BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dibahas mengenai tinjauan konsep dan teori yang digunakan dalam penelitian. Tinjauan tersebut digunakan sebagai landasan dan dasar pemikiran dalam penelitian. 2.1
Tinjauan Perusahaan PT Bumi Sari Lestari merupakan perusahaan eksportir komoditas
hortikultura. Perusahaan ini berdiri pada 19 November 2011, oleh H. Bibit Waluyo. Sejarah singkat perusahaan ini berdiri karena berhubungan kuat dengan pidato Gubernur Jawa Tengah pada saat itu H. Bibit Waluyo dalam pencanangan “Kebangkitan Hortikultura Jawa Tengah” di Soropadan, Temanggung tanggal 18 Februari 2010. Saat itu Gubernur membuat pernyataan bahwa komoditas hortikultura memiliki daya ungkit yang tinggi terhadap pendapatan dan kesejahteraan petani dan ajakan Gubernur pada semua pihak yang terkait menindaklanjuti dengan langkah-langkah konkrit untuk menjawab tuntutan pasar terhadap produk hortikultura. Pernyataan tersebut menjadi inspirasi kuat untuk PT Bumi Sari Lestari. Secara hukum PT Bumi Sari Lestari berdiri dengan akte notaris No. 13 tanggal 19 November tahun 2011, kemudian dalam perkembangannya PT Bumi Sari Lestari sekarang berubah akte notaris No. 46 tanggal 19 Mei 2014. Pada launching perdananya PT Bumi Sari Lestari melakukan ekspor dengan negara tujuan Singapura yang dilakukan oleh Gubernur Jawa Tengah pada saat itu H.Bibit Waluyo di Soropadan, Temanggung pada bulan Juni 2012. PT Bumi Sari Lestari terus tumbuh dan berkembang sebagai eksportir sayuran dan buah-buahan terbesar di Jawa Tengah. Dengan visi “Bersama petani hortikultura menuju kualitas produk ekspor” dan misi “Siapkan bibit unggul, olah lahan dan perawatan serta jaminan pasca panen dan menjaga kualitas, kuantitas, dan kontinuitas produk hortikultura” PT Bumi Sari Lestari berkembang dan semakin maju hingga sekarang. Sesuai visi dan misi yang memiliki karakter tajam dan membumi tersebut PT Bumi Sari Lestari melakukan ekspor yang berbasis pada kualitas, kuantitas, dan kontiunitas serta membangun kerja sama dan kemitraan dengan petani dan kelompok tani atau gabungan kelompok tani.
II-1
Perusahaan ekspor ini berkantor di Jl. Abu Bakrin 115, Sandangsari RT 04/08, Madyocondro, Secang, Magelang, Jawa Tengah dan memiliki warehouse di Jl. Raya Magelang-Semarang km. 13 Soropadan, Pringsurat, Temanggung, Jawa Tengah. Tujuan ekspor utama saat ini PT Bumi Sari Lestari adalah Singapura. Singapura dipilih karena memiliki beberapa pertimbangan yaitu jarak negara yang relatif dekat, prospek yang bagus dari populasi penduduk Singapura yang memerlukan produk sayuran dan buah dalam jumlah yang besar setiap harinya dan importir Singapura memiliki jaringan pasar swalayan, hotel, atau restoran yang memiliki permintaan relatif stabil setiap tahunnya. Pemilihan pasar Singapura secara khusus ditunjang dengan telah ditandatangani kesepakatan antara pemeritah kedua negara, khususnya terkait dengan provinsi Jawa Tengah pada saat itu, untuk meningkatkan pangsa pasar sayuran dan buah-buahan Indonesia dari 6% ditahun 2009 menjadi 30% tahun 2014.
Gambar 2.1 Gambar Struktur Organisasi PT Bumi Sari Lestari
Gambar 2.1 diatas merupakan struktur organisasi dari PT Bumi Sari Lestari. Kedudukan tertinggi pada PT Bumi Sari Lestari dipegang oleh President Director yang berhubungan langsung dengan general manager terdiri dari beberapa operational expert. General Manager akan berhubungan langsung dengan bagian management information system, production, finance accounting dan purchasing, personnel dan general affair, plantation yang terdiri dari plantation expert, serta marketing. Production, finance accounting dan purchasing, personnel dan II-2
general affair, plantation, serta marketing akan dikoordinasikan oleh bagian management information system. Produksi sayur dan buah ekspor PT Bumi Sari Lestari bekerjasama dengan petani, gapoktan, maupun pengepul dibeberapa daerah. Sesuai dengan visi dan misinya PT Bumi Sari Lestari sudah melakukan kontrak kerjasama dengan petani french beans di daerah sekitar Temanggung dan Yogyakarta. Petani tersebut akan dibina oleh seorang agronom dari PT Bumi Sari Lestari. Agronom tersebut bertugas dalam mengontrol dan mengawasi perkembangan penanaman sayur french beans. Mulai dari penanaman dan proses perawatan hingga panen agronom akan mengarahkan dan mengontrol. Kontrol berupa penjadwalan tanam, cara penanaman, dan penjadwalan panen. Perusahaan juga memberikan bibit french beans pada petani yang bekerjasama, hal tersebut dilakukan perusahaan agar petani mendapat bibit unggul french beans dan penanaman mendapat hasil yang terbaik. Bagi petani dan supplier yang bekerjasama dengan PT Bumi Sari Lestari, biasanya akan dihubungi melalui pihak PT Bumi Sari Lestari mengenai ketersediaan buah ataupun sayur yang diinginkan perusahaan. Sebelumnya supplier tersebut akan berdiskusi mengenai cara pembelian. Cara pembelian tersebut ada tiga jenis yaitu mou, trading, dan abras. Mou merupakan transaksi yang melibatkan petani yang telah kontrak atau bekerjasama dengan PT Bumi Sari Lestari pembelian dilakukan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati, trading merupakan transaksi dimana buah atau sayur dari supplier dibeli tetapi buah dan sayur yang tidak sesuai dengan spesifikasi akan dikembalikan, dan abras pihak PT Bumi Sari Lestari membeli semua buah dan sayur yang telah disediakan supplier. Produksi dilakukan sesuai dengan order distributor luar negeri yang diterima oleh perusahaan. Setiap tahunnya pengecekan akan buah dan sayur dilakukan oleh distributor luar negeri mengenai kandungan yang terdapat pada sample buah atau sayur yang dikirim oleh perusahaan sebelum dilakukan kerjasama ekspor. distributor memberikan spesifikasi secara fisik dan kandungan yang harus dipenuhi oleh perusahaan. Perusahaan akan merencanakan pemenuhan pemesanan tersebut. Proses produksi sayur french beans diluar perusahaan dilakukan kontrol terhadap petani dan supplier oleh agronom dari perusahaan. Kontrol dilakukan
II-3
oleh agronom agar sayur yang didapat perusahaan sesuai dengan kriteria yang diinginkan pemesan. Proses produksi sayur french beans dalam perusahaan dilakukan dalam beberapa tahapan. 1.
Penimbangan Pada saat sayur datang dilakukan penimbangan oleh penanggungjawab
penimbangan. Dilakukan pencatatan awal pada buku dan dicatatkan pada Slip Proses Produksi (SPP) serta nomer nota terima (NTK).
Gambar 2.2 Penimbangan sayur
2.
Penyortiran Berikutnya french beans akan disortir sesuai dengan kriteria yang telah
ditentukan. Penyortiran dilakuakan oleh sekelompok produksi, kelompok ini bertugas untuk menyortir hingga pengemasan french beans. Dalam kelompok produksi ada seorang penanggungjawab yang mencatat dan mengawasi proses yang ada. Kelompok produksi ini dibagi menjadi dua proses, yaitu penyortiran dan pengemasan. Pencatatan dilakukan untuk jumlah french beans yang masuk spesifikasi atau tidak.
Gambar 2.3 Penyortiran sayur
II-4
3.
Pengemasan Proses berikutnya yaitu pengemasan atau pengemasan. Pengemasan pertama
french beans akan dimasukkan kedalam plastik kemas yang ditimbang sesuai dengan ketentuan, berikutnya kemasan-kemasan tersebut dimasukkan dalam kardus french beans yang jumlahnya telah ditentukan.
Gambar 2.4 Pengemasan sayur
4.
Penyimpanan Penyimpanan french beans dilakukan bila kuota produksi telah dipenuhi dan
terdapat sisa french beans yang telah disortir.
Gambar 2.5 Penyimpanan sayur
5.
Pengiriman Setelah pengemasan dilakukan proses berikutnya adalah pengiriman.
Pengiriman ke luar negeri dilakukan oleh perusahaan yang telah bekerjasama dengan PT Bumi Sari Lestari. Sehingga PT Bumi Sari Lestari hanya mengirim hingga ke tempat perusahaan tersebut. Dilakukan pemasukan muatan oleh pegawai dan dilakukan pengawasan oleh seorang penanggungjawab pengiriman, seorang driver dan pegawai akan mengantar barang yang tersebut hingga ke forwarder dan diberikan delivery note.
II-5
Gambar 2.6 Pengiriman sayur
2.2
Tinjauan Teori Pada subbab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori yang digunakan
dalam penelitian ini. Antara lain rantai pasok, traceability, SCOR (Supply chain Operation Reference), Radio Frequency Identification (RFID), tanaman buncis, dan penelitian terkini.
2.2.1 Rantai Pasok Rantai pasok merupakan cara-cara yang dilakukan oleh perusahaan yang terintegrasi untuk menambah atau meningkatkan efesiensi melalui mata rantai supplier yang terkait, mulai dari supplier awal hingga customer akhir. Cara perusahaan tersebut dilakukan dengan meningkatkan komunikasi dan kerjasama dalam setiap kaitan rantai perusahaan, yang terlibat dalam pembuatan produk (Kosasih, 2009). Sedangkan menurut Nahmias (2005), sebuah rantai pasokan adalah seluruh jaringan yang terkait pada aktivitas dari sebuah proses yang mengaitkan pemasok, pabrik, gudang, toko, dan pelanggan. Menurut Pujawan (2005) rantai pasok merupakan jaringan perusahaanperusahaan
yang
bersama-sama
bekerja
sama
untuk
menciptakan dan
menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Yang termasuk perusahaan-perusahaan tersebut antara lain supplier, pabrik, distributor, toko atau retailer, serta perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik. Pada rantai pasok biasanya terdapat tiga macam aliran yang harus dikelola. Aliran pertama yaitu barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream), produk yang selesai diproduksi dikirim ke distributor, lalu ke retailer, kemudian
II-6
ke pemakai akhir. Aliran kedua yaitu aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Dan aliran ketiga yaitu aliran informasi yang terjadi dari hulu ke hilir maupun sebaliknya. Informasi mengenai ketersediaan kapasitas, status pengiriman, dan informasi yang lainnya terkait tentang aliran barang yang disediakan oleh perusahaan-perusahaan dalam hal ini termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau retailer, serta perusahaan-perusahaan pendukung berguna untuk menciptakan integrasi dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Dalam rantai pasok terjadi komunikasi secara dua arah. Informasi mengenai jumlah permintaan serta kebutuhan dan keinginan konsumen dapat diperoleh melalui konsumen sebagai pengguna produk. Informasi yang telah diperoleh kemudian disampaikan kepada jaringan pemasaran yang dimiliki untuk diteruskan kepada perusahaan. Lalu perusahaan akan melakukan evaluasi untuk menanggapi informasi dari pelanggan. Informasi yang berasal dari konsumen dapat digunakan untuk mengevaluasi supplier bahan baku serta sumber daya yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan konsumen tersebut. Oleh karena itu rantai pasok harus dikelola dengan baik agar berjalan sesuai dengan prosedur. Pelaku rantai pasok mencakup semua bagian diantaranya suppliers, produsen, distributor dan pelanggan, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam memenuhi permintaan pelanggan. Supply chain (rantai pasok) adalah suatu sistem yang dilakukan oleh kelompok-kelompok atau organisasi untuk menyalurkan barang atau jasa yang mereka produksi hingga sampai kepada tangan end customer dengan mempunyai tujuan yang sama yaitu membuat pengadaan dan penyaluran produk tersebut sebaik mungkin (Indrajit, 2002). Sistem tersebut meliputi kegiatan-kegiatan penting, berhubungan dengan supplier, distributor, dan konsumen (Djokopranoto, 2002). Menurut Schroeder dalam Rangkuti (2004) rantai pasok merupakan alur aliran proses bisnis dan informasi mengenai suatu produk atau jasa yang terdapat berbagai informasi yang dibutuhkan dalam menghasilkan produk atau jasa tersebut serta proses yang dilalui produk atau jasa tersebut, mulai dari aktifitas manufaktur hingga distribusi ke customer akhir. Dari pendefinisian tersebut pada penelitian ini pengertian rantai pasok adalah aliran proses bisnis dan informasi
II-7
yang terdapat dalam masing-masing entitas terhadap area bisnis serta aktifitasnya dari supplier, distributor, pasar, ritel atau toko yang berintegrasi menghantarkan produk ke pengguna akhir.
2.2.2 Traceability Beberapa organisasi dan peneliti masing-masing memiliki definisi tersendiri mengenai traceability. Diantaranya adalah: a.
Sistem manajemen mutu ISO 9000:2000, traceability memiliki
definisi kemampuan dalam melacak sejarah, lokasi atau aplikasi yang dapat menjadi pertimbangan yang berhubungan dengan asal bahan dan suku cadang, serta sejarah pengolahan. b.
Codex Alimentarius mendefinisikan traceability secara sederhana
yaitu kemampuan dalam mengikuti perjalanan pangan pada setiap tahapan produksi, proses, dan distribusi. c.
Kamus Webster mendefinisikan traceability adalah kemampuan untuk
mengikuti atau studi tentang kedetailan, tahap demi tahap, sejarah mengenai aktivitas atau proses yang pasti d.
Kemampuan untuk menelusur asal usul, pemakaian, atau lokasi dari
sesuatu dibawah pertimbangan tertentu (International Organization for Standardization, 1994). e.
Traceability merupakan kensep hubungan semua produk dan semua
jenis dari rantai pasok (Regattieri dkk., 2007). CIES tahun 2005 mengungkapkan sistem traceability memiliki beberapa tujuan antara lain : 1.
Keamanan pangan Dalam hal ini traceability berperan dalam keamanan pangan untuk
mencegah insiden makanan berbahaya yang terjadi. Dengan adanya traceability proses penelusuran produk ke sumber bahaya lebih efisien dan sederhana bila setiap entitas atau mitra dalam rantai produk memiliki catatan yang terorganisir sehingga dapat mengidentifikasi produk yang berpotensi berbahaya, mencegah atau meminimalkan bahaya untuk konsumen, serta menghindari opini negatif
II-8
publik pada produk tertentu yang dapat membuat penurunan penjualan pada produk lainnya. 2.
Membantu industri dalam penjaminan mutu dan pemantauan proses Sistem traceability merupakan sistem yang dapat terintegrasi dengan sistem
yang lain seperti RFID serta berkaitan dengan kualitas dan juga sistem manajemen produksi. Pada sistem lain dalam traceability akan berorientasi pada proses serta produk
yang bersifat proaktif dan reaktif, kualitas dan sistem manajemen
produksi berguna dalam memantau produk sebagai tindakan korektif dalam memastikan produk aman dan sesuai standar sementara traceability akan bereaksi dengan mengingat ketidakamanan produk dan produk yang keluar dari standar pasar. 3.
Meningkatkan produksi Informasi yang terdapat dalam rantai traceability memungkinkan untuk
membangun historis pada suatu daerah mengenai produksi, pengolahan, penyimpanan, transportasi, dan membuat feedback untuk meningkatkan kualitas dari produk, hasil, kondisi, dan pengiriman, sehingga keamanan dan kualitas pangan bagi konsumen terjamin. Dari informasi traceability yang didapat oleh produsen akan membantu produsen dalam membuat keputusan yang bertujuan untuk meningkatkan produksi.
Pada prakteknya ada beberapa jenis sistem traceability antara lain : 1.
Paper-base Traceability Systems Sistem berbasis kertas ini adalah bentuk paling sederhana dari pencatatan
informasi sistem ketertelusuran. Sistem kertas bergantung pada pengguna untuk merumuskan template pencatatan yang efektif sehingga dapat digunakan untuk merekam parameter penting terkait dengan produk. Sistem kertas dapat menjadi pilihan paling mudah, namun sebenarnya mahal untuk operasional kecil karena operator harus mempertimbangkan waktu yang dibutuhkan untuk mencatat, memelihara catatan kertas, dan kemampuan untuk mencari referensi melalui catatan jika masalah terjadi. Selain itu semua informasi yang dicatat dalam paper-base traceability mempunyai kekurangan yaitu memperlambat analisis informasi, informasi
II-9
terputus-putus, tidak dapat di akses secara bersamaan, sehingga secara tidak langsung akan menambah biaya dan waktu yang diperlukan. Kelebihan : a. Biaya rendah. b. Praktis. c. Tahan lama jika diarsipkan dalam kondisi yang baik. d. Dokumen ditandatangani, sebagai dasar hukum representasi. Kelemahan :
2.
a.
Pengambilan dokumen dapat memakan waktu.
b.
Jumlah dokumen untuk diarsipkan bisa sangat banyak.
c.
Kertas rentan terhadap kelembaban, api dll.
d.
Pertukaran informasi hanya pada waktu-waktu lokasi tertentu.
e.
Kertas dapat dengan mudah disalin atau dipalsukan.
f.
Sekali hilang, informasi tidak dapat dengan mudah direkonstruksi.
g.
Susah dan tidak praktis untuk dianalisis.
Computer-base Systems Informasi yang dapat direkam di atas kertas dapat ditangkap pada sistem
teknologi informasi. Sistem informasi memiliki keuntungan tambahan untuk dapat menghubungkan dan mengolah data sebagai bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan . Kelebihan : a. Informasi dapat dikorelasikan untuk mengidentifikasi dengan cepat dan efisien. b. Ketertelusuran interlinking informasi dengan penjualan / produksi / account dll c. Interlinking perangkat lunak dengan mitra eksternal (pemasok / pelanggan) Kekurangan : a. Biaya lebih mahal. b. Terkadang sistem tidak dapat disinkronkan dengan sistem lain atau perangkat lunak lain.
II-10
3.
Bar Coding Systems Bar coding adalah teknologi yang relatif matang dan telah digunakan secara
ekstensif dibeberapa sektor perindustrian. Pada dasarnya barcode menggunakan kode numerik atau alfanumerik sebagai sarana identifikasi. Kode ini diterapkan pada label dan dibaca dengan pembaca kontak. Tujuan utama dari barcode adalah untuk mengidentifikasi item dan menghilangkan atau mengurangi kesalahan manusia dengan menyediakan pendekatan elektronik antarmuka dengan sistem komputer perusahaan. 4.
RFID Systems Radio frequency identification (RFId) adalah versi elektronik dari teknologi
barcode, tidak perlu seorang individu berhadapan langsung karena informasi dilewatkan melalui gelombang radio. Penerapan teknologi barcode dalam teknologi rantai pasokan secara luas diterapkan di seluruh entitas rantai. Informasi tentang barcode harus melewati dari satu tahap ke tahap lainnya di seluruh rantai. Pada kenyataannya bahwa RFId hanya mengurangi risiko kesalahan manusia, barcoding memberikan mekanisme yang sangat baik di semua sektor untuk melacak gerakan dari rantai pasokan. Keuntungan : a. Standar untuk kode produk (EAN / UCC) sudah matang. b. Banyak digunakan dan biayanya efektif. c. Digunakan untuk melacak batch. d. Digunakan untuk paket-paket individual. e. Dapat merekam tanggal kadaluwarsa. Kekurangan : a. Pembacaan tag terkadang harus didekatkan secara langsung. Berdasar pendefinisian serta tujuan dari traceability yang ada pada penelitian ini, traceability didefinisikan sebagai kemampuan dalam menelusur alur rantai pasok suatu produk untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk penjaminan mutu serta kualitas suatu produk.
II-11
2.2.2.1 Manfaat Traceability Dalam kaitannya dengan rantai pasok makanan, beberapa peneliti menyebutkan bahwa traceability sangat potensial dalam mengurangi risiko dan biaya yang berhubungan dengan penanganan penyakit pada makanan serta menghilangkan
bahaya
pada
keamanan
makanan.
Beberapa
penelitian
menyebutkan bahwa terdapat banyak manfaat pada traceability yaitu mengurangi biaya pengobatan (Hobbs dkk., 2005); mengurangi biaya kehilangan produktivitas tenaga kerja (Kelepouris dkk., 2007; Lee dan Ozer, 2007),; mengurangi waktu pemanggilan ulang (recall) (Hobbs dkk., 2005; Banterle and Stranieri, 2008); dan menjamin konsistensi keamanan makanan (Pettitt, 2001; Meuwissen dkk., 2003; Beulens dkk., 2005; Schwägele, 2005). Fungsi lain dari traceability adalah keakurasian informasi produk kepada konsumen dan memungkinkan konsumen dalam mendapatkan informasi yang relevan pada keamanan dan kualitas makanan, konsumen akan bersedia membayar dengan harga tinggi untuk produk yang terjamin sesuai dengan yang diinginkan (Hobbs dkk., 2005; Loureiro and Umberger, 2007; Summer and Pouliot, 2008; Chryssochoidis dkk., 2009).
2.2.2.2 Prinsip Treceability Dalam penggunaan konsep traceability ini, maka beberapa prinsip yang harus diperhatikan adalah: 1. Perusahaan harus menentukan mengenai apa yang perlu untuk dilakukan pelacakan. Barang yang dapat dilacak diantaranya: -
Produk atau barang dagang (misal kardus, barang yang dibutuhkan konsumen)
-
Unit logistik (misal wadah untuk mengirim barang)
-
Pengiriman atau perpindahan produk atau barang dagang
2. Semua barang yang akan dilacak harus diidentifikasi dengan unik dan informasinya diberikan kepada seluruh rekan rantai pasuk yang memiliki pengaruh. 3. Ketika produk disusun kembali/ dilakukan pengemasan ulang, produk baru harus menggunakan tanda identifikasi baru (GTIN). Meski demikian hubungan antara produk baru dengan input asal tetap terkoneksi.
II-12
4. Ketika unit logistik disusun kembali/ dilakukan pengemasan ulang, unit logistik baru harus menggunakan tanda identifikasi baru (SSCC). Meski demikian hubungan antara unit logistik baru dengan input asal tetap terkoneksi. 5. Semua rantai pasok harus secara sistematis terhubung antara aliran produk dengan aliran informasi mengenai produk-produk tersebut. Nomor identifikasi dari produk yang dilacak harus dikomunikasikan pada dokumen perusahaan terkait. 6. Masing-masing dari Partner Traceability (berupa perusahaan) harus bisa mengidentifikasi sumber langsung (supplier) dan penerima langsung (konsumen) dari produk yang dilacak. 7. Seluruh bagian rantai pasok membutuhkan internal dan eksternal traceability. (Pelaksanaan dari internal traceability harus memastikan bahwa hubungan antara input dan output penting untuk dijaga). 8. Semua aset (kekayaan perusahaan) yang memerlukan pelacakan harus bisa diidentifikasi secara baik. 9. Palabelan yang menunjukkan nomor identifikasi suatu barang harus berada di kemasan sampai barang tersebut dikonsumsi atau rusak oleh partner dagang berikutnya. Prinsip ini diaplikasikan selama barang tersebut adalah bagian dari kemasan yang sangat besar.
2.2.3 SCOR (Supply Chain Operation Reference) SCOR (Supply Chain Operation Reference) merupakan kerangka pengukuran kinerja supply chain yang dikembangkan dan dikenalkan oleh Supply Chain Council (SCC). Pendekatan ini dikembangkan dan juga digunakan untuk mendefinisikan proses manajemen serta mengukur kinerja dari supply chain. SCOR merupakan suatu cara yang dapat digunakan perusahaan untuk mengkomunikasikan sebuah kerangka yang menjelaskan mengenai rantai pasok secara
detail,
mendefinisikan
dan
mengategorikam
proses-proses
yang
membangun metrik-metrik atau indikator pengukuran yang diperlukan dalam pengukuran kinerja rantai pasok.
II-13
Pengembangan
sistem
pengukuran
kinerja
rantai
pasok
perlu
mempertimbangkan karakter-karakter khusus dari rantai pasok yang akan diukur (Aramyam dkk, 2006). Umumnya rantai pasok pertanian terdiri dari dua jenis, yaitu rantai pasok produk pertanian segar dan rantai pasok produk olahan pertanian. Dalam penelitian ini jenis rantai pasok yang digunakan adalah rantai pasok produk pertanian segar, dimana untuk jenis tersebut memperhatikan beberapa aspek khusus, yaitu mudah rusak dan perubahan tingkat mutu produk sepanjang rantai pasok, waktu produksi/budidaya yang lama, produk musiman, membutuhkan moda transportasi dan fasilitas penyimpanan yang terkondisi, kuantitas dan mutu produk sangat dipengaruhi oleh banyak peubah seperti cuaca, hama/penyakit, bulky, sensitif dengan isu-isu lingkungan, ditentukan oleh atribut fisik produk seperti rasa, warna, ukuran, tekstur, dan lainnya, lalu faktor kenyamanan saat dikonsumsi/dimakan, keamanan produk, dan persepsi mutu (Aramyam, dkk, 2006).
Gambar 2.7 Gambar integrasi komponen SCOR
Pada sudut pandang performance measurement, kerangka tersebut mencakup semua aspek dari kumpulan performance measure, measure dependencies sampai pendekatan evaluasi.
Sudut pandang performance
improvement, kerangka tersebut membentang di seluruh siklus performance
II-14
improvement untuk supply chain termasuk didalamnya langkah-langkah pemodelan, pengukuran, analisis dan improvement. Penjelasan mengenai langkah-langkah tersebut dijelaskan dibawah ini a. Membangun Model Kinerja Pada tahap ini model dari kinerja dibuat. Model kinerja ini terdiri dari tiga aspek yakni desain dari pengukuran kinerja (didalamnya terdapat sebuah pengukuran terstruktur yang seimbang, definisi dari ukuran dan perhitungan pengukuran serta pendekatan pengumpulan data), measure dependencies memetakan hubungan anatara ukuran-ukuran kinerja yang merupakan dasar dari analisa selanjutnya dan evaluation method. b. Mengukur Kinerja Supply chain Proses pengukuran kinerja didalamnya terdiri dari perhitungan ukuran dan evaluasi kinerja. Ukuran-ukuran dapat dihitung berdasarkan definisi – definisi proses dan data sebenarnya yang diambil dari supply chain. Evaluasi kinerja adalah sebuah proses pemberian bobot pada berbagai macam ukuran kinerja untuk mempresentasikan tingkat kepentingan dari setiap dimensi yang diukur. c. Analisa Kinerja Pada tahap ini akan menghasilkan beberapa pendekatan analisis kinerja untuk pengambilan keputusan dan perbaikan yakni gap analysis, prioritas ukuran dan analisis sebab akibat. d. Improvement Berdasarkan pengukuran dan analisis kinerja, improvement disini dapat dibagi menjadi dua subdivisi utama. Pertama, dengan menganalisa tingkat kepentingan dan hubungan antara ukuran-ukuran kinerja. Kedua dengan gap analysis dan process reengineering, dapat meningkatkan kinerja dari supply chain yang sesungguhnya.
Proses dalam SCOR terdiri dari tiga level yaitu : Level 1 merupakan top level yang terdiri dari lima proses manajemen utama supply chain yang menkarakteristikan kinerja dalam perspektif customer dan perspektif internal. Adapun lima proses manajemen tersebut yaitu :
II-15
a.
Plan : proses dalam menyeimbangkan permintaan dan pasokan, yang termasuk dalam proses ini seperti proses menaksir kebutuhan distribusi, perencanaan produksi, perencanaan kapasitas, dan perencanaan serta pengendalian persediaan.
b.
Source merupakan proses dalam pengadaan barang atau jasa untuk memenuhi permintaan, proses ini mencakup penjadwalan pengiriman dari supplier, menerima, mengecek, dan memberikan pembayaran untuk barang yang dikirim supplier, memilih supplier, dan lain sebagainya.
c.
Make merupakan proses dalam menjadikan bahan baku menjadi produk yang diinginkan pelanggan, dalam make proses yang terlibat seperti penjadwalan produksi, melakukan kegiatan produksi serta pengetesan kualitas, dan lain sebagainya.
d.
Delivery yaitu proses untuk memenuhi permintaan terhadap barang maupun jasa yang biasanya meliputi order management, transportasi, dan
distribusi. Proses yang telibat seperti menangani pesanaan
pelanggan, pemilihan perusahaan jada pengiriman, penanganan kegiatan pergudangan produk, dan mengirim tagihan ke pelanggan. e.
Return merupakan proses pengembalian atau menerima pengembalian produk karena berbagai alasan, proses yang dilakukan seperti identifikasi
kondisi
produk,
pengembalian
cacat,
penjadwalan
pengembalian, melakukan pengembalian dan lainnya.
Level 2 merupakan level yang digunakan untuk konfigurasi dan sangat berhubungan dengan pengkategorian proses. Pada level 2 ini dilakukan pendefinisian kategori – kategori terhadap setiap proses pada level 1. Pada level ini, proses di susun sejalan dengan strategi supply chain. Tujuan yang hendak dicapai pada level 2 ini adalah menyederhanakan supply chain dan meningkatkan flexibility dari keseluruhan supply chain. Pada level 2 ini, kendala market, kendala produk, dan kendala perusahaan digunakan untuk menyusun proses inter dan intra- perusahaan. Di level 2 ini setiap proses inti dari SCOR ditampilkan lebih
II-16
rinci dari tiga tipe proses SCOR, yaitu planning (perencanaan), excecution (pelaksanaan) dan enable (pengaturan antara perencanaan dan pelaksanaan). Level 3 adalah level elemen proses yang merupakan level terbawah dari SCOR model. Pada level ini, perusahaan harus mendefinisikan secara detail proses-proses yang teridentifikasi begitu juga dengan ukuran kinerja dan juga best practice pada setiap aktivitas. Level kinerja dan practices didefinisikan untuk proses-proses elemen ini. Dalam level ini, benchmarking dan atribut –atribut yang diperlukan juga dibutuhkan untuk enabling software. Pada level 3 ini akan terbentuk konfigurasi As-Is-Process yang disertai input (masukan), output (keluaran) dan basic logic flow dari elemen-elemen proses. Sedangkan level 4 merupakan implementasi dari supply chain yang bukan termasuk level proses. Pada level implementasi, yakni level yang berada dibawah level 3, elemen proses diuraikan kedalam task dan aktivitas lanjutan. Level implementasi ini tidak mencakup dalam lingkup SCOR model. Pada level ini digambarkan secara detail tugas-tugas didalam setiap aktivitas yang dibutuhkan pada level 3 untuk mengimplementasikan dan mengelola supply chain berbasis harian. Pendekatan
SCOR
(Supply
chain
keuntungan dalam penggunaannya.
Operation
Adapun
Reference)
keuntungannya
memiliki
yaitu
dapat
memperlihatkan hubungan antara tujuan umum dari perusahaan berupa taktik dan strategi dengan operasi supply chain secara keseluruhan serta SCOR (Supply chain Operation Reference) model ini dapat membantu dalam mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memonitoring performa dari sistem supply chain yang ada.
2.2.4 Tanaman Buncis Tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L.) berasal dari wilayah selatan Meksiko dan wilayah panas Guatemala. Pada kondisi liar, buncis ditemukan di dataran rendah hingga dataran tinggi, dan di lingkungan kering hingga lembab (Duke, 1981). Buncis berdaging kurang dapat beradaptasi terhadap iklim dibandingkan tipe biji kering. Buncis merupakan sumber protein, vitamin dan mineral yang penting dan mengandung zat-zat lain yang berkhasiat untuk obat dalam berbagai macam penyakit. Gum dan pektin yang terkandung dapat
II-17
menurunkan kadar gula darah, sedangkan lignin berkhasiat untuk mencegah kanker usus besar dan kanker payudara. Serat kasar dalam polong buncis sangat berguna untuk melancarkan pencernaan sehingga dapat mengeluarkan zat-zat racun dari tubuh (Cahyono, 2007). Zat-zat gizi yang terdapat di dalam buncis dalam 100 g bahan yang dapat dimakan dapat dilihat pada Tabel
Tabel 2.1 Kandungan nilai gizi dan kalori kacang buncis per 100 g bahan
Tanaman buncis berbentuk semak atau perdu. Tinggi tanaman buncis tipe tegak berkisar antara 30-50 cm sedangkan tipe merambat dapat mencapai 2 m. Kacang buncis dan kacang jogo mempunyai nama ilmiah yang sama yaitu Phaseolus vulgaris L. Perbedaannya pada tipe pertumbuhan dan kebiasaan panennya. Kacang buncis tumbuh merambat (pole beans) dan dipanen polong mudanya, sedangkan kacang jogo/kacang merah merupakan kacang buncis jenis tegak atau tidak merambat, yang umumnya dipanen polong tua atau bijinya saja, sehingga disebut bush bean. Nama umum kacang buncis adalah Snap beans atau French beans (Rukman, 1998). Berdasarkan kegunaannya, buncis terbagi menjadi 4 kelompok, yaitu: 1. Buncis Perancis: bagian yang dikonsumsi ialah polong berdaging yang berwarna hijau, kuning, atau ungu yang mengandung biji yang belum berkembang. Polong tidak mempunyai mempunyai urat samping atau lapisan lir-kertas. 2. Buncis filet haricot: polong mengandung urat samping (string), tetapi polong muda berdaging yang dikonsumsi.
II-18
3. Buncis haricot: biji segar adalah bagian yang dimakan, sedangkan polong mengandung urat samping dan serat umumnya tidak dikonsumsi. 4. Buncis bijian kering: biji kupasan kering adalah bagian yang dikonsumsi, sedangkan polong mempunyai urat samping, serat, lapisan lir kerts, dan tidak dimakan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) pada tahun 1999 telah melepas 3 varietas buncis dengan tipe pertumbuhan merambat yaitu varietas Horti 1, Horti 2, dan Horti 3; dan pada tahun 2011 telah melepas 3 varietas buncis dengan tipe pertumbuhan tegak yaitu varietas Balitsa 1, Balitsa 2, dan Balitsa 3. Berikut ini adalah deskripsi 6 varietas buncis yang telah dilepas Balitsa: 1. Horti 1 Varietas ini merupakan introduksi kultivar WITSA dari Taiwan dengan nomor galur BPH-1801BR. Tanaman mulai berbunga pada umur 43-46 hari setelah tanam (HST) dan mulai dapat dipanen pada umur 52-54 HST. Polong muda berwarna hijau, bentuknya bulat masif (tidak berongga), ujung agak melengkung dan bekas tangkai putik lurus, rasanya manis (4,3 brix), panjang 16-18 cm, lebar 0,9 cm, dan berserat halus (stringless) serta bobot per polong 9,5-10 gram. Potensi hasilnya setelah 2 minggu sejak bunga mekar sebesar 25,3 ton/ha, dan setelah 4 minggu sejak bunga mekar sebesar 48,2 ton/ha. Varietas ini rentan terhadap penyakit karat daun dan antraknos. Horti 1 cocok ditanam di dataran tinggi dan medium pada musim kemarau.
Gambar 2.9 Gambar varietas sayur buncis horti 1
2. Horti 2 Varietas ini merupakan hasil seleksi dari keturunan yang berasal dari persilangan antara buncis rambat lokal Surakarta dan buncis rambat Manoa
II-19
Wonder asal Hawaii. Tanaman mulai berbunga pada umur 44-48 hari setelah tanam (HST) dan mulai dapat dipanen pada umur 53-57 HST. Polong muda berwarna hijau, bentuk bulat masif (tidak berongga), dan relatif lurus, rasanya manis (4,0 brix), panjang 15,3-17,0 cm, lebar 0,9 cm, berserat halus (stringless) serta bobot per polong 9,4-10 gram. Potensi hasil setelah 2 minggu sejak bunga mekar sebesar 12,6 ton/ha dan setelah 4 minggu sejak bunga mekarsebesar 37,7 ton/ha. Varietas ini tahan terhadap penyakit karat daun serta sesuai ditanam di dataran tinggi dan medium pada musim kemarau.
Gambar 2.10 Gambar varietas sayur buncis horti 2
3. Horti 3 Varietas ini merupakan hasil seleksi dari keturunan yang berasal dari persilangan antara buncis rambat lokal Surakarta dan buncis rambat Manoa Wonder asal Hawaii. Tanaman mulai berbunga pada umur 45-48 hari setelah tanam (HST) dan mulai dapat dipanen pada umur 55-58 HST. Polong muda berwarna hijau, bentuk agak bulat masif (tidak berongga), agak melengkung pada ujung seperti pancing, rasanya manis (4,3 brix),panjang 15,5-17,25 cm, lebar 0,9 cm dan berserat halus (stringless) serta bobot per polong 8,6-9 gram. Potensi hasil setelah 2 minggu sejak bunga mekar sebesar 15,7 ton/ha dan setelah 4 minggu sejak bunga mekar sebesar 36,1 ton/ha. Varietas ini tahan terhadap penyakit karat daun dan sesuai ditanam di dataran tinggi dan medium pada musim kemarau.
II-20
Gambar 2.11 Gambar varietas sayur buncis horti 3
4. Balitsa 1 Varietas ini merupakan introduksi dari Belanda. Tanaman mulai berbunga pada umur 30-35 hari setelah tanam (HST) dan mulai dapat dipanen pada umur 53-55 HST. Polong muda berwarna hijau muda, bentuknya lurus, rasanya agak manis, panjang 15-16 cm, lebar 0,7-0,8 cm dan tekstur halus serta bobot per polong 10-15 gram. Jumlah polong per tanaman 30-40 buah dengan bobot 250-300 gram. Dari populasi 70.000-80.000 tanaman per hektar dan kebutuhan benih 25-30 kg/ha dapat dihasilkan polong 18,4-19,0 ton. Keunggulan varietas ini ialah berbunga serempak dan berumur genjah serta dapat beradaptasi dengan baik di dataran medium pada ketinggian 400-500 m dpl.
Gambar 2.12 Gambar varietas sayur buncis balista 1
5. Balitsa 2 Varietas ini merupakan introduksi dari Perancis. Tanaman mulai berbunga pada umur 32-33 hari setelah tanam (HST) dan mulai dapat dipanen pada umur 47-48 HST. Polong muda berwarna hijau muda, bentuknya lurus, rasanya agak manis, panjang 16-17 cm, lebar 0,6-0,7 cm dan tekstur halus serta bobot per polong 8-10 gram. Jumlah polong per tanaman 50-60 buah dengan bobot 300-400 gram. Dari populasi 70.000-80.000 tanaman per hektar
II-21
dan kebututuhan benih 25-30 kg/ha dapat dihasilkan polong 20,0-23,8 ton. Keunggulan varietas ini ialah produksi tinggi, berbunga serempak dan berumur genjah serta dapat beradaptasi dengan baik di dataran medium pada ketinggian 400-500 m dpl.
Gambar 2.13 Gambar varietas sayur buncis balista 2
6. Balitsa 3 Varietas ini merupakan introduksi dari Amerika. Tanaman mulai berbunga pada umur 32-34 hari setelah tanam (HST) dan mulai dapat dipanen pada umur 48-50 HST. Polong muda berwarna hijau tua, bentuk agak melengkung, rasanya agak manis, panjang 14-15cm, lebar 0,9-1,0 cm dan tekstur halus serta bobot per polong 5-7 gram. Jumlah polong per tanaman 55-65 buah dengan bobot 300-400 gram. Dari populasi 70.000-80.000 tanaman per hektar dan kebututuhan benih 25-30 kg/ha dapat dihasilkan polong 20-24 ton. Keunggulan varietas ini ialah produksi tinggi, dan dapat beradaptasi dengan baik di dataran medium pada ketinggian 400-500 m dpl.
Gambar 2.14 Gambar varietas sayur buncis balista 3
II-22
2.3 Penelitian Terkini Penelitian terkini berikut menjadi referensi dalam pelaksanaan penelitian traceability menggunakan pendekatan SCOR pada perusahaan manufaktur. Berikut tabel penelitain terkini. Tabel 2.2 PenelitianTerkini No
Nama Judul dan Penelitian
Hasil Penelitian
1
TRACEABILITY SYSTEM OF FISH PRODUCTS - LEGISLATION TO IMPLEMENTATION IN SELECTED COUNTRIES . Nguyen Quynh Van, Sveinn V. Árnason, Halldór Ó. Zoega
Peraturan-peraturan yang terkait traceability dunia internasional yang di kombinasikan untuk diterapkan pada Icelandia
2
PEMETAAN AKTIVITAS RANTAI PASOK DALAM MEMBANGUN Pemetaan aktivitas rantai SISTEM TRACEABILITY PADA INDUSTRI pasok sesuai dengan area SARI APEL. Dwi Iryaning Handayani dan proses bisnisnya. Iwan Vanany
3
Desain Model Sistem Ketertelusuran Buah-Buahan di Tingkat Petani Menggunakan Teknologi RFID. Yusuf Priyandari, Yuniaristanto, dan Evizal
Penggambaran lebih detail bagaimana ketertelusuran buah-buahan dilakukan menggunakan teknologi RFID
4
Fruit Supply Chain Traceability in Indonesia Based on RFID Technology and GS1 Standard. Y. Priyandari, Yuniaristanto, W. Sutopo, R. Zakaria, E. A. Kadir
Desain rantai pasok buah dengan teknologi RFID di Indonesia
5
Food Traceability in Supply Chain Based on EPCIS Standard and RFID Technology. Evizal Abdul Kadir, Siti Mariyam Shamsuddin, Eko Supriyanto,Wahyudi Sutopo, and Sri Listia Rosa
Dapat menelusur dan melacak informasi produk yang dibuyuhkan oleh perusahaan.
6
7
Buyer–supplier relationship’s influence on traceability implementation in the vegetable industry. Luis Arturo Ra´ bade, Jose´ Antonio Alfaro Traceability as a strategic tool to improve inventory management: A case study in the food industry. Jose´ A.Alfaro , LuisA.Ra´bade
Menghasilkan desain traceability sayuran yang dibangun berdasarkan literatur dan penelitian tersebut. Menunjukkan mengapa sistem ketelusuran diperlukan dan bagaimana cara mengimplementasikannya
Berdasakan penelitian yang telah disajikan diatas maka penelitian kali ini menekankan ke traceability rantai pasok ekspor sayur melalui udara pada PT Bumi Sari Lestari dengan studi kasus french beans yang menggunakan pendekatan SCOR dan penerapan teknologi RFID.
II-23