BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemasaran dan Manajemen Pemasaran 2.1.1. Pengertian Pemasaran Pemasaran memiliki makna tersendiri, pemasaran pun dapat dikaitkan dengan peranan yang terjadi di masyarakat dalam suatu kegiatan pemasaran. Sehingga menurut Kotler dan Keller (2012:4) berpendapat bahwa “aktivitas pemasaran diarahkan untuk menciptakan pertukaran yang memungkinkan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidup.” Definisi pemasaran menurut Kotler dan Keller dalam bukunya ”Manajemen Pemasaran” (2012:5) adalah sebagai berikut: “Pemasaran adalah sebuah proses kemasyarakatan dimana individu atau kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan orang lain”. Sedangkan menurut Abdullah dan Tantri (2015:2) dalam bukunya mengungkapkan bahwa pemasaran adalah kreasi dan realisasi sebuah standar hidup dimana dalam pemasaran mencakup: a. Menyelidiki dan mengetahui apa yang diinginkan oleh konsumen. b. Kemudian merencanakan dan mengembangkan sebuah produk atau jasa yang akan memenuhi keinginan tersebut. c. Dan kemudian memutuskan cara terbaik untuk menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan produk atau jasa tersebut dalam)
13
14
Sehingga dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah suatu proses untuk mendapatkan informasi mengenai apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan dari pelanggan melalui cara merencanakan, menciptakan serta memberikan nilai pada produk ataupun jasa yang dikonsumsi oleh pelanggan.
2.1.2. Pengertian Manajemen Pemasaran Manajemen pemasaran memegang peranan penting yang dilaksanakan oleh setiap perusahaan karena dalam manajemen pemasaran mengatur segala jenis kegiatan pemasaran, sehingga ada baiknya untuk mengetahui pengertian dari manajemen pemasaran. Menurut Kotler dan Keller (2012:5), manajemen pemasaran terjadi ketika setidaknya satu pihak dalam sebuah pertukaran potensial berfikir tentang cara-cara untuk mencapai respon yang diinginkan dengan pihak lain. Manajemen pemasaran menurut Kotler dan Keller (2012:5) adalah: “Manajemen pemasaran seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan meraih, mempertahankan, serta menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menghantarkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul”. Sedangkan menurut
Murti Sumarni, 1993
manajemen pemasaran
(marketing mix) yang dikutip melalui Sunyoto, (2012:221) adalah: “Analisis, perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian atas program yang dirancang untuk menciptakan, membentuk dan mempertahankan pertukaran yang menguntungkan dengan pembeli sasaran (target buyers) dengan maksud untuk mencapai tujuan-tujuan organisasional.” Dari pendapat yang dikemukakan oleh para ahli maka dapat disimpulkan manajemen pemasaran yaitu suatu seni dalam menentukan pasar sasaran dengan
15
melakukan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang diharapkan dapat meraih, mempertahankan serta menumbuhkan pelanggan sehingga suatu perusahaan dapat mencapai tujuan organisasional. 2.2. Bauran Pemasaran (Marketing Mix) Bauran pemasaran di dalam suatu perusahaan memegang peranan yang sangat penting, dimana dengan adanya bauran pemasaran perusahaan dapat mencapai keberhasilannya. Untuk mencapai keberhasilan suatu perusahaan perlu mengatur strategi pemasaran yang selanjutnya dikombinasikan dengan bauran pemasaran agar perusahaan mengetahui dengan pasti tanggapan yang diberikan oleh pasar terhadap produk baik berupa barang ataupun jasa yang diproduksi oleh perusahaan tersebut. Menurut Kotler dan Keller (2012:25): “Bauran Pemasaran (Marketing Mix) adalah seperangkat alat pemasaran yang
digunakan
perusahaan
untuk
terus
menerus
mencapai
tujuan
pemasarannya dipasar sasaran”. Menurut Kotler dan Armstrong (2012:51-52) Bauran Pemasaran (marketing mix) terdapat 4P dimana pada elemen 4P ini terdiri atas: 1. Produk (product) Produk adalah kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan kepada pasar sasaran. 2. Harga (price) Harga adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan oleh pelanggan untuk memperoleh produk.
16
3. Tempat (place) Tempat meliputi kegiatan perusahaan yang membuat produk tersedia bagi pelanggan sasaran. 4. Promosi (promotion) Promosi adalah aktifitas yangmenyampaikan manfaat produk dan membujuk pelanggan membelinya. Sedangkan menurut Alma (2013:202) bauran pemasaran terdiri dari 4P ditambah 3P dimana elmen 3p tersebut adalah sebagai berikut: 5. People (orang/manusia) Merupakan unsur orang/manusia yang melayani terutama dalam perusahaan yang menjual jasa. Termasuk ke dalam unsur people ini yaitu unsur pimpinan yang mengambil keputusan dan unsur karyawan yang melayani konsumen. Karyawan perlu dibagi pengarahan dan pelatihan agar dapat melayani konsumen sebaik-baiknya. 6. Physical evidence (bukti fisik) Memiliki bukti fisik yang dimiliki oleh perusahaan jasa. Seperti penjualan jasa transportasi, konsumen akan memperhatikan kondisi mobil yang digunakan sedangkan untuk penjualan jasa hotel konsumen akan melihat tampilan hotel, kamar dan berbagai fasilitas yang terdapat didalamnya. 7. Process (proses) Bagaimana proses dilakukan sampai jasa yang diminta oleh konsumen diterima secara memuaskan. Apakah cukup puas menerima jasa, cepat pelayanannya, bersih, rapih, akurat, tepat waktu dsb.
17
2.3. Produk 2.3.1. Pengertian Produk Suatu output yang diciptakan oleh perusahaan melalui proses produksi dimana output tersebut dapat memberikan nilai tambah pada konsumen. Output merupakan salah satu aspek penting bagi perusahaan untuk dapat melakukan kegiatan jual beli atau pemasaran dengan konsumen. Suatu produk memiliki arti tersendiri seperti yang diungkapkan oleh Kotler dan Armstrong dalam bukunya (2012:224) yang berpendapat bahwa: “Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke suatu pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan atau dikonsumsi dan yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Pengertian produk tidak dapat dilepaskan dengan kebutuhan atau keinginan, karena produk merupakan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan manusia. Suatu produk diharapkan dapat dapat memenuhi kebutuhan manusia maupun organisasi. Produk yang diharapkan oleh pembuatnya atau penjualnya akan mampu memenuhi kebutuhan manusia itu ada yang berhasil akan tetapi tidak jarang pula yang mengalami kegagalan. Produk yang berhasil berarti produk tersebut merupakan produk yang dapat benar-benar memenuhi kebutuhan dari konsumennya hal ini sesuai dengan pendapat yang dikutip dalam Gitosudarmo (2014:215) Menurut Gitosudarmo (2014:217-220) dalam bukunya mengungkapkan: “Produk dapat mencakup benda fisik, jasa, prestice, tempat, organisasi maupun ide.” Produk dapat dikriteriakan menjadi dua jenis yaitu produk yang berwujud dan produk tidak berwujud. Produk yang berwujud disebut sebagai barang sedangkan produk yang tidak berwujud disebut dengan jasa.
18
2.3.2. Aspek Produk Berdasarkan pengertian tersebut maka menurut Gitosudarmo (2014:217-220) terdapat 3 aspek dari produk yang yang perlu diperhatikan yaitu: a. Produk Inti (Core Product) Produk inti merupakan manfaat inti yang ditampilkan oleh suatu produk kepada konsumen dalam memenuhi kebutuhan serta keinginan dari konsumen yang mengkonsumsi suatu produk. b. Produk yang Diperluas (Augmented Product) Produk yang diperluas mencakup berbagai tambahan manfaat yang dapat dinikmati oleh konsumen dari produk inti yang dibelinya. Tambahan manfaat itu dapat berupa pemasangan instalasi, pemeliharaan, pemberian garansi serta pengirimannya. Beberapa manfaat tambahan itu akan memperluas manfaat dari produk yang ditawarkan atau dipasarkan. Semakin banyak manfaat yang ditambahkan yang terkandung dalam suatu produk akan menjamin keberhasilan produk tersebut di pasar. c. Produk Formal (Formal Product) Produk formal adalah produk yang merupakan “penampilan atau perwujudan” dari produk inti maupun perluasan produknya. Produk formal inilah yang lebih dikenal oleh kebanyakan pembeli sebagai daya tarik yang tampak langsung atau tangible offer di mata konsumen. Dalam hal ini ada 5 (lima) komponen yang terdapat pada produk formal yaitu: -
Desain/bentuk/coraknya.
-
Daya tahan/mutunya.
-
Daya tarik/keistimewaan.
-
Pengemasan/bungkusnya.
-
Nama merek/ brand name.
19
2.3.3. Jenis Produk Dalam bukunya Gitosudarmo (2014:220-225) berpendapat bahwa produk dapat dikelompokan menjadi beberapa jenis atau dapat di klasifikasikan menjadi: 1. Berdasarkan daya tahan produk a. Barang tahan lama Barang tahan lama, adalah barang yang berwujud yang biasanya untuk dipakai dalam waktu lama seperti perlengkapan rumah tangga, alat-alat dapur, mebel-mebel, televisi, lemari es dsb. Penjualan dan penawaran barang tahan lama pada umumnya dilakukan dengan cara memotivasi pembeli dengan pendekatan pribadi (personal selling), memberikan penjelasan mengenai keunggulan barang yang ditawarkan, kontinuitas supply-nya dan dalam hal ini biasanya memerlukan banyak garansi atau pelayanan purna jual. b. Barang tidak tahan lama Barang tidak tahan lama, adalah barang yang berwujud yang biasanya habis dikonsumsi satu kali pemakaian seperti makanan, minuman, sabun, minyak goreng dsb. Barang ini sering dibeli oleh karena itu haruslah mudah didapatkan (banyak pengecer) dan pembeli dimotivasi untuk mencoba produk serta membangun preferensi atau pilihannya melalui iklan yang intensif. c. Jasa Jasa, adalah produk yang tidak berwujud yang biasanya berupa pelayanan yang dibutuhkan oleh konsumen. Perusahaan yang memasarkan jasa antara lain salon kecantikan, rumah sakit, universitas, dsb. Pelayanan jasa diutamakan harus menjaga mutu, kredibilitas perusahaan pemberi jasa dan mudah menyesuaikan perkembangan.
20
2. Berdasarkan tujuan pembeliannya a. Barang konsumsi Barang konsumsi, adalah barang yang dibeli oleh masyarakat untuk dipakai sendiri atau dikonsumsikan sendiri guna memenuhi kebutuhannya sehari-hari seperti makanan, minuman, pakaian, alat tulis, kendaraan bermotor dsb. Barang konsumen atau barang konsumsi ini dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu: Barang keutuhan pokok (Convenience goods) Barang konvenien ini dapat dikatakan juga sebagai barang kebutuhan hidup sehari-hari. Barang-barang ini akan dibutuhkan oleh masyarakat setiap hari untuk kehidupannya sehari-hari. Kebutuhan ini memiliki sifat yang berfrekuensi pembelian tinggi tetapi dalam jumlah yang kecil. Oleh karena itu pemasaran haruslah menjangkau konsumen sedekat mungkin dengan mereka. Barang ini memiliki sifat tertentu yaitu bahwa frekuensi pembelian yang tinggi dan konsumen yang berkeinginan hanya dengan sedikit usaha untuk mendapatkannya. Barang yg termasuk konvenien seperti beras, sayuran, gula, kopi, sabun, pasta gigi dsb. Barang konvenien masih dapat dibedakan lagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu: 1. Bahan kebutuhan pokok Barang kebutuhan pokok adalah barang yang merupakan kebutuhan hidup sehari-hari. Tanpa barang tersebut konsumen tidak dapat bertahan hidup seperti beras, sayur-mayur, lauk-pauk, susu, kecap, sabun, pasta gigi serta pakaian. Pakaian juga termasuk ke dalam barang kebutuhan pokok. 2. Barang impulsive (impulsive goods) Barang impulsif adalah barang yang biasanya dibeli tanpa rencana di mana konsumen secara mendadak setelah melihat barang tersebut di toko atau dijalan maka dia lalu tertarik dan kemudian
21
membelinya. Oleh karena itu biasanya barang tersebut diletakkan di dekat kasir dengan harapan mudah melihatnya, sehingga lalu tertarik dan terjadi pembelian yant tak direncanakan (impuls buying). 3. Barang darurat (emergency goods) Barang darurat adalah barang yang dibeli untuk kebutuhankebutuhan mendadak biasanya yang tidak dapat ditunda seperti obat-obatan, alat pemadam kebakaran, ban serep dsb. Barang pelengkap (Shopping goods) Barang shopping adalah barang kebutuhan yang mana terhadap barang tersebut dalam proses pemilihan dan pembeliannya konsumen terlebih dahulu membandingkan dan mempertimbangkan dengan matang berbagai hal yang berkaitan dengan barang tersebut. Pertimbangan tersebut biasanya meliputi perbandingan keserasian, mutu, harga, warna, model, dsb. Barang tersebut bukan merupakan kebutuhan pokok karena tanpa barang tersebut konsumen tetap dapat bertahan hidup. Oleh karena itu barang tersebut disebut barang pelengkap atau perlengkapan rumah tangga. Contohnya seperti alat-alat dapur, hiasan dinding, dsb.
Barang mewah/spesial (Speciallty goods) Barang spesial atau barang mewah merupakan barang kebutuhan sehari-hari yang pada umumnya harganya mahal dan kebutuhannya tidak banyak jumlahnya serta frekuensi pembeliannya pun sangat kecil. Sebagai contoh jenis barang spesial ini seperti mobil, video camera, antene parabola dsb. b. Barang industrial Barang industrial adalah barang yang dibeli oleh perorangan atau organisasi dengan tujuan untuk dipergunakan dalam menjalankan suatu bisnis atau untuk berusaha lagi. Dalam hal ini barang tersebut setelah
22
dibelinya dapat langsung diperjualbelikan kembali atau mungkin harus diolah terlebih dahulu. – bahan dasar dan suku cadang – perlengkapan pabrik dan perusahaan 2.3.4
Klasifikasi Produk Dalam mengembangkan strategi pemasaran untuk produk dan jasa,
pemasar dapat mengembangkan beberapa klasifikasi produk. Pertama-tama, pemasar membagi produk dan jasa menjadi dua kelas besar berdasarkan pada jenis konsumen yang menggunakannya dimana yang terdiri dari produk konsumen dan produk industri. 1. Produk Konsumen Produk Konsumen adalah apa yang dibeli oleh konsumen akhir untuk konsumsi pribadi. Pemasar biasanya mengklasifikasikan lebih jauh barangbarang ini berdasarkan pada cara konsumen membelinya. Produk konsumen mencakup produk sehari-hari, produk shopping, produk khusus dan produk yang tidak dicari. Berbagai produk ini memiliki perbedaan dalam cara konsumen membelinya, oleh karena itu produk tersebut berbeda dalam cara pemasarannya.
Produk sehari-hari, adalah produk dan jasa konsumen yang pembeliannya
sering,
seketika,
hanya
sedikit
membanding-
bandingkan, dan usaha membelinya minimal. Biasanya harga produk ini rendah dan tempat penjualannya tersebar luas. Contohnya seperti: sabun, permen, surat kabar. Produk sehari-hari dapat dibagi lebih lanjut menjadi produk kebutuhan pokok, produk impuls dan produk keadaan darurat. Produk kebutuhan pokok, dapat dibeli oleh konsumen secara teratur seperti: sabun, pasta gigi dan telur. Produk impuls, dibeli konsumen dengan sedikit perencanaan atau usaha untuk mencari produk tersebut, produk ini biasanya dijual di
23
banyak tempat seperti halnya permen dan majalah yang biasanya ditempatkan disebelah kasir ketika berada di mini market atau swalayan karena mungkin tidak terpikirkan oleh pembelanja untuk membelinya. Produk keadaan darurat, ketika mereka segera membutuhkannya seperti payung dikala hujan lebat, atau sepatu boots dan sekop ketika ada badai salju turun pertama kali di musim dingin. Pembuat produk untuk keadaan darurat menempatkan produknya dibanyak tempat penjualan agar siap dibeli ketika pelanggan membutuhkannya.
Produk shopping, adalah produk konsumen yang lebih jarang dibeli sehingga pelanggan membandingkan dengan cermat kesesuaian, mutu, harga dan harganya. Contohnya : pakaian, mebel, alat rumah tangga. Produk shopping dapat dibagi menjadi produk homogen dan heterogen. Pembeli memandang produk shopping homogen seperti alat-alat rumah tangga utama, mempunyai mutu sama tetapi harganya cukup berbeda maka perlu dibuat perbandingan.
Produk khusus, adalah produk konsumen dengan karakteristik unik atau identifikasi merek yang dicari oleh kelompok besar pembeli sehingga mereka bersedia melakukan usaha untuk membelinya. Contohnya meliputi: jenis mobil dan merek mobil, peralatan fotografi yang mahal, dan pakaian pria yang dirancang sedemikian rupa khususnya.
Produk yang tidak dicari,
adalah produk konsumen yang
keberadaaanya tidak diketahui oleh konsumen atau jikalau diketahui biasanya tidak terpikirkan untuk membelinya. Kebanyakan inovasi besar tidak dicari sampai konsumen menyadarinya melalui iklan.
24
2. Produk Industri Produk industri adalah barang yang dibeli untuk proses lebih lanjut atau untuk dipergunakan untuk keperluan bisnis. Jadi, perbedaan antara produk konsumen dan produk insutri didasarkan pada tujuan produk tersebut dibeli. Terdapat tiga jenis produk industri yaitu bahan dan suku cadang, barang modal, serta perlengkapan barang dan jasa berikut penjelasan mengenai ketiga jenis produk industri:
Bahan dan suku cadang, adalah suatu produk industri yang menjadi bagian produk pembeli melalui pengolahan lebih lanjut atau sebagi komponen. Termasuk disini bahan baku, suku cadang dan bahan jadi. Termasuk dalam bahan baku adalah produk pertanian seperti gandum, kapas, buah-buahan dan sayur-sayuran. Produk alami yang terdiri dari ikan, kayu, minyak mentah, bijih besi. Bahan jadi dan suku cadang mencakup komponen (besi, benang, semen, kawat) dan komponen suku cadang (motor kecil, ban, cetakan) bahan komponen biasanya diproses lebih lanjut seperti misalnya besi tua yang dibuat menjadi baja dan benang yang ditenun menjadi kain.
Barang modal, adalah produk industri yang membantu produksi atau operasi pembeli. Termasuk dalam kategori ini adalah barang yang dibangun dan peralatan tambahan. Barang yang dibangun terdiri dari bangunan (pabrik, kantor) dan peralatan tetap (generator, mesin, elevator).
Perlengkapan dan jasa, adalah produk industri yang sama sekali tidak memasuki produk akhir. Termasuk dalam perlengkapan adalah perlengkapan operasi (pelumas, batu bara, kertas computer, pensil) dan barang-barang untuk memperbaiki serta memelihara (cat, paku, sapu). Peralatan adalah berbagai produk
pembantu dari bidang industri
karena biasanya dibeli dengan usaha dan perbandingan yang minimal.
25
Termasuk dalam jasa service adalah pemeliharaan dan perbaikan (membersihkan jendela, perbaikan computer) dan jasa pemberian saran bisnis (hukum, konsultan manajemen, iklan).
2.4 Kualitas Produk 2.4.1 Definisi Kualitas Produk Salah satu aspek yang terpenting bagi konsumen yaitu kualitas akan suatu produk. Ketika konsumen memiliki rasa ketertarikan terhadap suatu produk maka otomatis kualitas dari produk tersebut akan menjadi suatu pertimbangan bagi konsumen untuk melakukan pembelian atau tidak pada produk tersebut. Kotler dan Armstrong (2012:230) berpendapat bahwa : “Kualitas produk adalah salah satu alat yang utama bagi seorang marketer. Kualitas adalah dampak langsung pada kinerja produk, sehingga sangat erat kaitannya dengan dengan nilai pelanggan dan kepuasan”. Sedangkan menurut Mowen dan Minor (2002) yang dikutip melalui (Fifyanita dan Mustafa, 2012): “Kualitas produk merupakan proses evaluasi secara keseluruhan kepada pelanggan atas perbaikan kinerja suatu barang atau jasa”. Kualitas suatu produk makanan sangatlah penting bagi setiap pendiri perusahaan penjual makanan, menurut Potter dan Hotchkiss (1995) yang dikutip melalui (Margaretha dan Edwin, 2012) mengemukakan bahwa: “Karakteristik kualitas dari makanan yang dapat diterima oleh konsumen. “ Sehingga mengacu pada pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa kualitas produk adalah suatu kegiatan melakukan penilaian atau evaluasi secara keseluruhan terhadap barang baik berupa makanan maupun bukan makanan atau jasa
26
dengan memperhatikan aspek-aspek yang diinginkan dan dibutuhkan oleh konsumen sehingga produk tersebut dapat diterima. 2.4.2
Dimensi Kualitas Produk Menurut Garvin (1987) yang dikutip melalui (Sigit, 2012) mengungkapkan
adanya delapan dimensi kualitas produk yang bisa dimainkan oleh pemasar yaitu sebagai berikut: 1. Dimensi performance atau kinerja produk Kinerja merupakan karakteristik atau fungsi utama suatu produk. Ini merupakan manfaat atau khasiat utama produk yang kita beli. Biasanya ini menjadi pertimbangan pertama kita membeli produk. 2. Dimensi reliability atau keterandalan produk Keterandalan, yaitu peluang suatu produk bebas dari kegagalan saat menjalankan fungsinya. 3. Dimensi feature atau fitur produk Dimensi feature merupakan karakteristik atau ciri-ciri tambahan yang melengkapi manfaat dasar suatu produk. Fitur bersifat pilihan atau option bagi konsumen. Kalau manfaat utama sudah standar, fitur seringkali ditambahkan. Idenya, fitur bisa meningkatkan kualitas produk kalau pesaing tidak memiliki. 4. Dimensi durebility atau daya tahan Daya tahan menunjukkan usia produk, yaitu jumlah pemakaian suatu produk sebelum produk itu digantikan atau rusak. Semakin lama daya tahannya tentu semakin awet. Produk yang awet akan dipresepsikan lebih berkualitas dibandingkan produk yang cepat habis atau cepat diganti. 5. Dimensi conformance atau kesesuaian Conformance adalah kesesuaian kinerja produk dengan standar yang dinyatakan suatu produk. Ini semacam janji yang harus dipenuhi oleh produk. Produk yang memiliki kualitas dari dimensi ini berarti sesuai dengan standarnya.
27
6. Dimensi serviceability atau kemampuan diperbaiki Sesuai dengan maknanya, disini kualitas produk ditentukan atas dasar kemampuan diperbaiki: mudah, cepat, dan kompeten. Produk yang mampu diperbaiki tentu kualitasnya lebih tinggi dibanding produk yang tidak atau sulit diperbaiki. 7. Dimensi aesthetic atau keindahan tampilan produk Aesthetic atau keindahan menyangkut tampilan produk yang membuat konsumen suka. Ini seringkali dilakukan dalam bentuk desain produk atau kemasannya. Beberapa merek memperbaharui wajahnya supaya lebih cantik dimata konsumen. 8. Dimensi perceived quality atau kualitas yang dirasakan Dimensi terakhir adalah kualitas yang dirasakan. Ini menyangkut penilaian konsumen terhadap citra, merek, atau iklan. Produk-produk yang bermerek terkenal biasanya dipresepsikan lebih berkualitas dibanding merek-merek yang tidak terdengar. Itulah sebabnya produk selalu berupaya membangun mereknya sehingga memiliki brand equity yang tinggi. Sedangkan menurut West, Wood dan Harger (2006) yang dikutip dalam (Margaretha dan Edwin, 2012) secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi food quality adalah sebagai berikut: a. Warna Warna dari bahan-bahan makanan harus dikombinasikan sedemikian rupa supaya tidak terlihat pucat atau warnanya tidak serasi. Kombinasi warna sangat membantu dalam selera makan konsumen. b. Penampilan Ungkapan looks good enough to eat bukanlah suatu ungkapan yang berlebihan. Makanan harus baik dilihat saat berada di piring, dimana hal tersebut adalah suatu faktor yang penting. Kesegaran dan kebersihan dari makanan yang disajikan adalah contoh penting yang akan mempengaruhi penampilan makanan baik atau tidak untuk dinikmati.
28
c. Porsi Dalam setiap penyajian makanan sudah ditentukan porsi standarnya yang disebut standard portion size. Standard portion size didefinisikan sebagai kuantitas item yang harus disajikan setiap kali item tersebut dipesan. Manajemen dianjurkan untuk membuat standard portion size secara jelas, misalnya berapa gram daging yang harus disajikan dalam sebuah porsi makanan. d. Bentuk Bentuk makanan memainkan peranan penting dalam daya tarik mata. Bentuk makanan yang menarik bisa diperoleh lewat cara pemotongan bahan makanan yang bervariasi. e. Temperatur Konsumen menyukai variasi temperatur yang didapatkan dari makanan satu dengan lainnya. Temperatur juga bisa mempengaruhi rasa, misalnya rasa manis pada sebuah makanan akan lebih terasa saat makanan tersebut masih hangat, sementara rasa asin pada sup akan kurang terasa pada saat sup masih panas. f. Tekstur Ada banyak tekstur makanan antara lain halus atau tidak, cair atau padat, keras atau lembut, kering atau lembab. Tingkat tipis dan halus serta bentuk makanan dapat dirasakan lewat tekanan dan gerakan dari reseptor di mulut. g. Aroma Aroma adalah reaksi dari makanan yang akan mempengaruhi konsumen sebelum konsumen menikmati makanan, konsumen dapat mencium makanan tersebut. h. Tingkat kematangan Tingkat kematangan makanan akan mempengaruhi tekstur dari makanan. Misalnya wortel yang direbus cukup akan menjadi lunak daripada wortel yang
29
direbus lebih cepat. Untuk makanan tertentu seperti steak setiap orang memiliki selera sendiri-sendiri tentang tingkat kematangan steak. i. Rasa Titik perasa dari lidah adalah kemampuan mendeteksi dasar yaitu manis, asam, asin, pahit. Dalam makanan tertentu empat rasa ini digabungkan sehingga menjadi satu rasa yang unik dan menarik untuk dinikmati.
2.5 Retail 2.5.1. Pengertian Ritel Suatu penjual eceran (retailer) memiliki hubungan yang sangat dekat dengan konsumen akhir karena barang yang dijual oleh retailer merupakan barang yang dikonsumsi oleh konsumen akhir. Menurut Sunyoto (2015:1) dalam bukunya mengungkapkan bahwa Retail memiliki arti sebagai “eceran” dan Retailing adalah: “Semua aktivitas yang mengikut sertakan pemasaran barang dan jasa secara langsung kepada pelanggan.” Pengertian Retailer yaitu: “Semua organisasi bisnis yang memperoleh lebih dari setengah hasil penjualannya dari retailing.” Sehingga retail adalah semua usaha bisnis yang secra langsung mengarahkan kemampuan pemasarannya untuk memuaskan ke konsumen akhir berdasarkan organisasi penjualan barang dan jasa sebagai inti dari distribusi. Atau retail adalah suatu kegiatan yang terdiri dari aktivitas-aktivitas bisnis yang terlibat dalam menjual barang dan jasa kepada konsumen untuk kepentingan individu, keluarga, ataupun rumah tangga. Sedangkan manajemen ritel adalah pengaturan keseluruhan faktorfaktor yang berpengaruh dalam proses perdagangan ritel yaitu perdagangan secara langsung barang dan jasa kepada konsumen.
30
2.5.2 Karakteristik Ritel Menurut Berman dan Evans dikutip melalui Sunyoto (2015:7) terdapat beberapa karakteristik dalam bisnis ritel yaitu sebagai berikut: 1. Small Enough Quantity Penjualan barang atas jasa pada karakteristik ini dalam partai kecil yaitu jumlah secukupnya untuk dikonsumsi sendiri dalam waktu tertentu. Meskipun peritel mendapatkan barang dari supplier dalam membentuk
cases (kartonan), tetapi
peritel men-display dan
menjualnya dalam pecahan perunit. 2. Impulse Buying Dalam karakteristik ini konsdisi yang tercipta dari ketersediaan barang dalam jumlah dan jenis yang sangat variatif sehingga menimbulkan banyak pilihan dalam proses belanja konsumen. Keputusan yang timbul untuk membeli suatu produk timbul begitu saja terstimulasi oleh variasi bauran produk dan tingkat harga barang yang ditawarkan. 3. Store Condition Pada karakteristik ini dipengaruhi oleh lokasi toko, efektivitas penanganan barang, jam buka toko, dan tingkat harga yang bersaing. Menurut Asep S. Sujana, 2005 dalam Sunyoto (2015:7) aspek-aspek internal bisnis ritel itu sendiri terdiri atas assets, human, finance and merchandise. 2.5.3 Jenis-jenis Ritel Menurut Davidson, Berman dan Evans yang dikutip melalui dalam buku karya Sunyoto (2015:11) jenis ritel dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) jenis yaitu: 1) berdasarkan kepemilikkan bisnis, 2) berdasarkan kategori barang dagangan, 3) berdasarkan luas area perdagangan, 4) berdasarkan peritel tanpa toko.
31
1. Jenis ritel berdasarkan kepemilikkan bisnis Pada kelompok ini ritel selanjutnya dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis yang terdiri dari: a. Toko waralaba Toko waralaba atau yang disebut dengan franchise store adalah toko ritel yang dibangun berdasarkan kontrak kerja bagi hasil (waralaba) antara pengusaha investor perseorangan (independent business person) dengan pewaralaba (franchisor) yang merupakan pemegang lisensi/nama toko, sponsor, pengelola usaha seperti fast food restaurant, bengkel, toko optik, atau supermarket (Mc Donald’s, Indomaret, Alfamart). b. Rantai toko ritel Jenis ini merupakan toko ritel yang banyak memiliki cabang dan pada umumnya dimiliki oleh satu institusi bisnis bukan perorangan namun dalam bentuk perseroan. Bentuknya seperti rantai toko minimarket atau mega hyperstore misalnya Yogya supermarket, Sogo Department Store, Metro Department Store dsb. c. Peritel toko tunggal Peritel toko tunggal (single store retailer) merupakan bisnis ritel yang paling banyak jumlah tokonya umumnya dibawah
mulai dari kios
atau toko di pasar tradisional sampai minimarket modern dan kepemilikkan secara individual.
2. Jenis ritel berdasarkan kategori barang dagangan Pada jenis ritel ini meliputi toko khusus, toko serba ada, department store dan hyperstore. a. Toko khusus Toko khusus (specialty store) merupakan toko ritel yang menjual satu jenis barang atau suatu rentang kategori barang (merchandise category)
32
yang relatif sedikit. Misalnya apotik, optic store, art store, jewelery store dan toko buku. b. Toko serba ada Toko serba ada (grocery store) merupakan toko ritel yang menjual sebagian besar kategori barang yaitu barang kebutuhan sehari-hari (groceries), fresh food, perishable, dry food, beverages dan cosmetic. Sedangkan toko ritel lainnya yang sudah mapan telah berbasis grocery store dimana yang mereka jual 60% dari assortment (bauran produk) yaitu kebutuhan pokok contohnya Makro, Giant, Lottemart dsb. c. Department store Pada jenis ini sebagian besar assortment yang dijual merupakan non basic items atau bukan kebutuhan pokok, fashionable, dan branded items atau barang bermerek dengan lebih 80% pola kosinyasi. Item-item grocery jika dijual hanya sebagai pelengkap. d. Hyperstore Pada jenis ini ritel menjual barang-barang dalam rentang kategori barang yang sangat luas yaitu menjual sebagian besar barang kebutuhan setiap lapisan konsumen sehingga sedikitnya memerlukan luas toko seluas dan di Indonesia sendiri belum ada toko yang seluas ini. 3. Jenis ritel berdasarkan luas area penjualan a. Small store, adalah toko kecil seperti kios yang pada umumnya merupakan toko ritel tradisional yang dioperasikan sebagai usaha kecil dengan sales area kurang dari
.
b. Minimarket, dioperasikan dengan luas sales berkisar antara
hingga
. c. Supermarket, dioperasikan dengan luas sales area antara
hingga
. d. Hypermarket, dioperasikan dengan luas sales area lebih dari
.
33
4. Jenis ritel berdasarkan tanpa toko a. Multi level marketing (MLM), merupakan suatu model penjualan barang secara langsung dengan sistem komisi penjualan berperingkat berdasarkan status keanggotaan dalam peringkat distribusi. b. Mail & phone order ritel, disebut juga toko pesan antar merupakan perusahaan yang melakukan penjualan berdasarkan pesanan melalui surat atau telepon. Prinsip dari perusahaan ini mengkompensasikan overhead cost pengoperasian toko (secara fisik) dengan pengoprasian delivery service. Perusahaan ini mengandalkan ciri khas atau spesialisasi produknya dan penerapan kebijakan promosi di media cetak atau elektronik secara gencar. c.
Internet/online store/e-commerce, menurut Colombo yang dikutip dalam Sunyoto (2015:13) penyebab utama kegagalan e-commerce karena begitu didewakan internet sehingga muncul asumsi keyakinan bahwa semua ecommerce bisa menggantikan kedudukan offline retail store. Padahal menurutnya dalam offline retail store terdapat suatu kedudukan yang tak dapat tergantikan dengan online retailing store yaitu buying experience (kenikmatan pengalaman berbelanja dengan memilih langsung), aspek rekreasi, aspke sosial dari proses berbelanja. Untuk e-commerce yang berhasil mereka melakukan keseimbangan antara online dan offline business process yaitu keseimbangan antara aktivitas promosi dan penjualan secara online di internet dengan aktivitas tindak lanjut (follow up) secara fisik.
2.6 Bauran Ritel Menurut Christina Whidya Utami (2012:86) bauran ritel (ritel mix) adalah “Strategi pemasaran yang mengacu pada beberapa variabel, dimana peritel dapat mengkombinasikan variabel-variabel tersebut menjadi jalan alternatif dalam upaya menarik konsumen.
34
Sedangkan menurut Levy dan Weitz (2012:20) mendefinisikan bauran ritel sebagai berikut : “Retail mix adalah alat yang digunakan untuk mengimplementasikan, menangani perkembangan strategi retail yang dapat digunakan untuk memuaskan kebutuhan dari target market lebih baik dari pada kompetitor.” 2.6.1. Unsur-unsur Bauran Ritel 1. Produk Produk adalah keseluruhan dari penawaran yang dilakukan secara normal oleh perusahaan kepada konsumen dalam memberikan pelayanan, letak toko dan nama barang dagangnya. Konsumen akan memberikan kesan yang baik terhadap suatu toko apabila toko tersebut dapat menyediakan barang yang dibutuhkan dan diinginkan oleh konsumen. 2. Harga Harga sangat berhubungan dengan nilai dasar dari persepsi konsumen berdasarkan dari keseluruhan unsur bauran ritel dalam menciptakan suatu gambaran dan pengalaman bertransaksi. Tingkat harga pada suatu toko dapat mempengaruhi cara berpikir konsumen terhadap unsur-unsur lain dari bauran ritel. 3. Promosi Promosi adalah merupakan kegiatan yang mempengaruhi persepsi, sikap dan perilaku konsumen terhadap suatu toko ritel dengan segala penawarannya.
Promosi
merupakan
alat
komunikasi
untuk
menghubungkan keinginan pihak peritel dengan konsumen untuk memberitahu, membujuk dan meningkatkan konsumen agar mau membeli produk yang dijual dari keuntugan dan manfaat yang diperolehnya.
35
4. Pelayanan Pelayanan merupakan suatu keinginan konsumen untuk dilayani, serta pelayanan tersebut tentunya berhubungan dengan penjualan produk yang akan dibeli konsumen. Pelayanan didefinisikan sebagai aktivitas, manfaat, kepuasan dari sesuatu yang ditawarkan dalam penjualan. 5. Fasilitas Fisik Fasilitas fisik merupakan faktor penentu dalam mendominasik pangsa pasar yang diinginkan oleh perusahaan karena penguasaan pasar dapat dicapai apabila perusahaan mendapatkan kedudukan yang baik sehingga dapat menciptakan citra perusahaan bagi para konsumennya. Secara spesifik, beberapa elemen penting yang dapat lebih menonjolkan citra dari suatu toko yaitu berupa arsitektur yang baik, desain eksterior dan interior yang menarik, sumber daya manusia yang memadai, penyediaan barang yang baik, lambang dan logo, penempatan lokasi toko dan nama toko yang dapat menarik perhatian. Lokasi merupakan struktur fisik dari sebuah toko yang merupakan komponen utama yang terlihat dalam membentuk kesan sebuah toko yang dilakukan peritel dalam melakukan penempatan tokonya dan kegiatan dalam menyediakan saluran pelayanan yang dibutuhkan oleh konsumen. Fasilitas fisik dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu: 1. Lokasi toko Mencari dan menentukan lokasi merupakan tugas paling penting, karena penentuan lokasi yang tepat merupakan kunci kesuksesan suatu bisnis. 2. Tata letak toko Penataan toko yang dirancang dan dibuat setelah lokasi toko dipilih. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dan memberikan kenyaman bagi konsumen dalam berbelanja.
36
3. Desain toko Desain dari sebuah toko dibagi ke dalam dua bagian: a. Desain eksterior Merupakan penampilan luar dari sebuah toko yang harus dapat menarik konsumen untuk melakukan pembelian. Faktor-faktor desain eksterior meliputi: penempatan pintu masuk, penerangan pada bagian luar toko, penempatan papan reklame pada bagian luar toko serta pengaturan jendela dan dinding. b. Desain interior Merupakan penampilan bagian di dalam suatu toko yang tidak kalah pentingnya untuk menarik konsumen. Faktor-faktor desain interior meliputi ketinggian langit-langit, penerangan dalam toko, warna dan temperatur dalam ruangan, menurut Utami (2012:8689). 2.7 Lokasi 2.7.1 Pengertian Lokasi Lokasi merupakan aspek yang sangat penting dalam ritel hal ini sesuai dengan pendapat dari Levy (2012:167) yang mengemukakan bahwa “Lokasi biasanya menjadi pertimbangan yang paling berpengaruh dalam memilih suatu tempat belanja bagi pelanggan.” Menurut Utami
(2012:89) dalam bukunya mengemukakan bahwa lokasi
merupakan: “Struktur fisik dari sebuah toko yang merupakan komponen utama yang terlihat dalam membentuk kesan sebuah toko yang dilakukan peritel dalam melakukan penempatan tokonya dan kegiatan dalam menyediakan saluran pelayanan yang dibutuhkan oleh konsumen.”
37
Sedangkan menurut Swastha (2000) yang dikutip melalui (Fifyanita dan Musthafa, 2012) mengemukakan bahwa: “Lokasi merupakan letak toko atau pengecer pada daerah yang strategis sehingga dapat memaksimumkan laba.” 2.7.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Tarik Sebuah Lokasi Masalah-masalah yang membuat suatu lokasi tertentu memiliki daya tarik secara spesifik, akan mengamati keuntungan aksesbilitas lokasi dan keuntungan secara lokasi sebagai pusatnya. 1. Aksesbilitas Aksesbilitas suatu lokasi adalah suatu kemudahan bagi konsumen untuk datang atau masuk dan keluar dari lokasi tersebut. Analisis ini memiliki 2 (dua) tahap yaitu: a. Analisis makro Mempertimbangkan
area
perdagangan
primer.
Untuk
menaksir
aksesbilitas lokasi pada tingkat makro ritel secra bersamaan mengevaluasi beberapa faktor seperti pola-pola jalan, kondisi jalan dan halanganhalangan. b. Analisis mikro Berkonsentrasi pada masalah-masalah sekitar lokasi seperti visibilitas, arus lalu lintas, parkir, keramaian dan jalan masuk atau jalan keluar. 2. Keuntungan secara lokasi dalam sebuah pusat Setelah aksesbilitas pusat telah dievaluasi, analisis harus mengevaluasi lokasi di dalamnya. Hal ini disebabkan lokasi yang lebih baik memerlukan biaya yang
lebih,
ritel
harus
memepertimbangkan
kepentingan
mereka.
Pertimbangan lainnya adalah untuk melokasikan toko-toko yang menarik terhadap target pangsa pasar yang saling berdekatan. Pada intinya, konsumen
38
ingin berbelanja di mana mereka menemukan sejumlah variasi dagang yang lengkap, dalam Utami (2012:145). Sedangkan dikutip melalui (Fifyanita dan Musthafa, 2012) mengungkapkan faktor yang mempengaruhi lokasi adalah sebagai berikut: 1. Ketersediaan lahan parkir . 2. Kedekatan lokasi dengan pusat keramaian. 3. Ketersediaan tempat untuk makan sambil bersantai. 4. Kenyamanan lingkungan.
2.7.3
Area Perdagangan Area perdagangan adalah area geografis yang berdekatan yang memiliki
mayoritas pelanggan dan penjualan dari sebuah toko. Area perdagangan dapat dibedakan ke dalam tiga zona. Area perdagangan tersebut disebut sebagai poligons, karena batas-batasannya sesuai dengan jalan-jalan dan tampilan peta lainnnya. Ketiga zona dalam area perdagangan adalah: 1. Zona primer Zona primer adalah area geografis dari mana toko atau pusat perbelanjaan tersebut mendapatkan 60% dari para pelanggannya. 2. Zona sekunder Zona sekunder adalah area geografis dari kepentingan sekunder dalam tingktan penjualan pelanggan, yang menghasilkan 20% dari penjualan sebuah toko. 3. Zona tersier Zona tersier termasuk para pelanggan yang kadang berbelanja di toko atau pusat perbelanjaan tersebut. Ada beberapa alasan untuk zona tersier yaitu:
39
a. Para pelanggan kekurangan fasilitas-fasilitas ritel yang memadai yang berlokasi leih dekat dengan rumah. b. Tersedianya akses jalan raya yang strategis menuju toko atau pusat perbelanjaan tersebut sehingga para pelanggan dapat pergi ke sana dengan mudah. c. Lokasi ritel atau pusat perbelanjaan merupakan rute yang sering dilalui para pelanggan ketika menuju ke tempat kerja atau tujuan lainnya. d. Para pelanggan tertarik pergi ke toko atau pusat perbelanjaan karena toko atau pusat perbelanjaan tersebut dekat atau ada di dalam area pariwisata, dalam Utami (2010:146). 2.7.4 Tahap-tahap Memilih Lokasi pada Ritel Ada beberapa tahap sebelum memutuskan memilih lokasi ritel yang tepat yaitu pemilihan pasar (marketselection), analisis area (area trading analysis) dan analisis tempat (site analysis). Menurut M. Taufiq Umar, 2004 dalam buku Sunyoto (2015:185-188) tahapan tersebut yaitu: 1. Pemilihan pasar Dalam pemilihan pasar terdapat beberapa aspek penting yang harus didalami yaitu: a. Tingkat perekonomian masyarakat Kita dapat memperhatikan kondisi ekonomi dan social masyarakat misalnya saja kita mengamati alat trasportasi yang digunakan, jumlah anak sekolah, toko di sekitarnya dan kebiasaan mereka dalam membeli produk. b. Tingkat persaingan Misalnya kita dapat menghitung berapa jumlah minimarket yang berada di suatu daerah tertentu dan berapa jumlah warung yang terdekat. Hal ini dapat dikatakan pesaing yang riil, yang sangat perlu diperhitungkan sebelum menentukan lokasi ritel.
40
c. Ukuran populasi dan karakteristiknya Tidak mudah mendapatkan populasi di daerah tertentu, termasuk karakteristiknya
yang
mereka
miliki.
Ukuran
populasi
dan
karakteristik dapat mempengaruhi secara nyata dalam penentuan lokasi ritel. d. Industri/ bisnis di lingkungan sekitar Pada sektor ini banyak/sedikit industri yang beroperasi di suatu daerah tertentu dapat berpengaruh nyata pada penentuan lokasi ritel termasuk jenis bisnisnya. Semakin bervariasi bidang operasionalnya, maka akan memberikan dampak positif bagi berdirinya bisnis ritel di sana dan sebaliknya. e. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Otonomi Daerah pada tahun 2001, banyak sekali perubahan menyangkut ketentuanketentuan dalam perdagangan umum. Seperti ketentuan pajak, undang-undang yang mengatur mengenai lisensi dsb. 2. Analisis area Analisis area perdagangan terbagi menjadi 2 (dua) area yaitu : a. Area primer (primary trading area) meliputi sebagian besar pelanggan dalam area yang dipilih yang merupakan orang-orang dengan tingkat potensial pembelian yang tinggi yang dapat terlihat dari segi jumlah atau orang yang paling mudah mencapai toko kita. b. Area sekunder (secondary trading area) kita melihat mereka yang akan menjadi pelanggan potensial yang berada di luar primary trading area. Pada umumnya jarak dan waktu tempuh mereka ke lokasi kita jauh lebih tinggi dibandingkan yang telah kita lakukan pada saat menganalisis pasar.
41
3. Analisis tempat Pada tahap analisis tempat sekaligus melakukan evaluasi terhadap pemilihan lokasi. Secara garis besar terdapat 3 (tiga) pilihan yang dimiliki oleh peritel yaitu : a. Di pusat perbelanjaan (mall, kompleks pertokoan dsb) b. Di tengah kota (keramaian) c. Berdiri sendiri terpisah. Berikut ini pilihan lokasi ritel beserta kelebihan dan kelemahan sebagai berikut: Tabel 2.1 Pilihan Lokasi Ritel Beserta Kelebihan dan Kelemahan Lokasi
Kelebihan
Pusat kota
Banyak
Kelemahan pelaku
bisnis
Ada
kemungkinan
berkurang
Masalah perparkiran
mapan
Kurang bersih
Fokus pasar lebih
Kurang terawatt
bebas
Harga
Pasar
sudah
sewa
relatif
mahal
Intensitas
persaingan
tinggi Regional mall
Lalu lintas ramai
(umumnya menjadi tujuan
Parkir luas
masyarakat
Professional
Community mall (umumnya
Area sasaran jelas
Citra yang bercampur
dekat
Parkir cukup luas
Pasar yang terbatas
dari
beberapa
-
lingkungan perumahan)
dengan
pemukiman)
sebuah
42
Pasar berbasiskan
komunitas
Sewa lebih murah
trading)
Tempat
orang
Lalu
lalang
orang
kurang
bisa
Harus
dilakukan
promosi
Fleksibelitas tinggi
lalang
terbatas
Tempat bebas (free location
diperluas
Lalu
Sulit
membuat
pelanggan tertarik Sumber : M. Taufiq Amir, 2004 dalam Drs. Danang Sunyoto, S.H., S.E., M.M. (2015:188)
2.8 Perilaku Konsumen 2.8.1
Pengertian Perilaku Konsumen
Menurut Engle, 2006 dalam Sangadji & Sopiah (2013:7) perilaku konsumen adalah: “Tindakan yang langsung terlibat dalam pemerolehan, pengonsumsian dan penghabisan produk atau jasa termasuk proses yang mendahului dan menyusul tindakan ini.” Menurut Mowen dan Minor, 2002 dalam Sangadji & Sopiah (2013:7) perilaku konsumen adalah: “Studi unit-unit dan proses pembuatan keputusan yang terlibat dalam penerimaan, penggunaan dan pembelian serta penentuan barang, jasa, ide.” Sehingga dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah serangkaian tindakan yang dilakukan konsumen untuk mencapai dan memenuhi kebutuhannya baik untuk menggunakan, mengonsumsi, maupun menghabiskan barang dan jasa dimana adanya proses keputusan yang mendahului dan yang menyusul.
43
2.8.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Tujuan kegiatan pemasaran adalah mempengaruhi konsumen untuk bersedia membeli barang dan jasa perusahaan pada saat mereka membutuhkan oleh karena itu perusahaan harus memahami factor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen untuk melakukan pembelian. Factor-faktor tersebut adalah pengaruh lingkungan, perbedaan dan pengaruh individual, proses psikologis menurut Engel, Blackwell dan Miniard, 1995 yang dikutip dalam Sunyoto (2015:43): 1. Pengaruh lingkungan Perilaku konsumen untuk melakukan pembelian dipengaruhi oleh lingkungan meliputi faktor budaya, faktor kelas sosial, faktor pengaruh pribadi, faktor keluarga dan faktor situasi. a. Faktor budaya Faktor budaya memberikan pengaruh paling luas dan pada perilaku konsumen. Perusahaan harus mengetahui peranan yang dimainkan oleh budaya, sub-budaya dan kelas sosial pembeli. Budaya adalah penyebab paling mendasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Budaya merupakan kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya. Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya yang lebih kecil yang memberkan identifikasi dan sosialisasi yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya b. Faktor kelas soial Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor sosial seperti kelompok kecil, keluarga serta peranan dan status sosial konsumen. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak kelompok kecil. Kelompok yang memiliki pengaruh secara langsung. Definisi kelompok adalah dua orang atau lebih yang berinteraksi untuk mencapai sasaran individu atau
44
bersama. Setiap kelompok dapat diidentifikasikan dalam peran dan status. Setiap peran membawa status yang mencerminkan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat. c. Faktor pengaruh pribadi Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti umur dan tahapan daur hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri pembeli. Konsumsi seseorang juga dibentuk oleh tahapan siklus hidup keluarga. Pekerjaan mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya. Situasi ekonomi seseorang akan mempengaruhi pemilihan produk. Situasi ekonomi seseorang terdiri dari pendapatan yang dapat dibelanjakan (tingkatnya, stabilitas dan polanya), tabungan dan hartanya (termasuk persentase yang mudah dijadikan uang). Gaya hidup seseorang adalah pola hidup di dunia yang dieksprsikan oleh kegiatan, minat dan pendapat seseorang. Kepribadian adalah karakteristik psikologis yang berada dari setiap orang yang memandang responnya terhadap lingkungan yang relatif konsisten. d. Faktor keluarga Keluarga dapat didefinisikan sebagai suatu unit masyarakat yang terkecil dan
perilakunya
sangat
mempengaruhi
dan
menentukan
dalam
pengambilan keputusan membeli Anwar P. M, 1988 dalam Sunyoto (2015:47) keluarga dapat berbentuk keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak atau terdiri dari ayah, ibu, anak, kakek, dan nenek serta warga keturunannya. e. Faktor situasi Dalam situasi konsumen juga melibatkan orang dan benda (produk dan iklan) sehingga perlu membedakan antara pengaruh yang disebabkan konsumen dan objek dengan pengaruh yang unik terhadap situasi itu sendiri. Menurut Engel, Blackwell & Miniard, 1995 yang dikutip dalam Sunyoto (2015:48) pengaruh situasi adalah sebagai pengaruh yang timbul
45
dari faktor yang khusus untuk waktu dan tempat yang spesifik yang lepas dari karakteristik konsumen dan karakteristik objek.
2.9 Proses Keputusan Pembelian 2.9.1 Pengertian Proses Keputusan Pembelian Proses pengambilan keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh perilaku konsumen. Proses tersebut sebenarnya merupakan proses pemecahan masalah dalam rangka memenuhi keinginan atau kebutuhan dari konsumen. Pengertian keputusan pembelian menurut Kotler & Keller (2012:166) keputusan pembelian adalah: “Suatu proses keputusan dimana konsumen secara aktual melakukan pembelian produk”. Menurut Peter dan Olson, 2000 dalam Sangadji & Sopiah (2013:332) mengemukakan bahwa: “Pengambilan keputusan konsumen adalah proses pemecahan masalah yang diarahkan pada sasaran.” Sedangkan menurut Engel dalam Pride dan Ferrell, 1995 yang dikutip dari Sangadji & Sopiah (2013:332) mengungkapkan perilaku pembelian adalah: “Proses keputusan dan tindakan orang-orang yang terlibat dalam pembelian dan penggunaan produk.”
46
Sementara Pride dan Ferrell, 1995 dalam Sangadji & Sopiah (2013:332) berpendapat bahwa: “Perilaku konsumen adalah perilaku pembelian konsumen akhir, mereka yang membeli suatu produk untuk digunakan secara pribadi bukan untuk tujuan bisnis atau dijual kembali pada pihak lain.”
2.9.2 Struktur Proses Keputusan Pembelian Penjual perlu menyusun struktur keputusan membeli secara keseluruhan untuk membantu konsumen dalam mengambil keputusan mengenai pembeliannya. Setiap keputusan membeli memiliki komponen-komponen berikut adalah komponen dalam struktur keputusan pembelian: 1. Keputusan tentang jenis produk Konsumen dapat mengambil keputusan untuk membeli sebuah produk. Dalam hal ini perusahaan harus memusatkan perhatiannya kepada orang-orang yang berminat membeli suatu produk serta alternatif lain yang mereka pertimbangkan. 2. Keputusan tentang bentuk produk Keputusan ini menyangkut ukuran, mutu, corak dsb. Dalam hal ini perusahaan harus melakukan riset pemasaran untuk mengetahui kesukaan konsumen tentang produk bersangkutan agar dapat memaksimumkan daya tarik mereknya. 3. Keputusan tentang merek Konsumen harus mengambil keputusan tentang merek mana yang akan dibeli. Setiap merek memiliki perbedaan-perbedaan tersendiri. Dalam hal ini perusahaan harus mengetahui bagaimana konsumen memilih sebuah merek.
47
4. Keputusan tentang penjualnya Konsumen harus mengambil keputusan dimana produk tersebut akan dibeli. Dalam hal ini produsen, pedagang besar dan pengecer baru mengetahui bagaimana konsumen memilih penjual tertentu. 5. Keputusan tentang jumlah produk Konsumen dapat mengambil keputusan tentang seberapa banyak produk yang akan dibelinya pada suatu saat. Dalam hal ini perusahaan harus mempersiapkan banyaknya produk sesuai dengan keinginan yang berbedabeda dari para pembeli. 6. Keputusan tentang waktu pembelian Konsumen dapat mengambil keputusan tentang kapan ia harus melakan pembelian. Masalah ini akan menyangkut adanya uang. Oleh karena itu perusahaan harus mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi keputusan konsumen dalam penentuan waktu pembelian. 7. Keputusan tentang cara pembayaran Konsumen harus mengambil keputusan metode atau cara pembayaran produk yang akan dibeli. Keputusan tersebut akan memengaruhi keputusan tentang penjual dan jumlah pembeliannya. Dalam hal ini perusahaan harus mengetahui keinginan pembeli terhadap cara pembayarannya. 2.9.3 Tahap-tahap Proses Keputusan Pembelian Dalam melakukan pembelian dari sebelum membeli sampai setelah melakukan pembelian, proses pembelian konsumen melewati tahap-tahap membeli, yang dikonseptualisasikan dalam model lima tahap proses membeli. Model tersebut sebagai berikut:
48
Gambar 2.1 Model Lima Tahap Proses Keputusan Pembelian Pengenalan Masalah
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Keputusan Pembelian
Perilaku Pasca Pembelian
Sumber: Sumber: Kotler & Keller (2012:166) Menurut Sunyoto (2012:284-286) model ini memiliki implikasi bahwa para konsumen melalui 5 (lima) tahap dalam membeli sesuatu. Tahap-tahap tersebut tidak harus dilewati secara urut. Dalam pemecahan masalah pembelian yang bersifat ekstensif calon pembeli dapat bertolak dari keputusan mengenai penjual, karena ia ingin mendapat keterangan dari penjual yang dipercaya, mengenai perbedaan dan bentuk produk. Dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Pemasaran” Kotler & Keller (2012:166-172) mengungkapkan penjelasan mengenai tahap proses keputusan pembelian dapat adalah sebagai berikut:
49
1. Pengenalan masalah Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali masalah atau kebutuhan yang dipicu oleh rangsangan internal atau eksternal. Pemasar harus mengidentifikasi keadaan yang memicu kebutuhan tertentu. Dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen, lalu mereka dapat mengembangkan strategi pemasaran yang memicu minat konsumen. 2. Pencarian informasi Kita dapat membaginya ke dalam 2 tingkat keterlibatan dengan pencarian. Keadaan pencarian yang lebih rendah disebut perhatian tajam. Pada tingkat ini seseorang hanya menjadi lebih reseptif terhadap informasi tentang sebuah produk. Pada tingkat berikutnya, seseorang dapat memasuki pencarian informasi aktif, mencari bahan bacaan, menelpon kegiatan online, dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk tersebut. Sumber informasi konsumen digolongkan menjadi empat kelompok : a. Pribadi : keluarga, teman, tetangga b. Komersial : iklan, situs web, wiraniaga, penyalur, kemasan, tampilan c. Publik : media massa, organisasi pemeringkat konsumen d. Eksperimental : penanganan, pemeriksaan, dan penggunaan produk Jumlah dan pengaruh relatif sumber-sumber ini bervariasi dengan kategori produk dan karakteristik pembeli. Setiap sumber informasi melaksanakan fungsi yang berbeda dalam mempengaruhi keputusan pembelian.
50
Setiap sumber informasi melaksanakan fungsi yang berbeda dalam mempengaruhi keputusan pembelian. Sumber komersial biasanya melaksanakan fungsi informasi, sementara sumber pribadi melaksanakan fungsi legitimasi atau evaluasi. 3. Evaluasi alternatif Tidak ada proses evaluasi tunggal yang digunakan oleh semua konsumen, atau oleh seorang konsumen dalam situasi pembelian. Ada beberapa proses, dan sebagian model terbaru melihat konsumen membentuk sebagian besar penilaian secara sadar dan rasional. Beberapa konsep dasar yang membantu kita memahami proses evaluasi konsumen : Pertama, konsumen berusaha memuaskan sebuah kebutuhan. Kedua, konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen melihat masing-masing produk sebagai sekelompok atribut dengan berbagai kemampuan untuk menghantarkan manfaat yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan. 4. Keputusan pembelian Dalam tahap evaluasi, para konsumen membentuk preferensi atas merek-merek yang ada didalam kumpulan pilihan. Konsumen mungkin juga membentuk maksud untuk membeli merek yang paling disukai. Jika konsumen membentuk evaluasi merek, dua faktor umum dapat mengintervensi antara maksud pembelian dan keputusan pembelian. Yang pertama adalah sikap orang lain. Batas dimana sikap seseorang mengurangi preferensi kita untuk sebuah alternatif tergantung pada dua hal : (1) intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternatif yang kita
51
sukai dan (2) motivasi kita untuk memenuhi kehendak orang lain. Semakin intens sikap negatif orang lain dan semakin dekat hubungan orang tersebut dengan kita, semakin besar kemungkinan kita menyesuaikan niat pembeli kita. Hal sebaliknya juga berlaku. Keputusan konsumen untuk memodifikasi, menunda atau menghindari keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh resiko anggapan. Jika konsumen memutuskan untuk membeli, maka konsumen tersebut akan membuat lima sub-keputusan, yaitu : a. Keputusan merek yang dipilih (brand decision) b.
Keputusan toko yang dipilih (vendor decision)
c.
Keputusan mengenai jumlah (quantity decision)
d.
Keputusan mengenai waktu pembelian yang dipilih (time decision)
e.
Keputusan mengenai cara pembayaran (payment method decision)
5. Perilaku pasca pembelian Setelah melakukan pembelian, konsumen akan mengalami suatu tingkat kepuasan atau ketidakpuasan. Terdapat tiga langkah yang menyangkut perilaku pasca pembelian Kotler (2012:172) yaitu : 1. Kepuasan pasca pembelian (post purchase satisfaction) Kepuasan pembeli adalah fungsi seberapa dekat antara harapan dan kinerja anggapan produk. 2. Tindakan pasca pembelian (post purchase action) Jika konsumen puas, ia mungkin ingin membeli produk itu kembali. Pelanggan yang puas juga cenderung mengatakan hal-hal baik tentang merek
52
kepada orang lain. Di pihak lain, konsumen yang kecewa mungkin mengabaikan atau mengembalikan produk. Mereka mungkin mencari informasi yang memastikan nilai produk yang tinggi. 3. Penggunaan dan penyingkiran pasca pembelian (post purchase use and disposal) Pemasar juga harus mengamati bagaimana pembeli menggunakan dan menyingkirkan produk. Pendorong kunci frekuensi penjualan adalah tingkat konsumsi produk, semakin cepat pembeli mengkonsumsi sebuah produk, semakin cepat mereka kembali ke pasar untuk membelinya lagi. Jika konsumen membuang produk, pemasar harus tahu bagaimana mereka membuangnya, terutama jika (seperti baterai, kemasan minuman, peralatan elektronik, dan popok sekali pakai) dapat merusak lingkungan. Dari pembahasan diatas, dapat dipaparkan bahwa konsumen yang akan melakukan pembelian suatu produk atau jasa, akan berusaha mencari informasi sebanyak mungkin sebelum melakukan keputusan pembelian. Konsumen tersebut biasanya melewati tahapan pengambilan keputusan sebelum melakukan proses pembelian. Menurut Kotler dan Keller (2012:172) konsumen melewati 5 tahap proses keputusan pembelian: pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian.
53
2.10 Pengaruh Kualitas Produk dan Lokasi Terhadap Proses Keputusan Pembelian Dalam kegiatan pemasaran suatu perusahaan akan melakukan kegiatan produksi untuk membuat atau menciptakan produk. Produk merupakan titik sentral dari kegiatan pemasaran. Suatu perusahaan yang memiliki kualitas akan produknya berkriteria yang baik akan membuat konsumen untuk memutuskan untuk melakukan pembelian terhadap produk tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya dikutip melalui (Fifyanita Ghanimata dan Mustafa Kamal, 2012) jika konsumen merasa cocok dengan suatu produk dan produk tersebut dapat memenuhi kebutuhannya, maka konsumen akan mengambil keputusan untuk membeli produk tersebut terus menerus (Nabhan dan Kresnaini, 2005). Untuk produk yang merupakan kebutuhan pokok seperti makanan dan minuman, konsumen sangat mempertimbangkan kualitasnya (Tedjakusuma, Hartini, dan Muryani, 2001). Sehingga kualitas pada suatu produk akan sangat berpengaruh bagi pembeli untuk mengambil keputusan membeli produk tersebut dimana ketika kualitas akan suatu produk ditingkatkan maka konsumen tidak akan ragu untuk mengambil keputusan melakukan pembelian yang diharapkan dengan ditingkatkannya kualitas dari produk maka pembelian akan meningkat pula. Dikutip melalui Utami (2012:89) dalam bukunya mengemukakan bahwa lokasi merupakan struktur fisik dari sebuah toko yang merupakan komponen utama yang terlihat dalam membentuk kesan sebuah toko yang dilakukan peritel dalam melakukan penempatan tokonya dan kegiatan dalam menyediakan saluran pelayanan yang dibutuhkan oleh konsumen. Kestrategisan suatu lokasi toko akan berpengaruh pada konsumen dimana konsumen akan merasa mudah untuk berkunjung dan memutuskan untuk melakukan pembelian dari produk yang ditawarkan oleh peritel. Hal tersebut berdasarkan dari penelitian sebelumnya seperti pendapat yang dikemukakan oleh Akhmad, 1996
dikutip melalui (Fifyanita Ghanimata dan
Mustafa Kamal, 2012) yang berisi bahwa pemilihan lokasi usaha yang tepat akan
54
menentukan keberhasilan usaha tersebut di masa yang akan datang. Berdasarkan pendapat tersebut maka semakin menguatkan bahwa pemilihan lokasi yang strategis akan memiliki daya tarik tersendiri yang mampu membuat konsumennya melakukan pembelian produk yang ditawarkan. 2.11 Penelitian Terdahulu Terdapat beberapa penelitian sebelumnya mengenai kualitas produk, lokasi serta keputusan pembelian. Analisis penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh peneliti lainnya dipaparkan ke dalam tabel berikut ini: Tabel 2.2 Tabel Penelitian Terdahulu No
1
Peneliti
Judul dan Tahun Penelitian Wira Salim Analisis dan Dr. Pengaruh Hartono Retail Mix Subagio S.E., Terhadap M.M. Keputusan Pembelian Konsumen di Kampoeng Roti Ngiden Surabaya (2013)
Metode
Variabel
Hasil & Kesimpulan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode causal research (penelitian kausal / sebab akibat).
Variabel independen: X = Retail Mix
Dari hasil penelitian dapat diketahui Variabel ritail mix yang terdiri dari dimensi merchandise assortment, location, price, promotional mix, customer service, dan store design and display berpengaruh signifikan secara simultan dan parsial terhadap keputusan pembelian konsumen. Terdapat satu variabel yang berpengaruh
Variabel dependen: Y = Keputusan Pembelian
55
2
3
Fifyanita Ghanimata dan Mustafa Kamal
Bonaventura Efrian Antyadika dan DR. Y. Sugiarto PH, SU
Analisis Pengaruh Harga, Kualitas Produk & Lokasi Terhadap Keputusan Pembelian Bandeng Juwana Elrina Semarang (2012)
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan uji regresi berganda
Analisis Pengaruh Lokasi, Harga dan Kualitas Produk Terhadap Keputusan Pembelian pada Wong Art Bakery&Café Semarang (2012)
Metode yang digunakan pada penelitian ini menggunakan metode deskriptif
Variabel independen: X1 = Harga X2 = Kualitas Produk X3 = Lokasi
Variabel dependen: Y = Keputusan Pembelian Variabel independen: X1 = Lokasi X2 = Harga X3 = Kualitas produk Variabel dependen: Y = Keputusan Pembelian
paling dominan terhadap keputusan pembelian yaitu variabel price. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa hipotesis kedua pada penelitian terbukti diterima dan benar. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa semua variabel harga, kualitas produk, dan lokasi berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian.
Pada penelitian yang dilakukan tersebut didapatkan hasil penelitian bahwa semua variabel yang terdiri dari Lokasi, Harga dan Kualitas Produk memiliki pengaruh positif terhadap keputusan pembelian dengan koefisien regresi tertinggi dibandingkan variabel lainnya
56
4
5
Margaretha Fiani S. dan Edwin Japarianto, S.E., M.M.
Sigit Indrawijaya
Analisis Pengaruh Food Quality dan Brand Image Terhadap Keputusan Pembelian Roti Kecik Toko Roti Ganep’s di Kota Solo (2012)
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji signifikansi.
Variabel independen: X1 = Food Quality X2 = Brand Image
Pengaruh Kualitas Produk dan Word Of Mouth Terhadap Keputusan Pembelian Roti Manis Pada Industri Keci di Kabupaten Sarolangun (2012)
Dalam penelitian ini menggunakan metode uji signifikansi
Variabel independen: X1= Kualitas Produk X2 = Word Of Mouth
Variabel dependen: Y= Keputusan Pembelian
Variabel dependen: Y = Keputusan Pembelian
diperoleh pada variabel Kualitas produk sebesar 0,464. Hasil penelitian yang diperoleh pada penelitian ini adalah kedua variabel independen yang terdiri dari Food Quality dan Brand Image secara signifikan mempengaruhi Keputusan pembelian. Namun diantara Food Quality dan Brand Image yang memiliki pengaruh lebih besar adalah Brand Image. Hasil penelitian yang diperoleh pada penelitian ini adalah kedua variabel independen yaitu Kualitas Produk dan Word Of Mouth sama-sama memiliki potensi untuk mendorong Keputusan Pembelian. Namun pada variabel Kualitas Produk, sangat berpotensi mendorong konsumen untuk melakukan pembelian.
57
Setelah mengetahui secara seksama yang diperoleh dari beberapa jurnal yang berkaitan dengan kualitas produk, lokasi dan keputusan pembelian maka terdapat yang membedakan antara jurnal-jurnal tersebut yaitu perbedaan akan objek penelitian yang diteliti. Namun penulis pada penelitian yang sedang dibahas ini memilih objek penelitian yaitu Dunkin’ Donuts (jalan Merdeka no.39-41 Bandung). 2.12 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dimaksudkan untuk menggambarkan paradigma penelitian sebagai jawaban atas masalah penelitian. Dalam kerangka pemikiran tersebut terdapat dua variabel independen (Kualitas produk dan Lokasi) yang mempengaruhi variabel dependen (Proses Keputusan Pembelian).pada penelitian ini peneliti ingin mengetahui pengaruh kualitas produk dan lokasi terhadap proses keputusan pembelian di Dunkin’ Donuts kota Bandung (jalan Merdeka no. 39-41). Kualitas produk (product quality) didefinisikan sebagai evaluasi menyeluruh pelanggan atas kebaikan kinerja barang atau jasa (Mowen dan Minor, 2002). Kita dapat mengatakan bahwa penjual telah menghasilkan mutu bila produk atau pelayanan penjual tersebut memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Menurut Potter dan Hotchkiss (1995) dalam jurnal (Margaretha dan Edwin, 2012) food quality adalah karakteristik kualitas dari makanan yang dapat diterima oleh konsumen dimana memiliki dimensi Warna, Penampilan, Porsi, Bentuk, Temperatur, Tekstur, Aroma, Tingkat Kematangan dan Rasa. Menurut Utami (2012:89) dalam bukunya mengemukakan bahwa lokasi merupakan struktur fisik dari sebuah toko yang merupakan komponen utama yang terlihat dalam membentuk kesan sebuah toko yang dilakukan peritel dalam melakukan penempatan tokonya dan kegiatan dalam menyediakan saluran pelayanan yang dibutuhkan oleh konsumen. Sedangkan menurut Swastha, 2000 yang dikutip
58
melalui (Fifyanita dan Musthafa, 2012) lokasi merupakan letak toko atau pengecer pada daerah yang strategis sehingga dapat memaksimumkan laba. Dimensi yang terdapat padavariabel lokasi yaitu Ketersediaan lahan parkir, Kedekatan lokasi dengan pusat keramaian, Ketersediaan tempat untuk makan sambil bersantai, Kenyamanan lingkungan yang dikutip melalui (Fifyanita dan Mustafa, 2012). Proses pengambilan keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh perilaku konsumen. Proses tersebut sebenarnya merupakan proses pemecahan masalah dalam rangka memenuhi keinginan atau kebutuhan dari konsumen. Menurut Peter dan Olson, 2000 dalam Sangadji dan Sopiah (2013:332) mengemukakan bahwa: “Pengambilan keputusan konsumen adalah proses pemecahan masalah yang diarahkan pada sasaran.” Dimana proses keputusan pembelian memiliki 5 (lima) dimensi yang terdiri dari: Pengenalan masalah, Pencarian informasi, Penilaian alternatif, Keputusan pembelian, Perilaku setelah membeli. Hal ini sesuai dengan pendapat dari ahli Rodiosunu, 1990 yang dikutip melalui Sunyoto (2012:284).
59
Gambar 2.2 Paradigma Pemikiran
Kualitas Produk/ Food Quality (X1) -
Warna Penampilan Porsi Bentuk Temperatur Tekstur Aroma Tingkat Kematangan Rasa
(West, Wood & Harger dalam Margaretha Fiani S. dan Edwin Japarianto, S.E., M.M, 2012)
Proses Keputusan Pembelian (Y) - Pengenalan masalah - Pencarian informasi - Penilaian alternatif - Keputusan Membeli
Lokasi Toko (X2) -
-
Ketersediaan lahan parkir Kedekatan lokasi dengan pusat keramaian Ketersediaan tempat untuk makan sambil bersantai Kenyamanan lingkungan
(Fifyanita Ghanimata dan Mustafa Kamal, 2012)
- Perilaku Pasca Pembelian (Kotler & Keller 2012:166)
60
2.13 Hipotesis Hipotesis memiliki arti yang diungkapkan menurut para ahli seperti menurut Trelease yang dikutip melalui Nazir (2013:132)
memberikan definisi hipotesis
sebagai “suatu keterangan sementara dari suatu fakta yang dapat diamati”. Sedangkan menurut Good dan Scates dalam Nazir (2013:132) menyatakan bahwa hipotesis adalah sebuah taksiran atau referensi yang dirumuskan serta diterima untuk sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta yang diamati ataupun kondisi-kondisi yang diamati dan digunakan sebagai petunjuk untuk langkah-langkah penelitian selanjutnya. Maka berdasarkan tinjauan data sekunder yang peneliti kumpulkan melalui jurnal yang terkait dengan judul penelitian penulis, menurut hasil penelitian terdahulu yang dikemukakan oleh Fifyanita Ghanimata, Mustafa Kamal dalam jurnal Analisis Pengaruh Harga, Kualitas Produk, dan Lokasi Terhadap Keputusan Pembelian (Studi pada Pembeli Produk Bandeng Juwana Elrina Semarang) menyatakan bahwa kualitas produk dan lokasi berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian produk Bandeng Juwana Elrina Semarang. Menurut peneliti Bonaventura Efrian Antyadika dan DR. Y. Sugiarto PH, SU dalam jurnal Analisis Pengaruh Lokasi, Harga, dan Kualitas Produk Terhaadap Keputusan Pembelian (Studi pada Wong Art Bakery&Café Semarang) mengemukakan bahwa kualitas produk dan lokasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian pada Wong Art Bakery & Café Semarang. Serta menurut Margaretha Fiani S. dan Edwin Japarianto, S.E., M.M. dalam jurnal Analisa Pengaruh Food Quality dan Brand Image Terhadap Keputusan Pembelian Roti Kecik Toko Roti Ganep’s di Kota Solo mengemukakan bahwa food quality mempengaruhi keputusan pembelian di roti Ganep’s Solo. Sehingga berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang hasil penelitiannya dapat diterima dan terbukti kebenarannya, dimana mengacu pada hasil studi pustaka dan penelitian tersebut di atas maka disusunlah hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut :
61
Hipotesis : H0
: Tidak terdapat pengaruh pada Kualitas Produk dan Lokasi Toko terhadap Proses Keputusan Pembelian Konsumen Dunkin’ Donuts di Bandung.
Hα
: Terdapat pengaruh pada Kualitas Produk dan Lokasi Toko terhadap Proses Keputusan Pembelian Konsumen Dunkin’ Donuts di Bandung.