BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kompresor Aksial
Kompresor aksial merupakan salah satu tipe kompresor yang tergolong dalam rotodynamic compressor, dimana proses kompresi di dalamnya dihasilkan dari efek dinamik antara sudu (blade) dengan fluida kerja dengan mengacu pada persamaan moment of momentum dan tidak mengacu pada efek perubahan volume. Berbeda dengan kompresor sentrifugal/radial, aliran fluida diantara sudu-sudu (blades) tidak diarahkan secara radial melainkan secara aksial [1]. Dibandingkan dengan kompresor sentifugal, kompresor aksial dengan kebutuhan daya (rate of shaft work) yang sama akan menghasilkan head yang lebih kecil, tetapi kapasitas aliran (volumetric flowrate) yang lebih besar. Dengan demikian rasio tekanan (pressure ratio), P2/P1 , untuk single stage-nya juga lebih rendah. Untuk mengatasi kekurangan ini, atau untuk memberikan head/rasio tekanan yang sama, kompresor biasanya secara multistage, dengan tanpa memperbesar ukuran mesinnya ke arah radial [1]. Perbedaan
lain
dari
kompresor
aksial
dibandingkan
dengan
kompresor
sentrifugal/radial adalah proses kenaikan tekanan tahap keduanya. Seperti sudah diketahui, untuk kedua tipe proses kenaikan tekanan tahap pertama sama-sama terjadi pada rotor nya. Sedangkan untuk proses kenaikan tekanan berikutnya, apabila pada kompresor radial terjadi pada rumah siput (volute chamber) maka pada kompresor aksial, proses kenaikan tekanan berikutnya terjadi pada stator. Jadi yang dimaksud “satu stage” untuk kompresor aksial adalah kombinasi dari rotor dan stator sedangkan untuk kompresor radial adalah pada rotor dan volute chamber. Proses kenaikan tekanan untuk “satu stage” kompresor aksial dapat digambarkan pada gambar 2.1 yaitu sebagai berikut [1]:
5
Gambar 2.1. Proses kompresi untuk satu stage pada kompresor aksial
2.2 Kaskade
Kaskade merupakan grup airfoil yang sejajar satu sama lain dan jaraknya cukup dekat sehingga aliran fluida sekitar masing-masing airfoil dipengaruhi oleh airfoil didekatnya.
2.2.1 Terminologi dan Tatanama Kaskade
Dalam rangka bahasan dua dimensi, potongan penampang sudu pada posisi jari-jari rata-rata (mean radius), biasanya ditampilkan dalam satu plane compressor cascade (linear cascade), dengan acuan sistem koordinat salib sumbu (x,y). Adapun yang perlu juga dipahami adalah penampang sudu dari kompresor aksial mempunyai bentuk spesifik tertentu, yang secara aerodinamik disebut airfoil. Untuk satu stage (rotor-stator), suatu linear compressor cascade yang merupakan potongan penampang pada jari-jari rata-rata, ditunjukkan pada gambar 2.2 berikut [1]:
6
Gambar 2.2. Satu stage linear compressor cascade Untuk suatu normal stage: W1 W3
dan
1 3
W = kecepatan relatif
C x1 C x 2 C x 3 C x
C
U1 U 2 U 3 U
U = blade speed
= kecepatan sudut
Cx = kecepatan aksial Cy = komponen C dalam arah y Dimana, γ = stagger angle (sudut antara chord line airfoil dengan arah aksial x) S = space (jarak antara sudu ke sudu) Penjelasan dari terminologi itu dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut ini, dimana [1]: = camber angle t = airfoil thickness l = chord b = camber a = suatu posisi yang menentukan letak bmax
7
Gambar 2.3. Terminologi profil standar
Adapun bagian-bagian dari airfoil secara lebih terperinci sebagai berikut: 1. Leading edge adalah ujung depan dari airfoil 2. Trailing edge adalah ujung belakang dari airfoil 3. Chord (l) adalah jarak antara leading edge dengan trailing edge 4. Chord line adalah garis lurus yang mennghubungkan leading edge dengan trailing edge 5. Camber line adalah garis yang membagi sama besar antara permukaan atas dan permukaan bawah 6. Camber (Maksimum) adalah jarak maksimum antara camber line dan chord line, diukur pada garis tegak lurus chord line . Posisi maksimum camber diukur dari leading edge dalam bentuk persentase chord 7. Maksimum thickness (tmax) adalah jarak maksimum antara permukaan atas dan permukaan bawah airfoil yang juga diukur tegak lurus terhadap chord line.
Beberapa terminologi sudut yang penting : -
Incidence ( i ) adalah perbedaan antara air inlet angle (sudut masuk aliran) ( 1 ) dengan camber line inlet angle ( 1' ) atau dapat ditulis, i 1 1'
-
Deviation ( ) adalah perbedaan antara air outlet angle (sudut keluar aliran) ( 2 ) dengan camber line outlet angle ( 2' ) atau dapat ditulis, 2 2'
-
Deflection ( ) adalah perbedaan antara air inlet angle dengan air outlet angle atau dapat ditulis dengan, 1 2
8
Bila diambil referensi terhadap chord line, maka dari gambar 2.4 didapat pengertian yang penting dari sudut aliran masuk serta hubungannya dengan stagger angle , sebagai berikut [1]:
= stagger angle
1 = sudut masuk aliran 1 = + angle of attack
Gambar 2.4. Hubungan antara angle of attack dengan stagger angle
dimana : Sudut serang (angle of attack) adalah sudut yang dibentuk oleh tali busur pada sebuah airfoil ( chord line ) dengan arah aliran udara yang melewatinya ( relatif wind ). Catatan penting : Untuk rotor cascade yang bergerak dengan blade speed, U, maka harus dimengerti bahwa : - Sudut 1 harus diganti atau dilihat sebagai sudut 1 - Sudut 2 harus diganti atau dilihat sebagai sudut 2 - Sudut 1' harus diganti atau dilihat sebagai sudut 1' - Sudut 2' harus diganti atau dilihat sebagai sudut 2' Selain dari bentuk airfoil, geometri dari cascade sangat ditentukan oleh stagger angle (γ) dan space-chord ratio (S/l), dimana l adalah chord dari airfoil. Untuk kompresor aksial (yang sub sonic), airfoil yang digunakan biasanya dari Family British Profile dari seri C4 dan C7 atau dari NACA Profile dari seri NACA 65 (American Series Profile 65). Berdasarkan uraian di atas untuk airfoil NACA, telah dikeluarkan standar data beserta karakteristik aerodinamikanya yang dinyatakan dalam bentuk serial number, yang mana setiap digitnya mempunyai arti sebagai berikut: 9
1. NACA 4 digit :
Angka pertama menunjukkan harga maksimum chamber dalam persentase terhadap chord.
Angka kedua menunjukkan lokasi dari maksimum chamber dalam persepuluh chord dari tepi depan.
Dua angka terakhir menunjukkan maksimum thickness dalam persentase chord.
Misalkan NACA 4412
chamber maksimum = 0,04 l
jarak chamber maksimum dari leading edge = 0,4l
tebal maksimum = 0,12 l
2. NACA 5 digit :
Angka pertama menunjukkan 3/2 koefisien gaya angkat yang direncanakan, yaitu CL pada sudut optimal dan dinyatakan dalam persepuluh, selain itu angka pertama ini menunjukkan chamber maksimum dan dinyatakan dalam persen dari panjang chord.
Angka kedua dan ketiga secara bersama-sama menunjukkan dua kali jarak chamber maksimum dari leading edge, dan dinyatakan dalam persen dari panjang chord
Dua angka terakhir menunjukkan tebal maksimum dan dinyatakan dalam persen kali panjang chord
Misalkan NACA 23012
CLoptimal = ³/² x 2 x ¹/¹º = 0,3 l
chamber maksimum = 0,02 l
jarak chamber maksimum dari leading edge = ½ x 30% = 0,15 l
tebal maksimum = 0,12 l
3. NACA seri- 6 : Airfoil ini dirancang sebagai airfoil laminer, untuk kecepatan tinggi, memindahkan letak tebal maksimum kebelakang dan mengurangi radius lingkaran tepi depan. Disekitar
10
CL yang dirancang dapat diperoleh CD yang lebih rendah, terutama dalam daerah CL yang lebih rendah. Adapun arti dari serial nomor pada NACA seri-6 sebagai berikut:
Angka pertama menunjukkan nomor seri
Angka kedua menunjukkan tekanan minimum yang dinyatakan dalam sepersepuluh chord dari leading edge
Angka ketiga dan keempat yang didahului dengan tanda minus menunjukkan koefisien lift rancangan, yang dinyatakan dalam sepersepuluh dari angka yang tertera.
Dua angka terakhir menunjukkan tebal maksimum yang dinyatakan dalam persentase dari chord
Misalkan NACA 65-(18)10 :
NACA seri- 6
Tekanan minimum = 50% dari chord (l) = 0.5 l
Koefisien lift rancangan = 1.8
Tebal maksimum = 10% dari chord (l) = 0.1 (l)
2.2.2 Kaskade Dua-Dimensional
Kerja
dari setiap mesin turbo bergantung langsung kepada perubahan-perubahan
momentum sudut dari fluida kerja pada saat melewati barisan sudu. Pemahaman yang lebih mendalam dalam mekanika mesin-mesin turbo didapatkan dari perubahan-perubahan aliran dan gaya-gaya yang bekerja pada masing-masing barisan sudu. Terowongan kaskade dengan kaskadenya sendiri yang terdiri dari berapa sudu identik, berjarak sama dan sejajar satu sama lainnya. Untuk mesin-mesin aliran aksial dengan perbandingan dasar puncak yang besar, kecepatan-kecepatan radialnya diabaikan dan untuk pendekatan, alirannya dapat dianggap dua-dimensional. Aliran dalam kaskade dengan demikian cepat dapat digunakan sebagai model yang cukup beralasan dari suatu aliran di dalam mesin. Untuk perbandingan dasar puncak yang lebih kecil biasanya sudu-sudu dari
11
mesin-mesin turbo mempunyai puntiran yang cukup besar, besarnya bergantung pada jenis ”perecanaan kisaran” yang dipilih. Walaupun demikian data-data yang diperoleh dari kaskade dua-dimensi masih berguna bagi perencana yang memerlukan pengetahuan mengenai penampilan sebagian sudu yang berada dalam barisan [1].
2.2.3 Karakteristik Kaskade
Untuk suatu cascade dengan geometri (blade shape, stagger, camber dan space-chord ratio) tertentu, data hasil pengukuran 2D, biasanya disajikan dalam bentuk grafik deflection ( ) sebagai fungsi dari incidence ( i ) atau sebagai fungsi dari air inlet angle ( 1 ) ;
Kenaikan tekanan statik (dalam bentuk koefisien : p / 1 / 2 W12 ) sebagai fungsi dari incidence atau sebagai fungsi dari air inlet angle) ; serta total pressure coefficient
( v p0 / 1/ 2W12 sebagai fungsi dari incidence atau sebagai fungsi dari air inlet angle. Sering kali pula grafik ,
p / 1 / 2 W12 dan v disajikan sebagai fungsi dari angle of
attack (), karena pada stagger () yang tetap perubahan incidence (i) berarti perubahan angle of attack () juga berarti perubahan inlet angle (1). Perlu dijelaskan disini bahwa yang dimaksud dengan pengukuran 2D cascade adalah pengukuran dengan bidang ukur pada dua sudu pada tengah-tengah span yang terbentang satu pitch (space) diantara dua sudu pada jarak tertentu didepan dan dibelakang barisan sudu. Gambar 2.5 menunjukkan bidang pengukuran yang dimaksud, dimana potongan profile menunjukkan pada tengah-tengah span [1].
Gambar 2.5. Bidang ukur 2D, di tengah span
12
Konfigurasi cascade 2D yang utama, yang menunjukkan space-chord ratio (S/l), stagger (), inlet angle (1), angle of attack (), outlet angle (2), space (S) dan chord (l) dapat dilihat pada gambar 2.6 berikut [1]:
Gambar 2.6. Konfigurasi cascade 2D
Sebagai contoh karakteristik cascade (cascade characteristic) dengan blade shape : British Profile 9C7/32.5C50; stagger = 30° dan 50°, space-chord ratio (S/l) = 1,0 (gambar di
atas) yang menunjukkan F ( ), p / 1 / 2 W12 = F (), dan v F ,dapat dlihat pada gambar 2.7 berikut :
13
Gambar 2.7. Cascade characteristic (Sasongko, TU Braunscheweig)
Ilustrasi pemasangan suatu kompresor cascade pada wind tunnel, yang sekali lagi juga menunjukkan bidang pengukuran 2D, ditunjukkan pada gambar 2.8 berikut [1]:
14
Gambar 2.8. Wind tunnel test of 2D cascade (Sasongko, TU Braunscheweig)
15
2.3
Udara
2.3.1 Tekanan Udara
Setiap benda yang mempunyai ruangan yang terbuka menerima tekanan udara. Dimana definisi dari tekanan udara adalah suatu gaya persatuan luas yang bekerja pada suatu bidang dalam ruangan. Disini tekanan udara bekerja tegak lurus terhadap suatu bidang. Udara yang mempunyai berat jenis dan terletak diatas permukaan seluas 1 cm² akan menekan bidang ini. Tekanan udara diukur dengan Barometer ataupun Manometer. Barometer digunakan untuk mengukur tekanan udara diruangan terbuka sedangkan Manometer digunakan untuk mengukur tekanan udara didalam ruangan tertutup. Satuan dari pengukuran tekanan udara adalah N/m² atau Pascal [3]. Kebanyakan alat pengukur tekanan memberikan beda diantara tekanan yang diukur dengan tekanan atmosfir, beda tekanan ini disebut dengan tekanan gage (gage pressure) dan dinotasikan dengan Pag (Pascal gage) atau psig (lbf/in2 gage).
2.3.2 Tekanan Dinamis, Statis, dan Stagnasi.
Tekanan yang dapat diukur bila aliran diperlambat sampai dengan kecepatannya sama dengan nol, dengan proses tanpa gesekan adalah tekanan stagnasi. Tekanan yang diukur oleh alat ukur yang bergerak bersama – sama aliran dengan kecepatan yang sama adalah tekanan statis. Sedangkan tekanan dinamis adalah perbedaan antara tekanan stagnasi dan statis.
2.3.3 Kekentalan Udara (viscousity)
Dalam proses gerakan udara tidak dapat dilepaskan dengan faktor kekentalan udara didaerah itu. Sedangkan keadaan kekentalan udara pada suatu daerah dipengaruhi oleh keadaan suhu setempat. Jadi pada daerah yang mempunyai suhu lebih tinggi akan
16
mempunyai kekentalan udara yang lebih kecil sehingga kemampuan bergeraknya makin tinggi. Koefisien kekentalan udara absolut dinyatakan dengan rumusan sebagai berikut :
dv / dh
lb / ft 2 lb.sec ft / sec / ft ft 2 ............................................. (2.1)
dimana : μ
= koefisien kekentalan udara
τ
= tegangan geser yang terjadi
dv/dx = perubahan kecepatan terhadap perubahan jarak Untuk bermacam – macam gas yang ada dalam udara, kemampuan mengalir gas – gas tersebut sangat dipengaruhi oleh suhu disekitarnya. Makin tinggi suhu yang ada disekitar udara tersebut makin tinggi pula kemampuan mengalir gas – gas tersebut.
2.3.4 Bilangan Reynolds ( Reynold Number )
Seorang ahli fisika bernama Reynolds telah melakukan percobaan – percobaan dengan mengalirkan udara kedalam pipa – pipa yang berlainan ukurannya. Bila kerapatan dan viskositas tetap, ternyata aliran udara laminar akan berubah menjadi aliran pusar (turbulen) pada suatu kecepatan
tertentu, dan besar kecepatan ini berbanding terbalik dengan
diameter pipa yang dipakai. Bila aliran udara melewati suatu benda dapat disimpulkan bahwa besar kecepatan tersebut adalah :
berbanding lurus dengan densitas udara
berbanding lurus dengan kecepatan udara
berbanding lurus dengan ukuran / panjang benda
berbanding terbalik dengan koefisien viskositas
Dari hasil percobaan tersebut ditemukan bilangan yang tak berdimensi yang selanjutnya disebut Bilangan Reynolds dan dapat dirumuskan sebagai berikut [3]: Re
. V. D
...................................................................... (2.2)
dimana :
17
Re
= Bilangan Reynolds ( Reynold Number )
ρ
= Massa jenis (Density fluida) (kg/m3)
V
= Kecepatan rata-rata fluida (m/det)
D = Diameter pipa (m) μ = Viskositas dinamik (Kg/m.s) Batas dimana aliran laminer berubah menjadi aliran turbulent disebut dengan bilangan Reynolds Kritis (Critical Reynolds Number). Karena Reynolds Number tergantung pada density dan viskositas maka bila ketinggian berubah maka bilangan Reynolds pun berubah, misalkan bila ketinggian bertambah maka bilangan Reynoldsnya akan turun.
2.3.5
Boundary Layer
Pada setiap aliran udara yang melalui suatu benda akan mengalami pergeseran dengan permukaan benda tersebut. Gesekan ini akan menimbulkan suatu hambatan / tahanan. Besar kecilnya tahanan ditentukan oleh [3]: Keadaan permukaan benda
Kecepatan udara yang mengalir
Letak benda terhadap aliran udara
Kerapatan udara
Dengan adanya gesekan permukaan (skin friction) maka pada setiap aliran udara yang mengalir melalui benda akan menyebabkan adanya perubahan kecepatan aliran udara dari yang paling kecil sampai dengan suatu daerah yang mempunyai kecepatan maksimum. Kecepatan tiap lapisan udara berbeda – beda sehingga tampak batas setiap lapisan. Pada gambar 2.9 ditunjukkan aliran udara yang mengalir pada suatu benda yang kemudian terjadi aliran lapisan – lapisan udara yang rata serta sejajar dengan permukaan benda tadi, maka aliran udara yang demikian disebut aliran udara Laminar. Pada aliran udara laminer ini juga terjadi Boundary Layer, sehingga kecepatan lapisan udara yang dekat dengan permukaan benda akan lebih lambat dibandingkan dengan kecepatan lapisan udara yang dititik yang lebih jauh dari permukaan benda. [3].
18
Gambar 2.9 Lapisan Batas
2.3.6
Teori Bernoulli
Dalam aliran udara yang bergerak streamline, dimana udara ini bersifat aliran udara yang tetap (steady flow), tidak dapat ditekan dan tidak kental ( non viskos ) oleh Bernoulli didapatkan suatu teori yang menyatakan bahwa : Energi potensial + energi kinetik + energi tekanan = konstan Karena total energi adalah konstan, maka berkurangnya kecepatan akan berpengaruh terhadap energi kinetik, diimbangi dengan bertambahnya tekanan statis yang berpengaruh kepada energi potensial. Rumus umum energi kinetik [3]: Ek = ½ . m . V2
...................................................................... (2.3)
dimana : Ek = energi kinetik, Joule m = massa (Kg) V = kecepatan, (m/s) karena : massa = density x volume, maka : Energi Kinetik persatuan volume udara menjadi : Ek/m3 = ½ . ρ . V2 ................................................................ (2.4) dimana : Ek/m3 = energi kinetik persatuan volume
19
=
Joule ....................................................................... (2.5) m3
ρ
= density udara, Kg/m3
V
= kecepatan udara, m/s
Energi potensial hanya dinyatakan oleh perubahan tekanan statis. Jadi persamaan energi total yaitu penjumlahan dari energi potensial dan energi kinetik, hal ini dapat dikatakan sebagai total tekanan atau tekanan stagnasi atau head tekanan. Persamaan Tekanan Total dirumuskan menjadi : P t = P s + ½ . ρ . V2
...................................................................... (2.6)
dimana : Pt
= total tekanan, tekanan stagnasi
Ps
= tekanan statis
½ . ρ . V2 = tekanan dinamis Persamaan diatas merupakan persamaan Bernoulli untuk aliran inkompresibel (tak mampu mampat). Tekanan dinamis merupakan hal yang sangat penting dalam persamaan di atas. Dimana tekanan dinamis merupakan faktor penting pada perubahan tekanan statis permukaan.
2.4 Pengukuran Kecepatan Udara
2.4.1 Tekanan Statis dan Tekanan Dinamis
Pada percobaan dengan menggunakan papan yang berdiri tegak lurus kemudian dialirkan udara, akan timbul suatu gaya yang disebabkan oleh tekanan dinamis. Sebenarnya tekanan dinamis ini adalah merupakan suatu hambatan udara atau drag yang besarnya sama dengan k . ρ . V2. . Karena konstanta K = ½ maka tekanan dinamis menjadi : Pd = ½ . ρ . V2 ............................................................................ (2.7) dimana : Pd = Tekanan dinamis (N/m2) ρ = Massa jenis udara (Kg/m3)
20
V = Kecepatan udara (m/s) Sedangkan tekanan statis adalah tekanan udara disuatu tempat yang tidak dipengaruhi oleh hal – hal lain disekitarnya. Dalam suatu kejadian aliran udara dalam suatu ruangan terjadi bahwa jumlah tekanan statis dan tekanan dinamis selalu konstan.
2.5 Pengaruh Gradiasi Tekanan pada Aliran : Separasi
Gradiasi tekanan dikatakan terbalik bila tekanan bertambah searah dengan aliran, yaitu P/x > 0. Bila P/x < 0, jadi tekanan berkurang maka gradiasi tekanan dikatakan menggunakan (favourable). Bila kita memperhatikan gaya – gaya yang bekerja pada partikel yang mengalir dekat permukaan padat, maka kita akan lihat bahwa ada gaya geser yang memperlambat aliran tersebut untuk gradiasi tekanan macam apapun. Pada gambar 2.10 ditunjukkan suatu pengaruh gradiasi tekanan pada aliran. Untuk aliran P/x = 0, perlambatan tersebut mengakibatkan berkurangnya momentum tetapi tidak cukup membawa partikel yang mengalir berhenti. Pada kawasan ( 1 ) dimana P/x < 0, disini tidak ada kemungkinan gerakan partikel akan berhenti. Pada kawasan ( 3 ) dimana P/x > 0, disini gerakan partikel secara berangsur-angsur diperlambat sampai betul-betul berhenti
U 0 y y 0
atau dikatakan bahwa aliran dalam boundary layer mengalami
separasi. Dan selanjutnya dibelakang titik separasi terjadi suatu aliran balik (back flow). Untuk aliran turbulen, momentum aliran lebih besar sehingga dia mempunyai sifat yang lebih tahan terhadap separasi artinya bahwa agak sulit bagi gaya geser untuk mengimbangi momentum aliran [2].
21
Gambar 2.10 Aliran boundary layer dengan gradiasi tekanan
22