BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Perencanaan
2.1.1 Pengertian Perencanaan
Perencanaan merupakan fungsi paling penting diantara semua fungsi
manajemen. Seperti yang telah diketahui bahwa setiap perusahaan dan manajemen pasti memiliki sasaran dalam setiap aktivitasnya. Untuk itu, perencanaan dilakukan untuk membawa perusahaan ke sasaran atau tujuan yang ingin dicapainya di masa yang akan datang. Dalam buku Pengantar Bisnis menyatakan bahwa ada beberapa keuntungan yang akan didapatkan apabila melakukan perencanaan dengan baik, yaitu : 1. Dapat mengidentifikasi peluang masa depan 2. Mengantisipasi dan menghindari permasalahan di masa depan 3. Mengembangkan rangkaian langkah strategik dan taktik (Fuad, 2003:93) Banyak para ahli berpendapat mengenai pengertian perencanaan, meskipun terdapat perbedaan antara satu dengan yang lainnya, namun pada prinsipnya memiliki konsep yang sama. Menurut Sjamsulbachri (2004:15) “Perencanaan merupakan proses dalam menentukan tujuan yang ingin dicapai dan strategi apa yang akan digunakan dalam usaha pencapaian tersebut.”
1
2
Hansen dan Mowen dalam bukunya yang berjudul Management
Accounting mengungkapkan bahwa perencanaan adalah pandangan ke depan
untuk melihat tindakan apa yang seharusnya dilakukan agar dapa mewujudkan
tujuan-tujuan tertentu. Sedangkan menurut M. Fuad (2000:94) menjelaskan,
“Perencanaan merupakan penetapan sasaran bagi kinerja organisasi di masa mendatang dan memutuskan upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk mencapainya.”
Dari beberapa pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa perencanaan merupakan hal penting bagi sebuah manajemen dimana di dalam fungsi tersebut manajemen menetapkan sasaran-sasaran yang ingin dicapai di masa yang akan datang dan juga menentukan tindakan-tindakan apa saja yang perlu dilakukan guna mendukung pencapaian dari sasaran-sasaran tersebut.
1.1.2
Perencanaan Laba Berangkat dari pengertian perencanaan adalah untuk menetapkan sasaran
atau tujuan sebuah manajemen, pada hakikatnya setiap perusahaan memiliki tujuan dan sasaran yang sama, yakni untuk mendapatkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Welsch, Hilton dan Gordon dalam buku Anggaran: Perencanaan dan Pengendalian Laba Buku 1 (2000:30) mengungkapkan bahwa rencana laba adalah gambaran keuangan dan naratif mengenai hasil yang diharapkan dari keputusan perencanaan. Dalam buku Akuntansi Biaya yang telah diterjemahkan oleh Krista, Carter dan Usry (2005:4) berpendapat bahwa “Perencanaan laba (profit planning) adalah
3
pengembangan dari suatu rencana operasi guna mencapai cita-cita dan tujuan perusahaan.Laba adalah penting dalam perencanaan karena tujuan utama dari
suatu rencana adalah laba yang memuaskan.”
Dari hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa perencanaan laba
merupakan proses untuk menentukan sebuah operasi guna mencapai tujuan dari perusahaan yakni laba yang sebanyak-banyaknya. setiap
Ada beberapa keuntungan dan juga keterbatasan atau kekurangan-
kekurangan yang terdapat dari perencanaan laba. Menurut Carter dan Usry (2005:6-7) perencanaan laba memiliki manfaat dan keuntungan sebagai berikut : 1.
Menyediakan suatu pendekatan yang disiplin atas identifikasi dan penyelesaian masalah.
2.
Menyediakan pengarahan ke semua tingkatan manajemen.
3.
Meningkatkan koordinasi.
4.
Menyediakan suatu cara untuk memperoleh ide dan kerja sama dari semua tingkatan manajemen.
Sedangkan keterbatasan atau kekurangan perencanaan laba adalah sebagai berikut : 1. Prediksi bukanlah suatu ilmu pasti, ada sejumlah pertimbangan dan estimasi. Karena suatu anggaran harus didasarkan pada prediksi atau kejadian masa depan, maka revisi atau modifikasi dari anggaran sebaiknya dilakukan ketika variasi dari estimasi membenarkan adanya perubahan dalam rencana.
4
2. Anggaran dapat memfokuskan perhatian manajemen dalam cita-cita
(seperti tingkat produksi yang tinggi atau tingkat penjualan kredit yang tinggi) yang tidak selalu sesuai dengan tujuan keseluruhan dari organisasi.
3. Perencanaan laba harus memperoleh komitmen dari manajemen
puncak dan kerja sama dari semua anggota manajemen. 4. Penggunaan anggaran secara berlebihan sebagai alat evaluasi dapat menyebabkan perilaku disfungsional. Manajer mungkin mencoba menggunakan anggaran untuk mencapai anggaran pribadi. 5. Perencanaan laba tidak menghilangkan atau menggantikan peran administrasi. 6. Penyusunannya memakan waktu. (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27793/4/Chapter%20II.pdf)
Dengan demikian, tetap saja pada dasarnya perencanaan laba tidak dapat dikatakan sempurna dikarenakan memiliki kelebihan dan kekurangan. Meskipun semua elemen melaksanakan aktivitasnya dengan disiplin dan akan menjadi sangat terkendali, akan tetapi perencanaan laba tetap saja prediksi yang mungkin tidak „tepat‟ untuk diterapkan dimasa yang akan datang dan dalam penyusunannya memerlukan waktu yang sangat lama.
1.1.3
Perencanaan Jangka Pendek Perencanaan merupakan salah satu fungsi pokok manajemen. Perencanaan
pada dasarnya merupakan kegiatan yang akan membentuk masa depan. Dalam
5
proses perencanaan laba jangka pendek, manajemen memerlukan informasi akuntansi diferensial yang terdiri dari informasi pendapatan diferensial dan
informasi biaya diferensial, untuk mempertimbangkan dampak perubahan volume
penjualan, harga jual dan biaya terhadap laba perusahaan. Break Even Point (BEP) atau titik impas adalah salah satu bagian dari
konsep analisis biaya-volume-laba. Analisis impas dan analisis biaya-volume-laba merupakan teknik yang menggunakan informasi akuntansi diferensial untuk
membantu
manajemen
dalam
perencanaan
laba
jangka
pendek
(Mulyadi,2001:226). Untuk itu, dapat diketahui bahwa analisis titik impas merupakan hal yang dapat membantu manajemen dalam merencanakan laba jangka pendek dan merupakan teknik yang menggunakan informasi akuntansi diferensial dalam perencanaannya.
1.2
Analisis Titik Impas
2.2.1. Pengertian Titik Impas dan Analisis Titik Impas Terdapat banyak pendapat mengenai Break Even Point (BEP) atau dalam kata lain titik impas. Para ahli ini menyatakan dengan pendapat yang berbedabeda namun memiliki konsep dasar yang sebenarnya sama. Menurut Mulyadi (2000:232), “Impas (break even) adalah keadaan suatu usaha yang tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi. Dengan kata lain suatu usaha dikatakan impas jika jumlah pendapatan (revenues) sama dengan jumlah biaya atau apabila laba kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutup biaya tetap saja.”
6
Sedangkan menurut Edward J. Blocher (2011:510) berpendapat bahwa
“Titik impas yaitu titik dimana pendapatan sama dengan total biaya dan labanya
nol.”
M. Fuad dalam buku Pengantar Bisnis (2003:183) berpendapat bahwa,
“Titik pulang pokok (Break Even Point) adalah keadaan suatu usaha ketika tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi. Bila kondisi break even tercapai, jumlah penghasilan yang diperoleh sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan
atau marjin kontribusi hanya dapat menutupi biaya tetap.” Dari beberapa pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa titik impas merupakan sebuah keadaan atau kondisi dimana dalam usahanya tidak mendapatkan untung dan tidak mendapatkan rugi. Total pendapatan yang diperoleh sama dengan total biaya yang dikeluarkan, artinya tidak ada laba yang dapat diambil dari usaha tersebut. Sedangkan pengertian analisis titik impas menurut Mulyadi (2000:232), “Analisis impas adalah suatu cara untuk mengetahui volume penjualan minimum agar suatu usaha tidak menderita rugi, tetapi juga belum memperoleh laba (dengan kata lain labanya sama dengan nol).” Menurut Carter dan Usry (2005:272) mengatakan bahwa “Analisis titik impas digunakan untuk menentukan tingkat penjualan dan bauran produk yang diperlukan hanya untuk menutup semua biaya yang terjadi selama periode tersebut”. Welsch, Hilton dan Gordon dalam buku Anggaran: Perencanaan dan Pengendalian Laba Buku 2 (2000:437) mengungkapkan sebagai berikut.
7
“Analisis titik impas menekankan pada tingkat keluaran atau aktivitas produktif dimana pendapatan penjualan tepat sama dengan biaya total, tidak terdapat laba maupun rugi.Analisis titik impas mengandalkan dasar dari variabilitas biaya-identifikasi dan pengukuran terpisah atas komponen biaya tetap dan variabel.” Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, analisis titik impas berarti
sebuah metode atau alat untuk mengukur tingkat minimum penjualan yang harus
dilakukan guna menutupi biaya dengan melibatkan beberapa komponen yakni
biaya, volume kegiatan dan harga jual. Selain itu analisis Break Even Point sangat berguna untuk menentukan kebijaksanaan dalam perusahaan, baik perusahaan yang sudah maju maupun perusahaan yang baru mengadakan perencanaan.
1.2.2
Asumsi Dasar Break Even Point Terdapat beberapa asumsi dasar yang menjadi latar belakang analisis titik
impas. Handono Mardiyanto dalam buku Intisari Manajemen Keuangan (2009:89), menyatakan bahwa terdapat lima asumsi pokok yang melatarbelakangi analisis titik impas, yaitu : 1. Analisis Jangka Pendek Model titik impas hanya dimaksudkan sebagai alat analisis dalam jangka pendek, yakni kurang dari satu tahun. 2. Adanya Pemisahan Biaya Biaya ini dikelompokan menjadi dua yakni biaya variabel dan biaya tetap. 3. Jumlah Diproduksi sama dengan Jumlah Dijual
8
Tidak terdapat sisa persediaan (barang jadi) karena semua barang
yang diproduksi telah habis terjual. 4. Harga Jual per Unit Tetap
Harga jual per unit yang tidak berubah mengakibatkan nilai
penjualan akan berubah secara proporsional sesuai dengan
perubahan unit yang dijual. Dengan kata lain, tidak terdapat diskon
penjualan.
5. Bauran Penjualan Tetap pada Kasus Multiproduk Apabila perusahaan memproduksi lebih dari satu macam produk, bauran produknya tetap. Sedangkan menurut Mulyadi dalam buku Akuntansi Manajemen Konsep, Manfaat dan Rekayasa (2001 : 260-261) asumsi yang mendasari titik impas adalah: 1. Variabilitas biaya dianggap akan mendekati pola perilaku yang diramalkan. Biaya tetap akan selalu konstan dalam kisar volume yangdipakai dalam perhitungan titik impas, sedangkan biaya variabel berubahsebanding dengan perubahan volume penjualan. 2. Harga jual produk dianggap tidak berubah-ubah pada berbagai tingkatkegiatan. Jika dalam usaha menaikkan volume penjualan dilakukanpenurunan harga jual atau dengan memberikan potongan harga, maka halini mempengaruhi hubungan biaya-volume-laba.
9
3. Kapasitas
produksi
pabrik
dianggap
secara
relatif
konstan.
Penambahan fasilitas produksi akan berakibat pada penambahan biaya tetap dan akan mempengaruhi hubungan biaya-volume-laba.
4. Harga faktor-faktor produksi dianggap tidak berubah. Jika harga bahan
baku dan tarif upah menyimpang terlalu jauh dibanding data yang
dipakai sebagai dasar perhitungan titik impas, maka hal ini akan
mempengaruhi hubungan biaya-volume-laba. 5. Efisiensi
produksi
dianggap
tidak
berubah.
Apabila
terjadi
penghematan biaya karena adanya penggunaan bahan pengganti yang harganya lebih rendah atau perubahan metode produksi, maka hal ini akan mempengaruhi hubungan biaya-volume-laba. 6. Perubahan jumlah sediaan awal dan akhir dianggap tidak signifikan. 7. Komposisi produk yang dijual dianggap tidak berubah. Jika perusahaan menjual lebih dari satu macam produk, maka meskipun volume penjualan sama tetapi apabila komposisinya berbeda, maka hal ini akan mempunyai pengaruh terhadap pendapatan penjualan. 8. Mungkin di antara anggapan-anggapan tersebut diatas, anggapan yang paling pokok adalah “bahwa volume merupakan faktor satu-satunya yang mempengaruhi biaya”. Dari kedua pendapat tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa ada beberapa hal yang menjadi asumsi dasar dalam analisis titik impas diantaranya adalah hanya digunakan sebagai perencanaan jangka pendek, biaya dikelompokan
10
menjadi biaya variabel dan biaya tetap, harga jual produk dianggap tidak berubahubah, volume merupakan faktor utama yang mempengaruhi biaya.
1.3
Unsur-unsur pokok dalam analisis Break Even Point Analisis unsur-unsur yang mempengaruhi Break Even Point yaitu biaya,
volume, harga jual serta laba itu sendiri.
Pengertian biaya dan beban di dalam bahasa Indonesia belum dibedakan
dengan tepat. Seringkali istilah cost digunakan secara sinonim dengan istilah expense. Mulyadi (1986:4) membedakan pengertian antara cost dan expense sebagai berikut: “cost adalah bagian dari harga perolehan tahun harga beli aktiva yang ditunda pembebannya atau belum dimanfaatkan dalam hubungannya dengan realisasi penghasilan”. Sedangkan expense adalah cost yang dikorbankan di dalam usaha memperoleh penghasilan. Yang dimaksud dengan volume yang terdapat dalam analisis Break Even Point adalah jumlah unit produksi atau jumlah unit penjualan. Harga jual per unit adalah sejumlah uang yang diterima atau piutang yang timbul atas penyerahan barang dan jasa kepada consumen dalam setiap unitnya. Harga jual bisa berupa harga jual bersih atau bisa harga jual kotor. Sedangkan yang digunakan dalam analisis titik impas adalah harga jual bersih yang terlepas dari berbagai macam potongan. Laba adalah keuntungan yang diperoleh perusahaan, dimana keuntungan ini berasal dari penghasilan setelah dikurangi biaya.
11
Alwi (1994:267) menyatakan: “Variabel-variabel yang membentuk Break
Even Point adalah harga jual dan biaya (biaya tetap dan biaya variable)”. Kedua
variable tersebut saling terkait antara satu dengan lainnya, perubahan salah satu
dari variable yang dimaksud mengakibatkan perubahan besarnya titik Break Even
Point. 2.3.1 Harga Jual
Pengertian harga jual menurut Kotler (1994:474) adalah sebagai berikut : “Price is what the seller feels it is worth, in terms of money to the buyer”. Dimana pengertiannya adalah harga bagi penjual merupakan suatu nilai dalam uang yang ditawarkan pada pembeli. Kesimpulan dari pengertian di atas bahwa harga yang dibayar oleh pembeli sudah termasuk pelayanan yang diberikan oleh penjual, serta penjual juga menginginkan sejumlah keuntungan dari harga tersebut. Tujuan penetapan harga menurut Kotler (1994:491-493) adalah : (1)
Survival, (2) maximum current profit, (3) maximum current
revenue, (4) maximum sales growth, (5) maximum market skimming, (6) product quality leadership. Penetapan harga jual suatu produk amatlah penting, kesalahan dalam penetapan harga akan berakibat fatal bagi segi keuangan dan akan mempengaruhi kontinuitas usaha. Ada beberapa metode yang biasanya digunakan dalam menetapkan harga menurut Kotler (1994:498-506), yaitu: 1. Cost based pricing
12
a. Mark up pricing (cost plus pricing)
biaya-biaya yang telah dibebankan pada barang. b. Target profit pricing
Penetapan harga jual yang didasarkan atas permintaan.
Penetapan harga jual dengan manambah tingkat keuntungan pada
2. Buyer based pricing adalah penetapan harga jual berdasarkan nilai / citra yang dirasakan konsumen terhadap produk. 3. Competition based pricing a. Going rate pricing Penetapan harga jual berdasarkan harga yang ditetapkan oleh pesaing. b. Sealed – bid pricing Penetapan harga jual dalam situasi dimana perusahaan bersaing dengan cara menetapkan harga jual yang lebih rendah dari harga yang ditetapkan pesaing. Alwi (1994:234) menyatakan bahwa harga jual suatu produk pada
umumnya adalah kumpulan dari biaya produksi, biaya penjualan dan biaya lainlain ditambah dengan sejumlah keuntungan yang diinginkan produsen yang ditawarkan kepada konsumen. Sedang masing-masing biaya tersebut mempunyai berbagai karakter yang berbeda antara biaya yang satu dengan yang lain. Seperti halnya biaya tetap mempunyai karakteristik yang berbeda dengan biaya variabel.
13
2.3.2
Biaya Sebelum
melakukan
analisis
titik
impas,
manajemen
harus
mengelompokkan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan menjadi biaya tetap
dan biaya variabel. Hal ini dilakukan karena pengelompokkan biaya menjadi salah
satu syarat untuk dapat melakukan analisis titik impas. Untuk itu, perlu adanya pemahaman mendalam mengenai biaya.
2.3.2.1 Pengertian Biaya Menurut Bastian Bustami dan Nurlela dalam bukunya yang berjudul Akuntansi Biaya (2006:4) “Biaya atau cost adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu.” Sjamsulbachri
dalam
buku
Akuntansi
Manajemen
(2004:23)
mengungkapkan bahwa cost atau biaya merupakan pengorbanan sumber daya ekonomis tertentu untuk memperoleh sumber daya ekonomi lainnya. Sedangkan menurut Hansen dan Mowen (2004:40), “Biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau di masa datang bagi organisasi.” Dari kedua pendapat tersebut dapat diketahui bahwa biaya adalah sebuah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur oleh satuan uang untuk melakukan transaksi (membeli barang atau jasa) dan diharapkan memberi manfaat saat ini atau di masa datang bagi organisasi.
14
2.3.2.2 Penggolongan Biaya menurut Perilaku Biaya
Perilaku biaya yang biasa disebut dalam istilah ekonomi dengan nama cost
behavior merupakan studi tentang hubungan biaya dengan volume kegiatan.
Pemahaman mengenai perilaku biaya ini bisa menjadi sangat penting karena
dengan demikian dapat dijadikan dasar untuk mengambil keputusan ekonomi baik itu bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. (Sjamsulbachri, 2004:35)
Menurut Hansen dan Mowen (2004:84), “Perilaku biaya adalah istilah
umum untuk menggambarkan apakah biaya berubah seiring dengan perubahan output. Biaya-biaya bereaksi pada perubahan output dengan berbagai macam cara.” Berdasarkan perilakunya, biaya yang sangat berhubungan erat dengan perubahan volume output dapat digolongkan menjadi tiga jenis biaya, yaitu: biaya tetap, biaya variabel dan biaya semivariabel.
2.3.2.2.1 Biaya Tetap Biaya tetap (fixed cost) merupakan biaya yang mempunyai jumlah total yang tetap dan tidak bergantung pada besar kecilnya volume kegiatan (Sjamsulbachri, 2004:37). Hansen dan Mowen dalam buku Management Accounting (2004:84) menuturkan bahwa : “Suatu biaya yang jumlahnya tetap sama ketika output berubah disebut biaya tetap. Lebih formalnya, biaya tetap adalah suatu biaya yang dalam julah total tetap konstan dalam rentang yang relevan ketika tingkat output aktivitas berubah.”
15
Menurut M.Fuad (2003:159), biaya tetap adalah biaya yang memiliki
karakteristik sebagai berikut :
1. Totalitasnya tidak berubah (konstan) tanpa memandang perubahan tingkat aktivitas.
2. Biaya satuannya (unit cost) akan berbanding terbalik dengan
perubahan volume keluaran.
Sedangkan menurut S. Munawir (2002:318) dalam buku Akuntansi
Manajemen, karakteristik biaya tetap yaitu : 1. Secara total jumlahnya tetap dalam jarak waktu yang relevan. 2. Secara unit berubah-ubah. 3. Pembebanan kepada suatu objek yang dibiayai menggunakan keputusan manajemen atau metode alokasi tertentu. 4. Pengawasan terjadinya atau penggunannya menjadi tanggung jawab (terkendali) bagi manajemen puncak. Untuk lebih jelasnya, berikut ini merupakan penggambaran grafik dari biaya tetap menurut Sjamsulbachri (2004:36): Biaya Biaya Tetap
0
Volume Gambar 2.1 Grafik Biaya Tetap
16
Gambar 2.1 menunjukkan grafik biaya tetap. Dilihat dari bentuk grafiknya,
maka biaya tetap memang sama sekali tidak berpengaruh ataupun dipengaruhi
oleh banyaknya volume yang diproduksi. Biaya itu akan tetap ada meskipun
perusahaan tidak memproduksi apapun dalam pengertian produksi=0. Akan tetapi
pembebanan biaya tetap pada setiap unit dapat berubah sesuai dengan banyaknya volume yang diproduksi tersebut, semakin banyak volume maka pembebanan tetap akan semakin kecil untuk setiap unit produknya. biaya
2.3.2.2.2
Biaya Variabel
Biaya variabel (variable cost) merupakan biaya yang totalnya berubahubah secara proporsional dengan perubahan volume kegiatan, tetapi per unitnya tetap sama. Semakin besar volume kegiatan, semakin besar pula biaya total yang harus dikeluarkan dan begitu juga sebaliknya (Sjamsulbachri, 2004:42). Hansen dan Mowen (2004:86) mengemukakan bahwa “Biaya variabel adalah biaya yang dalam jumlah total bervariasi secara proporsional terhadap perubahan output.” Biaya variabel memiliki karakteristik tersendiri. Menurut M.Fuad (2003:158) karakteristik biaya variabel adalah sebagai berikut : 1. Biaya yang berubah total menurut perbandingan yang searah dengan perubahan tingkat aktivitas. 2. Biaya satuan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan (biaya satuan konstan). Menurut S. Munawir (2002:312) dalam buku Akuntansi Manajemen dijelaskan bahwa terdapat beberapa karakteristik pada biaya variabel, yaitu :
17
1. Secara total berubah-ubah sesuai dengan perubahan tingkat aktivitas
2. Mudah dan praktis untuk dibebankan secara teliti pada objek yang dibiayaidengan cara yang secara ekonomis menguntungkan.
3. Secara unit akan tetap konstan.
(liniarity assumption).
4. Pengawasan terjadinya dan penggunaannya menjadi tanggung jawab (terkendali) bagi kepala bagian. Biaya variabel dapat juga digambarkan melalui grafik, menurut
Sjamsulbachri (2004:36) grafik biaya variabel adalah sebagai berikut : Biaya Biaya Variabel
0
Volume
Gambar 2.2 Grafik Biaya Variabel
Gambar 2.2 menunjukkan grafik biaya varibel. Grafik tersebut menggambarkan bahwa biaya variabel akan berubah sesuai dengan jumlah volume yang diproduksi. Semakin banyak unit yang diproduksi, maka semakin tinggi biaya yang harus dikeluarkan. Dan itu berarti total biaya variabel akan
18
berubah sebanding dengan volume kegiatannya, akan tetapi biaya per unit barangnya tetap.
2.3.2.2.3 Biaya Semi variabel Biaya semivariabel atau disebut juga mixed cost adalah biaya yang mengandung unsure-unsur tetap dan variabel.
Biaya semivariabel mencakup
jumlah yang sebagian tetap dan bagian lainnya bervariasi sebanding dengan
perubahan jumlah keluaran (M. Fuad, 2003:160). Hansen dan Mowen dalam buku Management Accounting (2004:87) mengemukakan bahwa, “Biaya campuran adalah biaya yang memiliki komponen tetap dan variabel.” Terdapat beberapa karakteristik biaya semivariabel yang terdiri dari : 1. Biaya yang jumlah totalnya berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan atau kapasitas. 2. Biaya satuan atau unit cost biaya semivariabel akan semakin kecil dengan semakin tingginya volume kegiatan dan sebaliknya. Biaya semivariabel dapat digambarkan dengan grafik sebagai berikut (Sjamsulbachri, 2004:37) : Biaya
0
Biaya Semivariabel
Volume Gambar 2.3 Grafik Biaya Semivariabel
19
Gambar 2.3 menunjukkan grafik biaya semivariabel. Grafik tersebut
menunjukkan adanya unsur biaya tetap dan biaya variabel dalam biaya
semivariabel tersebut.Biaya tetap merupakan jumlah biaya minimum untuk
penyediaan jasa sedangkan biaya variabel merupakan bagian dari biaya
semivariabel yang dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan.
Dalam analisis titik impas, biaya semivariabel harus dipisahkan terlebih
dahulu menjadi biaya tetap dan biaya variabel.
Bustami dan Nurlela (2010:28) mengungkapkan bahwa pemisahan biaya tetap dan biaya variabel merupakan hal yang penting, terutama untuk perencanaan, pengendalian biaya pada tingkat aktivitas yang berbeda. Untuk memisahkan komponen-komponen yang ada di dalam biaya semivariabel menjadi biaya tetap dan biaya variabel dapat digunakan tiga metode, yaitu : 1. Metode Tinggi Rendah (High Low Points Method) Metode tinggi rendah adalah suatu metode untuk menentukan persamaan suatu garis lurus dengan terlebih dahulu memilih dua titik (titik tinggi dan rendah) yang akan digunakan untuk menghitung parameter pemintas dan kemiringan. Titik tinggi didefinisikan sebagai titik dengan tingkat output atau aktivitas tertinggi. Titik rendah didefinisikan sebagia titik dengan tingkat output atau aktivitas rendah. Persamaan untuk penentuan biaya variabel per unit dan biaya tetap adalah sebagai berikut : 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝑢𝑛𝑖𝑡 =
𝑃𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡
20
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝑢𝑛𝑖𝑡 =
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 − 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ 𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 − 𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ
dan,
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 = 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 − 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑥 𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖
(Hansen dan Mowen, 2004:102)
Metode titik tinggi-rendah bersifat sederhana, tetapi memiliki kerugian
akibat penggunaan hanya dua titik data untuk menentukan perilaku biaya, dan
metode ini didasarkan pada asumsi bahwa titik-titik data yang lain berada pada garis lurus diantara titik tinggi dan titik rendah. Karena hanya menggunakan dua titik data, metode ini bisa menghasilkan estimasi biaya tetap dan biaya variabel yang bias dan biasanya kurang akurat (Carter dan Usry, 2004:64). 2. Metode diagram pencar (Scattergraph) Scattergraph adalah suatu metode penentuan persamaan suatu garis dengan memplot data dalam suatu grafik (Hansen dan Mowen, 2004:104). Langkah-langkah
untuk
memisahkan
biaya
campuran
dengan
menggunakan metode diagram pencar (Scattergraph) adalah sebagai berikut : 1. Mengumpulkan data jumlah biaya yang dikeluarkan di amsa lalu pada seluruh tingkat kegiatan, data ini diambil dari catatan akuntansi. 2. Menggambarkan titik-titik data yang menunjukkan biaya kombinasi dan tingkat kegiatan pada grafik dua sumbu. Biaya, digambarkan pada sumbu vertikal (Y) dan tingkat kegiatan pada sumbu horizontal (X). hasil penggambaran titik-titik ini adalah diagram pancar.
21
3. Membuat garis lurus sedekat mungkin dengan titik itu, yang berarti
bahwa jarak antara titik data dan garis lurus itu adalah terdekat dibanding dengan garis lurus lainnya.
4. Menentukan komponen biaya tetap dengan cara memperpanjang garis
lurus yang dibuat pada butir ke tiga sampai menyentuh sumbu vertikal.
Titik sentuh itu menunjukkan biaya tetap total. 5. Menghitung biaya variabel total, dengan bantuan garis lurus yang telah dibuat dan tentukan juga biaya total pada kegiatan tertentu. Biaya variabel total adalah biaya total dikurangi biaya tetap total, setelah itu hitung biaya variabel per unit dengan membagi biaya variabel total tadi dengn tingkat kegiatan yang dipilih pada butir lima ini. Setelah langkah ini selesai buatlah fungsi biaya. (Sjamsulbachri, 2004:52) Metode scattergraph merupakan kemajuan dari metode tinggi-rendah
karena metode ini menggunakan semua data yang tersedia, bukan hanya dua titik data. Meskipun demikian, suatu analisis perilaku menggunakan metode scattergraph bisa saja menjadi bias karena biaya yang digambar melalui plot data berdasarkan interpretasi visual (Carter dan Usry, 2004:65). 3. Metode Kuadrat kecil (Least Square Method) Bustami dan Nurlela (2010:31) menyimpulkan bahwa least square method(metode kuadrat terkecil) atau analisis regresi sederhana merupakan pendekatanyang efektif dan sederhana untuk mengukur rata-rata perubahan
22
variabel dependen yang berkaitan dengan kenaikan unit dalam jumlah satu atau lebih variabel independen.
Metode ini menganggap bahwa hubungan antara biaya dengan volume
kegiatan berbentuk hubungan garis lurus dengan persamaan garis regresi y=a+bx,
dimana y merupakan variabel bebas (dependent variable) yaitu variabel yang perubahannya ditentukan oleh perubahan pada variabel x yang merupakan variabel bebas (independent variable). Variabel y menunjukkan biaya, sedangkan
x menunjukkan volume kegiatan. Dalam metode ini, pemisahan biaya campuran dapat dilakukan dengan cara penggunaan model matematika seperti yang biasa kita lakukan pada bidang statistik. Seperti penggunaan metode diagram pencar dan titik tertinggi-titik terendah, fungsi biaya campuran digambarkan dengan model : 𝑌= a + bX X dan Y adalah variabel-variabel yang telah diketahui dari pengamatan dari masa lalu, variabel yang harus dicari adalah a sebagai biaya tetap total dan b sebagai biaya variabel per unit. Kedua variabel tersebut dapat dicari dengan rumus : 𝑏=
Dimana : y = Biaya a = Biaya tetap
𝑛
𝑥𝑦 − ( 𝑥) ( 𝑦) 2
𝑛
𝑥 − ( 𝑥)
𝑎=
𝑦 𝑥 − 𝑏( ) 𝑛 𝑛
2
23
b = Biaya variabel
x = Volume (Sjamsulbachri, 2004:60)
Metode kuadrat terkecil memiliki tingkat keakuratan yang paling tinggi
dibandingkan metode yang lainnya. “Ketepatan matematis dari metode kuadrat terkecil memberikan tingkat objektivitas yang tinggi dalam analisis” (Carter dan 2004:67). Usry,
Dari ketiga metode pemisahan biaya tersebut dapat disimpulkan bahwa metode kuadrat terkecil memiliki tingkat akurasi yang paling tinggi diantara metode lainnya. Oleh karena itu dalam pemisahan biaya semivariabel, metode yang digunakan adalah metode kuadrat terkecil.
2.3.3 Metode Perhitungan Titik Impas Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk menentukan perhitungan titik impas. Biasanya setelah melakukan perhitungan titik impas secara matematis, titik impas dapat digambarkan ke dalam grafik.
2.3.3.1 Perhitungan Titik Impas dengan Pendekatan Persamaan Matematis Penentuan
impas
dengan
teknik
persamaan
dilakukan
dengan
mendasarkan pada persamaan pendapatan sama dengan biaya ditambah laba. Laba adalah sama dengan pendapatan penjualan dikurangi dengan biaya, atau dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut : 𝑦 = 𝑐𝑥 – 𝑏𝑥 − 𝑎
24
Keterangan :
y = laba c = harga jual persatuan
x = jumlah produk yang dijual
b = biaya variabel persatuan
a = biaya tetap
Dari rumus persamaan di atas, apabila mengacu pada definisi bahwa suatu
perusahaan akan mencapai keadaan impas jika jumlah pendapatan sama dengan jumlah biaya (laba = 0), maka akan diperoleh sebuah persamaan lagi yaitu : 0 = 𝑐𝑥 − 𝑏𝑥 − 𝑎 𝑐𝑥 = 𝑏𝑥 + 𝑎 Setelah dilakukan proses penurunan lebih lanjut, maka akan didapat sebuah rumus yang menjadi penyelesaian dari persamaan di atas. Rumus tersebut yang selanjutnya digunakan sebagai landasan dalam perhitungan titik impas (Break Even Point). 𝑥 =
𝑎 𝑐−𝑏
Dengan demikian, perhitungan impas dalam unit penjualan adalah sebagai berikut : 𝐼𝑚𝑝𝑎𝑠 =
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑗𝑢𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 – 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛
Dan perhitungan impas dalam rupiah penjualan adalah sebagai berikut : 𝐼𝑚𝑝𝑎𝑠 =
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝 1−
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝐽𝑢𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛
(Mulyadi, 2001: 233-235)
25
2.3.3.2 Perhitungan Titik Impas dengan Pendekatan Grafik
Dalam pendekatan grafik, titik impas digambarkan sebagai titik
perpotongan antara garis penjualan dengan garis biaya total. 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 + 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam menentukan grafik
titik impas, yakni :
Langkah 1 Membuat grafik X dan Y, dengan sumbu X menunjukkan jumlah unit
(output) dan sumbu Y menunjukkan biaya dan penerimaan. Langkah 2 Membuat titik pada sumbu Y yang menunjukkan nilai Biaya tetap total (Total Fixed Cost = TFC), kemudian tariklah garis lurus dari titik tersebut sejajar sumbu X. Langkah 3 Membuat titik pertemuan antara jumlah unit terjual dengan jumlah rupiah dari unit terjual, kemudian menarik garis dari titik 0 melalui titik tersebut. Garis yang terbentuk disebut garis penerimaan total (Total Revenue = TR) Langkah 4 Menarik garis dari titik perpotongan biaya tetap dengan sumbu Y (pada langkah 2 diatas) yang menunjukkan garis biaya total (TC) (M. Fuad, 2003:188)
26
Analisis titik impas menggunakan pendekatan grafik :
Gambar 2.4 Grafik Titik Impas Keterangan cara pembuatan grafik impas : 1)
Sumbu datar (sumbu x) menyatakan volume penjualan yang dapat dinyatakan dalam satuan kuantitas atau rupiah pendapatan penjualan.
2)
Sumbu tegak (sumbu y) menyatakan pendapatan penjualan dan biaya dalam rupiah.
3)
Impas adalah terletak pada perpotongan garis pendapatan penjualan dengan garis biaya. Bila dari titik perpotongan tersebut ditarik garis tegak ke sumbu x, akan diketahui pencapaian impas berdasarkan volume penjualan. Jika dari titik impas ditarik garis tegak lurus ke sumbu y, akan diketahui pencapaian impas berdasarkan pendapatan penjualan.
4)
Daerah sebelah kiri titik impas, yaitu bidang diantara garis total biaya dengan garis pendapatan penjualan merupakan daerah rugi, karena pendapatan penjualan lebih rendah dari total biaya.
27
Sedangkan daerah di sebelah kanan titik impas, yaitu bidang
diantara garis pendapatan penjualan dengan garis total biaya
merupakan daerah laba, karena pendapatan penjualan lebih tinggi
dari total biaya. (Mulyadi, 2001:243)
2.3.3.3 Perhitungan Titik Impas dengan Pendekatan Activity Based Costing
Mulyadi (2001:248) mengungkapkan bahwa perbedaan antara perhitungan
impas konvensional dan activity-based costing terletak pada unsur biaya variabel yang digunakan dalam perhitungan impas. Perhitungan impas tradisional menentukan biaya variabel berdasarkan perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan unit-level activities saja. Sedangkan perhitungan impas dalam activity-based costing, variabilitas biaya tidak hanya dihubungkan dengan unitlevel activities saja, namun juga dengan batch-related activities,productsustaining activities, dan facility sustaining activities. Rumus perhitungan impas berdasarkan activity-based costing : 𝐹𝑎𝑐𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 𝑠𝑢𝑠𝑡𝑎𝑖𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑎𝑐𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑦 𝑐𝑜𝑠𝑡𝑠 + 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡 𝑠𝑢𝑠𝑡𝑎𝑖𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑎𝑐𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑦 𝑐𝑜𝑠𝑡𝑠 + 𝐵𝑎𝑡𝑐ℎ 𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑒𝑑 𝑎𝑐𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑦 𝑐𝑜𝑠𝑡𝑠 𝐼𝑚𝑝𝑎𝑠 = 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑗𝑢𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝑢𝑛𝑖𝑡 − 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑙𝑒𝑣𝑒𝑙 𝑎𝑐𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑦 𝑐𝑜𝑠𝑡𝑠 𝑝𝑒𝑟 𝑢𝑛𝑖𝑡
(Mulyadi, 2001:248)
2.3.4
Margin Kontribusi Anthony
dan
Govindarajan
dalam
buku
Sistem
Pengendalian
ManajemenEdisi 11 Buku 1 (2005:429) yang diterjemahkan oleh Kurniawan Tjakrawala menyatakan, “Margin kontribusi (Contribution Margin) menunjukkan
28
rentang (spread) antara pendapatan dengan beban variabel”. Margin kontribusi adalah kelebihan pendapatan penjualan atas biaya variabel yang tersedia untuk
menutupi biaya tetap.
Garrison, Noreen dan Brewer (2006:346) berpendapat, “Rasio margin
kontribusi adalah rasio total margin kontribusi terhadap total penjualan.Rasio ini digunakan untuk membuat estimasi yang cepat mengenai pengaruh daritotal dapat penjualan terhadap laba operasi bersih. Rasio ini sangat berguna dalam analisis
titik impas”. Rumus
untuk
menghitung rasio
margin
kontribusi
(contribution
margin/CM ratio) adalah sebagai berikut : 𝐶𝑀 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =
𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
Rasio ini dinyatakan dalam bentuk persentase. Rasio ini sangat bermanfaat karena rasio ini menunjukkan pengaruh penjualan terhadap margin kontribusi. (Krismiaji, 2002:198)
2.3.5
Margin Of Safety (MOS) Dari analisis titik impas, perusahaan akan mendapat informasi mengenai
seberapa jauh penjualan boleh turun hingga mencapai titik laba 0, dan tidak menderita rugi. Hubungan ini dinamakan Margin of Safety atau tingkat keamanan bagi perusahaan untuk melakukan penurunan penjualan. Margin of Safety dinyatakan dalam formula :
29
𝑀𝑂𝑆 = 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛𝑏𝑢𝑑𝑔𝑒𝑡 − 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘𝑖𝑚𝑝𝑎𝑠
Menurut Krismiaji (2002:218), “MOS adalah jumlah unit yang terjual atau
diharapkan akan terjual ataupendapatan yang diperoleh atau pendapatan yang
diharapkan akan diperoleh diatas titik impas”.
Margin
keamanan
menjelaskan
jumlah
dimana
penjualan
dapat
menurunsebelum kerugian mulai terjadi.Maka MOS digunakan oleh manajemen
untuk melihat resiko rugi di masa mendatang, angka MOS yang semakin besar
maka resiko kerugian yang mungkin akan dialami akan lebih kecil.
2.3.6
Degree of Operating Leverage Krismiaji (2002:220) mengungkapkan bahwa Operating Laverage
merupakan bauran relatif biaya tetap dan biaya variabel yang ada dalam sebuah organisasi.Operating leverage dapat didefinisikan sebagai penggunaan aktiva tetap untuk memperoleh perubahan persentase laba yang lebih tinggi ketika aktivitas penjualan berubah, baik perubahannya berupa kenaikan maupun penurunan. Semakin besar derajat operating leverage semakin besar pula pengaruh perubahan tingkat penjualan terhadap laba. Derajat operating leverage atau degree of operating leverage (DOL) dapat diukur untuk berbagai tingkat penjualan dengan menggunakan data margin kontribusi sebagai berikut : 𝐷𝑂𝐿 =
𝐶𝑀 𝐸𝐵𝐼𝑇
30
Dimana :
DOL = degree of operating leverage (Tingkat leverage operasi)
EBIT = earning before interest and tax (laba sebelum bunga dan pajak)
CM = Contribution margin (marjin laba)
(Mardiyanto, 2009)
2.3.7
Analisis Titik Impas Sebagai Alat Bantu Manajemen dalam Perencanaan Laba Selain menentukan titik dimana perusahaan tidak mendapatkan untuk dan
tidak mendapatkan rugi, analisis titik impas dapat juga berfungsi sebagai alat bantu manajemen dalam perencanaan laba. Untuk mendapatkan laba yang diinginkan manajemen dapat menggunakan rumus untuk menentukan jumlah unit yang seharusnya dijual untuk mencapai laba yang diinginkan tersebut. Rumusnya adalah : 𝐵𝐸𝑃 𝑢𝑛𝑖𝑡 =
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 + 𝑇𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑗𝑢𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝑢𝑛𝑖𝑡 − 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝑢𝑛𝑖𝑡 (Krismiaji, 2002:196)