BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Aset
Manajemen Aset merupakan suatu bidang keilmuan baru dalam dunia pendidikan
yang muncul akibat adanya fenomena kekayaan sumber daya, baik sumber daya alam
(SDA), sumber daya manusia (SDM), dan juga infrastruktur yang masih belum dikelola dengan baik. Manajemen aset dilaksanakan untuk mengelola sumber daya secara optimal dan adil yang bertujuan untuk mencapai suatu tujuan dan sasaran, serta
dalam pelaksanaannya adalah untuk mendukung penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good governance) yang mencakup pelaksanaan akuntabilitas, partisipasi dan keterbukaan. Saat ini Manajemen aset berkembang menjadi dinamis, inisiatif dan strategis. Namun profesi atau keahliannya saat ini belum sepenuhnya berkembang dan populer dimasyarakat. 2.1.1 Pengertian Manajemen Aset Pemerintah
South
Australia
dalam
Hariyono
(2007),
mendefinisikan
manajemen aset sebagai “…a process to manage demand and guide acquisition, use and disposal of assets to make the most of their service delivery potential, and manage risks and costs over their entire life”, yang artinya proses untuk mengelola permintaan dan akuisisi panduan, penggunaan dan penghapusan aset untuk memanfaatkan potensi layanan, dan mengelola risiko dan biaya seumur hidup aset. Adapun definisi lain dari manajemen aset menurut Danylo dan Lemer (dalam Hariyono, 2007) adalah “…a methodology to efficiently and equitably allocate resources amongst valid and competing goals and objectives.”, yang artinya sebuah metodologi efisien dan mengalokasikan sumber daya secara adil untuk mencapai tujuan dan sasaran. Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen aset meliputi suatu proses yang dimulai dari proses perencanaan sampai dengan penghapusan (disposal) dan diperlukan adanya suatu pengawasan terhadap aset-aset
10
tersebut
selama
umur
penggunaannya
oleh
suatu
organisasi
atau
Kementerian/Lembaga.
2.1.2 Tujuan Manajemen Aset Menurut Sutrisno (2004), tujuan umum manajemen aset adalah mengarahkan sistem pengelolaan aset sehingga pemanfaatannya efektif dan efisien. Efektif dengan sasaran yang tercapai, sedangkan efisien berkaitan dengan biaya berkaitan yang dikeluarkan. Sedangkan tujuan khusus dari manajemen aset ini yaitu
meningkatkan kualitas aset, meningkatkan penggunaan dan pemanfaatan aset, meningkatkan kualitas layanan aset dan meningkatkan cakupan layanan aset. Kaganova (2006), merumuskan 4 tujuan dari manajemen aset, antara lain sebagai berikut: 1. Mengatur kebijakan mengenai pengelolaan aset perseroan baik dari sisi penerimaan, pencatatan, distribusi, perbaikan, pemindahan, upgrade sampai dengan penghapusan (disposal) 2. Memudahkan dalam melakukan identifikasi aset perseroan yang hilang dan rusak 3. Memperbesar manfaat aset dan inventaris kantor dengan memastikan bahwa aset digunakan dan dipelihara secara efektif 4. Efisisensi pemanfaatan dan pemilikan, membuat pemanfaatan aset optimal sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Menurut Siregar (2002:198), ada 3 tujuan utama dari manajemen aset yaitu efisiensi pemanfaatan dan pemilikan, terjaga nilai ekonomis dan objektivitas dalam pengawasan dan pengendalian peruntukkan, penggunaan serta alih penguasaan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dibawah ini: 1. Efisiensi pemanfaatan dan pemilikan Pengelolaan yang baik, membuat pemanfaatan aset optimal ataupun maksimal. Aset yang dikelola dapat digunakan sesuai dengan tugas pokok
11
dan fungsi (TUPOKSI) dan dimanfaatkan secara efektif dan efisien sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.
2. Terjaga nilai ekonomis dan potensi yang dimiliki
Nilai ekonomis suatu aset akan terjaga, apabila aset dikelola dengan baik. Potensi yang dimiliki oleh aset akan memberikan keuntungan baik dari segi pendapatan maupun dari pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
3. Objektivitas dalam pengawasan dan pengendalian peruntukkan, penggunaan serta alih penguasaan.
Pengelolaan aset yang baik, dapat membuat pengawasan akan lebih terarah. Sehingga peruntukkan, penggunaan dan alih penguasaan aset akan tepat sesuai dengan rencana. Selain itu pengawasan bertujuan membantu pencapaian tujuan dari aset tersebut. Sedangkan Menurut Hambali (2010), ada lima tujuan dari manajemen aset. Tujuan-tujuan dari manajemen aset meliputi kejelasan status kepemilikan aset, inventarisasi kekayaan daerah dan masa pakai aset, optimalisasi penggunaan dan pemanfaatan untuk meningkatkan pendapatan, pengamanan aset dan dasar penyusunan neraca. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada penjelasan di bawah ini: 1. Kejelasan Status Kepemilikan Aset Pengelolaan aset yang dilakukan. salah satunya dengan melakukan legal audit dari suatu aset. sehingga dapat diketahui secara jelas kepemilikan aset tersebut. Hal ini untuk menghindarkan kepemilikan ganda dari satu aset. 2. Inventarisasi Kekayaan Daerah Dan Masa Pakai Aset Aset yang sudah diketahui secara jelas status kepemilikannya dapat di inventarisasikan sesuai dengan status kepemilikannya. Apabila aset itu milik negara maka akan di inventarisasi sebagai kekayaan negara. apabila aset itu milik pemerintah daerah maka aset tersebut akan di inventarisasi sebagai kekayaan
12
daerah.
Selain itu akan diketahui masa pakai dan umur ekonomis dari aset
tersebut. 3. Optimalisasi Penggunaan Dan Pemanfaatan Untuk Peningkatan Pendapatan
Aset yang berstatus idle capacity dapat dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan
peruntukkan yang ditetapkan. Sehingga dapat diketahui pemanfaatannya untuk apa. peruntukkan dari aset tersebut kepada siapa dan mampu mendatangkan
pendapatan bagi pengelola aset.
4. Pengamanan Aset Aset yang dimiliki dapat diamankan dengan baik, karena telah di inventarisasi sehingga aset tersebut tidak akan jatuh ke tangan orang lain. Apabila ada yang mengakui memiliki aset tersebut dapat dibuktikan secara hukum. 5. Dasar Penyusunan Neraca Aset
yang
sudah
diketahui
secara
jelas
kepemilikannya.
akan
dapat
diperhitungkan dalam dasar penyusunan neraca sebagai jumlah kekayaan yang dimiliki baik oleh negara maupun daerah. Berdasarkan pendapat di atas. secara umum tujuan dari pengelolaan aset ini adalah membantu suatu entitas (organisasi) dalam memenuhi tujuan penyediaan pelayanan secara efektif dan efisien. Hal ini mencakup perencanaan, panduan pengadaan, penggunaan, penghapusan aset dan pengaturan risiko serta biaya yang terkait selama siklus hidup aset. 2.1.3 Tahapan Kerja Manajemen Aset Menurut Siregar (2004) alur manajemen aset dapat dibagi menjadi 5 (lima) tahapan kerja, yaitu inventarisasi aset, legal audit, penilaian aset, optimalisasi aset, dan pengembangan SIMA (Sistem Informasi Manajemen Aset). Namun. Berikut adalah penjelasan mengenai setiap alur manajemen aset menurut Siregar (2004):
13
1. Inventarisasi Aset Proses kerja yang dilakukan dalam inventarisasi adalah pendataan, kodefikasi
atau labelling, pengelompokkan, dan pembukuan/administrasi sesuai dengan
tujuan manajemen aset.
2. Legal Audit Merupakan satu lingkup kerja yang berupa inventarisasi status penguasaan aset, sistem dan prosedur penguasaan atau pengalihan aset, identifikasi dan mencari solusi atas permasalahan legal, dan strategi untuk memecahkan
berbagai permasalahan legal yang terkait dengan penguasaan ataupun pengalihan aset. 3. Penilaian Aset Penilaian aset merupakan suatu proses kerja untuk melakukan penilaian atas aset yang dikuasai. Biasanya hal ini dikerjakan oleh konsultan penilaian yang independen. 4. Optimalisasi Aset Optimalisasi aset merupakan proses kerja dalam manajemen aset yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal, dan nilai ekonomi yang dimiliki aset tersebut. 5. Pengembangan SIMA SIMA (Sistem Informasi Manajemen Aset) adalah salah satu sarana yang efektif untuk meningkatkan kinerja pengawasan dan pengendalian aset. Lebih jelasnya lihat pada gambar2.1 :
14
Sumber: Siregar (2004)
Gambar 2.1 Alur Manajemen Aset Sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2006 tahapan kerja manajemen aset terdiri dari Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran, Pengadaan, Penggunaan, Pemanfaatan, Pengamanan dan Pemeliharaan, Penilaian, Penghapusan, Pemindahtanganan, Penatausahaan, Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian. Adapun penjelasan mengenai siklus hidup aset di atas dapat dilihat sebagai berikut: 1. Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran Perencanaan kebutuhan barang milik negara/daerah disusun dalam rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah setelah memperhatikan ketersediaan barang milik negara/daerah yang ada. Perencanaan kebutuhan barang milik negara/daerah berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan dan standar harga. Penentuan standar barang, standar kebutuhan dan standar harga akan memudahkan dalam penentuan penganggaran. Penganggaran merupakan perencanaan menyangkut pendanaan aset. Suatu aset memerlukan komitmen dana selama masa hidup atau manfaatnya, misalnya pengeluaran modal untuk pembelian atau konstruksi (pembangunan) aset atau pengeluaran modal untuk pemeliharaan dan memperpanjang masa pengoperasian aset.
15
2. Pengadaan Kegiatan pengadaan (barang dan jasa), yang dibiayai oleh sendiri maupun
yang dibiayai oleh pihak luar, baik yang dilaksanakan secara swakelola
(sendiri), maupun oleh penyedia barang dan jasa. Pengadaan barang milik negara/daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel.
3. Penggunaan Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengguna barang dalam
mengelola dan menata usahakan barang milik negara yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) instansi yang bersangkutan. 4. Pemanfaatan Pemanfaatan adalah Pendayagunaan barang milik negara yang tidak dipergunakan sesuai tugas pokok dan fungsi dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna atau bangun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan aset tersebut. 5. Pengamanan dan Pemeliharaan Menjaga dan memperbaiki seluruh bentuk aset agar dapat dioperasikan dan berfungsi sesuai dengan harapan.
Pengamanan meliputi pengamanan
administrasi, pengamanan fisik dan pengamanan hukum. 6. Penilaian Proses kerja untuk menentukan nilai aset yang dimiliki, sehingga dapat diketahui secara jelas nilai kekayaan yang dimiliki atau yang akan dialihkan maupun yang akan dihapuskan. 7. Penghapusan Kegiatan
untuk
menjual,
menghibahkan,
atau
bentuk
lain
dalam
memindahkan hak kepemilikan atau memusnahkan seluruh/sebuah unit atau unsur terkecil dari aset yang dimiliki.
Penghapusan barang milik
negara/daerah meliputi penghapusan dari daftar barang pengguna dan/atau kuasa pengguna dan penghapusan dari daftar barang milik negara/daerah.
16
8. Pemindahtanganan Bentuk-bentuk pemindahtanganan sebagai tindak lanjut atas penghapusan
barang milik negara/daerah meliputi penjualan, tukar menukar, hibah dan
penyertaan modal pemerintah pusat/daerah. 9. Penatausahaan Pencatatan barang milik negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan dalam daftar barang milik negara/daerah (DBMN/D) menurut penggolongan barang
dan kodefikasi barang.
10. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian. Kegiatan pemantauan dan penertiban terhadap penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan, pemeliharaan dan pengamanan barang milik negara/daerah yang berada di bawah penguasaannya. 2.1.4 Siklus Manajemen Aset Siklus hidup hidup fisik dari suatu aset atau kelompok aset memiliki tiga fase yang berbeda, yaitu pengadaan (acquisition), operasi, dan penghapusan (disposal). Kemudian ditambahkan fase keempat, yakni perencanaan yang merupakan proses lanjutan dimana output informasi dari setiap fase digunakan sebagai input untuk perencanaan (Hariyono, 2007). Suatu aset memiliki siklus hidup membedakannya dari input sumber daya lainnya. Secara khusus, tanggung jawab untuk keputusan pengadaan (dan biaya) dalam suatu organisasi, berbeda dengan tanggung jawab untuk operasi dan pemeliharaan aset, dan kedua tanggung jawab tersebut berbeda dengan tanggung jawab untuk melakukan penghapusan. Berikut gambar 2.3 menunjukan siklus hidup aset.
17
Operasi
(Operation)
Pengadaan
Penghapusan
(Acquisition)
(Disposal)
Perencanaan (Planning) (Sumber: Hariyono 2007).
Gambar 2.2 Siklus Hidup Aset Fase-fase yang dilalui suatu aset selama siklus hidupnya antara lain: 1. Identifikasi kebutuhan (fase perencanaan), yaitu ketika permintaan atas aset direncanakan dan dibuat; 2. Fase pengadaan, yaitu ketika aset dibeli, dibangun atau dibuat; 3. Fase pengoperasian dan pemeliharaan, yaitu ketika aset digunakan untuk tujuan yang telah ditentukan. Fase ini mungkin diselingi dengan pembaruan atau perbaikan besarbesaran secara periodik, penggantian atas aset yang rusak dalam periode penggunaan, dan 4. Fase penghapusan (disposal), yaitu ketika umur ekonomis suatu aset telah habis atau ketika kebutuhan atas pelayanan yang disediakan aset tersebut telah hilang.
18
2.1.5 Prinsip dan Teknik Manajemen Aset Prinsip dan teknik manajemen aset yang dijelaskan oleh Hariyono (2007), diturunkan dari pengertian umum dan didasarkan pada pendekatan siklus hidup.
Asumsi utama yang mendasari prinsip dan teknik manajemen aset adalah bahwa aset ada hanya untuk mendukung penyediaan pelayanan. Hariyono (2007) berpendapat bahwa, terdapat lima prinsip dan teknik manajemen aset adalah sebagai berikut: 1. Keputusan manajemen aset adalah keputusan yang terintegrasi dengan perencanaan strategis (strategic planning).
2. Keputusan perencanaan aset didasarkan atas evaluasi berbagai alternatif yang
mempertimbangkan biaya siklus-hidup, manfaat, dan risiko kepemilikan. 3. Akuntabilitas diterapkan untuk kondisi aset, penggunaan, dan kinerja. 4. Keputusan penghapusan didasarkan pada analisis terhadap metode-metode yang .menghasilkan tersedianya pengembalian bersih (net return) dalam kerangka perdagangan yang wajar. 5. Struktur pengendalian yang efektif diterapkan untuk manajemen aset. 2.2
Optimalisasi Aset Optimalisasi aset merupakan proses kerja dalam penggunaan dan pemanfaatan
aset. Aset yang belum optimal dan tidak dapat dioptimalkan harus dicari faktor penyebabnya. apakah faktor dari aspek legal, fisik, nilai ekonomi yang rendah ataupun faktor lainnya. Hasil akhir dari tahapan ini adalah rekomendasi berupa sasaran, strategi dan program untuk mengoptimalkan aset yang dikuasai. Optimalisasi aset dalam penelitian ini merupakan tahapan manajemen aset yang dikupas lebih dalam karena sangat berhubungan dengan kajian-kajian dalam studi kasus ini. 2.2.1
Pengertian Optimalisasi Aset Menurut Siregar (2004), optimalisasi aset merupakan proses kerja dalam
manajemen aset yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal, dan nilai ekonomi yang dimiliki aset tersebut .Optimalisasi
19
juga bisa didefinisikan sebagai bentuk
pengoptimalan pemanfaatan potensi dari
sebuah aset yang dimana dapat menghasilkan manfaat yang lebih atau juga mendatangkan pendapatan. Sebelum melakukan tahap optimalisasi, tahap sebelumnya
yang harus dilakukan adalah melakukan inventarisasi aset yaitu untuk mengenai data lengkap mengenai aset, kemudian dilakukan legal audir terhadap aset, untuk mengetahui keabsahan tentang kepemilikan aset, selanjutnya dilakukan penilaian aset yang bertujuan untuk mengetahui nilai aset yang dimiliki, dan selanjutnya baru tahap optimalisasi aset. dilakukan
Aset yang memiliki potensi yang dapat dikelompokkan berdasarkan sektor-
sektor unggulan yang menjadi tumpuan dalam strategi pengembangan ekonomi nasional, baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Tentunya kriteria untuk menentukan hal tersebut harus terukur dan transparan. Sedangkan aset yang tidak dapat dioptimalkan harus dicari penyebabnya mengapa aset tersebut menjadi idle capacity. Sebagaimana disebutkan oleh Siregar (2004), bahwa untuk mengoptimalkan suatu aset harus dibuat sebuah formulasi strategi untuk meminimalisir atau menghilangkan ancaman dari faktor lingkungan dan untuk aset yang tidak dapat dioptimalkan harus dicari penyebabnya. Menurut Siregar (2004), bahwa optimasi pengelolaan aset itu harus memaksimalkan ketersediaan aset (maximize asset availability), memaksimalkan penggunaan aset (maximize asset utilization) dan meminimalkan biaya kepemilikan (minimize cost of ownership). Untuk mengoptimalkan suatu aset, dapat dilakukan Highest and Best Use Analysis (Siregar: 2004). Hal tersebut bisa dilakukan dengan meminimalisir atau mungkin menghilangkan hambatan atau ancaman atas pengelolaan aset-aset tersebut. Sehingga optimalisasi dari suatu aset yang berstatus idle capacity bisa dilakukan. 2.2.2
Tujuan Optimalisasi Aset Siregar (2004:776), menyebutkan bahwa tujuan optimalisasi aset secara
umum adalah sebagai berikut:
20
1. Mengidentifikasi dan inventarisasi semua aset meliputi bentuk, ukuran, fisik, legal, sekaligus mengetahui nilai pasar atas masing-masing aset tersebut yang
mencerminkan manfaat ekonomisnya.
2. Pemanfaatan aset, apakah aset tersebut telah sesuai dengan peruntukkannya atau tidak. 3. Terciptanya suatu system informasi dan administrasi sehingga tercapainya efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan aset.
Optimalisasi aset bertujuan untuk mengidentifikasi aset, sehingga akan
diketahui aset yang perlu dioptimalkan dan bagaimana cara mengoptimalkan aset tersebut. Hasil akhir optimasi aset ini adalah rekomendasi yang berupa sasaran, strategi dan program untuk mengoptimalkan aset yang dikuasai. 2.2.3
Prosedur Optimalisasi Aset Menurut Djumara (2007),dalam mencapai tujuan optimalisasi aset, secara
umum ada beberapa langkah yang harus dilakukan diantaranya sebagai berikut: 1. Identifikasi aset, inventarisasi fisik dan legal Melakukan pendataan terhadap semuan aset yang dimiliki yang mencakup ukuran, fisik, legal status dan kondisi aset. Melakukan identifikasi atas kelengkapan dokumen-dokumen legalnya dan analisis yuridis atas aset bermasalah yang pada akhirnya dapat memberikan legal opinion. 2. Penilaian aset tetap Melakukan kegiatan penilaian untuk mengetahui nilai pasar (market value) atas objek properti dengan menggunakan pendekatan-pendekatan dan metode penilaian yang lazim digunakan dalam pekerjaan penilaian. yaitu: a. Pendekatan data pasar (market data approach) dengan metode perbandingan langsung (direct comparison) b. Pendekatan biaya (cost approach) dengan metode biaya pengganti baru yang disusutkan (depreciated replacement cost)
21
c. Pendekatan pendapatan (income approach) dengan metode arus kas terdiskonto (discounted cash flow)
d. Pendekatan pengembangan tanah (land development approach) dengan land
residual method.
3. Analisis optimalisasi pemanfaatan fixed assets Analisis optimalisasi pemanfaatan adalah untuk mengidentifikasi dan memilah aset yang masuk dalam aset operasional atau aset non operasional. Untuk aset operasional kemudian dilakukan kajian yang lebih mendalam untuk mengetahui
apakah aset operasional tersebut sudah optimal pemanfaatannya atau belum. Apabila belum optimal dilakukan studi optimalisasi. Studi optimalisasi ini dilakukan berdasar tolak ukur kebutuhan akan aset tersebut dikaitkan dengan kegiatan usahanya. Untuk aset non operasional. analisis dilakukan terhadap kondisi aset saat ini. untuk mengetahui apakah pemanfaatan aset ini sudah optimal atau belum dilihat dari penggunaan tanah dalam bangunan dan fungsional bangunannya dari aspek ekonomis. Analisis ini akan mencakup regulasi. peruntukkan dan pengembangan kawasan sekitar. 4. Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA) Objek pengembangan sistem informasi manajemen aset (SIMA). sebagai alat untuk optimalisasi dan efisiensi pengelolaan aset. Sedangkan SIMA adalah suatu konsep yang memadukan beberapa disiplin keahlian. Dengan memadukan berbagai disiplin keahlian akan dapat menunjang pemanfaatan terbaik dari aset yang dimiliki. Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada 5 tahapan atau langkah-langkah yang harus dilewati dalam melakukan optimalisasi aset. Langkahlangkah tersebut yaitu identifikasi aset, inventarisasi fisik dan legal, penilaian aset tetap, analisis optimalisasi pemanfaatan fixed asset dan sistem informasi manajemen aset (SIMA).
22
2.2.4
Optimalisasi Aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Berbagai program telah, sedang, dan akan dijalankan oleh pemerintah untuk
mewujudkan reformasi struktural di bidang ekonomi maupun politik. Tanpa disadari
BUMN, BUMD, instansi pemerintah baik pusat maupun pemerintah daerah memiliki aktiva tetap yang besar, beragam dan tersebar hampir di seluruh kota di Indonesia. Dalam kenyataannya aktiva tetap yang dimiliki tersebut masih banyak yang belum optimal pemanfaatannya, bahkan sebagin belum dilakukan inventarisasi yang benar sesuai dengan kondisi sesungguhnya. Untuk itu restrukturisasi aset di lingkungan
BUMN, BUMD, dan Instansi pemerintah termasuk pemerintah daerah sangat perlu dilaksanakan.Berdasarkan UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN, restrukturisasi adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan. Dengan restrukturisasi aset, diharapkan terciptanya optimalisasi pemanfaatan aktiva tetap serta terciptanya tingkat efisiensi dan efektifitas yang tinggi dalam pengelolaan aktiva tetap (Siregar, 2004). Aset yang dimiliki oleh beberapa BUMN berupa tanah dan bangunan dengan jumlah sangat besar tersebar dan tidak sedidkit yang berada di lokasi-lokasi strategis pada pusat kota, seperti aset BUMN kelompok perhubungan, kelompok perdagangan dan pergudangan, perindustrian, pariwisata, telekomunikasi, energi dan lainnya. Dapat kita lihat dengan jelas banyak sekali aset berupa tanah dan bangunan yang dimiliki BUMN tidak optimal pemanfaatan ekonomisnya. Bahkan tidak sedikit yang belum dimanfaatkan. Jikapun sudah dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu tidak jelas status hukum dan perjanjian kerjasamanya. Belum lagi jika kita beberapa BUMN memiliki asset berupa tanah dan bangunan yang tidak ada hubungannya dengan core business-nya, sementara invenstasi yang dilakukan untuk itu sangat besar seperti industri pupuk memiliki lapangan golf dan lainnya. Ada juga tanah dan bangunan yang pemanfaatannya sudah tidak ekonomis lagi jika dilihat dari potensi ekonomis yang dimiliki oleh tanah tersebut. Misalnya perumahan berupa bangunan tidak bertingkat berada di areal tanah dengan nilai Rp 4
23
juta/m2, sementara ketentuan pada site tersebut sudah dapat dibangun bangunan komersial bertingklat tinggi. Bangunan gudang berada di pusat perdagangan dengan nilai tanah sudah di atas Rp 1 juta/m2.
Memperhatikan kondisi tingkat pemanfaatan ekonomis yang sangat rendah
dari aset berupa tanah dan bangunan yang dimiliki oleh BUMN dan belum tertibnya administrasi serta banyak yang status legalitasnya tidak jelas, restrukturisasi asset berupa tanah dan bangunan di lingkungan BUMN mutlak harus dijalankan, lebih lagi dalam rangka menyelaraskan dengan paradigm otonomi daerah saat ini.
Restrukturisasi aset berupa tanah dan bangunan tersebut harus dilaksanakan secara menyeluruh untuk mengantar kepada manajemen asset yang baik. Tidak sedikit asset berupa tanah dan bangunan yang dimiliki oleh BUMN tersebut diperoleh pada dekade di tahun 1960-an dan tahun 1970-an sehingga nilai buku yang tercatat di neraca saat ini sudah benar-benar tidak mencerminkan nilai ekonomis sesungguhnya dari aset tersebut. Misalnya ada aset berupa perumahan di wilayah Kebayoran Baru Jakarta diperoleh tahun1960-an nilai tanahnya per m2masih sekitar Rp 10.000,-, sementara saat ini sudah di atas rp 5 juta. Kasus semacam ini sangat banyak terjadi di BUMN. Pencatatan yang demikian tentu tidak benar karena tidak mencerminkan kondisi sebenarnya dan keputusan yang diambil manajemen pun pasti tidak tepat yang pada akhirnya pengelolaan atas asset-aset tersebut tidak optimal. 1.
Restrukturisasi Untuk Mengoptimalkan Aset Tetap BUMN Pengelolaan (manajemen) asset merupakan salah satu faktor penentu kinerja usaha yang sehat. Berkaitan dengan upaya pengelolaan aset agar mampu menunjang kinerja manajemen organisasi Pemerintah ataupun Perusahaan secara keseluruhan, sangat dibutuhkan program restrukturisasi asset, yang terdiri dari kegiatan identifikasi, penilaian, legal audit, serta analisis optimalisasi asset (highest and best use study/HBU studi) serta terpadu dengan pengembangan suatu sistem informasi yang andal yang dapat mendukung pengelolaan aset. Kebutuhan akan sistem informasi manajemen aset saat ini sangat penting artinya
24
karena pengelolaan aset sudah tidak mungkin dilakukan secara manual (Siregar, 2004). Siregar juga menyatakan adanya “Keharusan” pengelolaan aset dengan program
restrukturisasi aset dan pengembangan infrastruktur teknologi (sistem) informasi manajemen aset adalah karena hal-hal sebagai berikut: 1.
Jumlah aset besar (banyak)
2.
Jenis aset bervariasi
3.
Letak aset tersebar secara geografis
4.
Dokumen pendukung aset yang harus ter-record secara sistematik
5.
Kondisi legal yang beragam
6.
Perbedaan penanganan masing-masing aset (existing)
7.
Banyak “idle asset” dan belum dimanfaatkan secara optimal
8.
Pengelolaan data masih manual
9.
Proses pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan dan optimalisasi aset yang harus dilakukan secara cepat dan benar
Aset-aset yang dimiliki tersebut pada kenyataannya membutuhkan biaya operasional dan pemeliharaan yang cukup besar, sementara kondisinya yang “idle” menyebabkan inefisiensi bagi perusahaan. Program pengelolaan aset terpadu ini meliputi restrukturisasi aset dan pengembangan teknologi (sistem) informasi manajemen aset bagi pemerintah daerah. Hal ini merupakan langkah strategis untuk ikut mendorong peningkatan efisiensi dan kinerja usaha secara keseluruhan demi terciptanya
competitiveness
yang tinggi menghadapi
persaingan dunia usaha. Karena pada dasarnya, otonomi daerah akan berhasil jika di-drive oleh berkembangnya dunia usaha secara sehat dan managable. Menurut Siregar (2004), Program restrukturisasi aset dan pembangunan infrastruktur teknologi (sistem) informasi manajemen aset bagi pemerintah daerah akan memberikan manfaat sebagai berikut:
25
1. Tertanganinya manajemen data atas aset sehingga melalui proses system
generating akan dihasilkan informasi yang benar yang dapat diperoleh dalam
tempo yang singkat,
2. Tercapainya efisiensi yang tinggi serta pemanfaatan aset yang terbaik
(optimal),
3. Terukurnya kinerja (performance) dalam program manajemen aset pemerintah daerah, sehingga evaluasi atas aset dapat dilakukan dengan tepat,
4. Dengan teknologi real-time GIS dan platform web-based pada system informasi manajemen aset (SIMA) akan memberikan kemudahan untuk
melakukan akses data/informasi aset serta monitoring aset, karena dapat terhubung dengan media internet (terhubung dengan situs pemerintah daerah setempat) yang pada gilirannya bergabung dengan management information system (MIS) secara terpadu. 5. Pada akhirnya kedua jenis kegiatan dalam program manajemen aset di atas akan memberikan kemudahan untuk mengembangkan strategi pengelolaan aset di masa depan bagi pemerintah daerah. 2.
Tahapan Restrukturisasi Untuk Mengoptimalkan Aset Tetap BUMN Menurut siregar (2004), langkah kegiatan dalam restrukturisasi aset, terdiri dari langkah-langkah berikut ini: a. Persiapan proyek Meliputi kegiatan penyiapan administrasi proyek, persiapan survei, pembentukan team work, penunjukan counter-part dan pengumpulan datadata aset awal. b. Identifikasi/Inventarisasi dan Penilaian Aset 1) Melakukan pemeriksaan aset secara fisik di lapangan, meliputi ukuran, spesifikasi dan kondisi fisik 2) Melakukan pengumpulan dan pemeriksaan data-data legal 3) Melakukan pengumpulan data-data regulasi yang berlaku pada lokasi aset dan data-data kondisi sekitarnya
26
4) Melakukan analisis atas data yang diperoleh untuk mendapatkan
gambaran obyektif tentang pemanfaatan aset serta nilai (value) aset 5) Memberikan laporan dan rekomendasi atas pemanfaatan aset, nilai aset serta opini tentang status legal aset
c. Evaluasi Optimalisasi Pemanfaatan Aset
Kegiatan pada tahap ini adalah melakukan evaluasi tentang optimalisasi pemanfaatan aset (exisiting use).
d. Studi Optimalisasi Aset dengan HBU Studi 1) Terhadap aset yang dipandang belum optimal, akan dilaksanakan
kegiatan highest and best use study (HBU Study) untuk menentukan pemanfaatan aset dengan nilai terbaik (analisis optimalisasi) 2) Memberikan hasil dan laporan kegiatan baik dalam bentuk data-data terkini (up-date) maupun dalam bentuk rekomendasi Bila ditampilkan dalam bentuk bagan, langkah kegiatan dalam restrukturisasi aset adalah sebagai berikut: Dalam kaitannya dengan otonomi daerah, kegiatan restrukturisasi aset daerah ini merupakan langkah awal dari restrukturisasi aset milik Pemda dan BUMD. 3.
Tujuan Optimalisasi Aset BUMN Menurut siregar (2004), secara umum tujuan optimalisasi asset BUMN dimaksudkan untuk: 1. Mengidentifikasi dan inventarisasi semua asset yang meliputi bentuk, ukuran, fisik, legal, sekaligus mengetahui nilai pasar atas masing-masing asset tersebut yang mencerminkan manfaat ekonomisnya. 2. Mengoptimalisasi pemanfaatan asset, apakah asset tersebut telah sesuai dengan peruntukannya atau tidak. 3. Terciptanya suatu system informasi dan administrasi sehingga tercapainya efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan asset.
27
Start
Identifikasi Aset
Legal Audit
Analisis Optimalisasi Aset
Sudah Optimal?
sudah
belum Highest and Best Use (HBU) Study
End
Sumber: Manajemen Aset (Siregar, 2004)
Gambar 2.3 Diagram Alir Tahapan Restrukturisasi Aset Tetap BUMN 4.
Langkah yang Harus Ditempuh dalam Optimalisasi Fixed Assets BUMN Untuk maksud tersebut di atas perlu dilaksanakan serangkaian kegiatan restrukturisasi aktiva tetap berupa tanah dan bangunan di lingkungan BUMN yang meliputi: a. Identifikasi, inventarisasi fisik dan legal dan penilaian Fixed Asset b. Analisis Optimalisasi Pemanfaatan Fixed Asset c. Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA) Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan diuraikan mengenai langkah-langkah pelaksanaan dari ketiga tahapan optimalisasi Fixed Asset BUMN tersebut. a. Identifikasi, inventarisasi fisik dan legal dan penilaian Fixed Asset Pekerjaan identifikasi, inventarisasi fisik dan legal serta penilaian dilakukan terhadap aktiva tetap BUMN/BUMD berupa tanah, bangunan, mesin, dan peralatan pendukung bangunan yang berada di seluruh Indonesia dan di luar
28
negeri (jika ada). Namun demikian jika diperlukan tidak terbatas hanya atas
asset berupa tanah dan bangunan saja, seperti mesin-mesin dan peralatan,
kendaraan bermotor, fixture, furniture, officeequipment dan barang-barang inventaris lainnya. Menurut Siregar, lebih spesifik identifikasi, Inventarisasi dan penilaian aset dimaksudkan untuk mencapai beberapa hal seperti
berikut: 1) Melakukan pendataan terhadap semua aktiva tetap yang dimiliki oleh
BUMN/BUMD yang mencakup ukuran, bentuk, fisik, legal status dan konsisi. 2) Melakukan identifikasi atas kelengkapan dokumen-dokumen legalnya dan analisis yuridis atas aset bermasalah yang pada akhirnya dapat memberikan legal opinion. 3) Untuk mengetahui nilai pasar (market value) atas seluruh aktiva tetap yang dimiliki oleh BUMN/BUMD berdasarkan kondisi terkini yang mencerminkan manfaat ekonomis atas aset tersebut. 4) Manajemen aset, menggunakan hasil identifikasi dan inventarisasi untuk mengembangkan sistem informasi manajemen aset (SIMA). 5) Komersialisasi melalui investasi, asset disposal, pendanaan (collateral), strategic partner (joint venture). 6) Antisipasi rencana privatisasi (initial public offering, strategic partner, strategic sale dan lain-lain). 7) Revaluasi
fixed
asset
sesuai
dengan
Kep.
Menkeu
No.
384/KMK.04/1998 tanggal 14 Agustus 1998 beserta perubahannya, tentang penilaian kembali aktiva tetap perusahaan. Sedangkan Lingkup studi identifikasi, inventarisasi fisik dan legal serta penilaian aktiva tetap BUMN/BUMD adalah sebagi berikut: 1) Identifikasi dan inventarisasi fisik dan legal, tahap ini dilakukan dalam rangka pendataan aset yang mencakup serangkaian kegiatan sebagai berikut:
29
i. Mengumpulkan semua data-data aktiva tetap dari semua lokasi
terhadap semua objek meliputi dimensi, penggunaan, spesifikasi dan kondisi fisik dan melakukan pencatatan terhadap semua unsur terlihat sesuai keadaan di lapangan
ii. Melakukan kunjungan lapangan untuk melakukan pemeriksaan
iii. Melakukan pemeriksaan status legal dari tanah, tanah dan bangunan
berdasarkan dokumen legal yang dimiliki dan data/informasi yang
diterima di lapangan atau pihak-pihak tertentu iv. Melakukan kajian atas permasalahan legal kepemilikan fixed asset dan memberikan saran atau solusi pemecahannya v. Melakukan identifikasi atas semua data yang tercatat berdasarkan data dengan kondisi hasil pemeriksaan di lapangan, meliputi dokumen legalitas, dimensi, spesifikasi, penggunaan dan kondisi fisik 2) Penilaian aset, yaitu melakukan kegiatan penilaian untuk mengetahui nilai pasar (market value) atas objek properti dengan menggunakan pendekatan-pendekatan dan metode penelitian yang lazim digunakan dalam pekerjaan penilaian, dan pelaksanaan kegiatan penilaian tersebut dilaksanakan mengacu kepada Standar Penilaian Indonesia (SPI 2007) yaitu: i. Pendekatan data pasar (market data approach) dengan metode perbandingan langsung (direct comparison) ii. Pendekatan biaya (cost approach) dengan metode biaya pengganti baru yang disusutkan (depreciated replacement cost) iii. Pendekatan pendapatan (income approach) dengan metode arus kas terdiskonto (discounted cash flow) iv. Pendekatan pengembangan tanah (land developement approach) dengan land residual method
30
b. Analisis Optimalisasi Pemanfaatan Fixed Asset Analisis ini adalah untuk mengidentifikasi dan memilah asset yang masuk ke
dalam asset operasional atau asset non operasional. Untuk asset operasional kemudian dilakukan kajian yang lebih mendalam untuk mengetahui apakah asset operasional tersebut sudah optimal atau belum pemanfaatannya. Apabila belum optimal, dilakukan studi optimalisasi. Studi optimalisasi ini
dilakukan berdasar tolak ukur kebutuhan asset tersebut dikaitkan dengan kegiatan usahanya. Hasil dari studi optimalisasi ini adalah rekomendasi
untuk mengoptimalkan asset tersebut. Sebagai contoh, salah satu BUMN saat ini memiliki gedung seluas 20.000 m2. Ternyata setelah dilakukan analisis, terdapat banyak ruang yang tidak terpakai dan berdasar kebutuhan ternyata hanya dibutuhkan 12.000 m2. Sisanya seluas 8.000 m2 tersebut harus dilakukan optimalisasi pemanfaatan misalnya dengan cara disewakan ke pihak lain. Kemudian optimalisasi juga dapat dilakukan terhadap pengelolaannya, apakah lebih efisien dikelola sendiri (swakelola) atau dikerjasamakan. Pada asset non operasional, analisis dilakukan terhadap pemanfaatan kondisi eksisting asset saat ini, untuk mengetahui apakah pemanfaatannya sudah optimal dilihat dari penggunaan tanah dalam pembangunan dan fungsional bangunannya dari aspek ekonomis. Analisis ini akan mencakup regulasi, peruntukan dan pengembangan kawasan sekitar. Di sisi lain, nilai pasar (market value) akan dikombinasikan dengan potensi pasar yang ada.Apabila hasil analisis tersebut ternyata asset sudah tidak dapat dioptimalkan dan tidak dimanfaatkan untuk pengembangan kegiatan usaha, asset tersebut dimasukan ke dalam program disposal. Dengan disposal ini diharapkan hasil penjualan akan lebih bermanfaat bagi pengembangan bagi pengembangan usaha. Sedangkan untuk asset non operasional yang masih dapat dioptimalkan, dilakukan studi highest and best use. Objek highest and best use study ini
31
adalah tanah atau tanah dan bangunan yang memiliki potensi untuk
dikembangkan atau yang dirasakan belum optimal pemanfaatanya.
Tujuan dari highest and best use study adalah untuk mengetahui produk pengembangan terbaik dan optimal di atas tanah atau tanah dan bangunan yang dianggap memiliki potensi untuk dikembangkan atau yang dirasakan belum optimal pemanfaatannya. Hasil akhir dari studi ini akan sangat
berguna bagi BUMN dalam melakukan optimalisasi asset, baik untuk keperluan penjualan, kerjasama dengan pihak ketiga (Build Operate
Transfer, Kerjasama Operasi, Join Venture) dalam rangka efisiensi dan efektivitas pengelolaan asset yang dimiliki. Lingkup studi dalam highest and best use study meliputi analisis lokasi, analisis kondisi eksisting, analisis pasar dan analisis financial untuk menganalisis potensi pasar yang ada, produk apa yang akan dikembangkan serta performa investasi dari masing-masing alternatif pengembangan. c. Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA) Objek pengembangan SIMA adalah semua asset yang terdiri dari tanah, bangunan,
kendaraan,
mesin
dan
peralatan,
serta
asset
lainnya.
Pengembangan SIMA adalah sebagai alat untuk optimalisasi dan efisiensi pengelolaan asset BUMN/BUMD. Sedangkan SIMA adalah suatu konsep pengelolaan asset yang memadukan beberapa disiplin keahlian anatara lain: 1) Penyusunan system dan prosedur logistik (aset) 2) Penyusunan aplikasi komputer bidang logistik 3) Pendataan (inventarisasi) asset 4) Penilaian asset 5) Konsultasi properti 6) Manajemen properti Dengan
memadukan
berbagai
disiplin
keahlian
dalam
menunjang
pemanfaatan terbaik dari asset yang dimiliki, penerapan SIMA akan sangat akan sangat menunjang kepentingan BUMN/BUMD dalam hal:
32
1) Tertib adimistrasi
2) Mengetahui pemanfaatan tertinggi dan terbaik aset
3) Mempermudah pengendalian asset 4) Mengetahui nilai asset 5) Mendukung pengembangan perencanaan strategi
Lingkup studi dari pengembangan SIMA dilaksanakan dengan langkah langkah berikut: 1) Persiapan
i. User Requirement analysis
ii. Identifikasi dan inventarisasi asset iii. Pengembangan model konseptual 2) Pengembangan Sistem i. Evaluasi system yang berjalan ii. Desain system baru iii. Implementasi system baru iv. Konversi system v. Pelatihan dan pemeliharaan sistem Secara umum konsep SIMA yang akan dilakukan terdiri dari modul-modul yang menunjang fungsi pengelolaan logistic (asset) yang terdiri dari: 1) Modul perencanaan dan penetuan kebutuhan 2) Modul penganggaran 3) Modul pengadaan 4) Modul penyimpanan dan penyaluran 5) Modul pemeliharaan 6) Model penyusutan dan penghapusan 7) Modul pengendalian Secara diagramatis restrukturisasi fixed asset BUMN dapat dilihat pada gambar 2.2.
33
Melihat uraian di atas dapat disimpulkan bahwa restrukturisasi BUMN/BUMD mempunyai peranan yang sangat strategis dalam perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, yaitu:
a. Dana dari hasil restrukturisasi BUMN dapat digunakan untuk menutup deficit anggaran yang disebabkan oleh pengalokasian Dana Alokasi Umum (DAU) dari pusat ke daerah b. Pengelolaan asset Pemda secara optimal melalui restrukturisasi BUMD menghasilkan keuntungan maksimal bagi peningkatan PAD, sehingga
diharapkan daerah akan mampu membiayai pengeluaran daerahnya sendiri (self financing) yang akan mengurangi beban pemerintah pusat.
FIXED ASSETS BUMN/ BUMD
1
A
INVENTARISATION & PHYSICAL IDENTIFIKATION
B
Tanah Bangunan Mesin & Peralatan Kendaraan Fixture, Furniture & Equipment
C
2
PROBLEM?
LEGAL AUDIT/ LEGAL OPINION
NO
Legal Opnion
Recomendation ASSET MANAGEMENT INFORMATION SYSTEM
Value of Asset
VALUATION
OPTIMIZATION of FIXED ASSETS
YES
OPTIMAL
OPERATING (Operating Assets)
YES
NO
NO (Non Operating Assets)
OPTIMI-ZATION
ABLE TO BE
Disposal Plan Strategy
YES Highest and Best Use (HBU) Study
To be Developed (KSO, BOT, JV)
Sumber: Manajemen Aset (Siregar, 2004)
Gambar 2.4 Restrukturisasi Aset Tetap BUMN/BUMD Menuju SIMA
Restrukturisasidalam
rangka
optimalisasi
pengelolaan
aset
pemerintah
(BUMN/BUMD) untuk meraih keuntungan maksimum, merupakan langkah yang sangat strategis untuk keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Hal ini disebabkan karena peranan BUMN yang sangat besar dalam perekonomian di
34
Indonesia. Hampir semua industri yang strategis dan menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh BUMN, sehingga restrukturisasi aset pada BUMN akan sangat berpengaruh terhadap masyarakat Indonesia.
Selain kegiatan restrukturisasi aset BUMN, dalam UU No.13 tentang BUMN
juga diatur mengenai kegiatan privatisasi BUMN. Di dalam UU tersebut
didefinisikan bahwa privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta nilai
memperluas pemilikan saham oleh masyarakat. Contoh beberapa BUMN yang
telah di privatisasi adalah PT BNI 46 (Persero) Tbk, PT Telkom (Persero) Tbk dan PT Indosat (Persero) Tbk.Bila restrukturisasi BUMN ini berhasil dengan baik, masyarakat Indonesia akan ikut menikmati bukan saja dari segi kualitas barang/jasa dan dari harga yang wajar saja, tetapi juga akan ikut menikmati 2.3
Highest and Best Use Analysis (HBU Analysis) Highest and Best Use Analysis (HBU Analysis) diterjemahkan sebagai analisis
penggunaan tertinggi dan terbaik. Analisis HBU digunakan untuk mengetahui pengembangan yang paling tepat untuk aset yang belum optimal, akan tetapi aset itu berpotensi untuk dikembangkan. Maksudnya adalah untuk memberikan gambaran tentang penggunaan tanah yang paling sesuai bagi properti, sehingga diperoleh nilai tertinggi bagi tanah tersebut. HBU Analysis dilakukan berdasarkan pertimbanganpertimbangan antara lain pertimbangan aspek hukum,aspek fisik, aspek financial dan aspek produktivitas maksimal. Analisis HBU juga perlu dilakukan oleh penilai sebelum melakukan kerja-kerja penilaian properti, baik tanah kosong maupun yang di atasnya sudah ada bangunan. 2.3.1
Pengertian Analisis HBU Menurut Siregar (2004:779). Highest and Best Use Analysis (HBU Analysis)
adalah suatu analisis yang bertujuan untuk mengembangkan aset yang mempunyai
35
potensi untuk dikembangkan atau aset yang dirasakan belum optimal pemanfaatannya (idle capacity). Berdasarkan The Uniform Standards of Profesional Appraisal Practise dalam Prijatno (2010). pengertian HBU Analisys adalah the reasonable
probable and legal use of property that is physically possible. appropriately
supported and financially feasible and the result in the highest value.
Berdasarkan pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan. bahwa HBU Analysis adalah analisis yang bertujuan untuk mengembangkan aset yang berstatus idle
capacity
tetapi
yang
mempunyai
potensi
dikembangkan
dengan
mempertimbangkan legal aspek, kemungkinan fisik dan kelayakan keuangan dari aset yang akan dikembangkan. Dengan HBU Analysis ini, aset-aset yang berstatus idle capacity dapat diidentifikasi serta akan diketahui pengembangan yang terbaik bagi aset-aset yang belum optimal tersebut. Sehingga dapat memberikan hasil paling optimal bagi pengelola ataupun pemilik aset tersebut. 2.3.2
Konsep Dasar Analisis HBU Pemahaman mengenai perilaku pasar adalah penting dalam memahami
konsep kegunaan tertinggi dan terbaik. Hal ini dikarenakan kekuatan pasar akan mencciptakan nilai pasar, sehingga interaksi diantara kekuatan pasar dan kegunaan tertinggi dan terbaik adalah suatu yang sangat penting atau krusial. Bila tujuan dari penilaian adalah mengestimasi nilai pasar, analisis kegunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use) adalah mengidentifikasi kegunaan yang paling menguntungkan dari kegunaan kompetitif yang diizinkan. Berdasarkan Konsep dan Prinsip Umum Penilaian 6.0 SPI 2007 (dalam Prijatno:2010). konsep dasar dari HBU Analysis adalah sebagai berikut: 1. Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (HBU) didefinisikan sebagai penggunaan yang paling mungkin dan optimal dari suatu properti. yang secara fisik dimungkinkan. telah dipertimbangkan secara memadai. secara hukum diijinkan. secara finansial layak dan menghasilkan nilai tertinggi dari properti tersebut.
36
2. Penilai akan mempertimbangkan penggunaan yang paling memungkinkan dan menghasilkan nilai tertinggi dari properti tersebut. 3. Apabila penggunaan tanah dan peruntukan berada dalam tahap perubahan.
Penggunaan Tertinggi dan Terbaik saat ini dapat bersifat sementara. 4. Kajian HBU yang mendalam merupakan suatu penugasan terpisah dari pekerjaan penilaian.
Menurut Hidayati dan Harjanto (2003). ada 2 (dua) tipe Analisis HBU. yaitu:
1. Kegunaan Tertinggi dan Terbaik dari Tanah Kosong/Tanah yang Dianggap
Kosong Kegunaan tertinggi dan terbaik dari tanah atau tapak (site) yang dianggap kosong adalah mengasumsikan bahwa tanah tersebut adalah kosong atau dapat dibuat kosong melalui pembongkaran bangunan. Dengan asumsi demikian maka kegunaan yang menciptakan nilai dalam suatu pasar dapat teridentifikasi, dan penilai dapat menilai untuk memilih properti pembanding serta mengestimasi nilai. Ketika jangkaan atau ramalan yang rasional dari kegunaan tertinggi dan terbaik dari suatu properti mengidentifikasi sebuah perubahan dalam waktu dekat, kegunaan tertinggi dan terbaik pada saat ini adalah dipertimbangkan sebagai interim use atau kegunaan sementara. Sebagai contoh, kegunaan tertinggi dan terbaik untuk sebuah kebun yang terdapat pada kawasan pertumbuhan kota akan menjadi interim use sebuah kebun dengan kegunaan potensial tertinggi dan terbaik sebagai perumahan di masa yang akan datang. Namun jika kebun dalam keadaan siap untuk dikembangkan pada suatu tanggal penilaian, maka tidak terdapat interim use. Jika kebun tidak ada potensi untuk dipecah-pecah/dikaplingkapling, maka kegunaan tertinggi dan terbaiknya adalah tetap untuk perkebunan tanpa interim use. Jika sebuah pengembangan diperlukan untuk mendapatkan kegunaan tertinggi dan terbaik dari suatu tanah, penilai harus menentukan tipe dan karakteristik dari
37
pengembangan yang memungkinkan untuk dibangun. Sebagai contoh, apakah suatu bidang tanah akan dibangun bangunan kantor, bangunan pertokoan atau sebuah hotel? Jika bangunan kantor merupakan kegunaan tertinggi dan terbaik
maka perlu untuk menentukan berapa tingkat yang akan dibangun, berapa luas dan karakteristik bangunan tersebut, dan sebagainya.
2. Kegunaan Tertinggi dan Terbaik Properti yang Telah Terbangun
Kegunaan tertinggi dan terbaik dari sebuah properti yang telah terbangun adalah
terkait dengan kegunaan yang seharusnya pada properti tersebut sejalan dengan
perkembangannya. Sebagai contoh apakah sebuah bangunan hotel yang telah berumur 30 tahun tetap dipertahankan seperti sedia kala, atau perlu direnovasi, dikembangkan atau sebagian dibongkar? Apakah memungkinkan untuk diganti jenis dan intensitas penggunaan yang lain. Kegunaan yang memaksimalkan tingkat pengembalian (return) dari sebuah investasi di bidang properti dalam jangka panjang adalah kegunaan tertinggi dan terbaik dari suatu pengembangan. Dalam menganalisis kegunaan tertinggi dan terbaik dari suatu properti yang dihuni sendiri oleh pemilik (owned occupied properties),
penilai
harus
mempertimbangkan
segala
rehabilitas
atau
pemoderenan yang konsisten dengan preferensi pasar. Sebagai contoh, kegunaan tertinggi dan terbaik dari sebuah rumah mewah harus mencerminkan semua rehabilitasi yang diperlukan untuk memperoleh kenikmatan yang maksimum dari properti tersebut. 2.3.3 Tujuan Analisis HBU Menurut Siregar (2004). Highest and Best Use Analysis (HBU Analysis) memiliki tujuan untuk mengetahui produk pengembangan terbaik dan optimal di atas tanah atau tanah dan bangunan yang di anggap memiliki potensi untuk dikembangkan atau yang dirasakan belum optimal pemanfaatannya. Sedangkan menurut Robert. dkk (dalam Prijatno. 2010). tujuan dari Highest and Best Use Analysis (HBU Analysis) ini
38
adalah untuk menetapkan pemanfaatan yang paling optimal dari aset-aset yang belum optimal akan tetapi mempunyai potensi untuk di kembangkan sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal bagi pemilik.
Berdasarkan definisi di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa tujuan dari
Highest and Best Use Analysis (HBU Analysis) adalah untuk mengoptimalkan aset yang belum optimal, akan tetapi mempunyai potensi untuk dikembangkan sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal untuk pemilik atau pengelola aset tersebut.
Dengan Highest and Best Use Analysis (HBU Analysis) ini. akan diketahui metode
pengembangan yang paling tepat untuk aset yang belum optimal tersebut. Menurut Hidayati dan Harjanto (2003), tujuan dari analisis HBU adalah berbeda untuk properti yang berupa tanah kosong dan properti yang telah terbangun. Seorang penilai harus membedakan dua jenis kegunaan tertinggi dan terbaik tersebut dalam analisis penilaiannya dan dalam laporan penilaian harus teridentifikasi, dinyatakan dan disimpulkan secara jelas sesuai dengan tipe properti dan tujuan penilaiannya. 1. Tujuan Analisis HBU untuk Tanah Kosong Nilai tanah biasanya diestimasi sebagaimana keadaan tanah jika tanah dalam keadaan kososng, maka dengan alasan yang jelas seorang penilai tanah dapat menentukan nilai tanah sebagaimana keadaan nyata di lapangan.Namun jika tanah bukan berupa tanah kosong, maka nilai tanah tergantung dari kegunaan yang dapat dibuat di atasnya. Kegunaan tertinggi dan terbaik untuk tanah kosong harus mempertimbangkan hubungan antara kegunaan yang ada pada saat ini dengan semua kegunaan potensialnya. Nilai tanah dapat ditentukan melalui kegunaan potensialnya daripada kegunaan aktualnya. Suatu kenyataan bahwa beberapa pengembangan (improvement) yang ada dapat atau memungkinkan untuk dibongkar, semakin mendukung dan membenarkan asumsi yang terdapat pada konsep kegunaan tertinggi dan terbaik dari tanah yang dianggap seolah-olah kosong. Dimana kegunaannya harus ditentukan ketika diperlukan estimasi tersendiri terhadap nilai tanah dan ketika
39
tanah-tanah kosong pembanding yang telah terjual teridentifikasi. 2. Tujuan Analisis HBU untuk Properti yang Telah Terbangun Ada 2 (dua) alasan untuk menganalisis kegunaan tertinggi dan terbaik terhadap
properti yang telah terbangun, yaitu: a. Mengidentifikasi kegunaan dari properti yang diharapkan dapat menghasilkan
tingkat pengembalian tertinggi (R0 atau overall return) dari setiap rupiah modal yang diinvestasikan.
b. Mengestimasikan kegunaan tertinggi dan terbaik dari sebuah properti yang telah terbangun adalah untuk membantu dalam mengidentifikasi properti
pembanding. 2.3.4
Kriteria Analisis HBU Menurut Hidayati dan Harjanto (2003). Kriteria dari HBU Analysis adalah
sebagai berikut : 1. Physically
Possible
(Memungkinkan
secara
fisik
site/Lokasi
dapat
dikembangkan) 2. Legally Permissible (Secara Hukum diijinkan/tidak melanggar hukum) 3. Financially Feasible (Secara Finansial memungkinkan) 4. Maximally Productive (Menghasilkan produktivitas tertinggi) Berikut adalah penjelasan dari masing-masing kriteria kegunaan tertinggi dan terbaik tersebut 1. Memungkinkan Secara Fisik (Phisically Possible) Kriteria pertama yang harus dipenuhi dalam melakukan analisis HBU dari suatu properti adalah kelayakan secara fisik. Ukuran, bentuk tanah, luas, ketinggian dan
kontur
tanah
adalah
berpengaruh terhadap
kegunaan
yang
dapat
dilakukan/dibangun di atasnya. Sebagai contoh adalah tidak memungkinkan untuk membangun bangunan hotel berbintang atau pusat perbelanjaan di atas tanah seluas 400 m2, dan sebaliknya adalah terlalu berlebih untuk membangun
40
sebuah rumah tinggal di atas tanah seluas 1 hektar. Bentuk tanah yang irregular atau tidak teratur adalah lebih sulit untuk
membuat perencanaan
bangunan yang akan dibangun di atasnya daripada tanah yang bentuknya teratur
(segiempat) dan sebagainya. Kegunaan atas sebidang tanah dapat dipengaruhi oleh lebar depan (frontage) dan panjang/kedalaman tanah (depth). Bentuk tanah yang tidak teratur akan menyebabkan biaya yang lebih besar dalam membangunnya daripada tanah yang mempunyai bentuk teratur dalam kawasan sama. yang
Kesimpulan terhadap kegunaan tertinggi dan terbaik dari secara fisik tercapai bila terdapat kesepakatan dengan ahli/pakar terkait. Pertimbangan terhadap kapasitas dan ketersediaan utilitas publik pada lokasi dimana tanah terletak juga harus dilakukan. Ketika terdapat batasan penggunaan karena masalah topografi dan kondisi lapisan tanah, maka kegunaan potensial juga akan terpengaruh. Kegunaan tertinggi dan terbaik dari properti yang telah terbangun juga tergantung dari pertimbangan fisiknya yang meliputi luas, desain dan kondisi dari properti tersebut. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Aspek fisik adalah kelayakan secara fisik bagi lahan yang dijadikan objek analisis HBU yang dapat menentukan layak atau tidaknya suatu alternatif pengembangan berdasarkan aspek fisik dalam analisis HBU. Dimensi berupa aspek fisik memiliki empat indicator yang meliputi ukuran tanah, bentuk dan kondisi tanah, lokasi dan aksesibilitas. Ukuran tanah dapat diukur melalui lima kriteria yaitu luas tanah, ketinggian dari paras jalan, ketinggian dari permukaan laut, lebar depan (frontage) dan panjang kedalaman (depth). Bentuk dan kondisi tanah dapat diukur melalui enam kriteria yang meliputi bentuk tanah, kontur tanah, jenis tanah, kesuburan tanah, ketersediaan air dan improvement. Lokasi dapat diukur melalui dua kriteria yaitu lokasi tanah (site location) dan letak/posisi tanah (object site/site position). Sedangkan aksesibilitas dapat diukur melalui dua
41
kriteria yaitu akses menuju lokasi tanah dan jarak dari pusat kota dan tempattempat strategis. 2. Diijinkan oleh Peraturan (Legally Permissible)
Dalam setiap kasus, seorang penilai harus memastikan kegunaan-kegunaan yang diizinkan oleh peraturan. Batasan-batasan tertentu (private restriction), zoning, peraturan-peraturan bangunan (building codes), kontrol-kontrol terhadap benda bersejarah, dan peraturan-peraturan lingkungan harus diinvestigasi, sebab benda faktor-faktor tersebut mungkin saja mempengaruhi potensial kegunaan tertinggi
dan terbaik dari suatu properti. Lamanya jangka waktu sewa dapat juga berpengaruh terhadap kegunaan tertinggi dan terbaik dari suatu properti, sebab sepanjang sisa waktu kontrak mungkin kegunaan properti terbatasi oleh perjanjian kontrak yang telah disepakati sebelumnya.Contoh, jika suatu properti tunduk pada peraturan sewa tanah selama 12 tahun, maka tidak memungkinkan untuk dibangun bangunan yang mempunyai umur ekonomis 40 tahun. Selain hal di atas, batasan-batasan tertentu/privat yang terkait dengan penghunian juga pelu dipertimbangkan.Jika tidak terdapat private restriction, kegunaan properti biasanya ditentukan oleh zoningnya, yaitu pilihan-pilihan penggunaan tanah yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Peraturan-peraturan bangunan yang berlaku juga perlu dipertimbangkan seperti batasan ketinggian bangunan, garis sempadan, rasio luas tanah yang boleh didirikan bangunan (floor area ratio), dan sebagainya, yang mana secara tidak langsung juga akan mempengaruhi biaya bangunan. Penilai juga harus memahami peraturan-peraturan berkenaan dengan lingkungan, seperti peraturan yang berkaitan dengan udara bersih, air bersih, keamanan, kebersihan lingkungan, kesehatan dan kelembaban. Berdasarkan paparan aspek legal di atas, dapat disimpulkan bahwa Aspek legal adalah faktor-faktor kelayakan secara legal untuk memastikan kegunaankegunaan yang diizinkan oleh peraturan-peraturan berupa syarat administratif bangunan dan syarat teknis bangunan. Syarat Administratif Bangunan adalah
42
persyaratan dokumen legal atas suatu properti berupa bukti kepemilikan dan/atau Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Syarat Teknis Bangunan yaitu meliputi Batasan-batasan tertentu (private restriction), zoning/zonasi, peraturan-peraturan
bangunan (building code), kontrol terhadap benda-benda sejarah dan peraturanperaturan lingkungan. batasan-batasan tertentu (private restriction) dapat berupa peraturan ataupun sebuah bukti hukum yang dapat membatasi pengembangan tanah dari aspek hukumnya, misal lamanya tempoh sewa dapat juga suatu berpengaruh terhadap kegunaan tertinggi dan terbaik dari suatu properti sebab
sepanjang sisa waktu kontrak mungkin kegunaan properti terbatasi oleh perjanjian kontrak yang telah disepakati sebelumnya. Contoh, jika suatu properti tunduk pada peraturan sewa tanah selama 12 tahun, maka tidak memungkinkan untuk dibangun bangunan yang mempunyai umur ekonomis 40 tahun. Zoning/zonasi adalah pilihan-pilihan penggunaan tanah pada suatu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Peraturan-peraturan bangunan (building code) adalah seperangkat pengaturan yang mengatur dasar perancangan suatu bangunan seperti garis sempadan bangunan (GSB), koefisien dasar hijau (KDH), garis sempadan bangunan (GSB) dan koefien lantai bangunan (KLB). Kontrol terhadap bendabenda sejarah dapat berupa aturan yang mengatur tentang kelestarian kawasan cagar budaya yang dilindungi. Sedangkan Peraturan-peraturan lingkungan adalah peraturan yang mengatur tentang klestarian lingkungan. 3. Layak Secara Keuangan (Financially Feasible) Dalam menentukan kegunaan yang layak secara fisik dan diizinkan oleh peraturan, seorang penilai dapat/memang seharusnya melakukan eliminasi terhadap beberapa kegunaan dalam pertimbangannya. Setelah melewati kedua kriteria tersebut, maka kegunaan-kegunaan yang memungkina tersebut perlu dianalisis lebih lanjut dalam menghasilkan pendapatan, tingkat pengembalian (return) apakah sama atau lebih besar dari biaya operasi dan sebagainya. Semua kegunaan yang diekspektasikan dapat memberi positive return dianggap memiliki kelayakan keuangan.
43
Untuk
menentukan
pendapatan
kotor
kelayakan yang
akan
keuangan,
seorang
diterima
(future
penilai gross
mengestimasi income)
yang
diekspektasikan/dijangkakan dari setiap potensial kegunaan tertinggi dan terbaik.
Dalam menganalisis kelayakan keuangan, tingkat kekosongan collection losses dan biaya operasi perlu dikurangkan dari setiap pendapatan kotor (gross income) untuk mendapatkan biaya bersih (net operating income atau NOI).Tingkat pengembalian (rate of return) atas modal yang diinvestasikan dapat digunakan melakukan perhitungan. untuk
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa aspek finansial adalah segala aspek yang menunjukan faktor-faktor kelayakan keuangan suatu proyek pengembangan lahan yang meliputi Net Operating Income(NOI),Pay Back Period(PB),Net Present Value(NPV),Internal Rate of Return(IRR), dan Return on Investment (ROI). Kelayakan secara keuangan tersebut melputi beberapa faktor,yaitu: a. Net operating income Menurut Hindrawan, Hariyono, dan Mutaji (2006), Net Operating Income = pendapatan kotor setahun – biaya operasional setahun. b. Pay back period Menurut Keown & et al (2005,292), Payback period is the number of years needed to recover the initial cash outlay of the capital bugeting project. Payback period digunakan untuk mengukur seberapa cepat modal (arus kas keluar / investasi awal) dapat diterima kembali oleh perusahaan (kembali modal) (Mardiyanto, 2009,205). Suatu proyek bisa diterima apabila memiliki payback periode≤ jangka waktu yang disyaratkan.Apabila terdiri dari beberapa alternatif, maka alternatif yang memiliki payback periode yang lebih cepat yang layak dipilih. c. Net present value Menurut Mardiyanto (2009),Net Present Value (NPV) digunakan untuk menghitung nilai sekarang dari arus kas masuk yang akan diterima pada masa
44
yang akan datang setelah dikurangi arus keluar (investasi awal). Berikut adalah rumus NPV:
d. Internal rate of return Internal rate of return didefinisikan sebagai tingkat imbal hasil sedemikian
rupa sehingga menyebabkan NPV sama dengan nol. Dengan kata lain, untuk
menghitung IRR, digunakan rumus NPV yang telah diubah, maka rumus IRR
adalah sebagai berikut:
Berdasarkan rumus IRR diatas, k tidak dapat dihitung secara langsung. Nilai k dapat diperoleh dengan caratrial and error. Kriteria IRR yang dinilai layak adalah apabila nilainya lebih besar daripada biaya modal (Mardiyanto,2009) e. Return on invesment Return on Investment (ROI) adalah rata-rata profit tahunan dibagi dengan jumlah investasi awal (Santosa,2009).
4. Mendapatkan Hasil Secara Maksimum (Maximally Productive). Dari kegunaan-kegunaan yang layak secara keuangan, maka kegunaan yang menghasilkan harga tertinggi/nilai tertinggi, yaitu yang konsisten dengan tingkat pengembaliannya (rate of return), adalah kegunaan tertinggi dan terbaik. Untuk menentukan kegunaan tertinggi dan terbaik atas tanah yang dianggap kosong seringkali digunakan tingkat pengembalian yang sama untuk mengkapitalisasi aliran pendapatan dari berbagai kegunaan yang berbeda kepada masing-masing nilainya. Kegunaan yang menghasilkan nilai tertinggi adalah kegunaan tertinggi
45
dan terbaik untuk tanah tersebut.Kegunaan potensial tertinggi dan terbaik dari suatu tanah/tapak biasanya adalah kegunaan tanah dalam jangka panjang. Untuk menganalisis kelayakan dalam hal finansial dan juga untuk memilih
kegunaan yang memeberikan nilai yang maksimal, maka beberapa alat analisis atau tolak ukur yang sering digunakan adalah aliran tunai bersih (net present value atau NPV), internal rate of return (IRR) , return on investment (ROI), return on equity (ROE), payback periode (PP) dan sebagainya. Alternatif kegunaan yang menghasilkan tingkat pengembalian investasi yang positif dan
tertinggi adalah alternatif yang memenuhi kriteria kegunaan yang tertinggi dan terbaik. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek produktivitas maksimal adalah cara memilih kegunaan yang memberikan nilai yang maksimal. Dalam memilih kegunaan yang maksimal, alat ukurnya adalah sama dengan faktor-faktor kelayakan keuangan. Dalam aspek produktivitas maksimal hasil kelayakan finansial dari masing-masing alternatif pengembangan dibandingkan. Alternatif pengembangan yang menghasilkan tingkat pengembalian investasi yang positif dan tertinggi adalah pengembangan yang memenuhi aspek produktivitas maksimal dan merupakan pengembangan yang paling tertinggi dan terbaik 2.3.5
Situasi-Situasi Khusus dalam Analisis HBU Hidayati dan Harjanto menyebutkan ada 8 (delapan) situasi-situasi khusus
yang mungkin dihadapi oleh seorang penilai dalam melakukan analaisis HBU. Situasi-situasi khusus tersebut yaitu Single-Use Situation, Interim Use, Legally Nonconforming Use, Use That Are Not Highest And Best, Multiple Use, Special Purpose Use, Speculation Uses Dan Excess Land. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing situasi-situasi khusus salam analisis HBU tersebut.
46
1. Single-Use Situation Kegunaan tertinggi dan terbaik mungkin tidak seperti biasanya atau unik (seperti museum, cagar budaya, dan lain-lain) dan nilai tanahnya didasarkan atas
kegunaannya tersebut dan bukan kegunaan lain pada umumnya. 2. Interim Use Kegunaan sementara atau interim use dari sebidang tanah kosong atau properti telah dikembangkan adalah kegunaan tertinggi dan terbaik yang diantisipasi yang berubah dalam jangka pendek. Kegunaan interim ini mungkin tidak untuk
memberi kontribusi terhadap nilai atau sebaliknya justru memberi kontribusi terhadap nilai, dan biaya-biaya pembongkaran (demollition cost) harus dipertimbangkan untuk mengembangkan menjadi kegunaan-kegunaan interim. 3. Legally Nonconforming Use A Legally Nonconforming Use adalah kegunaan yang sah secara hukum untuk dibuat dan dipertahankan tetapi tidak sesuai dengan peraturan penggunaan tanah dari kawasan di mana properti tersebut berlokasi/ berkedudukan.Kegunaan sementara ini seringkali muncul sebagai akibat perubahan zoning. Perubahan zoning mungkin bisa menciptakan underimproved atau overimproved terhadap suatu properti. Seperti contoh sebuah rumah tinggal yang berlokasi di suatu kawasan yang zoningnya berubah menjadi kawasan komersial, maka akan menjadikan properti tersebut underimproved, karena properti tersebut berpotensi besar untuk dijadikan tempat komersil atau tempat usaha lainnya daripada hanya sekedar dijadikan rumah tinggal saja. 4. Use That Are Not Highest And Best Beberapa bangunan dan pengembangan lain yang ada mungkin tidak mencerminkan kegunaan tertinggi dan terbaik dari keadaan tapaknya seandainya kosong. Kegunaan tertinggi dan terbaik umumnya mempunyai kategori yang sama dengan kegunaan saat ini. Contoh kegunaan tertinggi dan terbaik dari suatu tapak yang telah dibangun apartemen yang sudah berumur 10 tahun adalah bangunan apartemen baru yang lebih modern. Untuk suatu tapak tertentu, kategori
47
umum kegunaan tertinggi dan terbaik mungkin telah berubah akibat adanya
keusangan eksternal (external obsolescence) tersebut. 5. Multiple Use
Kegunaan tertinggi dan terbaik mungkin melibatkan lebih dari satu kegunaan
tertentu untuk sebuah bidang tanah atau sebuah bangunan. Misalnya komplek
lapangan golf yang terdapat hotel, perumahan, tempat rekreasi, kondominium dan sebagainya.Suatu bidang tanah mungkin juga digunakan untuk berbagai fungsi. 6. Special Purpose Use
Karena special purpose use properties adalah hanya sesuai untuk satu tujuan
tertentu atau sebuah kegunaan yang sangat terbatas jumlahnya, mungkin penilai akan menghadapi masalah praktek dalam menentukan kegunaan tertinggi dan terbaiknya. Kegunaan tertinggi dan terbaik untuk properti jenis ini adalah kegunaannya yang ada pada saat ini. 7. Speculation Uses Investasi pada kegunaan spekulatif adalah tercipta ketika pembeli mempunyai antisipasi terhadap kenaikan nilai, meskipun kegunaan tertinggi dan terbaik pada masa yang akan datang secara spesifik tidak dapat diprediksi, namun alternatif logis biasanya dipakai untuk mengidentifikasi kegunaannya. 8. Excess Land Adalah tanah yang mungkin tidak diperlukan untuk mendukung kegunaan yang ada atau untuk mengakomodasi kegunaan tertinggi dan terbaik yang primer dari sebidang tanah kosong atau tanah yang dianggap kosong.Excess land ini seharusnya dapat teridentifikasi secara jelas dengan melakukan perbandingan terhadap properti-properti sejenis yang berdekatan atau berada pada kawasan yang sama. 2.4
Analisis HBU dalam Standar Penilaian Indonesia (SPI 2007) Standar Penilaian Indonesia atau biasa disingkat SPI adalah pedoman dasar
pelaksanaan tugas penilaian secara profesional yang sangat penting artinya bagi para
48
penilai untuk memberikan hasil yang dapat berupa analisis. pendapat dan dalam situasi tertentu memberikan saran-saran dengan menyajikannya dalam bentuk laporan penilaian sehingga tidak terjadi salah tafsir bagi para pengguna jasa dan masyarakat
pada umumnya. SPI merujuk kepada Standar Penilaian Internasional (International ValuationStandard) edisi ke 7 tahun 2005 untuk memberi pedoman mengenai hal-hal yang bersifat fundamental antara lain tentang pendekatan. metode dan teknik yang berlaku secara internasional. Namun demikian. untuk beberapa situasi penilaian
tertentu. yang antara lain ditimbulkan oleh hukum. perundang-undangan dan
peraturan lainnya yang berlaku di Indonesia maupun kondisi ekonomi setempat. dapat digunakan penerapan yang bersifat khusus. Analisis HBU merupakan bagian dalam proses penialaian suatu aset. namun peneliti tidak akan menjelaskan materi tentang penilaian aset secara detail. Akan tetapi lebih ditekankan pada analisis HBU nya saja. karena materi HBU sangat relevan dan diperlukan sebagai salah satu landasan teori dalam penelitian ini. Berikut adalah paparan mengenai analisis HBU yang ada dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian pada SPI 2007. Tanah merupakan aset permanen. namun pengembangan diatasnya memiliki umur yang terbatas. Dengan keunikannya serta tidak dapat dipindahkannya. setiap bidang real estat memiliki lokasi yang unik. Sifat permanen tanah memberikan pengertian bahwa keberadaannya akan melampaui usia semua penggunaan bangunan dan segala sesuatu yang ada di atasnya. Sifat unik dari tanah menentukan kegunaan optimalnya. Jika tanah dinilai terpisah dari bangunan yang berdiri di atasnya. prinsip ekonomi mensyaratkan bahwa bangunan dinilai atas sumbangannya terhadap total nilai properti yang pada prinsipnya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dan lainnya. Nilai Pasar dari tanah berdasarkan konsep "Penggunaan Tertinggi dan Terbaik" yang mencerminkan kegunaan dan sifat permanen dari tanah dalam konteks
49
pasar. dimana nilai pengembangan sesuatu yang dibangun di atasnya merupakan selisih antara nilai tanah dengan total Nilai Pasar sesuai pengembangan yang ada (MarketValue as Improved).
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa dalam kondisi tertentu properti
dinilai sebagai gabungan antara tanah dan bangunan (sesuatu yang terikat dengan tanah).
dimana
Penilai
biasanya
mengestimasi
Nilai
Pasar
dengan
mempertimbangkan Penggunaan Tertinggi dan Terbaik sesuai pengembangan yang as improved). Dalam SPI 2007.Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (HBU) ada (HBU
didefinisikan sebagai penggunaan yang paling mungkin dan optimal dari suatu properti. yang secara fisik dimungkinkan. telah dipertimbangkan secara memadai. secara hukum diijinkan. secara finansial layak. dan menghasilkan nilai tertinggi dari properti tersebut. Penggunaan yang tidak diijinkan secara hukum atau tidak dimungkinkan secara fisik tidak dapat dianggap sebagai HBU. Penggunaan yang diijinkan secara hukum dan dimungkinkan secara fisik bagaimanapun akan membutuhkan penjelasan dari Penilai untuk pemberian pertimbangan yang memadai mengenai mengapa penggunaan tersebut secara wajar dimungkinkan. Penilai akan mempertimbangkan penggunaan yang paling memungkinkan dan menghasilkan nilai tertinggi dari properti tersebut. Cara-cara seperti ini dapat memberikan kemungkinan pada penilai untuk memperkirakan dampak kerusakan dan kemunduran bangunan. kelayakan rehabilitasi dan renovasi. serta berbagai situasi penilaian lainnya. Dalam kondisi pasar yang secara ekstrim bergejolak dan adanya ketidakseimbangan yang sangat parah antara penawaran dan permintaan. Penggunaan Tertinggi dan Terbaik mungkin ditunda untuk penggunaan di masa depan. Dalam situasi lainnya. dimana beberapa jenis potensi Penggunaan Tertinggi dan Terbaik dapat diidentifikasikan. penilai harus mempertimbangkan penggunaan alternatif tersebut serta tingkat pendapatan dan biaya yang diantisipasi di masa depan. Apabila penggunaan tanah dan peruntukan berada dalam tahap perubahan. Penggunaan Tertinggi dan Terbaik saat ini dapat bersifat sementara.
50
Konsep Penggunaan yang Tertinggi dan Terbaik (HBU) merupakan hal yang
fundamental dari perkiraan Nilai Pasar. Oleh karena itu dalam SPI 2007 dikatakan bahwa kajian HBU yang mendalam merupakan suatu penugasan terpisah dari
pekerjaan penilaian. Untuk melakukan kajian HBU yang mendalam biasanya dilakukan dengan analisis secara mendalam mengenai satu atau beberapa penggunaan yang secara wajar dimungkinkan. kemudian dilakukan pengujian kelayakan finansial dan penggunaan yang menghasilkan nilai tertinggi akan menjadi solusi penggunaan
tertinggi dan terbaik serta menghasilkan produktivitas maksimal.
2.5
Landasan Normatif Landasan normatif yang menjadi dasar hukum dalam penyelesaian masalah
yang dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Peraturan Pemerintah No 103 tahun 2000 tentang pembentukan Pegadaian. 2. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Serang Tahun 2010 – 2030. 3. Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Pengembangan Tengah Serang – Cipocokjaya tahun 2010 – 2015. 4. Undang – Undang No 17 Tahun 2000 2.6
Penelitian Terdahulu Untuk melakukan penelitian mengenai highest best use analysis, peneliti
mencari referensi penelitian yang sejenis. Referensi penelitian tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1.
51
Tabel 2.1 Penelitian Pendahulu
Judul
Pengarang
Dimensi
Persamaan
Perbedaan
Penelitian
Penelitian
1. Analisa
Kartika Puspa
1.Aspek fisik
Melakukan
Pada aspek
Penggunaan Tertinggi dan
Negara, Retno
2.Aspek Legal
analisis terhadap
keuangan hanya
Indryani, dan
3.Aspek
aspek fisik,
menghitung NPV
Terbaik Pada
Rianto B.
Keuangan
aspek legal,
saja, sedangkan
Lahan Eks
Adiharjo
4.Aspek
aspek keuangan
penelitian yang
Terminal Gadang
Produktivitas
dan produktivitas
akan dilakukan
di Kota Malang
maksimal
maksimal
penulis akan melakukan penghitungan NPV,Payback Period, NOI dan IRR
2 Analisis
Retno Satiti
1.Aspek fisik
Melakukan
Pada aspek
Highest and Best
(2011)
2.Aspek Legal
analisis terhadap
keuangan hanya
Use pada lahan
3.Aspek
aspek fisik,
menghitung NPV
trillium office
Keuangan
aspek legal,
saja, sedangkan
and residence
4.Aspek
aspek keuangan
penelitian yang
Surabaya
Produktivitas
dan produktivitas
akan dilakukan
maksimal
maksimal
penulis akan melakukan penghitungan NPV,Payback Period, NOI dan IRR
3 Analisa Teknik
Priyo Hutomo
1.Aspek Fisik
Melakukan
Hanya
dan Finansial
2.Aspek
analisis terhadap
melakukan
Proyek
Finansial
aspek fisik dan
analisis terhadap
aspek financial
aspek fisik dan
Pembangunan Apartemen
finansial saja,
52
Ciputra World
sedangkan
Surabaya
peneliti dalam penelitian ini melakukan
analisis terhadap
aspek fisik,
aspek legal, aspek keuangan
dan aspek
produktivitas
maksimal 4. Analisis
Agus Wijaya dan
1.Aspek fisik
Melakukan
Penelitian ini
Penentuan
Putu Rudi
2.Aspek Legal
analisis terhadap
memilih 3
Pemanfaatan
Setiawan
3.Aspek
aspek fisik,
alternatif dalam
Lahan Bekas
Keuangan
aspek legal,
pemilihan HBU,
Lokasi Pasar
4.Aspek
aspek keuangan
sedangkan
Sentral di Kota
Produktivitas
dan produktivitas
peneliti pada
Bulukumba
maksimal
maksimal
penelitian ini
Propinsi
hanya memilih 2
Sulawesi Selatan
alternatif pengembangan.
Sumber: Olah data penulis (2012)
Dari tabel 2.1 diatas dapat dilihat bahwa penelitian yang dilakukan dengan metode highest and best use analysis harus mencakup 4 aspek terkait, yaitu aspek fisik, legal, keuangan dan produktivitas maksimal. Pada aspek keuangan minimal hanya melakukan penghitungan NPV tanpa harus melakukan perhitungan PB, IRR, dan ROI. Kemudian pada penentuan alternatif pengembangan minimal harus ada 2 alternatif agar dapat memilih alternatif terbaik.
53
2.7 Perencanaan Bangunan Perencanaan bangunan adalah suatu kegiatan yang sangat pokok dan sangat penting sebelum melaksanakan proyek pembangunan. Bangunan itu sendiri harus
memiliki kriteria dari segi teknis, ekonomis, fungsional, estetika dan memenuhi ketentuan standar.
2.7.1 Perencanaan Bangunan Futsal Menurut Federation International Footbal Asociation (FIFA), Futsal berasal dari
bahasa Spanyol, yaitu futbol (sepak bola) dan Sala (ruangan), Yang jika digabung artinya menjadi sepak bola dalam ruangan. futsal adalah permainan bola yang dimainkan oleh dua tim, yang masing – masing beranggotakan lima orang, tujuannya adalah memasukan bola ke gawang lawan dengan memanipulasi bola dengan kaki. Dalam pembuatan bangunan futsal, terdiri dari 3 jenis bangunan, yaitu : 1.
Lapangan Indoor Futsal Lapangan futsal yang berada di dalam suatu ruangan atau suatu gedung.
2.
Lapangan Semi Indoor Futsal Lapangan futsal yang berada di dalam ruangan, tetapi hanya ditutupi oleh atap saja, tanpa dibangun sebuah gedung.
3.
Lapangan Outdoor Futsal Lapangan futsl yang berada di luar ruangan atau gedung. Untuk luas lapangan futsal terdiri dari dua standar, yaitu standar FIFA dan
standar Badan Futsal Nasional (BFN), untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel 2.2 di bawah ini.
54
Tabel 2.2 Standar Lapangan FutsaL
Standar
Panjang Minimal
Panjang Maksimal
Lebar Minimal
Maksimal
Lebar
FIFA
38 meter
42 meter
18 meter
25 meter
BFN
25 meter
42 meter
15 meter
25 meter
Sumber : olah data peneliti (2012)
2.7.2 Ruang – Ruang Dalam Aula Gedung Olahraga Menurut Neufert (2002:179) dasar – dasar perencanaan gedung olahraga adalah ruangan yang multifungsi, ruang olahraga dan ruang serbaguna. Dasar perencanaan memperhitungkan olahraga apa yang akan dilakukan di dalamnya supaya memperoleh perancangan yang baik supaya memperoleh perancangan yang baik sesuai jenis olahraga itu sendiri. Adapun Standarisasi ruangan yang dibutuhkan sebuah gedung olahraga adalah sebagai berikut : Tabel 2.3 Standarisasi Ruang Dalam Gedung Olahraga Jenis Ruang Ruang Primer
Nama Ruang 1 Ruang Olahraga (lapangan)] 2 Ruang Penonton (tribun) 1 Kamar ganti Pemain 2 Toilet 3 Ruang Peralatan 4 Ruang Pengelola 5 Loket Tempat Parkir
Ruang Sekunder
Sarana Penunjang (Sumber : Neufert, 2002)
2.7.3
Perencanaan Bangunan Ruko Menurut (Harisdani & Lubis,2004) ruko adalah bangunan niaga yang nilai
perkembangannya sejalan dengan nilai komersil kawasan, lebih menekankan terhadap aspek ekonomi tanpa menghiraukan harmonisasi dengan lingkungan sekitarnya. Sedangkan menurut (Dewi,2005) ruko adalah bangunan dua lantai dengan fungsi
55
ruang – ruang pada lantai pertama untuk toko dan hunian sedangkan lantai dua untuk hunian dan gudang. Selama ini tidak ada standar resmi yang diberlakukan terhadap ukuran sebuah
ruko. Akan tetapi ukuran standar yang dipakai sebagai pedoman adalah lebar depan sebuah mobil, yaitu 3,5 m. Biasanya masih ditambah dengan sirkulasi untuk pejalan kaki (estimasi dua orang berjalan bersebelahan), yaitu 1,5 m. Jadi ukuran standar yang dapat diambil untuk lebar depan sepetak ruko adalah selebar 5 m, dan sepanjang
20 m.
2.8 Batasan dan Ketentuan Peruntukkan Bangunan Sebelum mendirikan suatu bangunan, perlu diperhatikan terlebih dahulu mengenai persyaratan peruntukkan tata guna lahan, Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Koefisien Dasar Hijau (KDH), maksimum ketinggian lantai, Garis Sempadan Bangunan (GSB), Garis Sempadan Jalan (GSJ) dan jarak bebas antar bangunan. Menurut Juwana (2005), KDB dan KLB bisa dihitung dengan rumus berikut. KDB = KLB = Dimana :
adalah luas Daerah Perencanaan.
Luas tanah di belakang GSJ. adalah luas total lantai bangunan. 2.9 Biaya Bangunan Penentuan biaya bangunan bisa dilakukan dengan beberapa cara. Salah satunya berdasarkan Standar Harga Dasar Bangunan (SHDB). Standar harga per meter2 ,pada tahun 2012 menurut Dinas Pekerjaan Umum Kota Serang standar harga per m2 untuk
56
bangunan sederhana adalah Rp.3.150.000 per m2 dan Rp.4.400.000 m2 untuk tingkat keduanya.
2.9.1
Biaya Investasi Menurut Juwana (2005), perhitungan biaya investasi suatu bangunan bisa
dihitung dengan suatu pendekatan, yang bisa dilihat pada tabel 2.5. Catatan untuk bobot biaya perlengkapan tetap sebesar 10%-15%, biaya pengembangan tapak
sebesar 10%-15%, biaya peralatan bergerak 10%-15%, biaya jasa profesi sebesar 3%
6%, biaya administrasi 1%-5%, dan biaya lain-lain 5%-15%. Tabel 2.4 Biaya Investasi Uraian
Volume
Unit Biaya
Total Biaya
a. Biaya Bangunan
X m²
Rp Y
Rp XY
b. Biaya Peralatan Tetap
Rp XY
Rp B
c. Biaya Pengembangan Tapak
b% c%
Rp XY
Rp C
d. Biaya Konstruksi
Rp XY + Rp B + Rp C
e. Biaya Tanah
Z m²
Rp V
Rp ZV
f. Biaya Jasa Profesi
f%
Rp D
Rp F
g. Biaya Peralatan Bergerak
g%
Rp XY
Rp G
h. Biaya Administrasi
h%
Rp D
Rp H
i. Biaya lain-lain
i% Rp D Rp I (Rp D + Rp ZV + Rp F + Rp G + Rp H + Rp I)
J. Biaya Investasi Sumber: Juwana (2005)
2.9.2
Rp D
Biaya Operasional Setelah bangunan didirikan, maka bangunan tersebut memerlukan biaya untuk
mengoperasikan dan mengelolanya. Biaya-biaya operasional dalam pengelolaan gedung adalah sebagai berikut:
57
1.
Biaya Energi/Listrik
Konsumsi energi/listrik per tahun menurut Juwana (2005) bisa ditetapkan
2.
per m2. Biaya kebutuhan energi bisa dihitung dengan konsumsi energi dikali tarif energi. Biaya Kebutuhan Air Kebutuhan air dari suatu gedung bisa ditentukan per m2 gedung tersebut.
Biaya kebutuhan air bisa dihitung dengan mengalikan kebutuhan air per
hari dengan tarif airnya. Menurut pendapat Juwana (2005), kebutuhan air suatu gedung apartemen adalah 20 liter/m2/ tahun dan untuk hotel adalah
30 liter/m2/ tahun. 3.
Biaya Pemeliharaan Juwana (2005) menetapkan biaya pemeliharaan sebesar 3,5% dari pendapatan kotor.
4.
Biaya Pemasaran Biaya pemasaran untuk suatu pengelolaan gedung ditetapkan 0,5% dari biaya investasi (Hutomo, 2011).
5.
Biaya Gaji Menurut Satiti (2011), biaya gaji untuk mengelola suatu bangunan berdasarkan jabatan adalah sebagai berikut:
6.
Biaya Penyusutan Terdapat beberapa metode untuk menentukan biaya penyusutan, salah satunya metode garis lurus. Menurut PSAK 17, metode garis lurus adalah metode biaya penyusutan yang nilainya sama setiap tahun.
7.
Biaya Pajak Biaya pajak untuk pengelolaan suatu bangunan menggunakan ketentuan berdasarkan UU No 17 Tahun 2000.
58
2.10 Kerangka Berpikir Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian ini, penulis membuat suatu kerangka berpikir. Menurut Sekaran (dalam Sugiyono, 2008,60), kerangka berpikir adalah
model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Dalam penelitian ini, digunakan kerangka berpikir yang menghubungkan variabel yang diteliti dengan teori yang digunakan. bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa terdapat lahan Pegadaian di Pada
Kotabaru, Serang yang belum dimanfaatkan seluas 2.892 m2 dan saat ini menjadi beban perusahaan serta belum menghasilkan pendapatan. Oleh karena itu, aset tersebut perlu dioptimasi agar dapat mengurangi beban dan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Sebelumnya peneliti sudah melakukan analisis SWOT terhadap lahan tersebut, kemudian langkah selanjutnya untuk mengoptimalkan lahan adalah dilakukannya analisis Highest and Best Use yang meliputi aspek legal, apek fisik, aspek keuangan, dan aspek produktivitas maksimalnya, sehingga dapat diketahui kegunaan tertinggi dan terbaik dari aset tersebut. Kerangka berpikir penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.5.
59
Input
Lahan Pegadaian di Kotabaru, Serang yang belum dimanfaatkan dengan optimal 1. Hasil Analisis SWOT tehadap lahan Pegadaian di Kotabaru, Rumusan Masalah: Serang apa merupakan penggunaan tertinggi dan terbaik Alternatif
(Highest and Best Use) dari pengembangan Lahan Pegadaian di Kotabaru, Serang ?
Landasan Teori: 1. Manajemen Aset 2. Optimasi Aset 3. Highest and Best Use
Proses
Metode Pengumpulan Data 1. Wawancara 2. Observasi Lapangan 3. Studi Dokumentasi
Landasan Normatif: Rencana Detail Tata Ruang Kota Serang 2011-2015 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Serang 2011-2031 R
Optimasi Aset Lahan Pegadaian di Kotabaru Serang dengan Menggunakan Highest and Best Use Analysis
Tujuan:
Output
Untuk mendapatkan gambaran yang rinci mengenai alternatif penggunaan tertinggi dan tebaik pada lahan idle capacity Pegadaian di Kota Serang. yang meliputi aspek fisik. aspek legal, aspek finansial, dan aspek produktivitas maksimal.
Sumber: Olah data peneliti (2012)
Gambar 2.5 Kerangka Berpikir 60
10