BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Remaja Remaja (adolescence) berasal dari bahasa Latin yang memiliki arti
“tumbuh untuk mencapai kematangan” (Wong, 2009). Masa remaja merupakan suatu periode transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja merupaan waktu kematangan fisik, kognitif, emosional, dan sosial yang cepat pada anak laki-laki dan wanita untuk mempersiapkan diri menandai individu dewasa (Wong, 2009). 2.1.1
Fase Remaja Masa remaja merupakan masa yang sangat panjang. Oleh karena itu,
beberapa ahli membagi masa remaja menjadi tiga fase (Hockenberry,2005). Fasefase tersebut antara lain : 1.
Masa remaja awal (11-14 tahun)
Selama tahap remaja awal, remaja merasa harus menjadi bagian dari kelompok. Sebab, kelompok dapat memberikan status kepada dirinya (Wong, 2008). Remaja akan berusaha untuk mengikuti gaya kelompok, mulai dari gaya berpakaian, merias wajah, serta menata rambut dengan kriteria yang dianut oleh kelompok. Remaja berusaha untuk menjadi bagian dari kelompok dengan cara-cara demikian. Sebab, menjadi individu yang berbeda dari kelompok dapat menyebabkan remaja tidak dapat diterima, bahkan diasingkan oleh kelompok (Hockenberry, 2005).
12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
2.
Masa remaja pertengahan (15-17 tahun)
Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru, mampu mengarahkan diri sendiri (self direct), mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan diri, dan membuat keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai (Hockenberry, 2005). Masa remaja akhir (18-20 tahun)
3.
Mas ini ditandai dengan persiapan akhir remaja untuk memasuki peran dewasa. Selama periode ini, remaja berusaha memantapkan tujuan dan mengembangkan identitas persona (Hockenberry, 2005). Ciri dan tahap ini adalah: (1) remaja memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi pribadi yang matang; dan (2) remaja berusaha agar dapat diterima dalam kelompok teman sebaya serta orang dewasa (Hockenberry, 2005).
2.1.2 Perkembangan pada Masa Remaja Setiap individu yang memasuki usia remaja akan mengalami berbagai perkembangan pada dirinya. Berikut adalah berbagai perkembangan yang dialami oleh remaja (Wong, 2008): 1. Perkembangan fisik Perubahan fisik pada masa pubertas merupakan hasil perubahan hormonal yang berbeda dibawah pengaruh sistem saraf pusat. Perubahan fisik yang sangat jelas tampak pada pertumbuhan fisik serta pada penampakan dan perkembangan karakteristik seks sekunder (Wong, 2008).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
Perbedaan fisik antara kedua jenis kelamin ditentukan berdasarkan dua karakteristik, yaitu: (1) karakteristik seks primer merupakan organ eksternal dan internal yang melaksanakan fungsi reproduktif (misal : ovarium, uterus,payudara,penis); dan (2) karakteristik seks sekunder yang merupakan perubahan di seluruh tubuh sebagai hasil dari perubahan hormonal (misal: perubahan suara, munculnya rambut pubertas, penumpukan lemak) tetapi tidak langsung dalam fungsi reproduksi (Wong, 2008). 3.Perkembangan emosional Remaja seringkali dijuluki sebagai orang yang labil, tidak konsisten, dan tidak dapat diterka (Wong,2008). Hal ini dikarenakan status emosional remaja
masih
belum
stabil.
Remaja
awal
bereaksi
cepat
dan
emosional,sedangkan remaja akhir sudah mampu mengendalikan emosi hingga
mendapatkan
situasi
dan
kondisi
yang
tepat
untuk
mengekspresikan dirinya (Wong,2008). 4. Perkembangan Kognitif Piaget menjelaskan bahwa perkembembangan kognitif pada remaja mencapai puncaknya pada kemampuan berpikir abstrak (Wong, 2008). Remaja sudah memiliki pola pikir sendiri sebagai upaya untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks dan abstrak. 5. Perkembangan moral Kohlberg menyebutkan bahwa pada masa remaja mulai terbentuk sikap autonomi. Remaja sudah memiliki suatu prinsip yang diyakini, mulai memikirkan keabsahan dari pemikiran yang ada, serta mencari dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
mempertimbangkan cara-cara alternatif untuk mencapai tujuan (Wong, 2008). 6. Perkembangan Spiritual Perkembangan spiritual remaja ditandai dengan munculnya pertanyaan terkait nilai-nilai yang dianut keluarga. Remaja akan mengeksplorasi keberadaan Tuhan dan membandingkan agamanya dengan agama orang lain (Wong,2008).
Hal
ini
dapat
menyebabkan
remaja
seringkali
mempertanyakan kepercayaan yang dianut oleh diri remaja sendiri (Wong,2008). 7. Perkembangan Sosial Perkembangan sosial remaja ditandai dengan kemampuan bersosialisasi yang kuat, mulai membebaskan diri dari dominasi keluarga, serta menetapkan identitas yang mandiri dari wewenang orang tua (Wong,2008). 8. Perkembangan Konsep Diri Perkembangan perkembangan konsep diri remaja ditandai dengan menerima perubahan tubuh, menggali tujuan hidup untuk masa depan, menilai positif tentang dirinya sendiri, dan terjalin hubungan dengan lawan jenis (Sianturi, 2004). Perkembangan konsep diri, khususnya harga diri, akan terus mengalami perkembangan. Robinsin et, al (2002) menyebutkan bahwa individu yang memasuki masa remaja dengan harga diri yang utuh, akan mampu mengatasi semua perubahan perkembangan yang terjadi pada masa remaja (Shaffer, 2005).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
9. Perkembangan Psikososial Perkembangan psikososial dicirikan dengan tingginya inisiatif dan kesenangan remaja untuk mencoba suatu hal yang baru. Erikson (2000) menyebutkan, latar belakang remaja mulai merokok berkaitan dengan adanya krisis aspek psikososial pada masa perkembangannya, yaitu masa ketika remaja sedang mencari jati diri dan memiliki inisiatif tinggi untuk mencoba hal-hal baru yang menantang (Mubarok,2009).
2.2 Perilaku Merokok 2.2.1 Definisi Merokok Kamus
Pusat
Pembinaan
dan
Pengembangan
Bahasa
(2005)
mendefinisikan rokok sebagai gulungan tembakau yang dibungkus dengan daun nipah, dibungkus dengan kertas berbentuk silinder, ukuran panjang 70-120 mm, diameter 10 mm, serta berwarna putih atau cokelat (Widowati,2010). Kesowo (2003) menyebutkan, rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus,sejenis cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rusttica, dan sejenisnya (Sa’diah, 2007). Asap rokok mengandung sekitar 4000 bahan kimia dengan 43 diantaranya bersifat karsinogen. Pengaruh asap rokok dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit, seperti: kanker mulut, kanker faring, kanker paru, kanker prostat, gangguan kehamilan dan janin, penyakit jantung koroner, pneumonia, dan lainnya (Sriamin, 2006).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
2.2.2 Jenis Rokok Rokok dibedakan menjadi beberapa jenis. Pembedaan ini didasarkan atas bahan pembungkus rokok, bahan baku atau isi rokok, proses pembuatan rokok, dan penggunaan filter pada rokok (Yulianto, n.d). Jenis rokok berdasarkan bahan pembungkus: 1. pembuatannya terbagi menjadi dua (Yulianto, n.d), yaitu: Klobot: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung. 2. Rokok kretek: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu. 3. Rokok klembak: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau, cengkeh, dan kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu. Jenis rokok berdasarkan proses : 1. Sigaret kretek tangan (SKT): rokok yang proses pembuatannya dengan cara digiling atau di linting dengan menggunakan tangan dan atau alat bantu sederhana. 2. Sigaret kretek mesin (SKM): rokok yang proses pembuatannya menggunakan mesin. Sigaret kretek mesin sendiri dikategorikan ke dalam 2bagian: a. Sigaret kretek mesin full flavor (SKM FF): rokok yang dalam proses pembuatannya ditambahkan aroma rasa yang khas. Contoh: gudang garam filter internasional, darum super, dan lain-lain.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
b. Sigaret kretek mesin light mild (SKM LM): rokok mesin yang menggunakan kandungan tar dan nikotin yang rendah. Rokok enis ini jarang menggunakan aroma yang khas. Contoh: A Mild, Clas Mild,Star Mild, U Mild, LA Light, Surya Slim, dan lainnya. Sedangkan, jenis rokok berdasarkan penggunaan filter terbagi menjadidua (Yulianto, n.d), yaitu: 1. Rokok filter (RF): rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus. 2. Rokok non filter (RNF): rokok yang pada bagia pangkalnya tidak terdapat gabus. 2.2.3 Definisi Perilaku Merokok Walgito (2002) mendefinisikan perilaku atau aktivitas-aktivitas individu dalam pengertian luas, yaitu perilaku yang nampak (overt behavior) dan perilaku yang tidak nampak (inner behavior) demikina pula aktivitas-aktivitas tersebut disamping motorik juga termsauk aktivitas emosional dan kognitif. Sebagaimana diketahui perilaku atau aktivitas yang ada pada infividu atau organisme itu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh organisme yang bersangkutan, baik stimulus eksternal maupun stimulus internal. Namun sebagian besar dari perilaku organisme itu merupakan respons terhadap stimulus eksternal (Walgito, 2002). Dengan demikian, dapat diartikan bahawa perilaku dalam penelitian ini adalah reaksi individu yang diwujudkan dengan tindakan atau aktivitas terhadap suatu rangsangan tertentu. Dalam hal ini rangsangan tersebut adalah rokok.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
Rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus, yang mengandung nikotin dan tar dan atau tanpa bahan tambahan (Sitepoe, 2000). Biasanya rokok berbentuk silinder yang panjangnya antara 70 hingga 120 mm dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok digunakan denga cara membakar agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain. Menurut Sitepoe (2000) merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik dengan menggunakan rokok maupun pipa. Asap yang dihisap melalui mulut disebut mainstream smoke, sedangkan asap rokok yang terbentuk pada ujung rokok yang terbakar serta asap rokok yang dihembuskan ke udara oleh perokok disebut sidestream smoke. Sidestream smoke atau asap sidestream mengakibatkan seseorang menjadi perokok pasif. Selain itu, Sari dkk (2003) juga memberikan definisi serupa, mereka menyebutkan bahwa perilaku merokok adalah aktivitas menghisap atau menghirup adap rokok dengan menggunakan pipa atau rokok. Jadi, perilaku merokok adalah aktivitas membakar tembakau dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut, baik dengan menggunakan rokok maupun pipa. 2.2.4
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok pada Remaja Aktivitas merokok merupakan perilaku yang membahayakan kesehatan.
Ironisnya, fakta ini menjadi kontradiksi dengan realita yang terjadi saat ini pada masyarakat Indonesia. Rokok sudah menjadi kebiasaan yang sangat umum dan meluas di masyarakat. Levy (2001) mengatakan bahwa setiap individu memiliki
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
kebiasaan merokok yang berbeda dan biasanya disesuaikan dengan tujuan individu untuk merokok (Nasution, 2007). Perilaku merokok disebabkan oleh berbagai faktor yang berasal dari internal dan eksternal. Terdapat tiga faktor penyebab perilaku merokok pada remaja, yaitu: (1) kepuasan psikologis; (2) sikap permisif orang tua terhadap perilaku merokok remaja; dan (3) pengaruh teman sebaya (Komalasari & Helmi, 2000). Hedman et,al (2007) menyebutkan, faktor risiko pencetus remaja merokok adalah memiliki keluarga yang merokok atau memiliki teman yang juga sebagai perokok. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Mu’tadin (2002) yang menyebutkan, ada empat faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada remaja. Faktor-faktor tersebut adalah: 1.
Pengaruh orang tua Salah satu temuan tentang remaa perokok adalah bahwa anak-anak muda yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras lebih mudah untuk menjadi perokok dibanding anak-anak muda yang berasal dati lingkungan rumah tangga yang bahagia. Perilaku merokok juga lebih banyak didapati pada mereka yang tinggal dengan satu orang tua (single parent). Remaja akan lebih cepat berperilaku sebagai perokok bila ibu mereka merokok daripada ayah yang merokok, hal ini terlihat pada remaja putri
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
2.
Pengaruh teman Hedman et, al (2007) menyebutkan bahwa salah satu faktor risiko pencetus remaja untuk merokok adalah memiliki teman yang juga sebagai perokok. Al Bachri menyebutkan, diantara remaja perokok terdapat 87% di antaranya memiliki satu atau ebih sahabat yang perokok, begitu pula dengan remaja bukan perokok (Widianti, 2007).
3.
Faktor kepribadian Salah satu sifat kepribadian yang mempengaruhi remaja untuk mengonsumsi rokok dan obat-obatan, yaitu sifat konformitas sosial (Widianti, 2007). Menurut Atkinson (1999), individu yang memiliki skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih mudah menjadi pengguna rokok dan obat-obatab dibandingkan dengan individu yang memiliki skor rendah (Widianti,2007).
4.
Pengaruh iklan Remaja tertarik untuk mengikuti perilaku seperti pada iklan rokok, baik
dari
media
cetak
maupun
media
elektronik,
yang
menggambarkan bahwa perokok terlihat jantan dan gagah (Laily, 2007). 2.2.5
Tahapan Perilaku Merokok pada Remaja Sitepoe (2002) mengklasifikasikan perilaku merokok pad remaja menjadi
empat tahap. Empat tahapan perilaku merokok pada remaja adalah:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
1.
Tahap persiapan Tahap ini berlangsung pada saat remaja belum pernah merokok. Pada tahap ini, remaja mulai membentuk opini tentang rokok dan perilaku
merokok.
Hal
ini
disebabkan
karena
adanya
perkembangan sikap pada remaja, munculnya tujuan mengenai rokok, dan citra perilaku merokok yang diperoleh remaja. 2.
Tahap inisiasi Tahap ini merupakan tahap coba-coba untuk merokok. Remaja beranggapan bahwa dengan merokok, remaja akan terlihat dewasa, keren, gagah, dan berani.
3.
Tahap menjadi seorang perokok Pada tahap ini, remaja memberikan identitas pada dirinya sebagai seorang perokok. Remaja juga sudah mulai ketergantungan rokok. Burton et, al (1989) menyebutkan, remaja yang menggambarkan dirinya sebgai seorang perokok, besar kemungkinan akan tetap menjadi seorang perokok di masa yang akan datang (Okoli et,al.,2011).
4.
Tahap tetap menjadi perokok Tahap ini dipengaruhi oleh faktor psikologis dan biologis. Faktor psikologis yang mempengaruhi remaja untuk terus merokok adalah: adanya kebiasaan,stres,depresi,kecanduan, menurunkan kecemasan,ketegangan, upaya untuk memiliki teman (Hedman et, al., 2007).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
2.2.6 Tipe Perilaku Merokok Menurut Tomkins (dalam Mu’Tadin, 2002)
mengklasifikasikan tipe
perilaku merokok menjadi empat tipe, yaitu: 1.
Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif (Posittive affect smokers) Perokok tipe ini merokok untuk mendapatkan relaksasi dan kesenangan. Hal ini ditunjukan dengan meningkatnya kenikmatan yang di dapat dari merokok; rangsangan untuk meningkatkan kepuasaan dari merokok, dan dilatarbelakangi karena kesenangan individu dalam memegang.
2.
Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negaif (Negative affect smokers) Perokok tipe ini merokok untuk menurunkan negatif perasaan negatif yang perokok alami. Misalkan untuk menurunkan perasaan cemas, marah, atau gelisah. Motivasi indiidu untuk merokok adalah sebagai upaya untuk menghindarkan iri dari perasaan yang tidak menyenangkan bagi diriny.
3.
Perilaku merokok karena kecanduan psikologis (Addictive smokers) Perokok tipe ini sudah mengalami kecanduan psiologis dari rokok. Perokok akan meningkatan jumlah batang rokok yang dihisap setiap harinya. Hal ini dilakukan hingga individu mendapatkan efek ketenangan seperti yang diharapkan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
4.
Perilaku merokok karena sudah menjadi kebiasaan (Pure habits smokers) Perokok tipe ini menggunakan rokok sama sekali bukan untuk mengendalikan perasaannya (Mu’tadin, 2002). Kegiatan merokok sudag menjadi kebiasaan atau rutinitas individu. Perilaku merokok sudah menjadi perilaku yang otomatis, tanpa dipikirkan, dan tanpa disadari oleh individu (Mu’tadin, 2002).
2.3 Harga Diri 2.3.1 Definisi Harga Diri Willoughby, King, dan Polatajka mendefinisikan harga diri sebagai nilai yang ditempatkan individu pada diri sendiri (Wong, 2008). Hal ini mengacu pada evaluasi diri secara menyeluruh terhadap diri sendiri (Wong, 2008). Santrock (2007) juga mendifinisikan harga diri (selfl esteem) sebagai suatu dimensi evaluatif global mengenai diri sendiri. Harga diri berasal dari dua sumber, yaitu sumber internal dan eksternal, yang mencakup penerimaan diri meski lemah dan terbatas (Potter & Perry, 2005). Maka, harga diri dapat dikatakan sebagai evaluasi individu terhadap dirinya sendiri dengan menilai diri secara positif atau negatif. Penilaian harga diri secara positif atau negatif diperoleh dari evaluasi individual terhadap dirinya. Individu mengevaluasi diri dalam lingkungan keluarga, sekolah, tempat berorganisasi, tempat bekerja, maupun lingkungan sosial. Penilaian positif terhadap diri sendiri adalah penilaian terhadap kondisi diri, seperti: menghargai
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
kelebihan, menghargai poensi diri, dan menerima kekurangan diri sendiri (Santrock, 2007). Sedangkan, penilaian negatif terhadap diri sendiri adalah: (1) penilaian tidak suka atau tidak puas dengan kondisi diri sendiri; dan (2) tidak menghargai kelebihan diri dengan melihat diri sebagai sesuatu yang selalu kurang (Santrock,2007). Harga diri yang tinggi berakar dari penerimaan diri sendiri tanpa syarat sebagai individu yang berarti dan penting, meskipun individu mengalami kegagalan, kelelahan, atau bersalah (Depkes, 2000). 2.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Harga Diri Harga diri dipengauhi oleh berbagai macam faktor. Coopersmith menyebutkan faktor-faktor yang melatarbelakangi harga diri terdiri atas empat komponen (Sriati & Hernawati, 2007), yaitu: 1.
Pengalaman Yusuf (2000) mendefinisikan pengalaman sebagai suatu bentuk emosi, perasaan, tindakan, dan keadia yang pernah dialami individu; dirasakan bermakna; dan meninggalkan kesan dalam hidup individu (Sriati & Hernawaty, 2007). Pengalaman individu yang positif dapat meningkatkan harga diri, seperti: prestasi yang diraih dan kompentensi diri dalam berbagai hal. Sedangkan, pengalaman individu yang negatif dapat menurunkan harga diri, seperti: merasa dirinya tidak diterima, tidak kompeten, dan tidak bernilai.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
2.
Pola asuh Shochih (1998) mendefinisikan pola asuh sebagai cara orang tua dalam menunjukkan otoritasnya (Sriati & Hernawaty, 2007). Pola asuh merupakan cara orang tua untuk memebrikan perhatian serta tanggapan terhadap anak (Sriati & Hernawaty,2007). Adanya hukuman dalam keluarga yang tidak konsisten serta perilaku orang tua yang selalu membanding-bandingkan anak, dapat menurunkan harga diri anak (Potter & Perry, 2005).
3.
Lingkungan Yusuf (2000) menyebutkan, lingkungan memberikan dampak besar kepada remaja melaui hubungan yang baik antara remaja dengan orang tua, teman sebaya, dan lingkungan sekitar (Sriati & Hernawaty, 2007). Lingkungan yang membuat remaja merasa diterima, dihargai, akan menjadikan remaja merasa bahwa dirinya berniai untuk dirinya sendiri dan orang lain.
4.
Sosial ekonomi Sosial ekonomi merupakan suatu hal yang mendasari perbuatan individu untuk memenuhi dorongan sosial yang memerlukan dukungan finansial (Sriati & Hernawaty, 2007). Individu dengan latar belakang sosial ekonomi tinggi, akan merasa dirinya lebih berarti dan berharga, dibandingkan dengan orang lain dengan status sosial ekonomi di bawahnya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
Sianturi (2004) menyebutkan, faktor yang mempengaruhi pembentukan harga diri pada remaja, yaitu: 1.
Penyakit mental dan fisik Penyakit yang dialami remaja akan mempengaruhi bagaimana remaja melihat dirinya. Remaja akan malu untuk berhubungan dan bergaul dengan teman-temannya. Adanya penyakit, pembedahan, atau kecelakaan yang mengubah pola hidup dapat menurunkan harga diri individu (Potter & Perry, 2005).
2.
Sistem keluarga yang disfungsional Peraturan yang tidak konsisten, kritik yang deskrutif, orang tua yang terlalu melindungi dan mengontrol remaja, dan minimnya komunikasi dalam keluarga, akan menurunkan kepercayaan diri remaja (Sianturi, 2004). Selain itu,adanya hukuman dalam keluarga yang tidak konsisten serta perilaku orang tua yang suka membanding-bandingkan anaknya, dapat menurunkan harga diri anak (Potter & Perry,2005).
3.
Pengalaman negatif yang berulang Pengalaman negatif yang dapat dialami remaja meliputi aspek fisik, emosi, dan seksual, dapat menyebabkan remaja melihat dirinya sebagai individu yang tidak berharga (Sianturi,2004). Kegagalan individu merasa tidak berharga karena merasa tidak memiliki kompentensi yang memadai.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
4.
Ketidakhadiran orang dipercaya saat dibutuhkan Remaja seringkali merasa tidak ada orang lain yang peduli dan menyayanginya. Hal ini dikarenakan tidak adanya orang yang mendukung remaja saat remaja membutuhkan seseorang untuk membantu menyelesaikannya.
5.
Ideal diri yang tidak realitis Remaja merupakan individu yang idealis. Harapan yang terlalu tinggi dan tidak realistis,akan menyebabkan remaja merasa selalu gagal dalam melakukan sesuatu.
2.3.3
Perkembangan Harga Diri Remaja Erikson (2002) menyebutkan bahwa remaja awal akan mengalami
kebingungan karena mengalami perubahan dari segi fisik,kognitif, dan sosial saat masa pubertas (Shaffer, 2005). Robinson et, al (2002) menyebutkan bahwa individu yang memasuki masa remaja dengan harga diri yang utuh, akan mampu mengatasi semua perubahan perkembangan yang terjadi pada masa remaja (Shaffer, 2005). Remaja yang mampu mengatasi semua perubahan perkembangan yang terjadi, akan mengalami peningkatan harga diri secara bertahap. Pembentukan harga diri dimulai pada masa bayi. Johnson menyebutkan, bayi sangat responsif
terhadap segala hal yang diterimanya, baik itu perasaan
senang,marah, sedih, penerimaan, atau penolakan (Sianturi,2004). Penerimaan atau penolakan dari orang tua akan ditangkap oleh anak saat berinteraksi dengan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
orang tua. Hal ini akan terus dingat sampai anak menjadi besar dan ketika anak menjadi remaja, maka remaja akan mengalami krisis identitas (Sianturi,2004). Pencapaian harga diri yang tinggi akan menolong remaja melewati masa perkembangannya dengan optimal. Santrock (2007) menyebutkan bahwa harga diri remaja dapat di tingkatkan dengan: 1.
Mengidentifikasi penyebab rendahnya harga diri Harter berpendapat bahwa intervensi yang diberikan pada remaja
dengan harga diri negatif, harus sampai pada penyebab rendahnya harga diri (Santrock,2007). Hal ini dilakukan agar harga diri remaja dapat meningkat. Berbagai penelitian menyebutkan, intervensi yang dilakukan untuk membuat remaja merasa nyaman dengan dirinya sendiri, ternyata tidak efektif untuk meningkatkan harga diri remaja (Santrock, 2007). 2.
Mengidentifikasi bidang-bidang kompetensi yang penting bagi diri
remaja. Remaja memiliki harga diri positif apabila dapat tampil dengan kompeten dalam bidangnya (Santrock,2007). Sehingga, remaja harus didorong agar dapat mengidentifikasi bidang kompetensi yang ingin dicapainya. 3.
Menyediakan dukungan emosional dan persetujuan sosial Dukungan dan persetujuan dari orang tua dan teman sebaya,
menjadi hal yang sangat penting bagi remaja untuk meningkatkan harga diri (Santeock, 2007). Lingkungan yang nyaman bagi remaja, meliputi lingkungan yang memberikan dukungan emosional dan sosial, dapat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
meningkatkan harga diri remaja karena remaja merasa dicintai dan diterima oleh orang lain. 4.
Meningkatkan prestasi Prestasi dapt meningkatkan harga diri remaja. Sebab, prestasi
membuat remaja merasa dirinya mampu untuk melakukan tugas, yang belum tentu dapat dilakukan oleh orang lain. 5.
Meningkatkan ketrampilan koping remaja Lazarus menyebutkan, harga diri remaja akan meningkat apabila
rema
ja mencoba untuk mengatasi masalah yang akan dihadapi, bukan
menghindari masalah (Santrock,2007). Menghadapi masalah dengan realistis, jujur, dan tdak defensif dapat menghasilkan evaluasi diri yang positif
(Santrock,2007).
Sebaliknya,
menghadapi
masalah
dengan
pengingkaran, menipu diri, dan menghindar dapat menjadi pemicu bagi remaja untuk mengevaluasi diri secara negatif (Santrock, 2007).
2.3.4
Aspek-Aspek Harga Diri Coopersmith (2001) menyebutkan bahwa harga diri individu terdiri dari
beberapa aspek, yaitu: 1. Proses belajar Proses belajar merupakan istilah yang digunakan oleh Coopersmith untuk menggambarkan bagaimana individu menilai keadaan dirinya berdasarkan nilai-nilai pribadi yang diamatinya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
2.Penghargaan Harga diri mempunyai hubungan dengan bagaimana corak dasar remaja dalam menghadapi lingkungan 3.Penerimaan Keluarga merupakan tempat sosialisasi pertama bagi anak, penerimaan keluarga yang positif akan sangat berpengaruh pada perkembangan harga diri anak pada masa dewasa kelak dan cara orang tua memperlakukan anak sangat mempengaruhi pembentukan harga diri 4.Interaksi dengan lingkungan Remaja dengan harga diri yang tinggi memiliki sejumlah karakteristik kepribadian yang dapat mengarah pada kemandirian sosial dan kreativitas yang tinggi.
2.3.5
Indikator Harga Diri Harga diri dapat terukur melalui beberapa perilaku positif maupun negatif
yang dilakukan oleh seseorang (Santrock,2007). Berikut adalah indikator yang digunakan untuk mengukur harga diri individu melalui observasi perilaku: Tabel 2.1 Indikator Harga Diri Indikator Positif Indikator Negatif 1. Memberikan pengarahan atau perintah1. Merendahkan orang lain dengan cara kepada orang lain. mengejek, memanggil nama secara langsung, atau bergosip. 2. Menggunakan kualitas suara yang2. Menggunakan bahasa tubuh secara sesuai dengan situasinya. berlebihan atau diluar konteks. 3. Memberikan pengarahan atau perintah3. Melakukan sentuhan yang tidak pada kepada orang lain tempatnya atau menghindari kontak fisik. 4. Duduk bersama orang lain selama4. Membiarkan kesalahn terjadi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
5. 6. 7.
melakukan aktivitas sosial Bekerja secara kooperatif dalam sebuah5. Menyombongkan prestasi, ketrampilan, kelompok. dan penampilan. Memulai percakapan yang ramah6. Secara verbal merendahkan dirinya dengan orang lain. sendiri atau menjatuhkan dirinya sendiri. Menjaga jarak yang nyaman antara7. Berbicara dengan nada yang keras, dirinya dengan orang lain. kasar, dan dogmatik.
2.4 Pola Asuh Orang Tua Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi orang yang berkepribadian baik, sikap mental yang sehat serta akhlak yang terpuji. Orang tua sebagai pembentuk pribadi yang pertama dalam kehidupan anak, dan
harus
menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya. Dalam mendidik anak, terdapat berbagai macam bentuk pola asuh yang bisa dipilih dan digunakan oleh orang tua. Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap. Sedangkan kata asuh dapat berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu; melatih dan sebagainya), dan memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga. Lebih jelasnya, kata asuh adalah mencakup segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan, perawatan, dukungan dan bantuan sehingga orang tetap berdiri dan menjalani hidupnya secara sehat. Jadi pola asuh orang tua adalah suatu keseluruhan interaksi antara orang tua dengan anak, di mana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
oleh orang tua, agar anak dapat mandiri, tumbuh, dan berkembang secara sehat dan optimal.
2.4.1.Macam-macam Pola Asuh Orang Tua Hubungan dengan orang tua merupakan dasar bagi perkembangan emosional dan sosial anak. Sejumlah ahli mempercayai bahwa kasih sayang orang tua atau pengasuh selama beberapa tahun pertama merupakan kunci utama perkembangan sosial anak(Desmita, 2005). Gaya pengasuhan orang tua dapat mempengaruhi pembentukan karakter anak. Dalam membentuk karakter anak diperlukan syarat-syarat mendasar bagi terbentuknya kepribadian yang baik. Menurut Erikson (Hurlock, 2002)dasar kepercayaan yang ditumbuhkan melalui hubungan ibu-anak pada tahun-tahun pertama kehidupan anak-anak memberikan bekal bagi kesuksesan anak dalam kehidupan sosialnya ketika ia dewasa. Erikson juga menerangkan apa yang dipelajari seorang anak tergantung pada bagaimana orang tua memenuhi kebutuhan anak akan makanan, perhatian, dan cinta kasih. Sekali ia belajar, sikap demikian akan mewarnai persepsi individu akan masyarakat dan suasana sepanjang hidup. Salah satu aspek penting dalam hubungan orangtua dan anak adalah gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orangtua. Marcolm Hardy dan Steve Heyes (Hurlock,2002) mengemukakan empat macam pola asuh yang dilakukan orangtua dalam mendidik anak, yaitu:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
1. (Autokratis) otoriter Ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua dan kebebasan anak sangat di batasi. 2. Demokratis Ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak 3. Permisif Ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri. 4. Laissez faire Ditandai dengan sikap acuh tak acuh orang tua terhadap anaknya. Peneliti hanya akan mengemukakan tiga macam saja, yaitu pola asuh otorirter, demokratis dan laissez faire. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar pembahasan menjadi lebih terfokus dan jelas. Jika dilihat dari berbagai macam bentuk pola asuh, intinya hampir sama. Misalnya saja antara pola asuh autokratis, over protection, over discipline. Dominasi, favoritisme, ambisi orang tua dan otoriter, semuanya menekankan pada sikap kekuasaan, kedisiplinan dan kepatuhan yang berlebihan. Demikian pula hal nya dengan pola asuh laissez faire, reflection, submission, permisiveness, memanjakan. Secara implisit, kesemuanya itu memperlihatkan suatu sikap yang kurang berwibawa, bebas, acuh tak acuh. Adapun acceptance (penerimaan) bisa termasuk bagian dari pola demokratis. Oleh karena itulah, maka peneliti hanya akan membahas tiga macam pola asuh, yang secara teoritis lebih dikenal
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
dibandingkan dengan yang lainnya. Yaitu pola asuh otoriter, demokratis dan laissez faire.
2.5 Kerangka Berpikir Dari gambar kerangka yang telah dibuat,peneliti ingin meneliti dan mengetahui hubungan dari pola asuh orang tua dengan perilaku merokok pada remaja awal, dan peneliti juga ingin mengetahui hubungan harga diri dengan perilaku merokok. Dari ketiga variabel tersebut,dimana pola asuh orang tua (X1) dan harga diri (X2) merupakan variabel independen dan perilaku merokok(Y) merupakan variabel depende, yang pada akhirnya akan di tambahkan hasil penelitian pengaruh pola asuh orangtua dan harga diri terhadap perilaku merokok dari penelitian tersebut.
Pola Asuh Orang Tua Perilaku Merokok
Harga Diri
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
2.6 Hipotesis 1. Apakah ada hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku merokok pada remaja awal. 2. Apakah ada hubungan harga diri dengan perilaku merokok pada remaja awal. 3. Apakah ada hubungan pola asuh orang tua dengan harga diri. 4. Apakah ada hubungan pola asuh orang tua dan harga diri dengan perilaku merokok pada remaja awal.
http://digilib.mercubuana.ac.id/