3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tropika Dataran Rendah Di dalam Undang–Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dijelaskan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Ekosistem hutan di Indonesia dikelompokkan kedalam dua formasi, yaitu: formasi klimatis dan formasi edafis. Formasi klimatis adalah formasi hutan yang dalam pembentukannya sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur iklim, seperti: temperatur, kelembaban udara, intensitas cahaya, dan angin. Formasi edafis adalah formasi hutan yang dalam pembentukannya sangat dipengaruhi oleh keadaan tanah, seperti: sifat fisika, kimia, dan biologi tanah (Indriyanto 2005). Menurut Soerianegara dan Indrawan (1998) Indonesia memiliki berbagai tipe hutan yaitu Hutan Hujan Tropika, Hutan Musim, Hutan Gambut, Hutan Rawa, Hutan Payau, Hutan Kerangas, dan Hutan Pantai. Hutan tropika merupakan hutan yang paling subur, hutan jenis ini terdapat diwilayah tropika atau berada didekat garis equator yang terletak pada 10ºLU dan 10º LS. Hutan hujan tropika merupakan habitat yang paling kaya dan kompleks. Hutan ini terdapat di wilayah tropika dengan suhu relatif tinggi 25ºC-26ºC, serta curah hujan yang berkelimpahan sekitar 2000 mm–4000 mm dan dengan kelembaban rata–rata sekitar 80%. Tegakan hutan hujan tropis didominsi oleh pepohonan yang selalu hijau. Keanekaragaman spesies tumbuhan dan binatang yang ada dihutan hujan tropis sangat tinggi. Hutan hujan tropis di Kalimantan memiliki lebih dari 40,000 spesies tumbuhan, dan merupakan hutan yang paling kaya spesiesnya di dunia. Tajuk hutan hujan tropis sangat rapat, terdapat tumbuhan yang memanjat, menggantung, dan menempel pada dahan-dahan pohon. Hutan Tropika Dataran Rendah merupakan salah satu tipe hutan di Indonesia yang diklasifikasikan berdasarkan iklim dan ketinggian tempat. Hutan
4
Tropika Dataran Rendah biasanya memiliki ketinggian 0 sampai 1000 mdpl. Penyebaran tipe ekosistem Hutan Tropika Dataran Rendah meliputi pulau–pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Nusa Tenggara, Irian, Sulawesi dan beberapa pulau Maluku. Di Hutan Tropika Dataran Rendah banyak terdapat spesies pohon anggota family Dipterocarpaceae, terutama genus Shorea, Dipterocarpus, Hopea, Vatica, Dryobalanops dan Cotylelobium. Hutan Tropika Dataran Rendah disebut juga dengan hutan Dipterocarps (Indriyanto 2005)
2.2 Biomassa Menurut Suhendang (2002) biomassa didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik hidup yang terdapat dalam tegakan yang dinyatakan dalam berat kering oven dalam ton per unit area. Jumlah biomassa dalam hutan merupakan selisih antara produksi melalui fotosintesis dan konsumsi melalui respirasi. Menurut Brown (1997) biomassa menunjukkan jumlah potensial karbon yang dapat dilepas ke atmosfer sebagai karbon dioksida ketika hutan ditebang dan atau dibakar. Sebaliknya, melalui penaksiran dapat dilakukan perhitungan jumlah karbondioksida yang dapat diikat dari atmosfer dengan cara melakukan reboisasi atau dengan penanaman. Biomassa tumbuhan bertambah karena tumbuhan menyerap karbondioksida dari udara dan mengubah zat tertentu menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Biomassa dapat dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu: biomassa di atas permukaan tanah atau above ground biomass dan biomassa di bawah permukaan tanah atau below ground biomass. Biomassa di atas permukaan tanah adalah semua materi hidup di atas permukaan, seperti: batang, tunggul, cabang, kulit kayu, biji, dan daun dari vegetasi baik dari strata pohon maupun dari strata tumbuhan bawah di lantai hutan, sedangkan biomassa di bawah permukaan tanah adalah semua biomassa dari akar tumbuhan yang hidup (Sutaryo 2009). Biomassa hutan adalah jumlah total bobot kering semua bagian tumbuhan hidup, baik untuk seluruh atau sebagian tubuh organisme, produksi atau komunitas dan dinyatakan dalam berat kering per satuan luas (ton/ha). Biomassa hutan berperan penting dalam siklus karbon. Hutan mengabsorpsi CO2 selama
5
proses fotosintesis dan menyimpannya sebagai materi organik dalam biomassa tanaman. Biomassa hutan menyediakan informasi penting dalam menduga besarnya potensi penyerapan CO2 dan biomassa dalam umur tertentu yang dapat dipergunakan untuk mengestimasi produktivitas hutan (Rused 2009). Biomassa di hutan terdiri atas biomassa bahan hidup, biomassa bahan mati, tanah dan produk kayu. Dari biomassa tersebut menurut Brown (1997) umumnya karbon menyusun 40-50% bahan kering (biomassa) dari tanaman.
2.3 Metode Penghitungan Biomassa Menurut Sutaryo (2009) terdapat 4 cara utama untuk menghitung biomassa, sebagai berikut : 1. Sampling dengan pemanenan (Destructive sampling) Metode ini dilaksanakan dengan memanen seluruh bagian tumbuhan termasuk akarnya, mengeringkannya, dan menimbang berat biomassanya. Aplikasi metode ini untuk mengukur biomassa hutan dapat dilakukan dengan mengulang beberapa area cuplikan atau melakukan ekstrapolasi untuk area yang lebih luas dengan menggunakan persamaan alometrik. 2. Sampling tanpa pemanenan (Non-destructive sampling) Metode ini merupakan cara sampling dengan melakukan pengukuran tanpa melakukan pemanenan. Metode ini antara lain dilakukan dengan mengukur tinggi atau diameter pohon dan menggunakan persamaan alometrik untuk mengeksplorasi biomassa. 3. Pendugaan melalui penginderaan jauh Hasil penginderaan jauh dengan resolusi sedang sangat bermanfaat untuk membagi area menjadi kelas-kelas vegetasi relatif homogen. Hasil pembagian kelas ini menjadi panduan untuk proses survey dan pengambilan data lapangan. Untuk mendapatkan estimasi biomassa dengan tingkat keakuratan yang baik memerlukan hasil pengindaraan jauh dengan resolusi yang tinggi, tetapi hal ini akan menjadi metode alternatif dengan biaya yang besar.
6
4. Pembuatan model Model digunakan untuk menghitung estimasi biomassa dengan frekuensi dan intensitas pengamatan insitu atau penginderaan jauh yang terbatas. Umumnya, model empiris ini didasarkan pada jaringan dari sampel plot yang diukur berulang, yang mempunyai estimasi biomassa yang sudah menyatu atau melalui persamaan alometrik yang mengkonversi volume menjadi biomassa.
2.4 Karbon Karbon adalah unsur kimia dengan nomor atom 6 dan massa atom 12,011115, bukan merupakan unsur logam yang dalam bentuk arang, berwarna hitam, dalam bentuk grafit, berwarna abu-abu, dan dalam bentuk intan murni tidak berwarna atau bening (Anonim 2007). Karbon merupakan salah satu bahan organik terbesar yang menyusun kayu yaitu sebesar 49 %. Umumnya karbon menyusun 45-50% bahan kering dari tanaman. Tumbuhan mendapatkan karbon, dalam
bentuk
CO2
dari
atmosfer
melalui
stomata
daunnya
dan
menggabungkannya ke dalam bahan organik tersebut kemudian menjadi sumber karbon bagi konsumen. Menurut Hairiah dan Rahayu (2007), jumlah C (karbon) tersimpan antar lahan berbeda-beda, tergantung pada keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara pengelolaannya. Penyimpanan C suatu lahan menjadi lebih besar bila kondisi kesuburan tanahnya baik, atau dengan kata lain jumlah C tersimpan di atas tanah (biomasa tanaman) ditentukan oleh besarnya jumlah C tersimpan di dalam tanah (bahan organik tanah, BOT). Hutan alami merupakan penyimpan karbon tertinggi karena keragaman jenis vegetasi yang tinggi, tumbuhan bawah dan serasah di permukaan tanah yang banyak. Melalui proses fotosintesis, CO2 di udara diserap oleh tanaman dan diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan ditimbun dalam biomasa berupa daun, batang, ranting, cabang, bunga, dan buah (Hairiah & Rahayu 2007)
7
Menurut Dury et al. (2002) diacu dalam Balinda (2008) menyebutkan bahwa dalam tegakan hutan lokasi keberadaan karbon adalah sebagai berikut : a. Pepohonan dan akar: Biomassa hidup, baik yang terdapat di atas permukaan dan di bawah permukaan dari berbagai jenis pohon, termasuk batang, daun dan cabang, serta akar. b. Vegetasi lain: Vegetasi bukan pohon (semak, belukar, herba, dan rerumputan) c. Sampah hutan: Biomassa mati di atas lantai hutan termasuk sisa pemanenan d. Tanah: Karbon tersimpan dalam bahan organik (humus) maupun dalam bentuk mineral karbonat. Karbon dalam tanah mungkin mengalami peningkatan atau penurunan tergantung pada kondisi tempat sebelumnya dan sekarang serta kondisi pengolahan tanah. Hutan tropika merupakan salah satu penyedia karbon yang memiliki potensi yang besar. Menurut Junaedi (2007) hutan tropis dataran rendah areal bekas tebangan menyimpan massa karbon di atas permukaan tanah sebesar 57.68–107.71 ton C/ha dan di hutan primer sebesar 229.33 ton C/ha. 2.5 Kadar Air dan Berat Jenis Kayu Kadar air didefinisikan sebagai berat air yang dinyatakan dalam persen air terhadap berat kayu bebas air atau kering tanur (BKT). Air di dalam tumbuhan dibagi menjadi dua, yaitu: air bebas dan air terikat. Air bebas merupakan air yang berada pada rongga sel dan relatif mudah untuk dikeluarkan dan merupakan air yang pertama hilang dalam proses pengeringan sedangkan air terikat adalah air yang berada di dalam dinding sel dan terikat lebih kuat karena adsorbsi permukaan dalam struktur kayu (Haygreen & Bowyer 1989). Berat jenis adalah perbandingan antara kerapatan kayu (atas dasar berat kering tanur dan volume pada kadar air yang telah ditentukan) dengan kerapatan air pada 4ºC (Haygreen & Bowyer 1989). Berat jenis kayu merupakan satu sifat fisik kayu yang paling penting. Berat jenis kayu biasanya dipengaruhi oleh umur pohon, tempat tumbuh, posisi kayu dalam batang, kecepatan tumbuh dan kadar air yang terkandung di dalam kayu tersebut. Berat jenis suatu kayu akan naik jika kandungan air yang menjadi dasarnya berkurang dibawah titik jenuh serat (TJS) (Haygreen & Bowyer 1989).
8
2.6 Kadar Abu dan Zat Terbang Menurut Achmadi (1990), diacu dalam Purwitasari (2011) kadar abu adalah jumlah oksida-oksida logam yang tersisa pada pemanasan tinggi. Abu tersusun dari mineral-mineral terikat kuat pada arang seperti kalsium, kalium dan magnesium. Komponen utama abu dalam kayu tropis ialah kalium, kalsium, magnesium dan silika. Galat dalam penetapan kadar abu dapat disebabkan oleh hilangnya klorida logam alkali dan garam-garam amonia serta oksidasi tidak sempurna pada karbonat dari logam alkali tanah . Kadar zat terbang adalah persen kandungan zat-zat yang mudah menguap yang hilang pada pemanasan 950°C yang terkandung pada arang terhadap berat kering bahan bebas air. Secara kimia zat terbang terbagi menjadi tiga sub golongan, yaitu senyawa alifatik, terpena dan senyawa fenolik. Zat-zat yang menguap ini akan menutupi pori-pori kayu dari arang (Haygreen & Bowyer 1989).
2.7 Alometrik Metode alometrik merupakan metode pengukuran pertumbuhan tanaman yang dinyatakan dalam bentuk hubungan-hubungan eksponensial atau logaritma antar organ tanaman yang terjadi secara harmonis dan perubahan secara proporsional (Parresol 1999, diacu dalam Mugiono 2009). Persamaan alometrik merupakan hubungan antara suatu peubah tak bebas yang diduga oleh satu atau lebih peubah bebas. Contohnya adalah hubungan antara volume pohon, biomassa atau massa karbon dengan diameter dan tinggi pohon. Penelitian mengenai persamaan alometrik untuk menduga biomassa dan karbon
telah
banyak
dikembangkan
oleh
para
ahli.
Brown
(1997)
mengembangkan model persamaan alometrik untuk menduga biomassa di hutan tropika yang dikelompokkan berdasarkan curah hujan. Persamaan alometrik ini menggunakan parameter diameter setinggi dada dan tinggi total pohon. Persamaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
9
Tabel 1 Model alometrik penduga biomassa pohon menurut perbedaan curah hujan Tempat tumbuh (curah hujan mm/th) Kering ( < 1500) Lembab (1500-4000)
Basah (>4000)
Persamaan alometrik Y= 0.139D2.32 Y= 42.6 –12.8D+1.242D2 Y= 0.118D2.53 Y= 0.092D2.60 Y= 21.3 –6.95D+0.74D2 Y= 0.037D1.89H
Sumber : Brown (1997) Keterangan : Y : Biomassa pohon (kg/pohon) H : Tinggi pohon (m)
Selang diameter Pohon contoh (cm) 5-40 5-148 5-148 5-148 5-112 5-112
Jumlah Pohon contoh
R2
28 170 170 170 169 169
0.89 0.84 0.97 0.92 090
D : Diameter setinggi dada (cm) (-) : Tidak ada keterangan