BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Nila Gift 2.1.1 Taksonomi Ikan nila merupakan spesies yang berasal dari kawasan Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya di Afrika. Bentuk tubuh memanjang, pipi kesamping dan warna putih kehitaman. Jenis ini merupakan ikan konsumsi air tawar yang banyak dibudidayakan setelah ikan mas (Cyprinus carpio). Saat ini, ikan nila telah tersebar ke negara beriklim tropis, sedangkan pada wilayah beriklim dingin tidak dapat hidup dengan baik.
Ikan nila GIFT (Genetic Improvement of Farmed
Tilapias) didatangkan ke Indonesia pada tahun 1994 melalui Balai Penelitian Perikanan Air Tawar (Balitkanwar) yang merupakan salah satu anggota. International Network for Genetic in Aquaculture (INCA). Nila gift yang pertama kali didatangkan ke Indonesia tersebut merupakan generasi keempat. Setelah itu, didatangkan lagi nila gift berikutnya yang berasal dari generasi keenam pada tahun 1997 (Rustidja 1999), ikan nila gift dapat dilihat pada Gambar 1. Ikan nila gift dapat di klasifikasikan sebagai berikut (Popma dan Michael, 1999) : Filum Sub-Filum Kelas Sub-kelas Ordo Sub-ordo Famili Genus Spesies
: Chordata : Vertebrata : Osteichthyes : Acanthoptherigii : Percomorphi : Percoidea : Cichlidae : Oreochromis : Oreochromis niloticus
5
6
Gambar 1. Ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus) (Wiryanta et al.,2010)
2.1.2 Morfologi Ikan Nila Gift Ikan nila GIFT (Genetic Improvement of Farmed Tilapias) mempunyai bentuk tubuh lebih pendek dibandingkan ikan nila lokal. Tubuhnya lebih tebal, warna tubuhnya hitam keputihan, kepalanya relatif kecil, sisik berukuran besar dengan tipe ctenoid, kasar, tersusun rapi, matanya besar, menonjol dan bagian tepinya berwarna putih. Gurat sisi (linea lateralis) terputus dibagian tengah badannya, dagingnya cukup tebal dan tidak terdapat duri-duri halus didalamnya (Arie 1999). Sirip punggunya memanjang dari bagian atas tutup insang hingga bagian atas sirip ekor, terdapat juga sepasang sirip dada dan sirip perut yang berukuran kecil. Sirip anusnya hanya satu buah dan berbentuk agak panjang, sedangkan sirip ekornya berbentuk bulat dan hanya berjumlah satu buah (Suyanto 1994). Ikan nila di sukai oleh berbagai bangsa karena dagingnya enak dan tebal seperti daging ikan kakap merah (Sugiarto, 1988). Di dalam budidaya ikan nila gift dewasa ini banyak dikembangkan berbagai teknologi dalam rangka peningkatan mutu induk ikan nila. Hal ini disebabkan pada saat ini telah banyak terjadi penurunan kualitas induk ikan nila gift. Oleh karena itu kebutuhan induk bermutu sangat diharapkan dalam rangka memperoleh benih yang berkualitas (Effendi 2004).
7
2.1.3 Habitat Ikan Nila Gift Saat ini ada dua jenis ikan nila yang beredar di Indonesia, yaitu nila hitam, dan nila merah. Ikan nila banyak di temukan di perairan yang airnya tenang, seperti danau, rawa, dan waduk. Toleransi terhadap lingkungan sangat tinggi. Nila termasuk ikan omnivora dan sangat menyenangi pakan alami berupa Rotifera, Daphnia sp, moina, benthos, ferifiton, dan fitoplankton. Disamping itu, bisa juga di beri pakan tambahan, seperti pellet, dedak, dan lain-lain. Nila termasuk ikan yang dapat memijah sepanjang tahun dan mulai memijah pada umur 6 s/d 8 bulan (Sugiarto 1988). Produksi ikan nila gift pada tahap pemeliharaan induk disusun sebagai upaya meningkatkan jaminan mutu (quality assurance), terhadap benih yang dihasilkan mengingat produk ini banyak diperdagangkan dan proses produksinya mempunyai pengaruh terhadap mutu ikan konsumsi yang dihasilkan (Effendi 2004). Pengkajian teknologi budidaya ikan nila gift dalam mendukung intensifikasi pembudidayaan untuk meningkatkan produksi, dalam rangka meningkatkan daya saing harga. Beberapa upaya yang berkaitan dengan pengkajian teknologi antara lain pengkajian teknik pemeliharaan induk, yang meliputi: kontruksi kolam pemeliharaan, perawatan, serta teknik pengelolaan induk dalam proses pemijahan (jumlah induk minimal yang dipijahkan dalam rangka menghambat laju silang dalam), teknik produksi benih tunggal kelamin jantan (monosex)
dan benih steril (melalui hormonisasi, YY-Male, dan
tetraploidisasi (Effendi 2004).
2.2
Sistem Kekebalan Tubuh Ikan Sistem kekebalan tubuh ikan diperlukan untuk melindungi tubuh terhadap
serangan patogen seperti virus, bakteri, cendawan dan parasit lainnya. Ikan nila gift mempunyai dua sistem pertahanan yaitu sistem pertahanan spesifik dan pertahanan non spesifik. Sistem pertahanan spesifik terdiri atas dua faktor yaitu antobodi (humoral immunity) dan selluler (cell mediated immunity), dimana yang paling berperan adalah antibodi. Sistem pertahanan spesifik berfungsi melawan penyakit yang memerlukan rangsangan terlebih dahulu (Ellis 1988). Sifat-sifat
8
yang membedakan sistem pertahanan spesifik dengan sistem pertahanan lainnya adalah kespesifikan dan kemampuannya untuk mengingat suatu penyebab infeksi tertentu, sehingga dapat memberikan resistensi yang serupa pada individu yang telah sembuh dari infeksi (Nabib dan Pasaribu, 1989). Antibodi merupakan suatu senyawa protein yang terbentuk sebagai respon pertahanan terhadap masuknya bahan atau benda asing kedalam tubuh, yang dapat bereaksi dengan antigen khusus (Tizard 1988). Menurut Anderson (1992), antigen adalah suatu partikel atau benda asing yang merangsang tubuh untuk memproduksi antibodi spesifik. Antibodi akan terbentuk apabila sel penghasil antibodi yaitu sel limfosit (sel-B) terlah berfungsi dengan baik.
Proses
terbentuknya antibodi yang spesifik menurut Tizard (1988) adalah karena adanya rangsangan antigen penginfeksi yang masuk ke dalam tubuh ikan kemudian difagositir (dimakan) oleh makrofag. Makrofag merupakan sel monosit yang masuk kedalam jaringan dan berdiferensiasi dan memiliki sebuah nukleus bundar, yang berfungsi memusnahkan antigen dengan cara fagositik. Makrofag akan mengirimkan sinyal kepada limfosit-B sehingga memerikan respon, yaitu dengan membesar dan berproliferasi (proses perbanyakan secara cepat melalui pembelahan sel atau tunas secara terus menerus), yang memproduksi antibodi spesifik yaitu senyawa yang dikenal sebagai imunoglobin sesuai dengan antigen yang memberi rangsangan (Anderson 1992). Sistem pertahanan non spesifik berfungsi untuk melawan segala jenis patogen yang menyerang bahkan termasuk beberapa penyakit non hayati. Pertahanan non spesifik bersifat permanen dan tidak perlu dirangsang terlebih dahulu, sehingga sering menentukan suatu jenis ikan lebih tahan terhadap patogen dibanding jenis lainnya. Pertahanan non spesifik terdiri dari sistem pertahanan pertama (kulit, lendir, sisik) dan sistem pertahanan kedua (darah). Menurut Irianto (2005) lendir memiliki kemampuan menghambat kolonisasi mikroorganisme pada kulit, insang dan mukosa. Lendir (mucus) ikan memiliki imunoglobulin (IgM) alami. Imunoglobulin tersebut dapat menghancurkan patogen yang menginvasi. Pertahanan non spesifik penting lainnya adalah darah, khususnya sel darah putih yang terdiri dari monosit, limfosit, neutrofil yang dapat bergerak ke tempat
9
masuknya antigen asing melalui dinding kapiler dan juga memiliki enzim lisozim. Enzim lisozim merupakan enzim yang mempunyai sifat bakteriolitik (Robert 1978). Ellis (1989) menjelaskan bahwa pada awal kehidupannya sistem pertahanan yang mula-mula berfungsi adalah sistem pertahanan non spesifik, pertahanan spesifik baru berkembang dan dapat berfungsi dengan baik sekitar beberapa minggu setelah menetas. Mekanisme kerja kedua sistem pertahanan ini saling menunjang satu sama lain melalui mediator dan komunikator seperti sitokin, interferon, dan interkulin (Anderson dalam Bakri 2010).
2.2.1
Immunostimulan Immunostimulan adalah suatu zat yang mempunyai kemampuan untuk
meningkatkan pertahanan tubuh terhadap infeksi (Ellis 1988). Penggunaan immunostimulan pada budidaya ikan merupakan sesuatu yang baru bagi kesehatan ikan dan pencegahan terhadap penyakit ( Anderson 1992). Immunostimulan merupakan suatu materi biologis dan zat sintetis yanng dapat meningkatkan pertahanan non spesifik serta merangsang organ pembentuk antibodi dalam tubuh untuk bekerja secara maksimal. Immunostimulan ini dapat diberikan untuk memperbesar respon imum spesifik dalam meningkatkan sirkulasi titer antibodi (Anderson 1992). Mekanisme kerja immunostimulan menurut Raa et al., dalam Anderson (1992) yaitu apabila stimulan tersebut masuk kedalam tubuh ikan, akan merangsang makrofag untuk memproduksi interkulin yang akan membuat limfosit membelah menjadi limfosit-T dan limfosit-B serta membuat limfosit-B menjadi lebih aktif dalam memproduksi antibodi. Limfosit –T memproduksi interferon yang menggiatkan kembali (meningkatkan kemampuan) makrofag sehingga dapat memakan dan membunuh banyak bakteri, virus, dan partikel asing lainnya. Stimulan tersebut juga akan merangsang makrofag untuk memproduksi lebih banyak lisozim dan komplemen. Cara penggunaan immunostimulan memiliki pola yang sama dengan penggunaan antibiotik atau bahan kimia, tetapi penggunaannya masih
10
memerlukan penelitian lebih lanjut. Pada pemberian dosis tinggi menyebabkan penekanan mekanisme pertahanan.
Sebaliknya pada pemberian dosis rendah
immunostimulan menjadi tidak efektif (Anderson 1992). 2.3
Sistem Peredaran Darah Pada Ikan Secara umum sistem peredaran darah pada ikan mirip sistem hidraulis
yang terdiri atas sebuah pompa, pipa, katup, dan cairan. Meskipun, jantung teleostei terdiri atas empat bagian. Namun pada kenyataanya mirip dengan satu silinder atau pompa piston tunggal. Untuk menjamin aliran darah terus berlangsung, maka daerah dipompa dengan perbedaan tekanan. Tekanan jantung lebih besar dari tekanan arteri, dan tekanan arteri lebih besar dari tekanan arterionale. Akibat adanya perbedaan tekanan maka aliran darah dapat terjadi (Soewolo 2005). Ada dua jenis energi yang disalurkan ke darah pada setiap kontraksi jantung, yaitu: yang pertama energi kinetik yang menyebabkan darah mengalir dan yang ke-dua energi potensial yang tersimpan dalam pembuluh darah dan menimbulkan tekanan darah. Selain itu, aliran darah juga dipengaruhi oleh viskositas darah. Bila viskositas darah meningkat maka aliran darah akan melambat. Kontrol terhadap jantung, didasarkan pada dua mekanisme, yakni adrenergik dan cholinergik. Adrenergik merangsang jantung berkontraksi, sedangkan cholinergik menyebabkan relaksasi. Kedua proses yang saling bertentangan ini menyebabkan jantung dapat memompa darah dan mengisinya kembali. Darah dipompa keluar selama kontraksi ventrikel (systole) dan diikuti oleh periode relaksasi dan pengisian kembali (diastole) (Sukiya 2005). Sistem peredaran darah ikan bersifat tunggal, artinya hanya terdapat satu jalur sirkulasi peredaran darah. Start dari jantung, darah menuju insang untuk melakukan pertukaran gas. Selanjutnya, darah dialirkan ke dorsal aorta dan terbagi ke seluruh organ-organ tubuh melalui saluran-saluran kecil. Selain itu, sebagian darah dari insang kadang langsung kembali ke jantung. Hal ini terjadi bilamana tidak semua output cardiac dibutuhkan untuk menuju ke dalam dorsal aorta dan pembuluh eferen yang lain. Pada bagian lain, yaitu berawal dari insang
11
pertama, sebelum dihubungkan ke sistem vena. Peranan kedua organ ini mungkin sebagai ventilasi kontrol dan untuk sekresi gas ke cairan mata (Soewolo 2005). Darah merupakan suatu
fluida yang
berisi beberapa
bahan
terlarut
dan eritrosit, leukosit dan beberapa bahan lain yang tersuspensi. Darah berfungsi mengedarkan suplai makanan kepada sel-sel tubuh, membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh, membawa hormon dan enzim ke organ yang memerlukan. Pertukaran oksigen terjadi dari air dengan karbondioksida terjadi pada bagian semipermeabel yaitu pembuluh darah yang terdapat di daerah insang. Selain itu di daerah insang terjadi pengeluaran kotoran yang bernitrogen (Soewolo 2005). Dorsal aorta adalah sumber darah terbesar pada tubuh. Dari sini darah di suplai ke kepala, otot badan, ginjal dan semua organ pencernaan melalui pembuluh kapiler. Ada tiga rute pengembalian jantung, yakni pertama, dari otak, darah kembali ke jantung melalui vena cardinal anterior yang berhubungan dengan vena cardinal anterior yang berhubungan dengan vena cardinal umum. Di sini, juga bertemu darah dari vena cava posterior, yakni darah dari vena caudal yang telah melalui sistem renal portal. Kedua, dari organ visceral, darah kembali ke jantung melalui vena hepatik. Terakhir, dari insang, darah dikembalikan ke jantung melalui vena branchial (Sukiya 2005).
2.3.1 Hematokrit Hematokrit menunjukkan persen sel darah merah dari sejumlah darah. Bila dikatakan hematokrit 40 (40%) berarti darah terdiri dari 40% sel darah merah dan 60% plasma dan sel darah putih. Hematokrit merupakan persentase volume eritrosit dalam darah ikan. Hasil pemeriksaan terhadap hematokrit dapat dijadikan sebagai salah satu patokan untuk menentukan keadaan kesehatan ikan, nilai hematokrit kurang dari 22% menunjukkan terjadinya anemia. Perubahan kondisi lingkungan atau pencemaran lingkungan akan
menyebabkan nilai hematokrit
mengalami penurunan akibat respon stress pada ikan (Tsuzuki et al Winarni 1997).
dalam
12
Kadar hematokrit ini juga bervariasi tergantung pada faktor nutrisi, umur ikan, jenis kelamin, ukuran tubuh, dan masa pemijahan. Hematokrit adalah volume eritrosit yang dipisahkan dari plasma dengan memutarnya di dalam tabung khusus yang nilainya dinyatakan dalam persen. Hematokrit didefinisikan sebagai perbandingan antara sel
darah merah dengan seluruh volume darah.
Presentase kadar hematokrit berhubungan dengan jumlah sel darah merah (Kuswardani, 2006&Pusdik, 1989). Menurut Nina dalam Winarni 1997 nilai hematokrit tidak selalu tetap hasilnya dan pada ikan nilai hematokritnya antara 5 – 60 %. Selanjutnya dikatakan bahwa nilai hematokrit dapat juga digunakan untuk mendeteksi terjadinya anemia dan ikan terkena penyakit apabila ikan kehilangan nafsu makan karena berbagai faktor misalnya lingkungan dan ditunjukkan dengan rendahnya nilai hematokrit. Anderson (1992) menyatakan bahwa berkurangnya nilai hematokrit pada ikan dapat terjadi karena ikan tidak makan, protein yang rendah pada pakan, defisiensi vitamin dan infeksi penyakit. 2.4 Daun Sirih Menurut Sastroamidjojo (1997), Indonesia memiliki jenis tanaman obat yang banyak ragamnya. Jenis tanaman yang termasuk dalam kelompok tanaman obat mencapai lebih dari 1000 jenis, salah satunya yaitu sirih (Piper betle L.). Daun sirih dapat digunakan untuk pengobatan berbagai macam penyakit diantaranya obat sakit gigi dan mulut, sariawan, abses rongga mulut, luka bekas cabut gigi, penghilang bau mulut, batuk dan serak, hidung berdarah, keputihan, wasir, tetes mata, gangguan lambung, gatal-gatal, kepala pusing, jantung berdebar dan trachoma (Syukur dan Hernani, 1999). Daun sirih terdapat dalam Gambar 2. 2.4.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari daun sirih adalah sebagai berikut (Subarnas 2007) : Kingdom Divisi Kelas Ordo
: Plantae : Spermatophyta : Magnoliopsida : Piperales
13
Famili Genus Spesies
: Piperaceae : Piper : Piper betle L
Gambar 2. Daun Sirih Hijau (Piper betle L) (Subarnas 2007)
2.4.2 Morfologi Daun Sirih Sirih merupakan tanaman menjalar dan merambat pada batang pokok di sekelilingnya dengan daunnya yang memiliki bentuk pipih seperti gambar hati, tangkainya agak panjang, tepi daun rata, ujung daun meruncing, pangkal daun berlekuk, tulang daun menyirip, dan daging daun yang tipis. Permukaan daunnya berwarna hijau dan licin, sedangkan batang pohonnya berwarna hijau tembelek atau hijau agak kecoklatan dan permukaan kulitnya kasar serta berkerut-kerut (Juliantina 2009). Sirih hidup subur dengan ditanam di atas tanah gembur yang tidak terlalu lembab dan memerlukan cuaca tropika dengan air yang mencukupi.
Sirih
merupakan tumbuhan obat yang sangat besar manfaatnya. Di India, daun sirih memegang peranan penting dalam kebudayaan pada masyarakat Hindu. Semua upacara tradisional menggunakan daun sirih sebagai komponen dalam upacara tersebut. Daun sirih juga sering digunakan dalam upacara adat perkawinan di pulau Jawa selain itu, dalam beberapa cara adat lain sering dihidangkan untuk menyambut para tamu. Daun sirih juga dikunyah oleh sebagian masyarakat, bahkan masyarakat Vietnam mengatakan bahwa "daun sirih mengawali
14
percakapan" yang mengacu pada kegiatan mengunyah daun sirih (Juliantina 2009). 2.4.3 Kandungan Daun Sirih Daun sirih memiliki aroma yang khas yaitu rasa pedas, sengak, dan tajam. Rasa dan aroma yang khas tersebut disebabkan oleh kavikol dan bethelphenol yang terkandung dalam minyak atsiri. Di samping itu, faktor lain yang menentukan aroma dan rasa daun sirih adalah jenis sirih itu sendiri, umur sirih, jumlah sinar matahari yang sampai ke bagian daun, dan kondisi dedaunan bagian atas tumbuhan (Soedibyo 1991). Daun sirih mengandung minyak atsiri di mana komponen utamanya terdiri atas fenol dan senyawa turunannya seperti kavikol, cavibetol, carvacrol, eugenol, dan allilpyrocatechol. Selain minyak atsiri, daun sirih juga mengandung karoten, tiamin, riboflavin, asam nikotinat, vitamin C, tannin, gula, pati, dan asam amino. Daun sirih yang sudah dikenal sejak tahun 600 SM ini mengandung zat antiseptik yang dapat membunuh bakteri sehingga banyak digunakan sebagai antibakteri dan antijamur (Soedibyo 1991). Kandungan kimia utama yang memberikan ciri khas daun sirih adalah minyak atsiri. Selain minyak atsiri, senyawa lain yang menentukan mutu daun sirih adalah vitamin, asam organik, asam amino, gula, tanin, lemak, pati dan karbohidrat. Komposisi minyak atsiri terdiri dari senyawa fenol, turunan fenol propenil (sampai 60%). Komponen utamanya eugenol (sampai 42,5 %), karvakrol, chavikol, kavibetol, alilpirokatekol, kavibetol asetat, alilpirokatekol asetat, sinoel, estragol, eugenol, metil eter, p-simen, karyofilen, kadinen, dan senyawa
seskuiterpen
(Darwis,
1991).
Menurut
(Hidayat
1968
dalam
Dwiyanti 1996), di dalam 100 g daun sirih segar mengandung komposisi sebagai berikut : kadar air 85,4 g, protein 3,1 g, lemak 0,8 g, karbohidrat sebanyak 6,1 g, serat 2,3 g, bahan mineral 2,3 g, kalsium 230 mg, fosfor 40 mg, besi 7,0 mg, besi ion 3,5 g, karoten (dalam bentuk vitamin A) 9600 IU, tiamin 70
ug,
riboflavin 30 ug, asam
nikotionat 0,7 mg dan
vitamin C 5 mg.
Sedangkan menurut (Tampubolon 1981 dalam Dwiyanti 1996), daun sirih
15
mengandung senyawa tanin, gula, vitamin, dan minyak atsiri. Minyak atsiri daun sirih yang berwarna kuning kecokelatan mempunyai rasa getir, berbau wangi dan larut dalam pelarut organik seperti alkohol, eter, dan kloroform, serta tidak larut dalam air (Soemarno, 1987 dalam Dwiyanti, 1996). Selain itu, menurut Darwis dalam Sutama (2002) kandungan kimia utama daun sirih adalah minyak atsiri, vitamin, asam organik, asam amino, gula, tanin, lemak, pati dan karbohidrat yang berfungsi sebagai antibakteri, antiseptik dan immunostimulan. 2.5 Kualitas Air Asmawi (1983) menyatakan, bahwa kualitas perairan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap survival dan pertumbuhan organisme yang hidup didalamnya. Lingkungan perairan yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan hewan dan tumbuhan-tumbuhan air tingkat tinggi, sebelumnya air harus merupakan lingkungan hidup yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan hewan dan tumbuhan-tumbuhan air tingkat rendah.
2.5.1 Suhu Suhu air adalah salah satu sifat fisik air yang dapat mempengaruhi napsu makan dan pertumbuhan ikan. Suhu air yang optimal untuk ikan daerah tropis berkisar antara 25-300C. Perbedaan suhu antara siang dan malam tidak boleh melebihi 50C apalagi terjadi secara drastis (Asmawi 1983) . Suhu air mempunyai pengaruh yang besar terhadap proses pertukaran zat atau metabolisme dari makhluk-makhluk hidup. Selain itu juga suhu berpengaruh terhadap kadar oksigen terlarut, dimana makin tinggi suhu suatu perairan maka makin cepat pula perairan tersebut mengalami kejenuhan akan oksigen (Asmawi 1983).
Perubahan suhu secara mendadak dapat menyebabkan ikan mengalami
stress. Hal ini biasa terjadi terutama pada saat memasukkan ikan baru ke dalam kolam, dimana usaha penyesuaian suhu tidak dilakukan dengan baik atau pada saat menambahkan air baru yang memiliki suhu tidak sama. Penurunan suhu secara perlahan jarang menimbulkan terjadinya stress pada ikan, meskipun
16
demikian suhu hendaknya dikembalikan ke kondisi semula secara perlahan-lahan dalam waktu satu jam atau lebih (Arie 1999). Ikan nila gift dapat hidup pada kisaran suhu 14-380C, suhu optimum untuk pertumbuhan dan perkembangbiakkan ikan nila gift adalah 25-300C. Pertumbuhannya akan terganggu jika suhu habitatnya lebih rendah dari 140C atau pada suhu tinggi 380C. Ikan nila gift akan mengalami kematian pada suhu 60C atau 420C (Rukmana 1997). 2.5.2 Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman atau lebih populer disebut pH merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen yang menunjukkan suasana asam atau basa suatu perairan. Faktor yang mempengaruhi pH adalah konsentrasi karbondioksida dan senyawa yang bersifat asam. Nilai pH kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang masam, nilai pH di atas 7 menunjukkan lingkungan yang basa (alkalin) sedangkan pH sama dengan 7 menunjukkan keadaan lingkungan yang netral (Lesmana 2004). Asmawi (1983), menyatakan, bahwa pada siang hari pH suatu perairan meningkat. Hal ini disebabkan adanya proses fotosintesis pada siang hari, saat itulah tanaman air atau fitoplankton mengkonsumsi karbondioksida. Sebaliknya, pada malam hari kandungan pH suatu perairan akan menurun karena tanaman air dan fitoplankton mengonsumsi oksigen dan menghasilkan karbondioksida. Asmawi (1983), batas minimum pH yang ditoleransi ikan air tawar pada umumnya 4,0 dan batas maksimum 11,0. Menurut Soeseno (1971), pH yang terlalu rendah maupun yang terlalu tinggi terus menerus, dapat menyebabkan berkurangnya pertumbuhan pada ikan karena pada suasana tersebut mengganggu pertukaran zat di dalam tubuhnya. 2.5.3 Oksigen Terlarut Volume air sangat menentukan padat penebaran ikan nila gift yang optimal. Padat penebaran ikan nila di kolam adalah 30 ekor/m2. Pertumbuhan ikan nila yang dipelihara dalam air mengalir lebih cepat daripada yang dipelihara dalam air tergenang.
Ikan nila gift merupakan ikan yang tahan terhadap
17
kekurangan oksigen terlarut dalam air, akan tetapi pertumbuhan ikan nila gift akan lebih baik didalam air dengan kandungan oksigen terlarut lebih dari 3 mg/l (Mandiri, 2009).