BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Teoritis 2.1.1 Nilai Perusahaan Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang dapat dikaitkan dengan harga saham dan profitabilitas. Nilai perusahaan memiliki peranan yang sangat penting untuk para pemegang saham (investor) artinya apabila nilai perusahaan tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham dan semakin tinggi harga saham maka semakin tinggi pula nilai perusahaan yang menunjukan prospek perusahaan di masa yang akan datang, serta mencerminkan asset yang dimiliki oleh perusahaan. Profit yang maksimal akan mendorong kemakmuran bagi para pemegang saham. Kemakmuran pemegang saham meningkat jika harga saham yang dimilikinya juga meningkat. Kemakmuran pemegang saham akan meningkatkan nilai perusahaan. Menurut Brigham dan Houston (2001), “nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut di jual”. Menurut Keown, dkk., (2004), “nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas surat berharga hutang dan ekuitas pemegang saham yang beredar”.
14
Universitas Sumatera Utara
Adapun tujuan yang ingin dicapai perusahaan tersebut adalah untuk memaksimalkan nilai pemegang saham. Nilai pemegang saham akan meningkat apabila diikuti dengan peningkatan nilai perusahaan yang di tandai dengan tingkat pengembalian investasi yang tinggi kepada para pemegang saham. Menurut Muhammady (2012:3), “nilai perusahaan adalah nilai jual perusahaan atau nilai tumbuh bagi pemegang saham, nilai perusahaan akan tercermin dari harga pasar sahamnya”. Menurut Ardimas (2013:3), “menjelaskan bahwa nilai perusahaan adalah unsur yang sangat penting karena apabila nilai perusahaan tinggi akan di ikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham”. Semakin tinggi harga saham maka semakin tinggi juga nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan karena dengan nilai yang tinggi menunjukkan kemakmuran pemegang saham (investor) yang tinggi pula. Beberapa faktor yang menyebabkan naik turunnya nilai perusahaan yang di pengaruhi oleh struktur kepemilikan (Amri dan Untara, 2012:3). Dua aspek yang perlu dipertimbangkan antara lain: 1.
Konsentrasi
kepemilikan
perusahaan
oleh
pihak
luar
(outsiderownership concentration), dan 2.
Kepemilikan perusahaan oleh manajemen (ownership management).
15
Universitas Sumatera Utara
Pemilik perusahaan dari pihak luar berbeda dengan manajer karena kecil kemungkinannya pemilik dari pihak luar terlibat dalam kegiatan perusahaan sehari-hari (Amri dan Untara, 2012:3). Penelitian ini menggunakan istilah nilai perusahaan dengan Price Book Value (PBV), dimana PBV yang tinggi akan membuat pasar percaya bahwa prospek perusahaan tersebut bagus (kemakmuran para pemegang saham terjamin). Menurut Wahyu (2013:5), “Price Book Value (PBV) juga menggambarkan seberapa besar nilai buku saham perusahaan dihargai oleh pasar”. Hal itu juga yang menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab nilai perusahaan yang tinggi mengindikasikan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Menurut Tryfino (2009), “menjelaskan bahwa dengan Price Book Value (PBV) merupakan perbandingan nilai pasar dengan nilai buku suatu saham”. Menurut Brigham dan Houston (2006), “menjelaskan rasio Price Book Value (PBV) bertujuan untuk mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan organisasi perusahaan sebagai sebuah perusahaan yang terus tumbuh”. Adapun rumus yang digunakan oleh peneliti dalam menentukan nilai perusahaan yaitu menggunakan Price Book Value (PBV). Menurut Brigham dan Houston (2001), rasio tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
16
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Corporate Social Responsibility (CSR) 2.1.2.1 Konsep Corporate Social Responsibility Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
(Corporate Social
Responsibility) sebenarnya telah menjadi pemikiran para pembuat kebijakan sejak lama. Bahkan dalam Kode Hammurabi (1700-an SM) yang berisi 282 hukum telah memuat sanksi bagi para pengusaha yang lalai dalam menjaga kenyamanan warga atau menyebabkan kematian bagi pelanggannya, disebutkan bahwa hukuman mati diberikan kepada orang-orang
yang
menyalahgunakan
ijin
penjualan
minuman,
pelayanan yang buruk dan melakukan pembangunan gedung di bawah standar sehingga menyebabkan kematian orang lain. Perhatian para pembuat kebijakan tentang CSR menunjukkan telah adanya kesadaran sejak lama bahwa terdapat potensi timbulnya dampak buruk dari kegiatan usaha. Dampak buruk tersebut tentunya harus direduksi sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan kesehatan masyarakat sekaligus tetap ramah terhadap iklim usaha. Di
Indonesia
Corporate
Social
Responsibility
telah
berkembang sejak dikeluarkannya UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ini memberikan gambaran bahwa pemerintah juga sangat peka terhadap masalah-masalah yang mungkin akan ditimbulkan oleh kegiatan operasional perusahaan baik bagi masyarakat umum, karyawan maupun lingkungan. 17
Universitas Sumatera Utara
Corporate Social Responsibility menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan karena salah satu dasar pemikiran yang melandasi Corporate Social Responsibility yang pada saat ini dianggap sebagai inti etika bisnis adalah kesadaran bahwa perusahaan tidak hanya memiliki kewajiban ekonomi dan legal terhadap pemegang saham (shareholder) saja, tetapi juga memiliki kewajiban sosial terhadap stakeholder (pemangku kepentingan) seperti pemerintah, customers,investors, masyarakat, pegawai dan bahkan kompetitor. Stakeholder theory berpandangan bahwa perusahaan harus melakukan pengungkapan sosial sebagai salah satu tanggung jawab kepada para stakeholder. Beberapa tahun terakhir banyak perusahaan semakin menyadari pentingnya menerapkan program Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai bagian dari strategi bisnisnya, hal ini berkaitan dengan tuduhan bahwa industri adalah penyumbang terbesar terjadinya pemanasan global jelas tidak terbantahkan lagi. Penggunaan energi yang boros hingga pembuangan limbah gas karbon akibat proses produksi merupakan dampak negatif operasi perusahaan yang terjadi setiap harinya. Pemanasan global selalu menjadi isu
yang didengungkan perusahaan besar di dunia
(Solihin, 2008:16).
18
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.2 Pengertian Corporate Social Responsibility Menurut The World Bussiness Council for Sustainable Development yang merupakan lembaga internasional yang berdiri tahun 1955 dan beranggotakan 120 perusahaan
multinasional yang
berasal dari 30 negara dunia, Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan didefinisikan sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan, melalui kerja sama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang bermanfaat baik bagi bisnis sendiri maupun bagi pembangunan. Menurut Hadi (2011:47), “menyatakan bahwa corporate social responsibility (CSR) merupakan suatu bentuk tindakan dari pertimbangan etis perusahaan yang diarahkan untuk meningkatkan ekonomi yang dibarengi dengan peningkatan kualitas hidup bagi karyawan dan keluarganya, serta sekaligus meningkatkan kualitas hidup masyarakat sekitar dan masyarakat secara lebih luas”. Menurut Sembiring (2005), “menjelaskan corporate social responsibility merupakan proses pengkomukasian dampak sosial dan
19
Universitas Sumatera Utara
lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan terhadap masyarakat secara keseluruhan”. Adapun pengertian berdasarkan defenisi di atas adalah menggambarkan corporate social responsibility diarahkan baik dari pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Pihak internal artinya tangung jawab diarahkan kepada pemegang saham dalam bentuk profitabilitas dan pertumbuhan perusahaan sedangkan pihak eksternal yaitu corporate social responsibility berkaitan dengan peran perusahaan dengan membayar pajak dan penyediaan lapangan kerja, meningkatkan
kesejahteraan
dan
memelihara
lingkungan
bagi
kepentingan generasi mendatang. 2.1.2.3 Komponen Dasar Corporate Social Responsibility Menurut Hadi (2011), “Corporate social responsibility dalam pengungkapannya harus berdasarkan pemahaman dari 3P (profit, people, planet ), yaitu tujuan bisnis tidak hanya mencari laba (profit), tetapi juga berfungsi untuk mensejahterakan orang (people), dan menjamin keberlanjutan hidup planet ini (planet)”. Pengungkapan corporate social responsibility tidak lagi berpijak pada praktek single bottom line artinya berorientasi pada kinerja keuangan saja namun harus mengacu pada triple bottom line yaitu perusahaan harus berorientasi pada aktivitas sosial dan 20
Universitas Sumatera Utara
lingkungan tidak hanya berorientasi pada kinerja keuangan saja. Hal tersebut diyakini dapat menjamin keberlanjutan perusahaan dimasa mendatang. Menurut Prambudi (2006:13), menyebutkan bahwa program Corporate Social Responsibility (CSR) dapat dikelompokkan atas tiga aspek, antara lain: 1) Program Sosial Program sosial merupakan program perusahaan yang melakukan kegiatan kedermawanan untuk membangun masyarakat dan meningkatkan taraf hidup manusia. 2) Program Lingkungan Program lingkungan merupakan program perusahaan yang bertujuan untuk menjaga ekosistem dan lingkungan agar terjaga dari kerusakan dan meminimalisir terjadinya polusi akibat dari aktivitas perusahaan. 3) Program Ekonomi Program ekonomi merupakan program perusahaan yang melakukan tindakan untuk terjun langsung di dalam masyarakat untuk membantu memperkuat ketahanan ekonomi dan menjadikan masyarakat yang tangguh dan mandiri.
2.1.2.3 Signalling Theory Teori sinyal membahas mengenai dorongan perusahaan untuk memberikan informasi kepada pihak eksternal. Dorongan tersebut disebabkan karena terjadinya asimetri informasi antara pihak manajemen dan pihak eksternal. Menurut Brigham dan Houston (2001:39), “teori sinyal yaitu prilaku manajemen perusahaan dalam memberi petunjuk untuk
21
Universitas Sumatera Utara
investor terkait pada pandangan manajemen pada prospek perusahaan untuk masa mendatang”. Menurut Retno dan Priantinah (2012:87), “menyatakan teori sinyal yaitu suatu perusahaan melakukan pengungkapan Corporate Social Responsibility dengan harapan dapat meningkatkan reputasi dan nilai perusahaan”. Adapun tujuan yang diharapkan yaitu apabila suatu perusahaan menawarkan penjualan saham baru, maka harga sahamnya akan menurun. Hanya perusahaan yang benar – benar kuat yang berani menanggung resiko untuk mengalami kesulitan keuangan ketika porsi hutang perusahaan relatif tinggi. Maka porsi hutang yang tinggi digunakan oleh manajer sebagai sinyal bahwa perusahaan memiliki kinerja yang handal. 2.1.3 Good Corporate Govarnance (GCG) 2.1.3.1
Pengertian Good Corporate Govarnance Forum for Corporate Governance (FCG) dalam publikasi yang
pertamanya mempergunakan definisi Cadbury Committee, yaitu: seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau
22
Universitas Sumatera Utara
dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan (Retno dan Priantinah, 2012:86). Menurut Agoes
(2013:137) “menyatakan
bahwa
Good
Corporate Govarnance merupakan suatu system yang mengatur hubungan peran Dewan Komisaris, peran Direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya dalam perusahaan”. Menurut Prakarsa (2010:140) dalam Agoes (2013:138), “menyatakan mekanisme administrative yang mengatur hubungan antara manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham, dan kelompok – kelompok kepentingan (stakeholders) yang lain”. Berdasarkan Pedoman Umum Good Corporate Govarnance Indonesia yang dikemukakan oleh National Committee on Govarnance (NCG) (2006) dikutip oleh Agoes (2013:140), Good Corporate Govarnance memiliki prinsip – prinsip sebagai berikut : 1.
Fairness, para pengelola memperlakukan semua pemangku kepentingan secara adil dan setara, baik pemangku kepentingan primer (pemasok, pelanggan, karyawan, pemodal) maupun pemangku kepentingan sekunder (pemerintah, masyarakat dan yang lainnya).
2. Transparancy, kewajiban pengelola untuk menjalankan prinsip keterbukaan dalam proses keputusan dan penyampaian informasi. 3.
Accountability, pengelola berkewajiban untuk membina sistem akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan (financial statements) yang dapat dipercaya.
23
Universitas Sumatera Utara
4.
Responsibility, pengelola wajib memberikan pertanggungjawaban atas semua tindakan dalam mengelola perusahaan kepada pemangku kepentingan sebagai kepercayaan yang diberikan kepadanya.
5.
Independency, keadaan dimana pengelola mengambil keputusan bersifat profesional, mandiri, bebas dari konflik dan bebas dari tekanan/pengaruh dari mana pun yang bertentangan dengan perundang - undangan yang berlaku.
2.1.3.2
Kepemilikan Manajerial Good Corporate Govarnance muncul dan berkembang dari
teori agensi yang menghendaki adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan. Struktur kepemilikan dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan. Konsep Good Corporate Govarnance juga muncul untuk meminimalkan potensi kecurangan akibat agency problem. Menurut Amri dan Untara (2012:5), “kepemilikan manajerial merupakan salah satu mekanisme Good Corporate Govarnance yang dapat mempengaruhi insentif bagi manajemen untuk melaksanakan kepentingan terbaik dari pemegang saham”. Menurut Retno dan Priantinah (2012:86), “menyatakan bahwa ketika kepemilikan saham oleh manajemen rendah maka ada kecenderungan akan terjadinya perilaku opportunistic manajer yang meningkat juga”. 24
Universitas Sumatera Utara
Dengan adanya kepemilikan manajemen terhadap saham perusahaan maka dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara manajemen dan pemegang saham lainnya sehingga permasalahan antara agent dan principal diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer juga sekaligus sebagai pemegang saham.
2.1.3.3
Agency Theory Teori keagenan atau agency theory dikemukakan oleh Jensen
dan Meckling pada tahun 1976 dimana di dalam suatu hubungan keagenan terdapat suatu kontrak anatara satu orang atau lebih (principal) memerintah orang lain untuk (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama principal dan member wewenang kepada agen untuk membuat keputusan yang terbaik bagi principal. Menurut Brigham & Houston (2006:26-31), “para manajer diberi kekuasaaan oleh pemilik perusahaan yaitu pemegang saham, untuk membuat keputusan, dimana hal ini menciptakan potensi konflik kepentingan yang dikenal sebagai teori keagenan (agency theory)”. Menurut Retno dan Priantinah (2012:84), “teori keagenan (agency theory) menjelaskan bahwa hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut”. 25
Universitas Sumatera Utara
Adapun tujuan dari teori sinyal yaitu pemegang saham atau investor sebagai pemilik perusahaan sedangkan agent adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Investor memiliki harapan bahwa dengan mendelegasikan wewenang pengelolaan tersebut, mereka akan memproleh keuntungan dengan bertambahnya kekayaan dan kemakmuran investor. Menurut Eisenhardt (1989) dalam Retno dan Priantinah (2012:84) menggunakan tiga asumsi sifat dasar manusia untuk menjelaskan tentang teori agensi yaitu: (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir
terbatas
mengenai
persepsi
masa
mendatang
(bounded
rationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut, manajer sebagai manusia kemungkinan akan bertindak berdasarkan sifat opportunistic, misalnya melakukan manajemen laba. Manajemen dapat melakukan hal tersebut untuk memaksimalkan kepentingan pribadinya tanpa persetujuan dari pemilik dan pemegang sah.
26
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Terhadap Nilai Perusahaan Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terhadap nilai perusahaan antara lain : 2.1.4.1 Kinerja Keuangan Kinerja keuangan perusahaan merupakan salah satu faktor yang dilihat oleh calon investor untuk menentukan investasi saham. Bagi sebuah perusahaan, menjaga dan meningkatkan kinerja keuangan adalah suatu keharusan agar saham tersebut tetap eksis dan tetap diminati oleh investor. Menurut Munawir (1998), “kinerja keuangan adalah prestasi kerja yang telah dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu dan tertuang pada laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan”. Menurut Nurhayati dan Wedyawati (2012:2), “Kinerja keuangan merupakan salah satu faktor yang menjadi acuan investor dalam membeli saham. Bagi perusahaan, meningkatkan kinerja keuangan adalah suatu keharusan agar saham perusahaan tetap menarik bagi investor”. Adapun tujuan dari kinerja keuangan tersebut yaitu memberikan informasi keuangan yang bertujuan sebagai sarana informasi, alat pertanggungjawaban manajemen kepada pemilik perusahaan, penggambaran terhadap indikator keberhasilan perusahaan dan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
27
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan rasio profitabilitas untuk mengukur kinerja keuangan yaitu Return on Equity (ROE). ROE adalah rasio yang menunjukkan berapa laba bersih diperoleh perusahaan bila di ukur dari segi nilai ekuitas (Harahap, 2011:304). Rasio ROE dapat dirumuskan sebagai berikut:
2.1.4.2 Profitabilitas Menurut Harahap (2011:304), “profitabilitas adalah suatu kemampuan yang dicapai oleh perusahaan untuk menghasilkan laba dalam
suatu
periode
tertentu”.
Profitabilitas
menggambarkan
kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya. Artinya profitabilitas suatu perusahaan dapat dianggap sebagai salah satu indikasi yang mencerminkan tingkat efektivitas yang dicapai oleh suatu operasional perusahaan. Menurut Kokubu et al., (2001) dalam Sembiring (2005:386), “menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara kinerja ekonomi suatu perusahaan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial”. Hal ini dikaitkan dengan teori agensi (Agency Theory) yaitu bahwa perolehan profit (laba) yang semakin besar akan membuat 28
Universitas Sumatera Utara
perusahaan mengungkapkan informasi sosial yang lebih luas bagi para penggunanya. Maka, bisa dikatakan bahwa profit (laba) merupakan berita baik (good news) karena profitabilitas akan mengurangi ketidakpastian bagi para penggunanya. Apabila pengumuman laba berisi berita baik (good news) maka pihak manajemen cenderung menyampaikan laporan keuangan perusahaan tepat waktu dan sebaliknya apabila perusahaan mengalami kerugian, pihak manajemen umumnya menunda penyampaian laporan keuangan perusahaan. Adapun penelitian yang dilakukan peneliti menggunakan rasio profitabilitas yaitu Return On Assets (ROA). ROA adalah rasio yang menunjukkan berapa laba bersih diperoleh perusahaan bila di ukur dari nilai aset (Harahap, 2011:305). Rasio ROA dapat dirumuskan sebagai berikut :
2.1.4.3 Corporate Social Responsibility Pengungkapan
Corporate
Social
Responsibility
adalah
pengungkapan informasi yang berkaitan dengan tanggung jawab perusahaan di dalam laporan tahunan. Menurut Haniffa dan Cooke, (2005) dalam Nurhayati dan Wedyawati (2012:5), “CSR dihitung
29
Universitas Sumatera Utara
dengan memberi nilai setiap item dengan 1, jika melakukan pengungkapan dan 0 jika tidak melakukan pengungkapan CSR”. Adapun pengungkapan CSR dapat dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan : CSRI =CSR index perusahaan j ΣXij = banyaknya item yang diungkapkan oleh perusahaan j nj =total item untuk perusahaan j, nj ≤ 78 Σxij = total item yang diungkapkan variabel : dummy variabel : 1 = jika item i diungkapkan; 0 = jika item i tidak diungkapkan
2.1.4.4 Good Corporate Govarnance Good
Corporate
Governance
diproksikan
dengan
kepemilikan manajerial (KM). Adapun rumus yang digunakan sebagai berikut :
30
Universitas Sumatera Utara
2.2
Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai nilai perusahaan telah dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti terdahulu yang menghasilkan temuan bermacam – macam dengan berbagai variabel. Hal ini dapat dilihat pada table 2.1 : Tabel 2.1 Tinjauan Peneliti Terdahulu No 1.
Peneliti
Variabel
Alat
Penelitian
Analisis
Fadly Akbar El
Variabel
Muhammady
dependen:
(2012)
perusahaan
Nilai
Analisis Regresi Berganda
Hasil Penelitian ROE memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan;
ROA, NPM, GPM, dan CSR tidak Variabel
berpengaruh signifikan terhadap
Independen: ROE,
nilai perusahaan.
ROA, NPM, GPM dan CSR.
2.
Miranti Nurhayanti dan
Variabel
Henny Medyawati (2012)
perusahaan.
dependen:
Nilai
Analisis Regresi Berganda
ROE berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan;
GCG dan CSR tidak Variabel
berpengaruh signifikan terhadap
independen: ROE,
nilai perusahaan.
CSR dan GCG. 3.
Chairul Amri dan
Variabel
Untara (2012)
dependen:
Nilai
Analisis Regresi Berganda
ROE dan CSR berpengaruh signifikan terhadap nilai
perusahaan.
perusahaan;
Variabel
GCG tidak berpengaruh signifikan
independen:
terhadap nilai perusahaan.
ROE, CSR dan GCG.
31
Universitas Sumatera Utara
4.
Reny Dyah Retno dan Denies Priantinah (2012)
Variabel dependen:
Nilai
Analisis Regresi Berganda
GCG berpengaruh positif dan signifikan terhadap Nilai
perusahaan.
Perusahaan;
Variabel
CSR berpengaruh positif dan tidak
independen: CSR
signifikan terhadap Nilai
dan GCG.
Perusahaan;
GCG dan CSR berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan
5.
Wahyu Ardimas
Variabel
(2013)
dependen: nilai
Analisis Regresi Berganda
ROA dan ROE berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan;
perusahaan, OPM dan NPM tidak berpengaruh Variabel
terhadap nilai perusahaan ;
independen: ROA, ROE, OPM, NPM
CSR tidak ber pengaruh signifikan
dan CSR .
terhadap nilai perusahaan.
32
Universitas Sumatera Utara
2.3
Kerangka Konseptual Kerangka konseptual merupakan suatu model yang menerangkan bagaimana
hubungan suatu teori dengan faktor – faktor yang penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Kerangka tersebut akan menghubungkan secara teoritis antara variabel penelitian, yaitu antara variabel bebas dengan variabel terikat. Berdasarkan latar belakang masalah, tujuan penelitian, dan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan, kerangka konseptual dalam penelitian tercantum dalam gambar 2.1 sebagai berikut :
Return On Equity
H1
(X1)
Return On Assets
H2
(X2) H5
NILAI PERUSAHAAN (PBV) (Y)
H3 Corporate Social Responsibility (X3)
Good Corporate Governance
H4
(X4)
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Dalam penelitian ini, yang merupakan variabel dependen (Y) adalah nilai perusahaan, sedangkan yang menjadi variabel independen (X) adalah Return On 33
Universitas Sumatera Utara
Equitys (X1), Return On Assets (X2), Corporate Social Responsibility (X3) dan Good Corporate Govarnance (X4) yang diproxykan dengan kepemilikan manajerial. Adapun perusahaan yang diteliti yaitu perusahaan perkebunan yang telah go public dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia, populasi perusahaan yaitu 10 perusahaan dari 16 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan kerangka konseptual di atas peneliti ingin mengetahui apakah pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen baik secara parsial maupun simultan. Kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Hubungan Return On Equity dengan Nilai Perusahaan Kinerja keuangan merupakan salah satu faktor yang menjadi acuan
investor dalam membeli saham. Bagi perusahaan, meningkatkan kinerja keuangan adalah suatu keharusan agar saham perusahaan tetap menarik bagi investor. Para investor melakukan peninjauan secara luas (overvie) dengan melihat rasio keuangan sebagai alat evaluasi investasi, karena rasio keuangan mencerminkan tinggi rendahnya nilai perusahaan. Apabila investor ingin melihat seberapa besar perusahaan menghasilkan return atas investasi yang mereka tanamkan, yang akan di lihat pertama kali adalah rasio profitabilitas, terutama ROE, karena rasio ini mengukur seberapa efektif perusahaan menghasilkan return bagi para investor.
34
Universitas Sumatera Utara
Hal ini juga di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Chairul dan Untara (2012) bahwa kinerja keuangan (ROE) berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini juga di dukung oleh Nurhayanti dan Medyawati (2012),bahwa kinerja keuangan (ROE) berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis dapat di rumuskan sebagai berikut: H1: Return On Equity berpengaruh terhadap nilai perusahaan. 2. Hubungan Return On Assets dengan Nilai Perusahaan Profitabilitas
menunjukkan
keberhasilan
perusahaaan
di
dalam
menghasilkan keuntungan. Semakin besar ROA, maka semakin baik pula kinerja kerja perusahaan sehingga perusahaan akan cenderung untuk memberikan informasi tersebut pada pihak lain yang berkepentingan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi maka laporan keuangan perusahaan tersebut mengandung berita baik, dan perusahaan yang mengalami berita baik cenderung menyerahkan laporan keuangannya tepat waktu. Hal ini juga berlaku pada profitabilitas perusahaan yang rendah dimana hal ini mengandung berita buruk, sehingga perusahaan tidak tepat waktu menyerahkan laporan keuangannya. Hal ini di dukung oleh penelitian Ardimas (2013) bahwa ROA berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Berbeda dengan hasil penelitian Muhammady (2012), bahwa ROA tidak memiliki pengaruh yang 35
Universitas Sumatera Utara
signifikan terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis dapat di rumuskan sebagai berikut: H2 : Return On Assets berpengaruh terhadap nilai perusahaan. 3. Hubungan Corporate Social Responsibility dengan Nilai Perusahaan Laporan Corporate Social Responsibility tidak hanya menyajikan kandungan informasi keuangan, namun juga informasi sosial dan lingkungan. Penerapan dan pengungkapan Corporate Social Responsibility yang dilakukan perusahaan diharapkan meningkatkan nilai perusahaan. Adanya kegiatan Corporate Social Responsibility merupakan bukti bahwa perusahaan peduli terhadap lingkungan dan sosial. Selain dapat memperbaiki citra perusahaan, kegiatan Corporate Social Responsibility yang dilakukan perusahaan juga dapat meningkatkan penjualan. Hal ini disebabkan, karena konsumen cenderung tertarik membeli produk yang sebagian labanya disisihkan untuk kepentingan sosial lingkungan, misalnya untuk beasiswa, bantuan untuk korban bencana, pelestarian lingkungan, dan sebagainya. Hal ini didukung oleh Retno dan Priantinah (2012), Pengungkapan Corporate Social Responsibility berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ardimas (2013) dan Muhammady (2012), Pengungkapan Corporate Social Responsibility tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis dapat di rumuskan sebagai berikut: 36
Universitas Sumatera Utara
H3 : Corporate Social Responsibility berpengaruh terhadap nilai perusahaan. 4. Hubungan Good Corporate Govarnance dengan Nilai Perusahaan Selain
mempertimbangkan
informasi
keuangan,
investor
juga
memperhatikan informasi non keuangan seperti penerapan Good Corporate Govarnance dalam mengambil keputusan investasi. Penerapan Good Corporate Govarnance manjadi tanda bahwa perusahaan telah melakukan tata kelola yang baik. Tata kelola perusahaan yang baik menggambarkan bagaimana usaha manajemen mengelola kekayaan perusahaan dengan baik yang tercermin dari kinerja keuangannya. Semakin baik kinerja Good Corporate governance sebuah perusahaan, maka semakin baik pula kinerja operasional perusahaan. Hal ini didukung oleh penelitian Retno dan Priantinah (2012) yang menunjukkan bahwa Good Corporate Govarnance berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Berbeda dengan hasil penelitian Amri dan Untara (2012) dan Nurhayanti dan Wedyawati (2012), menunjukkan bahwa Good Corporate Govarnance tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis dapat di rumuskan sebagai berikut: H4 : Good Corporate Govarnance berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
37
Universitas Sumatera Utara
5. Hubungan Return On Equity, Return On Assets, Corporate Social Responsibility dan
Good Corporate Govarnance
dengan
Nilai
Perusahaan. Menurut beberapa kesimpulan sementara yang telah disebutkan sebelumnya hubungan antara variabel independen dengan variabel independen maka peneliti mengasumsikan bahwa secara simultan kinerja keuangan, profitabilitas,
Corporate
Social
Responsibility
dan
Good
Corporate
Govarnance berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan pada perusahaan perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2011 s/d 2014. Dari penjelasan di atas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan sebagai berikut : H5 :
Return On Equity, Return On Assets, Corporate Social Responsibility dan Good Corporate Govarnance berpengaruh secara simultan terhadap nilai perusahaan.
2.4
Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian adalah anggapan peneliti terhadap suatu masalah yang
sedang dikaji. Peneliti mengangap hipotesis ini benar untuk kemudian dilakukan pengujian secara empiris dengan menggunakan data – data hasil penelitian. Oleh 38
Universitas Sumatera Utara
karena itu, hipotesis merupakan kebenaran sementara yang masih harus di uji, dimana suatu hipotesis selalu dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menghubungkan dua variabel atau lebih (Rochaety dkk, 2007:31). Perumusan hipotesis dapat dikembangkan berdasarkan hubungan antara faktor – faktor yang berpengaruh terhadap nilai perusahaan (Y) adalah Return On Equity (X1), Return On Assets (X2), Corporate Social Responsibility (X3), dan Good Corporate Govarnance (X4). Adapun kesimpulan dari kerangka konseptual diatas yaitu sebagai berikut : H1 : Return On Equity berpengaruh terhadap nilai perusahaan. H2 : Return On Assets berpengaruh terhadap nilai perusahaan. H3 : Corporate Social Responsibility berpengaruh terhadap nilai perusahaan. H4 : Good Corporate Govarnance berpengaruh terhadap nilai perusahaan. H5 : Return On Equity, Return On Assets, Corporate Social Responsibility dan Good Corporate Govarnance berpengaruh secara simultan terhadap nilai perusahaan.
39
Universitas Sumatera Utara