BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kredensialing dan Rekredensialing Ada beberapa definisi mengenai kredensialing dan rekredensialing yang
dikemukakan oleh para ahli. Menurut Payne (1999) mendefinisikan kredensialing adalah suatu proses pencapaian, pemeriksaan dan penilaian kualifikasi atau persyaratan penyelenggara pelayanan kesehatan untuk menyediakan layanan perawatan pasien dalam atau untuk organisasi layanan kesehatan. Kredensialing merupakan suatu istilah pada proses yang digunakan untuk menunjukan individu, program, institusi atau produk telah memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh agen (pemerintah atau swasta) dan diakui telah memenuhi syarat untuk melaksanakan suatu tugas. Standar yang ditetapkan biasanya standar minimal dan bersifat wajib atau standar maksimal dan besifat sukarela (Smolenski, 2005 dalam Ulandari, 2014). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kredensialing merupakan proses yang yang ditujukan kepada provider (individu maupun institusi) untuk memenuhi beberapa persyaratan atau standar yang telah ditetapkan oleh lembaga pemerintah atau swasta sebagai upaya seleksi untuk memperoleh provider yang memiliki kompetensi dan akuntabilitas yang baik, sehingga dapat memberikan pelayanan yang bermutu. Tidak banyak definisi mengenai rekredensialing. Menurut PT. Askes (2013), Rekredensialing adalah proses seleksi ulang terhadap pemenuhan persyaratan dan kinerja pelayanan bagi fasilitas kesehatan yang telah dan akan melanjutkan kerja sama 10
11
dengan BPJS Kesehatan. Definisi serupa berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada JKN, pasal 10 menyatakan rekredensialing adalah proses perpanjangan kerjasama antara fasilitas kesehatan dengan BPJS Kesehatan. Rekredensialing dilakukan dengan menggunakan kriteria teknis dan administratif berdasarkan penilaian kinerja yang disepakati bersama. Rekredensialing dilakukan setiap 1 tahun dimana paling lambat (tiga) bulan sebelum masa perjanjian kontrak kerja sama dengan BPJS Kesehatan berakhir. Tujuan dari pelaksanaan rekredensialing adalah untuk memperoleh fasilitas kesehatan yang berkomitmen dan mampu memberikan pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien melalui metode dan standar penilaian yang terukur dan objektif (PT. Askes, 2013). Dalam Pedoman TNP2K (2013) juga menyebutkan bahwa tujuan rekredensialing ini dilakukan adalah untuk mengetahui kapasitas dan kualitas fasilitas kesehatan yang akan bekerjasama dengan BPJS sehingga peserta dapat dilayani dan tujuan pembangunan kesehatan dapat tercapai.
2.1.1 Rekredensialing BPJS Kesehatan Dalam melakukan penilaian atau seleksi ulang terhadap fasilitas kesehatan, BPJS Kesehatan mengacu pada kriteria yang telah diatur dalam Permenkes No. 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional, pasal 10 ayat 2. Terdapat dua kriteria yang harus dipenuhi oleh fasilitas kesehatan untuk melakukan rekredensialing, yaitu kriteria administratif dan kriteria teknis (PT. Askes, 2013). Kriteria administratif yang perlu dipenuhi oleh fasilitas kesehatan, yaitu : a. Surat permohonan kerjasama b. Surat Ijin Praktek (SIP)
12
c. Surat Ijin Operasional (Bagi Klinik Pratama, Puskesmas dan fasilitas kesehatan lain yang ditetapkan Menteri Kesehatan) d. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) e. Kontrak kerjasama dengan jejaring (jika diperlukan) f. Surat Pernyataan Kesediaan mematuhi ketentuan Program Jaminan Kesehatan Nasional.
Sedangkan untuk kriteria teknis yang dipenuhi oleh fasilitas kesehatan, yaitu : a. Sumber Daya Manusia, meliputi : ketenagaan, pelatihan kompetensi, pengalaman kerja, pengalaman kerjasama dengan asuransi, dan penghargaan yang dimiliki. b. Sarana dan Prasarana, meliputi : bangunan, ruangan pendukung, perlengkapan praktik, perlengkapan penunjang administrasi, dan perlengkapan penunjang umum. c. Peralatan Medis dan obat-obatan, meliputi : peralatan medis mutlak, peralatan kedaruratan, obat-obatan, peralatan medis tambahan, peralatan kunjungan rumah dan perlengkapan edukasi. d. Lingkup Pelayanan, meliputi : konsultasi, pelayanan gigi, pelayanan obat, pelayanan laboratorium sederhana, pelayanan imunisasi, pelayanan KB, promosi kesehatan, dan kunjungan rumah. e. Komitmen Pelayanan, meliputi : pemenuhan jam praktik, penggunaan aplikasi SIM BPJS, kepatuhan terhadap panduan klinik, penyelenggaraan Prolanis, mendukung aktivitas kesehatan masyarakat yang diselenggarakan BPJS Kesehatan.
13
f. Kinerja Fasilitas Kesehatan, meliputi : angka kepuasan pasien, ketepatan waktu penyampaian laporan, rasio rujukan, dan angka kunjungan ulang prolanis.
Adapun tahap-tahap proses rekredensialing yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan dalam Pedoman TNP2K (2013), adalah sebagai berikut : a. Fasilitas kesehatan yang ingin memperpanjang kontrak kerjasama dengan BPJS Kesehatan melakukan pendaftaran ke kantor cabang BPJS Kesehatan dengan mengajukan formulir perpanjangan kontrak kerjasama dan melampirkan syarat administrasi. b. Fasilitas kesehatan melakukan self assessment pada form rekredensialing. c. Tim rekredensialing BPJS Kesehatan melakukan validasi dan scoring terhadap form rekredensialing melalui kunjungan lapangan. d. Pengumuman keputusan oleh pihak BPJS Kesehatan terkait penerimaan atau penolakan perpanjangan kontrak kerja sama kepada fasilitas kesehatan.
Hasil penilaian dari proses rekredensialing ini, dikelompokkan menjadi 4 kategori yaitu sebagai berikut : a. Kategori A (85 - 100) =
Sangat Direkomendasikan
b. Kategori B (70 - 84)
=
Direkomendasikan
c. Kategori C (60 - 69)
=
Dapat Direkomendasikan
d. Kategori D (< 60)
=
Tidak Direkomendasikan
2.2
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama BPJS Kesehatan Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 Tentang
Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional, pasal 2 ayat 2 menyatakan bahwa yang termasuk FKTP yaitu : puskesmas atau yang setara, praktik dokter, praktik
14
dokter gigi, klinik pratama atau yang setara, dan rumah sakit kelas D pratama atau yang setara. FKTP adalah semua fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan yang mampu memberikan pelayanan kesehatan dasar, seperti upaya kesehatan promotif, preventif, dan survailans (Kemenkes, 2013). Menurut BPJS Kesehatan (2014), ada empat fungsi pokok FKTP sebagai gate keeper antara lain : a.
Kontak pertama pelayanan (First Contact) FKTP merupakan tempat pertama yang dikunjungi peserta setiap kali mendapat masalah kesehatan.
b.
Pelayanan berkelanjutan (Continuity) Hubungan FKTP dengan peserta dapat berlangsung secara berkelanjutan sehingga penanganan penyakit dapat berjalan optimal.
c.
Pelayanan paripurna (Comprehensiveness) FKTP memberikan pelayanan yang komprehensif terutama untuk pelayanan promotif dan preventif.
d.
Koordinasi pelayanan (Coordination) FKTP melakukan koordinasi pelayanan dengan penyelenggara kesehatan lainnya dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta sesuai kebutuhannya. Dokter yang bertugas berfungsi sebagai pengatur pelayanan (care manager).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional, pasal 3 ayat 1 menyebutkan bahwa FKTP yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan harus menyelenggarakan pelayanan kesehatan komprehensif. Pelayanan kesehatan yang komprehensif berupa
15
pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan kebidanan, dan pelayanan kesehatan darurat medis, termasuk pelayanan penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium sederhana dan pelayanan kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Kemenkes, 2013). Fasilitas kesehatan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 2 perlu mengadakan kerja sama denggan BPJS Kesehatan melalui perjanjian kerja sama. Perjanjian kerja sama fasilitas kesehatan dengan BPJS Kesehatan dilakukan antara pimpinan atau pemilik fasilitas kesehatan yang berwenang dengan BPJS Kesehatan. Dalam perjanjian kerjasama antara fasilitas kesehatan dengan BPJS Kesehatan, pihak fasilitas kesehatan memiliki beberapa hak dan kewajiban yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional, pada pasal 12 ayat 2 dan 3 yang menyebutkan, bahwa hak fasilitas kesehatan paling sedikit terdiri atas : a.
Mendapatkan informasi tentang kepesertaan, prosedur pelayanan, pembayaran dan proses kerja sama dengan BPJS Kesehatan
b.
Menerima pembayaran klaim atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak dokumen klaim diterima lengkap. Adapun kewajiban fasilitas kesehatan, yaitu :
a.
Memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta sesuai ketentuan yang berlaku
b.
Memberikan laporan pelayanan sesuai waktu dan jenis yang telah disepakati.
2.2.1 Persyaratan Menjadi FKTP BPJS Kesehatan Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional pasal 6, untuk melakukan
16
kerja sama dengan BPJS Kesehatan, Fasilitas kesehatan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu : 1.
Untuk praktik dokter umum dan dokter gigi harus memiliki : a.
Surat Ijin Praktik;
b.
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
c.
Perjanjian kerja sama dengan laboratorium, apotek, dan jejaring lainnya;
d.
Surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan Kesehatan Nasional.
2.
Untuk Puskesmas atau yang setara harus memiliki : a.
Surat Ijin Operasional;
b.
Surat Ijin Praktik (SIP) bagi dokter/dokter gigi, Surat Ijin Praktik Apoteker (SIPA) bagi Apoteker, dan Surat Ijin Praktik atau Surat Ijin Kerja (SIP/SIK) bagi tenaga kesehatan lain;
c.
Perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan;
d.
Surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan Kesehatan Nasional.
3.
Untuk Klinik Pratama atau yang setara harus memiliki : a.
Surat Ijin Operasional;
b.
Surat Ijin Praktik (SIP) bagi dokter/dokter gigi dan Surat Ijin Praktik atau Surat Ijin Kerja (SIP/SIK) bagi tenaga kesehatan lain;
c.
Surat Ijin Praktik Apoteker (SIPA) bagi Apoteker dalam hal klinik menyelenggarakan pelayanan kefarmasian;
d.
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan;
e.
Perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan;
17
f.
Surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan Kesehatan Nasional.
4.
Untuk Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara harus memiliki : a.
Surat Ijin Operasional;
b.
Surat Ijin Praktik (SIP) tenaga kesehatan yang berpraktik;
c.
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan;
d.
Perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan;
e.
Surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan Kesehatan Nasional.
Kriteria mutlak yang harus dipenuhi oleh FKTP menurut PT. Askes (2013) yaitu: 1.
Surat rekomendasi dari perhimpunan fasilitas kesehatan primer bahwa tidak sedang dalam masa sanksi pelanggaran etik.
2.
Surat rekomendasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bahwa tidak sedang dalam masa sanksi Dinas Kesehatan.
3.
Surat pernyataan kesediaan : a.
Menggunakan pola pembayaran BPJS Kesehatan.
b.
Mematuhi ketentuan BPJS Kesehatan yang berlaku.
c.
Pernyatan bahwa jika pada masa kontrak kerjasama dengan BPJS Kesehatan terjadi pelanggaran kode etik, adalah bukan merupakan tanggung jawab BPJS Kesehatan.
18
2.3
Penelitian Terdahulu
1.
Hambatan dan Harapan Sistem Kredensial Dokter di Empat Rumah Sakit Indonesia (Peneliti : Herkutanto dan Susilo, 2009). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Sampel dari penelitian ini adalah dokter dan pihak manajemen rumah sakit. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Variabel penelitiannya terdiri dari dua variabel yaitu proses kredensial saat ini dan harapan sistem kredensial di masa datang. Adapun hasil dari penelitian ini adalah hambatan terwujudnya sistem kredensial ideal di empat rumah sakit Indonesia adalah mispersepsi bahwa kredensial identik dengan penerimaan dokter sebagai karyawan rumah sakit, serta harapan partisipan untuk sistem kredensial di masa datang tercermin dari kebutuhan proses monitoring, hubungan baik tim kredensial dengan pihak manajemen, standardisasi aturan dan instrumen kredensial, adanya tim kredensial yang obyektif, dan hubungan baik antar sejawat.
2.
Gambaran Proses Pelaksanaan Kredensialing Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Cabang Denpasar (Peneliti : Luh Putu Sinthya Ulandari, 2014). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Sampel dari penelitian ini sebanyak 13 responden yang terdiri dari 2 dokter umum, 2 dokter gigi, dan 3 staf manajemen klinik pratama yang menjadi provider FKTP BPJS Kesehatan serta 2 orang petugas kredensialing BPJS Kesehatan Cabang Denpasar. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Variabel penelitiannya terdiri dari dua variabel yaitu persepsi provider FKTP tentang gambaran proses kredensialing dan persepsi badan penyelenggara
19
tentang gambaran proses kredensialing. Adapun hasil dari penelitian ini adalah pelaksanaan kredensialing belum berjalan optimal dan belum sesuai dengan konsep managed care, serta terdapat kendala dalam proses kredensialing yang dirasakan oleh provider FKTP seperti keterlambatan dalam menerima form, rentang waktu yang singkat untuk melakukan self assessment, adanya FKTP yang belum mendapat kunjungan tim audit, adanya FKTP yang belum mengetahui skor dari penilaian, serta adanya faskes yang berasal dari existing provider yang memiliki nilai dibawah standar namun mereka tetap masuk menjadi provider FKTP BPJS Kesehatan. Adapun kendala yang dirasakan badan penyelenggara adalah keterbatasan waktu dan regulasi yang belum lengkap. 3.
Pengaruh Persepsi Provider Swasta tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional Terhadap Keikutsertaan Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014 (Peneliti : Lidia Marie Winariski, 2014). Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kuantitatif. Sampel dari penelitian ini adalah seluruh klinik swasta di Kota Medan yaitu sebanyak 68 klinik swasta. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling. Variabel penelitiannya terdiri dari lima variabel yaitu persepsi klinik swasta tentang manfaat, persepsi klinik swasta tentang kepentingan, persepsi klinik swasta tentang profit, persepsi klinik swasta tentang kredensialing, dan persepsi klinik swasta tentang sistem klaim. Adapun hasil dari penelitian ini adalah persepsi klinik swasta tentang profit, kredensialing, dan sistem klaim mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keikutsertaan klinik swasta sebagai provider BPJS Kesehatan, sedangkan persepsi klinik swasta tentang manfaat dan kepentingan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keikutsertaan klinik swasta sebagai provider BPJS Kesehatan.