpuasan kerja dan peningkatan intensi untuk meninggalkan perusahaan. Apabila tenaga penjual merasakan bahwa pimpinannya tidak etis, mereka tidak bersedia untuk meningkatkan penjualan dan bahkan merendahkan citra perusahaan di mata konsumen.
2.2. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang pengaruh keadilan organisasional yang terdiri dari dimensi keadilan prosedural dan distributif terhadap iklim kerja beretika telah dilakukan sebelumnya (GSTF, 2012). Selain itu juga diteliti pengaruh keadilan prosedural dan distributif terhadap komitmen organisasi, dan pengaruh iklim kerja beretika terhadap komitmen organisasi dan intensi keluar, serta pengaruh komitmen organisasi pada
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
51
intensi keluar. Penelitian dilakukan pada 334 tenaga penjual dari berbagai macam jenis industri. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis model struktural (SEM). Hasil penelitan menunjukkan bahwa keadilan organisasional yang terdiri dari keadilan prosedural dan distributif berpengaruh signifikan terhadap iklim kerja beretika. Keadilan prosedural dan distributif juga berpengaruh signifikan positif terhadap komitmen organisasional. Iklim kerja beretika juga berpengaruh signifikan positif terhadap komitmen organisasional, sedangkan komitmen organisasional berpengaruh negatif terhadap intensi keluar, dan iklim kerja beretika berpengaruh signifikan negatif terhadap intensi keluar. DeConinck et al. (2013) juga menelaah tentang pengaruh iklim kerja beretika terhadap intensi keluar kerja karyawan. Selain itu juga ditelaah pengaruh iklim kerja beretika terhadap identifikasi organisasi dan pengaruh identifikasi organisasi terhadap intensi keluar. Penelitian dilakukan pada 426 tenaga penjual. Analisis penelitian dilakukan dengan teknik analisis model struktural (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim kerja beretika berpengaruh signifikan positif terhadap identifikasi organisasi dan identifikasi organisasi berpengaruh signifikan terhadap intensi keluar kerja. Namun iklim kerja beretika tidak berpengaruh langsung terhadap intensi keluar, akan tetapi berpengaruh tidak langsung melalui identifikasi organisasi.
2.3. Hipotesis Berdasarkan berbagai literatur teori dan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
52
1. Keadilan prosedural berpengaruh terhadap intensi keluar karyawan. 2. Keadilan distributif berpengaruh terhadap intensi keluar karyawan. 3. Keadilan prosedural berpengaruh terhadap intensi keluar karyawan dengan variabel iklim kerja beretika sebagai variabel intervening. 4. Keadilan distributif berpengaruh terhadap intensi keluar karyawan dengan variabel iklim kerja beretika sebagai variabel intervening.
2.4. Kerangka Konseptual Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan maka dapat digambarkan model hubungan antar variabel dalam kerangka konseptual pada Gambar 2.2. Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Keadilan Prosedural Iklim Kerja Beretika
Intensi Keluar
Keadilan Distributif
tesis
pengaruh keadilan prosedural dan .......
Tommy Adi Prabowo