BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepustakaan yang Relevan Ada beberapa buku yang penulis pakai dalam memahami dan langsung mendukung penelitian ini, diantaranya buku yang berkaitan dengan revitalisasi yang penulis gunakan adalah buku Kearifan Lokal, hakikat, peran, dan metode tradisi lisan ditulis oleh Robert Sibarani. Revitalisasi berasal dari kata vital yang artinya sesuatu yang sangat penting. Revitalisasi adalah usaha untuk menghidupkan kembali kebudayaan yang sudah jarang terlihat agar dikenali oleh generasi penerus guna menjaga kelestarian kazanah budaya suatu suku bangsa dari kepunahan. Salah satu kebudayaan yang saat ini membutuhkan peranan revitalisasi di dalamnya adalah folklor, sebagai salah satu cabang ilmu yang mempelajari tradisi lisan, budaya lisan, dan adat lisan. Tradisi lisan, budaya lisan, dan adat lisan, adalah pesan atau kesaksian yang disampaikan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Adapun ciri-ciri tradisi lisan: a) b) c) d) e) f) g) h) i)
Kebiasaan berbentuk lisan, sebagian lisan, dan bukan lisan, Memiliki peristiwa atau kegiatan sebagai konteksnya, Dapat diamati dan ditonton, Bersifat tradisional, Diwariskan secara turun-temurun, Proses penyampaian dengan media lisan atau “dari mulut ke telinga”, Mengandung nilai-nilai budaya sebagai kearifan lokal, Memiliki versi atau variasi, Berpotensi direvitalisasi dan diangkat secara kreatif sebagai sumber industri budaya, j) Milik bersama komunitas tertentu. 11
Wujud tradisi lisan: a) Tradisi berkesusasteraan lisan, b) Tradisi pertunjukan dan permainan rakyat, c) Tradisi teknologi tradisional, d) Tradisi pelambangan atau simbolisme, e) Tradisi musik rakyat. (Sibarani, 2012 :123-124). Buku yang berkaitan dengan folklor yang penulis gunakan adalah buku Folklor Indonesia ilmu gosip, dongeng, dan lain-lain ditulis oleh James Danandjaya. Brunvand (dalam Danandjaja, 1986: 21), mengungkapkan bahwa folklor dibedakan menjadi tiga kelompok besar berdasarkan tipenya, yaitu : (1) Folklor lisan (verbal folklor), adalah folklor yang bentuknya memang murni lisan. Bentuk-bentuk (genre) folklor yang termasuk kedalam kelompok ini antara lain (a) bahasa rakyat (folk speech) seperti logat, julukan, pangkat tradisional, dan titel kebangsawanan; (b) ungkapan tradisional, seperti pribahasa, pepatah, dan pameo; (c) pertanyaan tradisional, seperti teka teki; (d) puisi rakyat, seperti pantun, gurindam, dan syair; (e) cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda, dan dongeng; (f) nyanyian rakyat. (2) Folklor sebagian lisan (partly verbal folklor), adalah folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Bentukbentuk (genre) folklor yang termasuk kedalam kelompok ini antara lain (a) kepercayaan rakyat, (b) permainan rakyat, (c) teater rakyat, (d) tari rakyat, (e) adat-istiadat, (f) upacara, (g) pesta rakyat. (3) Folklor bukan lisan (non verbal folklor) adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Kelompok ini dapat dibagi menjadi dua subkelompok, yakni yang material dan yang bukan
12
material. Bentuk-bentuk folklor yang tergolong material antara lain: arsitektur rakyat (bentuk rumah asli daerah, bentuk lumbung padi, dan sebagainya), kerajinan tangan rakyat, pakaian dan perhiasan tubuh adat, masakan dan minuman rakyat, dan obat-obatan tradisional. Sedangkan yang termasuk bukan material antara lain: gerak isyarat tradisional (gasture), bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat (kentongan tanda bahaya di Jawa atau bunyi gendang untuk mengirim berita seperti yang dilakukan di Afrika), dan musik rakyat. Selanjutnya buku yang berisi tentang berbagai permainan rakyat yang penulis gunakan adalah buku Budaya Melayu ditulis oleh Farizal Nasution dan Asli Br. Sembiring, buku Permaian Anak-Anak Daerah Sumatera Utara ditulis oleh Abu Bakar, dkk. Kedua buku ini digunakan untuk mengetahui jenis-jenis permainan rakyat Melayu. Berikut ini penulis rincikan nama-nama permainan rakyat yang terdapat di kedua buku tersebut: 1. Buku Nasution/Sembiring : (a) Tong Along-Along, (b) Main Rimau, (c) Campak Bunga, (d) Sibimbit, (e) Mangohoi-Ahoi, (f) Timang sayang (g) TamTam Buku. 2. Buku Abu Bakar : (a) Tong Along-Along, (b) Main Rimau, (c) Campak Bunga, (d) Sibimbit, (e) Erbicik, (f) Erdeger, (g) Erpantek, (h) Mergaltuk, (i) Merkerang, (j) Mersibahe, (k) Merimbo-Imbo, (l) Merboni-Boni Saputangan, (m) Mersapsap Sere, (n) Merdetes, (o) Mertintin-Tintin, (p) Marsi Jacob, (q) Main Sisik, (r) Main Koceng-Kocengan, (s) Marburkuk, (t) Famaikara, (u) Fakete Bulu Go’o, (v) Fusukhu.
13
2.2 Teori yang Digunakan 2.2.1 Teori Revitalisasi Model revitalisasi: a) Penelitian bentuk dan isi tradisi lisan Melakukan penelitian kualitatif mengenai tradisi lisan untuk direvitalisasi dengan: - Observasi partisipatoris dan langsung, - Wawancara terbuka dan mendalam, - Diskusi kelompok terarah, - Kepustakaan/dokumen tertulis. b) Perencanaan tradisi lisan dan pendukungnya Mengikutsertakan masyarakat setempat dalam: - Menetapkan prioritas revitalisasi, - Merencanakan program revitalisasi, - Membentuk kelompok tradisi lisan, - Mengelola kelompok tradisi lisan, - Mensosialisasikan kelompok tradisi lisan kepada pendukungnya, - Meregenerasikan tradisi lisan. (Sibarani, 2012 : 294).
2.2.2 Teori Folklor Berdasarkan perbedaan sifat permainan, maka permainan rakyat (folk games) dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu permainan untuk bermain (play) dan permainan untuk bertanding (game). Roberts dan Sutton Smith dalam (Dananjaya, 1982: 171) mengatakan: Pembagian permainan bertanding: a) permainan bertanding yang bersifat keterampilan fisik (game of physical skill), b) permainan bertanding yang bersifat siasat (game of strategy), c) dan permainan bertanding yang bersifat untung-untungan (game of change).
14
2.2.3 Teori Fungsi Fungsi-fungsi folklor terutama yang lisan dan sebagian lisan menurut William dan Bascom dalam (Dananjaya, 1982 : 19) mengatakan: a) Sebagai system proyeksi (projective system), yakni sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif, b) Sebagai
alat
pengesahan
pranata-pranata
dan
lembaga-lembaga
kebudayaan, c) Sebagai alat pendidikan anak (pedagogical device), d) Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuh anggota kolektifnya.
15