BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil “Tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu yang mana penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia yakni indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba yang sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012: 138). Jadi pengetahuan adalah suatu informasi yang diperoleh dari hasil melihat dan mendengar dengan menggunakan alat indera kita. Pengetahuan juga merupakan domain yang sangat penting untuk membentuk perilaku seseorang (over behavior). Oleh karena itu, pengalaman dan penelitian ternyata merupakan perilaku yang didasari oleh pengetahuan dan akan lebih langgeng
dari
pada
perilaku
yang
tidak
didasari
oleh
pengetahuan
(Notoadmodjo, 2007: 140). Lebih lanjut Notoadmojo menjelaskan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku buruk) didalam diri orang tersebut terjadi proses perubahan, yaitu: a. Awarness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulasi objek. b. Interest (merasa tertarik), terhadap stimulus atau objek tersebut dan disini sikap subjek sudah mulai terbentuk. c. Evaluation (menilai), terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. d. Trial (mencoba), dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus e. Adaptation (adaptasi), dimana subjek telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
7
8
Menurut (Notoadmodjo, 2003: 128-130), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu: 1) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumya termasuk kedalam pengetahuan. Tingkat ini adalah mengingat kembali (Recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau diterima. Oleh karena itu “tahu” ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. 2) Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan yang menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi secara benar. 3) Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). 4) Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5) Sintesis (Syntetis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada. 6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Secara teori perubahan perilaku atau seseorang menerima atau mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya melalui tiga tahap yaitu pengetahuan
9
(knowledge), sikap (affective) dan tindakan (action) (Notoadmodjo, 2007: 146148) adalah: a) Pengetahuan (Knowledge) Sebelum seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru), ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarganya. Seperti masalah pengetahuan tentang gejala penyakit flu burung, pengetahuan tentang cara pencegahan flu burung dan sebagainya. b) Sikap (Afective) Sikap merupakan
penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang terhadap
stimulus atau objek (dalam hal ini adalah masalah kesehatan, termasuk penyakit). Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut, misalnya bagaimana sikap warga masyarakat terhadap larangan memelihara unggas di permukiman. c) Tindakan (Action) Tindakan merupakan reaksi konkrit seseorang terhadap objek atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Misalnya: mencuci tangan dengan sabun setelah memegang unggas, tidak memelihara unggas di rumah. 2. Faktor - Faktor yang mempengaruhi Pengetahuan Perawat Menurut Notoadmodjo (2010), faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat
pengetahuan, sebagai berikut: a.
Umur Bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang.
b.
Intelegensi Intelegensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan berpikir abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru.
10
Intelegensi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil dari proses belajar. Intelegensi bagi seseorang merupakan salah satu modal untuk berpikir dan mengolah berbagai informasi secara terarah sehingga ia mampu menguasai lingkungan. Dengan demikian disimpulkan bahwa perbedaan intelegensi dari seseorang akan berpengaruh pula terhadap tingkat pengetahuan. c.
Lingkungan Merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang. Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi seseorang, dimana seseorang dapat mempelajari hal-hal yang baik dan juga hal-hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya. Dalam lingkungan seseorang akan memperoleh pengalaman yang akan berpengaruh pada cara berpikir seseorang.
d.
Sosial budaya Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang. Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dengan orang lain, karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar dan memperoleh suatu pengetahuan.
e.
Pendidikan Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik pula pengetahuannya.
f.
Informasi Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika dia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media misalnya televisi, radio atau surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang.
g.
Pengalaman Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu
11
pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu (Notoadmodjo, 2010). 3. Pengetahuan Perawat Tentang Discharge Planning Pengetahuan, keterampilan dan kompetensi perawat sangat penting untuk meningkatkan kualitas perawatan. Salah satu kompetensi tersebut adalah pelaksanaan discharge planning di rumah sakit. Dengan demikian perawat membutuhkan pengetahuan yang baik tentang discharge planning. Adapun hal-hal harus diketahui seorang perawat dalam discharge planning adalah tentang apa yang dimaksud dengan discharge planning, tujuan dan manfaat discharge planning, kapan dimulai discharge planning, perawat harus mampu menjelaskan perawatan pasien dirumah meliputi pemberian pengajaran atau pendidikan kesehatan (health education) mengenai diet dan pembatasan pada dietnya, makanan yang dilarang (pantangan) dan makanan yang seharusnya dikonsumsi pasien di rumah, mobilisasi dengan aktifitas-aktifitas yang sederhana seperti berjalan, waktu kontrol dan tempat kontrol, perawatan pasien selama di rumah seperti aktifitas yang dapat dilakukan oleh pasien; obat-obatan yang masih diminum pasien dan jumlahnya, meliputi dosis, cara pemberian dan waktu yang tepat minum obat; obat-obatan yang dihentikan, karena meskipun ada obatobatan tersebut sudah tidak diminum lagi oleh pasien, obat-obat tersebut tetap dibawa pulang pasien serta perawat tahu menjelaskan hasil pemeriksaan yang ada sebelum dan setelah pasien pulang (Nursalam, 2011: 337). 4. Peran dan Fungsi Perawat dalam Memberikan Discharge Planning Perawat memiliki peran dan fungsi dalam memberikan discharge planning yaitu: Sebagai komunikator, dimana perawat mengidentifikasikan masalah pasien kemudian mengkomunikasikan secara verbal atau tertulis kepada anggota lain dalam tim kesehatan.
12
Sebagai pendidik, perawat memiliki peranan yang sangat penting sekali dalam discharge planning, karena dalam peran ini perawat harus mampu memberikan pengajaran tentang kesehatan (health education) kepada pasien dan keluarga sebelum pasien dan keluarga pulang ke rumah. Pendidikan kesehatan (health education) yang diberikan mengenai diet pasien di rumah misalnya makanan yang harus dihindari dan makanan yang seharusnya dikonsumsi oleh pasien, menjelaskan mobilisasi atau pembatasan aktifitas pasien setelah pulang ke rumah, waktu kontrol dan tempat kontrol pasien, menjelaskan perawatan pasien selama di rumah nanti seperti aktifitas yang dapat dilakukan oleh pasien dan pengaturan posisi di rumah. Perawat menjelaskan obat-obatan yang masih diminum pasien dan jumlahnya, meliputi dosis, cara pemberian dan waktu yang tepat minum obat, obat-obatan yang sudah dihentikan, menjelaskan hasil pemeriksaan yang ada dengan tujuan mencegah terjadinya komplikasi atau terjadinya kekambuhan pada pasien setelah pulang ke rumah pulang (Nursalam, 2011: 337). Sebagai advokat pasien, perawat dapat membantu pasien mendapatkan hakhaknya dan menyampaikan keinginan mereka. Sebagai konselor, perawat memberikan
konsultasi
kesehatan.
Sebagai
pemimpin,
perawat
dapat
mempengaruhi orang lain untuk dapat bekerjasama. Peran perawat secara umum adalah meyakinkan bahwa perusahaan memenuhi peraturan dan perundangan, mengembangkan program survailence kesehatan, melakukan konseling, melakukan koordinasi untuk kegiatan promosi kesehatan, melakukan penilaian bahaya potensial kesehatan dan keselamatan di tempat kerja, mengelola penatalaksanaan penyakit umum dan peyakit akibat kerja dan pertolongan pertama pada kecelakaan serta masalah kesehatan primer di perusahaan, melaksanakan evaluasi kesehatan dan kecelakaan kerja, konsultasi dengan pihak manajemen dan pihak lain yang diperlukan, mengelola pelayanan kesehatan termasuk merencanakan, mengembangkan dan menganalisa program,
13
pembiayaan, ketenagaan serta administrasi umum. Dalam menjalankan perannya perawat akan melaksanakan berbagai fungsi diantaranya: a.
Fungsi Independen Fungsi sendiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (oksigenasi, kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan aktifitas dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan pemenuhan kebutuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri. Pelaksanaan discharge planning di rumah sakit kepada pasien dan keluarga sebelum pulang ke rumah
merupakan salah satu bagian dari fungsi
independen. Dikatakan demikian karena pemberian discharge planning merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan secara mandiri oleh perawat pelaksana dengan memberikan pengajaran atau pendidikan kesehatan (health education) kepada pasien dan keluarga sebelum pasien pulang ke rumah, yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien yaitu mencegah terjadinya kekambuhan dan komplikasi. b.
Fungsi Dependen Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau intruksi dari perawat lain. Sehingga sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum atau perawat primer ke perawat pelaksana.
c.
Fungsi Interdependen Fungsi ini dilakukan dalam kelompok yang bersifat saling ketergantungan diantara tim satu dengan tim lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun lainnya, seperti
14
dokter memberikan pengobatan bekerja sama dengan perawat dalam pemantauan reaksi obat yang telah diberikan. B. Konsep Discharge Planning (Rencana Pemulangan) 1.
Pengertian Discharge Planning Discharge planning (perencanaan pemulangan) adalah suatu proses dimulainya pasien mendapatkan pelayanan kesehatan yang diikuti dengan kesinambungan perawatan baik dalam proses penyembuhan maupun dalam mempertahankan derajat kesehatannya sampai pasien merasa siap untuk kembali ke lingkungannya (Kozier, 2004: 113). Perencanaan pulang merupakan bagian penting dari program keperawatan klien yang dimulai segera setelah klien masuk rumah sakit. Hal ini merupakan suatu proses yang menggambarkan usaha kerja sama antara tim kesehatan, keluarga, klien, dan orang yang penting bagi klien (Nursalam & Ferry, 2008: 228). Sementara itu, (Shepperd et al 2010 dalam Suyami, 2013: 15) mendefinisikan discharge planning sebagai pengembangan rencana pemulangan yang bersifat individual untuk pasien sebelum meninggalkan rumah sakit, dengan tujuan mengendalikan biaya dan meningkatkan kondisi kesehatan pasien. Discharge planning sebaiknya dilakukan sejak pasien diterima di suatu agen pelayanan kesehatan khususnya di rumah sakit dimana rentang waktu pasien untuk menginap semakin diperpendek. Discharge planning yang efektif seharusnya mencakup pengkajian berkelanjutan untuk mendapatkan informasi yang komprehensif tentang kebutuhan pasien yang berubah-ubah, pernyataan diagnosa keperawatan, perencanaan untuk memastikan kebutuhan pasien sesuai dengan apa yang dilakukan oleh pemberi layanan kesehatan (Kozier, 2004: 113). Discharge planning/perencanaan pulang merupakan suatu proses yang sistematis dan bertujuan untuk menyiapkan pasien dan keluarga sebelum meninggalkan rumah sakit untuk melanjutkan program perawatan yang
15
berkelanjutan di rumah agar tidak terjadi kekambuhan/hospitalisasi ulang Taylor (1989 dalam Herniyatun, 2009). Perencanaan pulang didapatkan dari proses
interaksi
dimana
perawat
profesional,
pasien,
dan
keluarga
berkolaborasi untuk memberikan dan mengatur kontinuitas keperawatan yang diperlukan oleh klien dimana perencanaan harus berpusat pada masalah pasien yaitu pencegahan, terapeutik, rehabilitatif, serta perawatan rutin yang sebenarnya (Swanburg, 2000: 151). Seorang discharge planners bertugas membuat rencana, mengkoordinasikan, memonitor dan memberikan tindakan dan proses kelanjutan perawatan. Discharge planning ini menempatkan perawat pada posisi yang penting dalam proses perawatan pasien dalam team discharge planners rumah sakit, pengetahuan dan kemampuan perawat dalam proses keperawatan dapat memberikan kontinuitas perawatan melalui proses discharge planning. Perawat dianggap sebagai seseorang yang memiliki kompetensi lebih dan mempunyai keahlian dalam melakukan pengkajian secara akurat, mengelola dan mememiliki komunikasi yang baik dan memahami setiap kondisi dalam masyarakat (Carrol & Dowling 2007 dalam Rahmi, 2011: 28). Informasi diberikan kepada pasien agar mampu mengenali tanda bahaya untuk dilaporkan kepada tenaga medis. Sebelum pemulangan pasien dan keluarganya harus mengetahui bagaimana cara memanajemen pemberian perawatan
di
rumah dan apa yang diharapkan didalam memperhatikan masalah fisik yang berkelanjutan karena kegagalan untuk mengerti pembatasan atau implikasi masalah kesehatan (tidak siap menghadapi pemulangan) dapat menyebabkan terjadinya hambatan dan meningkatkan komplikasi (Perry & Potter, 2005: 99). 2.
Pemberi Layanan Discharge Planning Proses discharge planning harus dilakukan secara komprehensif dan melibatkan multi disiplin, mencakup semua pemberi layanan kesehatan yang terlibat dalam memberi layanan kesehatan kepada pasien (Perry & Potter,
16
2005:90). Discharge planning merupakan bagian penting dari program keperawatan klien yang dimulai segera setelah pasien masuk rumah sakit. Hal ini merupakan suatu proses yang menggambarkan usaha kerja sama antara tim kesehatan, keluarga, pasien dan orang yang penting bagi pasien (Nursalam & Ferry, 2008: 228). Seseorang yang merencanakan pemulangan atau koordinator asuhan yang berkelanjutan (Continuing care coordinator) adalah staf rumah sakit yang berfungsi sebagai konsultan untuk proses discharge planning bersamaaan dengan fasilitas kesehatan, menyediakan pendidikan kesehatan dan memotivasi staf rumah sakit untuk merencanakan dan mengimplementasikan discharge planning (Perry & Potter, 2005: 100). 3.
Penerima Discharge Planning Semua pasien yang dirawat di rumah sakit memerlukan discharge planning (Perry & Potter, 2005: 93). Namun ada beberapa kondisi yang menyebabkan pasien beresiko tidak dapat memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang berkelanjutan setelah pasien pulang seperti pasien yang menderita terminal atau pasien dengan kecacatan permanen (Perry & Potter, 2005: 93). Pasien dan seluruh anggota keluarga harus mendapatkan informasi tentang semua rencana pemulangan (Medical Mutual of Ohio 2008 dalam Marthalena, 2009: 23).
4.
Tujuan Discharge Planning Discharge planning bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan spesifik untuk mempertahankan atau mencapai fungsi maksimal setelah pulang (Perry & Potter, 2005: 96). Juga bertujuan memberikan pelayanan terbaik untuk menjamin keberlanjutan asuhan berkualitas antara rumah sakit dan komunitas dengan memfasilitasi komunikasi yang efektif (Suzanne & Brenda, 2002: 416). Rorden dan Traft (1993 dalam Nursalam, 2011: 337) mengungkapkan bahwa perencanaan pulang bertujuan membantu pasien dan keluarga untuk dapat
17
memahami permasalahan dan upaya pencegahan yang harus ditempuh sehingga dapat mengurangi resiko kambuh, serta menukar informasi antara pasien sebagai penerima pelayanan dengan perawat dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Adapun tujuan lain dari perencanaan pemulangan pasien menurut Esty & Nike (2005: 179) yaitu: a.
Meningkatkan pemahaman pasien dan keluarga tentang masalah kesehatan dan kemungkinan komplikasi dan pembatasan yang akan diberlakukan pada pasien di rumah.
b.
Mengembangkan kemampuan pasien dan keluarga untuk merawat kebutuhan pasien dan memberikan lingkungan yang aman untuk pasien di rumah.
c.
Meyakinkan bahwa rujukan yang diperlukan untuk perawatan selanjutnya dibuat dengan tepat.
5.
Manfaat Discharge Planning Menurut Spath (2003 dalam Nursalam, 2008: 229), perencanaan pulang mempunyai manfaat sebagai berikut: a.
Dapat memberikan kesempatan untuk memperkuat pengajaran kepada pasien yang dimulai dari rumah sakit.
b. Dapat memberikan tindak lanjut secara sistematis yang digunakan untuk menjamin kontinuitas perawatan pasien. c.
Mengevaluasi pengaruh dari intervensi yang terencana pada penyembuhan pasien dan mengidentifikasi kekambuhan dan perawatan baru.
d. Membantu kemandirian dan kesiapan pasien dalam melakukan perawatan di rumah. 6.
Prinsip Discharge Planning Ketika melakukan discharge planning dari suatu lingkungan ke lingkungan yang lain, ada beberapa prinsip yang harus diikuti/diperhatikan. Berikut ini adalah beberapa prinsip-prinsip yang diterapkan dalam perencanaan pulang (Nursalam, 2008: 229):
18
a.
Pasien merupakan fokus dalam perencanaan pulang. Nilai keinginan dan kebutuhan dari pasien perlu dikaji dan dievaluasi.
b.
Kebutuhan dari pasien diidentifikasi, kebutuhan ini dikaitkan dengan masalah yang mungkin muncul pada saat pasien pulang nanti, sehingga kemungkinan masalah yang muncul di rumah dapat segera diatasi.
c.
Perencanaan pulang ke rumah dilakukan secara kolaboratif. Perencanaan pulang merupakan pelayanan multi disiplin dan setiap tim harus saling bekerja sama.
d.
Perencanaan pulang disesuaikan dengan sumber daya dan fasilitas yang ada. Tindakan atau rencana yang akan dilakukan setelah pulang disesuaikan dengan pengetahuan dari tenaga yang tersedia maupun fasilitas yang tersedia di masyarakat.
e.
Perencanaan pulang dilakukan pada setiap sistem pelayanan kesehatan. Setiap pasien masuk tatanan pelayanan maka perencanaan pulang harus dilakukan.
7.
Ringkasan Discharge Planning (Perencanaan Pemulangan) Potter dan Perry (2005: 90) mengemukakan bahwa perencanaan pemulangan yang berhasil adalah suatu proses yang terpusat, terkoordinasi, dan terdiri dari berbagai disiplin ilmu yang memberi kepastian bahwa klien mempunyai suatu rencana
untuk
memperoleh
perawatan
yang
berkelanjutan
setelah
meninggalkan rumah sakit. Kelompok perawat berfokus pada kebutuhan rencana pengajaran yang baik untuk persiapan pulang klien, yang disingkat dengan METHOD, yaitu: a.
Medication (obat) Perawat menjelaskan obat yang harus dilanjutkan di rumah, dosis obat, cara meminumnya dan frekwensi meminumnya.
b.
Environment (Lingkungan) Lingkungan rumah sakit tempat pasien akan pulang sebaliknya aman. Pasien juga sebaliknya memiliki fasilitas pelayanan yang dibutuhkan untuk kontinuitas perawatannya.
19
c.
Treatment (pengobatan) Perawat harus memastikan bahwa pengobatan dapat berlanjut setelah pasien pulang, yang dilakukan oleh pasien atau anggota keluarga. Jika hal ini tidak memungkinkan, perencanaan harus dibuat sehingga seseorang dapat berkunjung ke rumah untuk memberikan keterampilan perawatan.
d.
Health Teaching (Pengajaran Kesehatan) Perawat yang akan pulang sebaikya diberitahu bagimana mempertahankan kesehatan. Termasuk tanda dan gejala yang mengindikasikan kebutuhan perawatan kesehatan tambahan.
e.
Outpatient Referral Perawat sebaiknya mengenal pelayanan dari rumah sakit yang dapat meningkatkan perawatan yang kontinu.
f.
Diet Pasien sebaiknya diberitahu tentang pembatasan pada dietnya. Pasien sebaiknya mampu memilih diet yang sesuai untuk dirinya
8.
Unsur- Unsur Discharge Planning Adapun unsur-unsur yang harus ada pada sebuah format perencanaan pemulangan menurut Jipp dan Sirass (1986 dalam Nursalam, 2011) antara lain: a.
Pengobatan di rumah meliputi resep baru, pengobatan yang sangat dibutuhkan, dan pengobatan yang harus dihentikan.
b.
Daftar nama obat harus mencakup nama, dosis, frekuensi, dan efek samping yang umum terjadi.
c.
Kebutuhan akan hasil test laboratorium yang dianjurkan, dan pemeriksaan lain dengan petunjuk bagaimana untuk memperoleh atau bilamana waktu akan diadakannya.
d.
Bagaimana melakukan pilihan gaya hidup dan tentang perubahan aktivitas, latihan, diet makanan yang dianjurkan dan pembatasannya.
e.
Petunjuk perawatan diri (perawatan luka, perawatan kolostomi, ketentuan insulin dan lain-lain).
20
f.
Kapan dan bagaimana perawatan atau pengobatan selanjutnya yang akan dihadapi setelah dipulangkan. Nama pemberi layanan, waktu, tanggal, dan lokasi setiap janji untuk kontrol.
g.
Apa yang harus dilakukan pada keadaan darurat dan nomor telepon yang bisa dihubungi untuk melakukan peninjauan ulang petunjuk pemulangan.
h.
Bagaimana mengatur perawatan lanjutan (jadwal pelayanan di rumah, perawat yang menjenguk, penolong, pembantu jalan, tabung oksigen, dan lain-lain) beserta dengan nama dan nomor telepon setiap institusi yang bertanggung jawab untuk menyediakan pelayanan.
9.
Format Discharge Planning Format discharge planning Menurut (Potter dan Perry, 2005: 118) adalah sebagai berikut: a.
Pengkajian 1) Sejak pasien masuk, kaji kebutuhan pemulangan pasien dengan menggunakan riwayat keperawatan, berdiskusi dengan pasien dan care giver, fokus pada pengkajian berkelanjutan terhadap kesehatan fisik pasien, status fungsional, sistem pendukung sosial, sumbersumber finansial, nilai kesehatan, latar belakang budaya dan etnis, tingkat pendidikan, serta rintangan terhadap perawatan. 2) Kaji kebutuhan pasien dan keluarga terhadap pendidikan kesehatan berhubungan dengan bagaimana menciptakan terapi di rumah, penggunaan alat-alat medis di rumah, larangan sebagai akibat gangguan kesehatan, dan kemungkinan terjadinya komplikasi. Kaji cara pembelajaran yang lebih diminati pasien (seperti membaca, menonton video, mendengarkan petunjuk-petunjuk). Jika materi tertulis yang digunakan, pastikan materi tertulis yang layak tersedia. Tipe materi pendidikan yang berbeda-beda dapat mengefektifkan cara pembelajaran yang berbeda pada pasien. 3) Kaji bersama-sama dengan pasien dan keluarga terhadap setiap faktor lingkungan
di dalam rumah yang mungkin menghalangi dalam
21
perawatan diri seperti ukuran ruangan, kebersihan jalan menuju pintu, lebar jalan, fasilitas kamar mandi, ketersediaan alat-alat yang berguna (seorang perawat dapat dirujuk untuk membantu dalam pengkajian). 4) Berkolaborasi dengan dokter dan staf pada profesi lain (seperti dokter pemberi terapi) dalam mengkaji kebutuhan untuk rujukan kepada pelayanan perawatan di rumah yang terlatih atau fasilitas perawatan yang lebih luas. 5) Kaji persepsi pasien dan keluarga terhadap keberlanjutan perawatan kesehatan di rumah sakit. Mencakup pengkajian terhadap kemampuan keluarga untuk mengamati care giver dalam memberikan perawatan kepada pasien. Dalam hal ini sebelum mengambil keputusan, mungkin perlu berbicara secara terpisah dengan pasien dan keluarga untuk mengetahui kekhawatiran yang sebenarnya atau keragu-raguan diantara keduanya. 6) Kaji penerimaan pasien terhadap masalah kesehatan berhubungan dengan pembatasan. 7) Konsultasikan tim pemberi layanan kesehatan yang lain tentang kebutuhan setelah pemulangan (seperti ahli gizi, pekerja sosial, perawat klinik spesialis, perawat pemberi perawatan kesehatan di rumah). Tentukan kebutuhan rujukan pada waktu yang berbeda. b. Diagnosa Keperawatan Penentuan diagnosa keperawatan secara khusus bersifat individual berdasarkan kondisi atau kebutuhan pasien. Adapun diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan antara lain: Kecemasan. Hal ini dapat menginterupsi proses keluarga. Tekanan terhadap care giver. Hal yang menyebabkannya adalah ketakutan. Kurang pengetahuan terhadap pembatasan perawatan di rumah. Pasien mengalami defisit perawatan diri dalam hal: makan, toileting, berpakaian, mandi/kebersihan.
22
Stress sindrome akibat perpindahan. Hal ini berupaya dengan upaya meningkatkan pertahanan/pemeliharaan di rumah. c.
Perencanaan Hal yang diharapkan jika seluruh prosedur telah lengkap dilakukan sebagai berikut: 1) Pasien atau keluarga sebagai care giver mampu menjelaskan bagaimana keberlangsungan pelayanan kesehatan di rumah (fasilitas lain), penatalaksanaan atau pengobatan apa yang dibutuhkan, dan kapan mencari pengobatan akibat masalah yang timbul. 2) Pasien mampu mendemonstrasikan aktivitas perawatan diri (anggota keluarga mampu melakukan aturan perawatan). 3) Rintangan kepada pergerakan pasien dan ambulansi telah diubah dalam setting rumah. Hal-hal yang membahayakan pasien akibat kondisi kesehatannya telah diubah.
d. Penatalaksanaan Penatalaksanaan dapat dibedakan dalam dua bagian, yaitu penatalaksanaan yang dilakukan sebelum hari pemulangan, dan penatalaksanaan yang dilakukan pada hari pemulangan (Perry & Potter, 2005: 101-105). 1) Persiapan sebelum hari pemulangan pasien Menganjurkan cara untuk merubah keadaan rumah demi memenuhi kebutuhan pasien, mempersiapkan pasien dan keluarga dengan memberikan informasi tentang sumber-sumber pelayanan kesehatan komunitas. Rujukan dapat dilakukan sekalipun pasien masih di rumah. Setelah menentukan segala hambatan untuk belajar serta kemauan untuk belajar, mengadakan sesi pengajaran dengan pasien dan keluarga secepat mungkin selama dirawat di rumah sakit (seperti tanda gejala terjadinya komplikasi, kepatuhan terhadap pengobatan, kegunaan
alat-alat
medis,
perawatan
lanjutan,
diet,
latihan,
pembatasan yang disebabkan oleh penyakit atau pembedahan). Pamflet, buku-buku, atau rekaman video dapat diberikan kepada
23
pasien. Pasien juga dapat diberitahu tentang sumber-sumber informasi yang ada di internet. Komunikasikan respon pasien dan keluarga terhadap penyuluhan dan usulan perencanaan pulang kepada anggota tim kesehatan lain yang terlibat dalam perawatan pasien. 2) Penatalaksanaan pada hari pemulangan Jika beberapa aktivitas berikut ini dapat dilakukan sebelum hari pemulangan, perencanaan yang dilakukan akan lebih efektif. Adapun aktivitas yang dilakukan pada hari pemulangan antara lain: a) Biarkan pasien dan keluarga bertanya dan diskusikan isu-isu yang berhubungan dengan perawatan di rumah. Kesempatan terakhir untuk mendemonstrasikan kemampuan juga bermanfaat. b) Periksa intruksi pemulangan dokter, masukkan dalam terapi, atau kebutuhan akan alat-alat medis yang khusus (intruksi harus ditulis sedini mungkin). Persiapkan kebutuhan dalam perjalanan dan sediakan alat-alat yang dibutuhkan sebelum pasien sampai di rumah (seperti tempat tidur rumah sakit, oksigen, fedding pump). c) Tentukan apakah pasien dan keluarga telah dipersiapkan dalam kebutuhan transportasi menuju ke rumah. d) Tawarkan bantuan untuk memakaikan baju pasien dan menyusun semua barang milik pasien serta menjaga privasi pasien sesuai kebutuhan. e) Periksa seluruh ruangan dan laci untuk memastikan barangbarang pasien. Dapatkan daftar pertinggal barang-barang berharga yang telah ditandatangani oleh pasien, dan instruksikan penjaga atau administrator yang tersedia untuk menyampaikan barangbarang berharga kepada pasien. f)
Persiapkan pasien dengan prescription atau resep pengobatan pasien sesuai dengan yang diinstruksikan oleh dokter. Lakukan pemeriksaan terakhir untuk kebutuhan informasi atau fasilitas pengobatan yang aman untuk administrasi diri.
g) Berikan informasi tentang petunjuk untuk janji follow up ke kantor dokter.
24
h) Hubungi kantor agen bisnis untuk menentukan apakah pasien membutuhkan daftar pengeluaran untuk kebutuhan pembayaran. Anjurkan pasien dan keluarga mengunjungi kantornya. i)
Dapatkan kotak untuk memindahkan barang-barang pasien. Kursi roda untuk pasien yang tidak mampu ke mobil ambulans. Pasien yang pulang dengan menggunakan ambulans diantarkan oleh petugas ambulans.
j)
Bantu pasien menuju kursi roda dan gunakan sikap tubuh dan teknik pemindahan yang sopan. Dampingi pasien memasuki unit dimana transportasi yang dibutuhkan sedang menunggu. Kunci roda dari kursi roda. Bantu pasien pindah ke mobil pribadi atau kendaraan untuk transportasi. Bantu keluarga menempatkan barang-barang pribadi pasien ke dalam kendaraan.
k) Kembali ke bagian dan laporkan waktu pemulangan kepada departemen pendaftaran/penerimaan. Ingatkan bagian kebersihan untuk membersihkan ruangan pasien. e.
Evaluasi 1.
Minta pasien dan anggota keluarga menjelaskan tentang penyakit, pengobatan yang dibutuhkan, tanda-tanda fisik atau gejala yang harus dilaporkan kepada dokter.
2.
Minta pasien atau anggota keluarga mendemonstrasikan setiap pengobatan yang akan dilanjutkan di rumah.
3.
Perawat yang melakukan perawatan rumah memperhatikan keadaan rumah, mengidentifikasi rintangan yang dapat membahayakan bagi pasien, dan menganjurkan perbaikan.
Adapun keberhasilan yang diharapkan setelah dilakukan discharge planning (Potter & Perry, 2005: 93) ditunjukkan seperti: 1.
Pasien dan keluarga memahami diagnosa, antisipasi tingkat fungsi, obat-obatan, dan tindakan pengobatan untuk proses transisi atau
25
kepulangan, mengetahui cara antisipasi kontinuitas perawatan serta tindakan yang akan dilakukan pada kondisi kedaruratan. 2.
Pendidikan diberikan kepada pasien dan keluarga untuk memastikan perawatan yang tepat setelah pasien pulang sesuai dengan kebutuhan.
3.
Koordinasi system pendukung di masyarakat yang memungkinkan pasien untuk membantu pasien dan keluarga kembali ke rumahnya dan memiliki koping yang adaptif terhadap perubahan status kesehatan pasien.
4.
Melakukan koordinasi system pendukung pelayanan kesehatan untuk kontinuitas perawatannya.
C. Kesiapan Perawat Memberikan Discharge Planning Menurut Martinsusilo (2007 dalam Marthalena, 2009: 34), ada dua komponen utama dari kesiapan yaitu kemampuan dan keinginan. Kemampuan adalah pengetahuan dan pengalaman, yang dimiliki seseorang kelompok. Sedangkan keinginan
berkaitan
dengan
keyakinan,
komitmen,
dan
motivasi
untuk
menyelesaikan tugas atau kegiatan tertentu. Kesiapan merupakan kombinasi dari kemampuan dan keinginan yang berbeda yang ditunjukkan seseorang pada tiap-tiap tugas yang diberikan. Kesiapan didasarkan pada pengalaman untuk belajar mengacu pengalaman terdahulu yang memampukan individu untuk belajar apa yang sedang diajarkan (Suzanne & Brenda, 2002: 49) Berdasarkan hal diatas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kesiapan perawat memberikan discharge planning adalah kemampuan yang mencakup pengetahuan, pengalaman, dan keinginan yang mencakup keyakinan, komitmen, dan motivasi perawat dalam mengaplikasikan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya
dalam
meningkatkan
derajat
kesehatan,
memberikan
asuhan
keperawatan yang komprehensif dan memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal.
26
Adapun
tingkat
kesiapan/readiness
berdasarkan
kuantitas
keinginan
dan
kemampuan bervariasi dari sangat tinggi hingga sangat rendah menurut Martinsusilo ( 2007 dalam Marthalena, 2009: 36), antara lain: 1. Tingkat Kesiapan 1 (R1) a.
Tidak mampu dan tidak ingin, yaitu tingkatan tidak mampu dan hanya memiliki sedikit komitmen dan motivasi.
b.
Tidak mampu dan ragu, yaitu tingkatan tidak mampu hanya memiliki sedikit keyakinan.
2. Tingkat Kesiapan 2 (R2) a.
Tidak mampu tetapi berkeinginan, yaitu tingkatan yang memiliki sedikit kemampuan tetapi termotivasi dan berusaha.
b.
Tidak mampu tetapi percaya diri, yaitu tingkatan yang hanya memiliki sedikit kemampuan tetapi tetap merasa yakin.
3. Tingkat Kesiapan 3 (R3) a.
Mampu tetapi ragu, yaitu tingkatan yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tetapi tidak yakin dan khawatir untuk melakukannya sendiri.
b.
Mampu tetapi tidak ingin, tingkatan yang memiliki kemampuan untuk melakukan suatu tugas tetapi tidak ingin menggunakan kemampuan tersebut.
4. Tingkat Kesiapan 4 (R4) a.
Mampu dan ingin, yaitu tingkatan yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas seringkali menyukai tugas tersebut.
b.
Mampu dan yakin, yaitu tingkatan yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas dan yakin dapat melakukannya seorang diri.
D. Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Discharge Planning dengan Kesiapan Memberikan Discharge Planning Kepada Pasien dan Keluarga Suatu penelitian yang dilakukan Hariyati dkk (2008) menunjukkan bahwa ada peningkatan pengetahuan yang bermakna setelah dilaksanakan pengenalan model discharge planning yang terorganisasi terhadap pengetahuan perawat (rata-rata sebelum= 11,6, rata-rata sesudah= 16,81). Sedangkan terhadap pelaksanaan discharge planning menunjukkan adanya peningkatan pelaksanaan discharge
27
planning yang bermakna setelah dikenalkan model pelaksanaan discharge planning (mean sebelum = 50,3, mean sesudah = 59,33). Selama penelitian, program telah dimanfaatkan oleh 62 orang (pasien dan keluarga). Penelitian yang dilaksanakan di suatu ruang rawat di dua Rumah Sakit di Jakarta menunjukkan bahwa Rumah Sakit X di Jakarta, 36% perawat belum melaksanakan perencanaan pulang, dan Rumah Sakit Y di Jakarta, 20% perawat belum melaksanakan perencanaan pulang. Di Rumah Sakit Y sebanyak 56% dari yang melaksanakan perencanaan pulang belum melaksanakannya berdasarkan perencanaan terstruktur dan pengkajian kebutuhan pasien. Penelitian yang dilakukan oleh Ramie dkk (2008 dalam Haryati, 2008), juga mengemukakan
bahwa
84%
perawat
belum
mempunyai
Satuan
Acara
Pembelajaran (SAP) dalam melaksanakan perencanaan pulang dan 24% perawat mengatakan media pembelajaran tidak memadai untuk pelaksanaan perencanaan pulang, sehingga menimbulkan kendala dalam melaksanakan perencanaan pulang yang baik. Penelitian yang dilakukan oleh Muhamad Rofii yang berjudul Analisis FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Perencanaan Pulang Pada Perawat di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang Tahun 2011, dengan jumlah sampel sebanyak 147 perawat, analisa faktor persepsi perawat tentang keterlibatan & partisipasi terdiri dari persepsi yang baik dan yang kurang. Hasil tabulasi hubungan keterlibatan dengan pelaksanaan discharge planning diperoleh perawat yang memiliki persepsi keterlibatan dan partisipasi baik, melaksanakan discharge planning berjumlah 37 orang ( 47,4 %) sedangkan yang tidak melaksanakan discharge planning berjumlah 41 orang (52,6%), dan perawat yang memiliki persepsi keterlibatan & partisipasi kurang, melaksanakan discharge planning 19 orang ( 27,5 %) dan yang tidak melaksanakan discharge planning 50 orang ( 72,5 %). Hasil penelitian ini diperoleh p. value 0,021, berarti pada alpha 5% maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara faktor keterlibatan dan partisipasi dengan pelaksanaan perencanaan pulang. Hasil analisis juga diperoleh nilai OR=2,375,
28
artinya perawat yang memiliki persepsi baik mempunyai peluang 2,375 kali untuk melaksanakan perencanaan pulang dibandingkan dengan perawat yang memiliki persepsi kurang. Penelitian yang dilakukan oleh (Nasir, 2011) terhadap 21 orang perawat, diperoleh 6 orang berpengetahuan baik tentang discharge planning (28,6%), 15 orang berpengetahuan cukup (71,4%) dan tidak ditemukan perawat yang berpengetahuan buruk/kurang. Hasil tabulasi silang tentang pengetahuan perawat terhadap pelaksanaan discharge plannig diperoleh responden yang berpengetahuan baik melaksanakan discharge planning dengan baik sebanyak 6 orang (28,6%), responden yang berpengetahuan cukup yang melaksanakan discharge planning dengan baik sebanyak 7 orang (33,3%), dan yang melaksanakan tidak baik sebanyak 8 orang (38,1%). E. Kerangka Konsep Skema 2.1 Kerangka Konsep Variabel Bebas Pengetahuan perawat tentang discharge planning
Variabel Terikat Kesiapan perawat memberikan discharge planning kepada pasien dan keluarga.
F. Hipotesis Ha : Ada hubungan pengetahuan perawat tentang discharge planning dengan kesiapan perawat memberikan discharge planning kepada pasien dan keluarga.