BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Umum Pabrik Kelapa Sawit (PKS) menghasilkan limbah padat dan cair.
Sederhananya, limbah padat dapat dibuang ke lahan kosong, dikubur ataupun dibakar di dalam increnerator. Sedangkan limbah cair dapat dibuang ke perairan umum (sungai). Namun, dengan berkembangnya kesadaran manusia terhadap kualitas sumber daya alam dan kelestarian lingkungan, cara pembuangan limbah seperti tersebut di atas tidak lagi diperkenankan. Apalagi bila limbah yang dihasilkan dapat merusak lingkungan hidup. Maka dengan pertimbangan tersebut, PKS dituntut untuk memiliki sarana pengelolaan limbah. Tentunya, tuntutan dalam pengolahan limbah memerlukan biaya pengolahan. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dikembangkan teknologi pengolahan air limbah yang murah, mudah pengoperasiannya serta harganya terjangkau, khususnya untuk industri pabrik kelapa sawit baik skala kecil,sedang maupun besar. Secara umum bangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) pabrik kelapa sawit menerapkan teknologi pengolahan air limbah (limbah cair) dengan proses biologis yang yaitu dengan metode atau sistem kolam yang masih dianggap murah terutama pada industri perkebunan yang jauh dari kota. Akan tetapi sistem ini memerlukan waktu (retention time) yang cukup lama yang berguna untuk menurunkan konsentrasi COD, BOD serta zat padat tersuspensi dengan baik.
7
Berdasarkan keputusan Mentreri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor : Kep-51/MENLH/10/1995 tentang ”Baku Mutu Limbah Cair bagi Industri Minyak Sawit”, yang mengharuskan bahwa Pabrik Kelapa Sawit harus mengolah air limbah sampai standar yang dijinkan, maka kebutuhan akan teknologi pengolahan air limbah Pabrik Kelapa Sawit khususnya yang murah dan hasilnya baik perlu dikembangkan, karena kendala yang paling banyak dijumpai yakni teknologi yang ada saat ini masih cukup mahal, sedangkan di lain pihak dana yang tersedia untuk membangun unit alat pengolahan air limbah tersebut sangat terbatas sekali. Untuk pengolahan air limbah Pabrik Kelapa Sawit dengan kapasitas yang besar 60 ton TBS / Jam, biasanya menggunakan teknologi pengolahan air limbah “Sistem Kolam” atau Ponding System, tetapi untuk pabrik yang berkapasitas kecil cara tersebut kurang ekonomis karena biaya operasinya cukup besar, kontrol oprasionalnya lebih sulit. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu informasi dan teknologi sistem tersebut, khususya teknologi pengolahan air limbah PKS berserta aspek pemilihan teknologi serta keunggulan dan kekurangannya. Dengan adanya informasi yang jelas, maka pihak manajemen Pabrik Kelapa Sawit ataupun pihak PTPN dapat memilih teknologi pengolahan limbah yang sesuai dengan kondisi maupun jumlah air limbah yang akan diolah, yang layak secara teknis, ekonomis dan memenuhi standar lingkungan yang telah ditetapkan dalam peraturan.
8
2.1.1 Peraturan Perundangan Yang Mengatur Pengelolaan Lingkungan Pabrik Kelapa Sawit. •
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274).
•
Undang – Undang No. 20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air
•
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
•
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep - 51/ MenLH /10 /1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Industri Minyak Sawit.
•
Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
•
Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
•
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 Tentang Jenis Usaha dan atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
•
Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.
•
Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. ( sebagai pengganti UU No. 20 tahun 1990 ).
9
2.2
Limbah Industri Kelapa Sawit. Limbah cair industri minyak kelapa sawit mengandung bahan organik yang
sangat tinggi, sehinggga kadar bahan pencemar akan semakin tinggi. Industri pengolahan minyak kelapa sawit menghasilkan 3 jenis limbah. Yaitu:
limbah cair.
limbah padat, dan
gas.
Limbah gas keluar dari cerobong asap boiler, dan limbah padat berupa solid, cangkang, sabut dan abu. Diantara limbah diatas yang menjadi permasalahan adalah limbah cair karena jumlahnya cukup banyak. Secara umum dampak yang ditimbulkan oleh limbah cair industri minyak kelapa sawit adalah badan air penerima tercemar (sungai), karena hampir setiap industri minyak kelapa sawit berlokasi didekat sungai. Sehingga sungai menjadi kotor dan senyawa – senyawa yang terkandung membahayakan terhadap lingkungan. Limbah cair industri kelapa sawit bila dibiarkan tanpa diolah terlebih dahulu dapat mengakibatkan terbentuknya amonia (NH 3 N), hal ini disebabkan bahan organik yang terkandung dalam limbah cair tersebut terurai dan membentuk amoniak. Salah satu bentuk teknik pengendalian dan pengegolahan limbah pabrik kelapa sawit adalah dengan melakukan biodegradasi terhadap komponen organik menjadi senyawa organik sederhana dalam kondisi anaerob menjadi kondisi aerob sehingga baku mutu limbah cair dapat disesuaikan dengan daya dukung lingkungan.
10
Dengan demikian aspek pengendalian pengolahan secara optimal dapat : 1. Mengurangi dampak negatif atau tingkat pencemaran yang ditimbulkan dapat dikendalikan dengan baik. 2. tercapainya standar/baku mutu limbah cair pabrik kelapa sawit yang dapat disesuaikan dengan daya dukung lingkungan, terutama terhadap media air.
2.2.1
Baku Mutu Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit ( LCPKS ) Limbah yang dibuang ke badan air penerima (sungai) harus memenuhi baku
mutu limbah cair yang telah ditetapkan di dalam peraturan agar limbah tersebut aman dan tidak berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Baku mutu limbah cair untuk industri minyak kelapa sawit, dimana Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.Kep-51/MENLH/10/1995 pada lampiran A IV,dapat dilihat pada tabel 2 seperti yang tercantum di bawah ini. Tabel 2.1 Baku Mutu Limbah Cair Industri Minyak Sawit PARAMETER
KADAR MAKSIMUM
BEBAN PENCEMARAN
mg/L
MAKSIMUM
BOD5
250
1,5
COD
500
3,0
TSS
300
1,8
MINYAK DAN LEMAK
30
0,18
AMONIA TOTAL (NH 3 N)
20
0,12
PH
6,0 9,0
Sumber : KEP 51-/MENLH/10/1995
11
2.3
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS). Teknologi pengolahan Limbah cair pabrik kelapa sawit adalah salah satu cara
untuk memisahkan, menghilangkan, dan mengurangi unsur pencemar dalam limbah. Teknologi pengolahan limbah mempunyai ukuran dan spesifik. Kemampuan wadah penampungan limbah seperti kolam limbah diukur dengan beban volume per satuan luas dan satuan waktu atau dikenal dengan istilah sludge loading rate. Kemampuan proses pengolahan kolam diukur dengan waktu penahanan hidrolis (WPH). Waktu penahanan hidrolis atau waktu tinggal limbah dalam reaktor mempunyai peranan yang amat penting dalam menuju keberhasilan pengolahan limbah. Besarnya debit limbah dibandingkan dengan ukuran volume kolam atau reaktor akan menentukan waktu tinggal limbah dalam wadah. Sedangkan volume kolam sangat dipengaruhi konsentrasi padatan limbah. Volume limbah juga sangat menentukan ukuran dari kolam. Semakin besar volume limbah maka akan semakin besar kolam limbah yang diperlukan sehingga mengakibatkan waktu penahanan hidrolis ( WPH ) menjadi lebih lama, akan tetapi sebaliknya jika volume kolam kecil maka WPH akan menjadi lebih singkat tapi mungkin prosesnya tidak sempurna. Karena itu perlu diketahui ukuran bak kolam baik dari segi kedalaman maupun luas permukaan. (Ginting,P. 2007 ). 2.3.1. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL ) Untuk pengolahan air limbah Pabrik Kelapa Sawit dengan yang lazim dan biasa dilakukan oleh pihak industri perkebunan ada 2 metode yaitu: 1.
Sistem Aplikasi Lahan (Land Application ).
2.
Sistem Kolam
(Ponding System).
12
Untuk mengurangi tingkat pencemaran sebelum dibuang ke sungai, maka perlu dilakukan pengolahan air limbah minyak kelapa sawit dengan tersebut, dan pada umumnya dalam pengolahannya, PKS menggunakan sistem yang disebut dengan sistem kolam aerob – anaerob (biologis). Sistem pengolahan limbah secara biologis masih dianggap cara yang paling murah dibandingkan dengan cara kimia, karena mengingat harga bahan kimia relatif mahal dan volume air limbah kelapa sawit cukup banyak. Pengolahan air limbah secara biologis berlangsung secara berkesinambungan, yaitu pada kolam anaerobik, fakultatif, aerobik, dan sedimentasi tanpa menambah zat kimia, melainkan hanya membutuhkan waktu dalam proses perombakan zat organik oleh mikroorganisme. Sehingga terciptalah suatu perubahan kualitas air limbah yang diinginkan pada tiap kolam – kolam tersebut, baik itu kolam anaerobik, fakultatif, aerobik dan lain - lain Sistem kolam dapat dikatakan sebagai proses biologi yang bertujuan untuk merombak zat pencemar organik menjadi karbondioksida dan jaringan sellulosa sehingga kita mudah untuk memisahkan antara limbah air dengan bahan pencemar. Pada proses ini yang berperan adalah mikro organik yang dapat menguraikan zat – zat organik limbah menjadi zat – zat yang sederhana.
2.3. 2 Proses Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS). Pengoperasian pabrik kelapa sawit secara efisien dan efektif akan menghasilkan limbah cair sekitar 0,6 – 0,8 m3/Ton Tandan Buah Segar ( TBS ).
13
Untuk menanggulangi masalah limbah cair pada IPAL PKS pada umumnya menggunakan unit – unit kolam pengolahan. PKS yang menggunakan sistem ini pada umumnya mempergunakan lahan yang cukup luas dan mempunyai beberapa tahapan untuk mendapatkan hasil akhir yang sesuai dengan bahan baku mutulimbah yang telah ditetapkan oleh pemerintah. LIMBAH
Gambar 2.1 Skema Pengolahan Limbah dengan Sistem Kolam. 1.
Fat Pit. Tahap ini merupakan awal proses pengolahan air limbah PKS yaitu : sebagai
tempat pengutipan sisa minyak yang terikat dalam limbah cair dan dikembalikan dalam proses pengolahan, sehingga kadar minyak dalam air dapat berkurang. Minyak yang masih terikat dalam air limbah dalam jumlah yang cukup tinggi dapat mengganggu aktivitas mikroorganisme merombak bahan organik, disamping itu dengan adanya minyak akan membentuk lapisan film pada permukaan air, dapat
14
menghambat penetrasi cahaya kedalam air sehingga dapat mengganggu aktivitas mikroorganisme. 2.
Pendinginan (Cooling Pond). Cooling Pond ini merupakan lanjutan proses dari fat pit, Colling pond
berfungsi menurunkan temperatur limbah cair yang dikeluarkan dari ruang produksi. karena air limbah segar yang keluar dari pabrik atau dari fat pit umumnya masih panas (50 – 700 C) maka terlebih dahulu temperatur harus diturunkan hingga 38400C yang merupakan temperatur optimum untuk pertumbuhan mikroorganisme pengurai. Bagian dasar dan dinding cooling pond (kolam pendingin) dilapisi dengan semen sehingga kedap air. biasanya proses pendinginan dilakukan selama 48 jam. (Naibaho, M. Ponten 1998) 3.
Netralisasi. Kolam ini berfungsi untuk menetralkan pH limbah yang masih asam yang
terdapat pada kolam – kolam sebelumnya menjadi ± 6,5 -7,0. 4.
Pengasaman. Dalam kolam ini pH limbah umumnya berkisar 3 – 4, dan kemudian pH nya
naik setelah asam organik terurai kembali oleh proses hidrolisa yang berlanjut. Pengasaman tidak selalu dilakukan orang, karena dengan penambahan unit ini maka akan terjadi penambahan unit pengolahan sehingga untuk pengolahan limbah akan membutuhkan lahan yang lebih luas serta biaya yang jauh lebih mahal.
15
5.
Kolam Anaerobik. Limbah yang telah dinetralkan kemudian dialirkan ke kolam anaerobik. Pada
kolam ini limbah cair masih mengandung senyawa organik yang kompleks seperti lemak, karbohidrat, dan protein yang akan dirombak oleh bakteri anaerobik menjadi asam organik dan selanjutnya menjadi gas metana (CH 4 ), karbondioksida (CO 2 ), dan air (H 2 O). Proses perombakan limbah dapat berjalan lancar jika kontak antara limbah dengan bakteri yang berasal dari kolam pembiakan juga berjalan dengan baik. 6.
Kolam Fakultatif. Kolam ini adalah kolam peralihan dari kolam anaerobik ke kolam aerobik.
Pada kolam ini proses perombakan masih tetap berlanjut, yaitu menyelesaikan proses yang belum terselesaikan pada kolam anaerobik. 7.
Kolam Aerobik. Pada kolam ini cairan limbah diperkaya kandungan oksigennya dengan
aerator, oksigen ini diperlukan untuk proses oksidasi yang dilakukan oleh bakteri aerobik. Kemudian limbah dialirkan ke sungai yang ada pada daerah industri minyak tersebut. 2.3.3 Pemeliharaan Kolam Limbah. Menurut Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam hal pemeliharaan kolam limbah. Menguras lumpur yang berada pada tiap – tiap kolam, jika kolam telah memenuhi 1/ 3 kedalaman kolam pada dimensi awal.
16
Memeriksa jaringan pipa dan instalasi lainnya yang ada pada sistem secara rutin untuk mencegah terjadinya penyumbatan ataupun kerusakan lainnya. Pemeliharaan konstruksi kolam secara rutin dan memperbaiki setiap kerusakan yang terjadi pada dinding kolam.
2.4
Sistem Penyaluran Air Limbah.
2.4.1
Sistem Penyaluran Terpisah. Sistem penyaluran terpisah adalah sistem dimana air buangan disalurkan
tersendiri dalam jaringan riol tertutup, sedangkan limpasan air hujan disalurkan tersendiri dalam saluran drainase khusus untuk air yang tidak tercemar. Sistem ini digunakan dengan pertimbangan antara lain: a) Periode musim hujan dan kemarau lama. b) Kuantitas aliran yang jauh berbeda antara air hujan dan air buangan domestik. c) Air buangan umumnya memerlukan pengolahan terlebih dahulu, sedangkan air hujan harus secepatnya dibuang ke badan penerima. d) Fluktuasi debit (air buangan domestik dan limpasan air hujan) pada musim kemarau dan musim hujan relatif besar. e) Saluran air buangan dalam jaringan riol tertutup, sedangkan air hujan dapat berupa polongan (conduit) atau berupa parit terbuka (ditch). Kelebihan sistem ini adalah masing - masing sistem saluran mempunyai dimensi yang relatif kecil sehingga memudahkan dalam konstruksi serta operasi dan
17
pemeliharaannya. Sedangkan kelemahannya adalah memerlukan tempat luas untuk jaringan masing-masing sistem saluran.
Gambar 2.2 Sistem Saluran Terpisah
18
2.4.2 Sistem Penyaluran Tercampur. Sistem penyaluran tercampur merupakan sistem pengumpulan air buangan yang tercampur dengan air limpasan hujan (sugiharto 1987). Sistem ini digunakan apabila daerah pelayanan merupakan daerah padat dan sangat terbatas untuk membangun saluran air buangan yang terpisah dengan saluran air hujan, debit masing–masing air buangan relatif kecil sehingga dapat disatukan, memiliki kuantitas air buangan dan air hujan yang tidak jauh berbeda serta memiliki fluktuasi curah hujan yang relatif kecil dari tahun ke tahun (Gambar 2.3). Kelebihan sistem ini adalah hanya diperlukannya satu jaringan sistem penyaluran air buangan sehingga dalam operasi dan pemeliharaannya akan lebih ekonomis. Selain itu terjadi pengurangan konsentrasi pencemar air buangan karena adanya pengenceran dari air hujan. Sedangkan kelemahannya adalah diperlukannya perhitungan debit air hujan dan air buangan yang cermat. Selain itu karena salurannya tertutup maka diperlukan ukuran riol yang berdiameter besar serta luas lahan yang cukup luas untuk menempatkan instalasi pengolahan. buangan.
Gambar 2.3 Sistem Penyaluran Tercampur.
19
2.5
Garis Tenaga dan Garis Tekanan pada Pipa. Sesuai dengan prinsip bernoulli, tenaga total atau tinggi tekanan efektif di
setiap titik pada saluran pipa merupakan jumlah dari tinggi elevasi, tinggi tekanan dan tinggi kecepatan. 𝜌
𝑉2
𝐻 = 𝑧 + 𝛾 + 2𝑔
Dimana :
(2.1)
H
=tenaga total atau tinggi tekanan efektif pada suatu titik (m)
Z
= ketinggian dasar saluran terhadap suatu datum (m)
P
= tekanan air pada suatu titik (N/m2)
γ
= berat jenis zat cair (kg/m3)
v
= kecepatan aliran pada pipa (m/s)
g
= gravitasi (m/s2)
Garis yang menghubungkan titik-titik tersebut dinamakan garis tenaga, yang digambarkan di atas tampang memanjang pipa seperti yang ditunjukan pada gambar 2.4. Perubahan diameter pipa dan tempat-tempat tertentu di mana kehilangan tenaga sekunder terjadi ditandai dengan penurunan garis tenaga. Apabila kehilangan tenaga sekunder diabaikan, maka kehilangan tenaga hanya disebabkan oleh gesekan pipa. (Triadmodjo, Bambang 2003).
Gambar 2.4 Garis tenaga dan tekanan.
20
2.5.1
Pipa dengan pompa. Pompa digunakan untuk menaikkan zat cair dari kolam ke suatu kolam lain
dengan selisih elevasi muka air Hs, seperti yang ditunjukan pada gambar 2.5, maka daya yang digunakan oleh pompa untuk menaikkan zat cair setinggi Hs adalah sama dengan tinggi Hs ditambah dengan kehilangan tenaga selama pengaliran dalam pipa tersebut. Kehilangan tenaga adalah ekivalen denganpenambahan tinggi elevasi, sehingga efeknya sama dengan jika pompa menaikkan zat cair setinggi H = Hs + Σh f Dalam gambar tersebut tinggi kecepatan diabaikan sehingga garis tenaga berhimpit dengan garis tekanan.
Gambar 2.5 Pipa dengan pompa. Kehilangan tenaga terjadi pada pengaliran pipa 1 dan pipa 2 yaitu sebesar h f1 dan h f2 . Pada pipa 1 yang merupakan pipa isap, garis tenaga (dan tenaga) menurun sampai di bawah pipa. Bagian pipa dimana garis tekanan di bawah sumbu pipa mempunyai tekanan negatif. Sedang pipa 2 merupakan pipa tekan.
21
daya yang diperlukan pompa untuk menaikkan zat cair : 𝐷=
𝑄𝐻𝛾
(2.2)
𝜂
atau dalam satuan hp (horse power, daya kuda): 𝐷=
𝑄𝐻𝛾
(2.3)
75𝜂
dengan η adalah efisiensi pompa. Pada pemakian pompa, efisiensi pompa digunakan sebagai pembagi dalam rumus daya pompa. 2.5.2
Pipa hubungan seri. Apabila suatu aliran pipa terdiri dari pipa-pipa dengan ukuran yang berbeda,
dan pipa tersebut adalah dalam hubungan seri. Gambar 2.6 menunjukkan suatu sistem tiga pipa dengan karakteristik berbeda yang dihubungkan dengan secara seri. Panjang, diameter dan koefisien gesekan masing-masing pipa adalah L 1 , L 2 , L 3 ; D 1 , D 2 , D 3 dan f 1 , f 2 , f 3 .
Gambar 2.6 Pipa dalam hubungan seri. Jika beda tinggi muka air kedua kolam diketahui, akan dicari besar debit aliran Q dengan menggunakan persamaan kontinuitas dan energi (Bernoulli).
22
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menggambarkan garis tenaga. Seperti terlihat pada gambar, garis tenaga akan menurun kearah aliran. Kehilangan tenaga pada masing-masing pipa adalah h f1 , h f2 dan h f3. Dianggap bahwa kehilangan tenaga sekunder kecil sehingga diabaikan. Q = Q1 = Q2 = Q3
(2.4)
Dengan menggunakan persamaan Bernoulli untuk titik 1 dan 2 (pada garis aliran): 𝑧1 +
𝑝1 𝛾
+
𝑉1 2 2𝑔
= 𝑧2
𝑝2 𝛾
𝑉2 2
+
2𝑔
+ ℎ𝑓1 + ℎ𝑓2 + ℎ𝑓3
(2.5)
Pada kedua titik, tinggi tekanan adalah H 1 dan H 2 , dan kecepatan V 1 = V 2 = 0 (tampang aliran sangat besar), sehingga persamaan diatas menjadi: z 1 + H 1 = z 2 + H 2 + h f1 + h f2 + h f3 (z 1 + H 1 ) – (z 2 + H 2 ) = h f1 + h f2 + h f3 Atau
H = h f1 + h f2 + h f3
(2.6)
Dengan mengunakan persamaan Darcy-Weisbach, persamaan (2.6) menjadi: 𝐿 𝑉2
𝐿 𝑉2
1 2 𝐻 = 𝑓1 𝐷1 2𝑔 + 𝑓2 𝐷2 2𝑔 + 𝑓3 1
2
𝐿3 𝑉32
(2.7)
𝐷3 2𝑔
Untuk masing-masing pipa kecepatan aliran: 𝑉1 =
𝑄
𝑉2 =
𝜋𝐷12 /4
𝑄
𝜋𝐷22 /4
𝑉3 =
𝑄
𝜋𝐷32 /4
(2.8)
Substitusikan nilai V 1 , V 2 , dan V 3 ke dalam persamaan (2.7), didapat: 𝐻=
8 𝑄 2 𝑓1 𝐿1 ( 𝑔𝜋 2 𝐷15
+
𝑓2 𝐿2 𝐷25
+
𝑓3 𝐿3 𝐷35
)
(2.9)
23
Debit aliran adalah:
𝑄=
𝜋�2𝑔𝐻
𝑓 𝐿 𝑓 𝐿 𝑓 𝐿 4� 1 51 + 2 52 + 3 53 � 𝐷 𝐷 𝐷 1
2
3
(2.10)
1� 2
Kadang-kadang penyelesaian pipa seri dilakukan dengan suatu pipa ekivalen yang mempunyai penampang seragam. Pipa disebut ekivalen apabila kehilangan tekanan pada pengaliran di dalam pipa ekivalen sama dengan pipa-pipa yang diganti. Sejumlah pipa dengan bermacam-macam nilai f , L, dan D akan dijadikan suatu pipa ekivalen. Untuk itu diambil diameter D e dan koefisien gesekan f e dari pipa yang terpanjang (atau yang telah ditentukan), dan kemudian ditentukan panjang pipa ekivalen. Kehilangan tenaga dalam pipa ekivalen: 𝐻=
8 𝑄 2 𝑓𝑒 𝐿𝑒 𝑔𝜋 2
� 𝐷5 �
(2.11)
𝑒
Substitusikan dari persamaan (2.9) ke persamaan (2.11) didapat: 𝐿𝑒 = 2.6
𝐷𝑒5 𝑓1 𝐿1 𝑓𝑒
( 𝐷5 + 1
𝑓2 𝐿2 𝐷25
+
𝑓3 𝐿3 𝐷35
)
(2.12)
Tinjauan Hidrolika Aliran dalam IPAL.
2.6.1 Aliran Melalui Pipa. Pipa adalah saluran tertutup yang biasanya berpenampang lingkaran, dan digunakan untuk mengalirkan fluida dengan tampang aliran penuh, Fluida yang di alirkan melalui pipa biasanya berupa zat cair atau gas dan tekanannya bisa lebih besar atau lebih kecil dari tekanan atmosfer.
24
Apabila zat cair di dalam pipa tidak penuh maka aliran termasuk dalam aliran saluran terbuka. Karena mempunyai permukaan bebas, maka fluida yang di alirkan adalah zat cair. Tekanan di permukaan zat cair di sepanjang saluran terbuka adalah tekanan atmosfer. (Robert J Kodoatie, 2002). 2.6.2 Kehilangan Energi Akibat Gesekan Pipa. Apabila pipa mempunyai penampang konstan, maka V 1 = V 2, dan persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana untuk kehilangan tenaga akibat gesekan. ℎ𝑓 = �𝑧1 +
𝑝1
� − �𝑧2 + 𝛾
𝑝2 𝛾
�
(2.13)
atau ℎ𝑓 = ∆𝑧 −
∆𝑝 𝛾
(2.14)
Kehilangan tenaga sama dengan jumlah dari perubahan tekanan dan tinggi tempat.
Gambar 2.7 Penurunan Rumus Darcy-Weisbach
25
Seperti terlihat pada gambar 2.7 tampang lintang aliran melalui pipa adalah konstan yaitu A, sehingga percepatan a = 0. Tekanan pada tampang 1 dan 2 adalah p 1 dan p 2 . Jarak antar tampang 1 dan 2 adalah ∆L. Gaya-gaya yang bekerja pada zat cair adalah gaya tekanan pada kedua tampang, gaya berat dan gaya gesekan. Dengan menggunakan hukum Newton II untuk gaya-gaya tersebut akan didapat: F=Ma
(2.15)
p 1 A - p 2 A+γ A∆L sin α - τ o P∆L =M x 0
(2.16)
Dengan P adalah keliling basah pipa. Oleh karena selisih tekanan adalah ∆p 1 maka :
∆pA +γ A∆L sin α - τ o P∆L = 0
(2.17)
Kedua ruas dibagi dengan Aγ, sehingga: ∆𝑝 𝛾
∆𝑝 𝛾
+ ∆𝐿 sin 𝛼 − + ∆𝑧 =
𝜏0 ∆𝐿 𝛾𝑅
𝜏0 P∆𝐿 𝛾𝐴
=0
=0
(2.18)
(2.19)
atau ℎ𝑓 =
𝜏0 ∆𝐿 𝛾𝑅
𝜏0 = 𝛾𝑅𝐼 = 𝜌𝑔𝑅𝐼
(2.20)
(2.21)
26
Di mana : ∆z = ∆L sin a. R = A/P
= jari-jari hidrolis dan
I = h f /∆L= kemiringan garis energi. Untuk pipa lingkaran: 𝐴
𝑅=𝑃=
𝜋𝐷 2 /4 𝜋𝐷
=
𝐷 4
(2.22)
sehingga persamaan diatas menjadi: ℎ𝑓 =
4𝜏0 ∆𝐿 𝛾𝐷
(2.23)
Persamaan yang telah dilakukan oleh para ahli menunjukan bahwa kehilangan tenaga sebanding dengan Vn di mana n ≈ 2. Untuk aliran melalui pipa dengan dimensi dan zat cair tertentu. persamaan (2.23) menunjukan bahwa h f sebanding dengan τ o . Dengan demikian apabila h f = f (V2) τ o = f (V2).
berarti juga
Dengan anggapan bahwa : τ o = CV 2
(2.24)
dengan C adalah konstanta, maka persamaan (2.24) menjadi : ℎ𝑓 =
4 𝐶𝑉∆𝐿 𝛾𝐷
(2.25)
27
Dengan mendefinisikan f = 8C/ρ maka persamaan di atas menjadi: ℎ𝑓 = 𝑓
∆𝐿 𝑉 2
(2.26)
𝐷 2𝑔
Apabila panjang pipa adalah L, maka persamaan (2.26) menjadi : 𝐿 𝑉2
ℎ𝑓 = 𝑓 𝐷 2𝑔
(2.27)
Persamaan (2.27) disebut dengan persamaan Darcy-Weisbach untuk aliran melalui pipa lingkaran. Dalam persamaan tersebut f
adalah koefisien
gesekan
Darcy-Weisbach yang tidak berdimensi. Koefisien f merupakan fungsi dari angka Reynolds dari kekasaran pipa. Pada tahun 1944 Moody memperkenalkan suatu grafik yang mempermudahkan dalam penentuan nilai f atau yang biasa disebut moody diagram.
Gambar 2.8 Diagram Moody untuk memperkirakan nilai f pipa
28
Alternatif lain untuk menentukan nilai f dengan menggunakan koefisien manning, Chezy atau Hazen-williams.
f = 124.58
f =
n2 (d 1 / 3 )
(2.28)
156.06 (CH .d 0.26 .S 0.08 ) 2
(2.29)
Tabel 2.2 Koefisien manning untuk beberapa jenis pipa. Type of pipe
Manning’s n
Galvanized iron
0,015 – 0,017
Corrugated metal
0,023 – 0,029
Steel formed concrete
0,012 – 0,014
Plastic (smooth)
0,011 – 0,015
PVC
0,009 – 0,010
Sumber: Brater et al. (1996); ASCE (1976)
29
Tabel 2.3: Koefisien Hazen-Williams, C H . Type of pipe
Manning’s n
PVC, glass, or enameled steel pipe
130 – 150
Riveted steel pipe
100 – 110
Cast iron pipe
95 – 100
Smooth concrete pipe
120 – 140
Rought pipe (e.g., rough concrete pipe)
60 – 80
Sumber: Brater et al. (1996); ASCE (1976)
2.6.3
Kehilangan Tenaga Sekunder Dalam Pipa. Di samping adanya kehilangan tenaga akibat gesekan (kehilangan tenaga
primer), terjadi pula kehilangan tenaga yang disebabkan oleh perubahan penampang pipa, sambungan, belokan dan katub (kehilangan tenaga sekunder). Pada pipa panjang, kehilangan tenaga primer biasanya jauh lebih besar dari pada kehilangan tenaga sekunder, sehingga pada keadaan tersebut kehilangan tenaga sekunder dapat diabaikan. Pada pipa pendek kehilangan tenaga sekunder harus diperhitungkan. Apabila kehilangan tenaga sekunder kurang 5 % dari kehilangan tenaga primer maka kehilangan tenaga tersebut bisa diabaikan.
30
a.
Kehilangan energi akibat penyempitan (contraction) 𝑉2
2 𝐻𝑐 = 𝐾𝑐 2𝑔
(2.30)
Di mana :
H c = tinggi hilang akibat penyempitan K c = koefisien kehilangan energi akibat penyempitan V 2 = kecepatan rata-rata aliran dengan diameter D 2 (yaitu di hilir dari penyempitan) Tabel 2.4 Nilai Kc untuk berbagai nilai D 2 /D 1 . D 2 /D 1
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
Kc
0,5
0,45
0,38
0,28
0,14
0,00
Sumber : Hidraulika II, Bambang Triadmodjo, 2003
b.
Kehilangan energi akibat pembesaran tampang (expansion). 𝑉2
1 𝐻𝑒 = 𝐾𝑒 2𝑔
(2.31)
di mana 𝐴
2
𝐾𝑒 = �𝐴1 − 1� 2
(2.32)
Apabila pipa masuk ke kolam yang besar seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.9, di mana A 2 = ∞ sehingga V 2 = 0 maka : 𝑉2
1 𝐻𝑒 = 2𝑔
(2.33)
31
Kehilangan tenaga pada perbesaran penampang akan berkurang apabila perbesaran dibuat secara berangsur-angsur seperti ditunjukkan dalam gambar 2.10, kehilangan tenaga diberikan oleh persamaan berikut: 𝐻𝑒 = 𝐾 ′
2 𝑉2 𝑉1− 2
(2.34)
2𝑔
Gambar 2.9 Pipa menuju kolam.
Gambar 2.10 Perbesaran penampang berangsur-angsur.
Tabel 2.5 Nilai K e untuk berbagai nilai α. Α
10o
20o
30o
40o
50o
60o
75o
Ke
0,078
0,31
0,49
0,60
0,67
0,72
0.72
Sumber : Hidraulika II, Bambang Triadmodjo, 2003
c.
Kehilangan energi akibat belokkan pipa Kehilangan tenaga yang terjadi pada belokkan tergantung pada sudut belokkan
pipa. Rumus kehilangan tenaga pada belokkan adalah sama dengan rumus pada perubahan penampang, yaitu : 𝑉2
𝐻𝑏 = 𝐾𝑏 2𝑔
(2.35)
32
Gambar 2.11 Belokkan pada pipa. Tabel 2.6 Nilai K b untuk berbagai nilai α. Α
20o
40o
60o
80o
90o
Kc
0,05
0,14
0.36
0,74
0,98
Sumber : Hidraulika II, Bambang Triadmodjo, 2003
Untuk sudut belokkan 90o dan dengan belokkan halus (berangsur-angsur), kehilangan tenaga tergantung pada perbandingan antara jari-jari belokkan dan diameter pipa. Nilai K b untuk berbagai nilai R/D diberikan dalam tabel 2.7.
Gambar 2.12 Perbandingan nilai R/D untuk menentukan nilai K Tabel 2.7 Nilai K b untuk berbagai nilai R/D Α
1
2
4
6
10
16
20
Kc
0,35
0,19
0.17
0,22
0,32
0.38
0.42
Sumber : Hidraulika II, Bambang Triadmodjo, 2003
33