BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengambilan Keputusan
2.1.1
Definisi Pengambilan Keputusan
Beberapa definisi pengambilan keputusan menurut beberapa ahli antara lain: “As normative or prescriptive theories of decision making that is, as theories that tell us how we should decide, they stand as some of the most successful ever invented by human beings.” (Smith & Kossylin, 2009) “Rational decision making involves gathering information as painstakingly and fairly as possible under the circumstances.” (Galotti, 2008)
Dari definisi – definisi di atas disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu proses bagaimana manusia dalam memutuskan sesuatu melalui pengumpulan informasi secara susah payah dan sangat mungkin untuk dilakukan dalam situasi yang sedang dialami.
2.1.2
Proses Pengambilan Keputusan
Menurut Galotti (2008) proses pengambilan keputusan dibagi menjadi lima kategori berbeda. Kategori ini biasanya terjadi secara berurutan, tetapi juga
12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
memungkinkan munculnya siklus yang membentuk sebuah urutan baru dimana kategori tertentu dapat diulangi kembali. Galotti menggunakan istilah “fase” untuk menyatakan idenya bahwa ada atau tidaknya seperangkat urutan pada kategori – kategori tersebut, dimana hasil dari satu kategori dapat saling tumpang tindih dengan hasil dari kategori lain, beberapa kategori dapat dilewati, dan beberapa kategori dapat diselesaikan dalam urutan yang berbeda. Fase – fase menurut Galotti : 1) Setting goals Ketika kita mencoba untuk memahami mengapa seseorang membuat satu keputusan saja, ternyata alasannya pasti berhubungan dengan tujuan dari decision maker dalam mengambil keputusan (Bandura, 2001; Galotti, 2005). Murid yang berencana untuk mengambil jurusan biologi karena mereka memiliki tujuan untuk melanjutkan ke sekolah kedokteran. Ide dalam menentukan tujuan yang dimiliki decision maker menggunakan sekumpulan rencana untuk masa depannya kelak, prinsip dan nilai serta prioritas mereka . Sehingga decision maker perlu mengembangkan jawaban dari pertanyaan, “What am I trying to accomplish?”. 2) Gathering information Sebelum membuat keputusan, pembuat decision makers membutuhkan informasi. Secara spesifik, mereka perlu mengetahui berbagai pilihan yang ada. Contohnya, konsekuensi apa saja yang mungkin terjadi pada setiap pilihan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang? Siapa yang mempengaruhinya dan bagaimana? Apakah dampakya terjadi sepanjang 13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
waktu? Akankah dengan mengambil atau tidak mengambil tindakan tertentu akan mengarahkan decision maker pada keputusan atau rencana lain? Dengan kata lain, apakah setiap pilihan membuka atau menutup pilihan lainnya? Beberapa pengambilan keputusan dapat bersifat kompleks. Contohnya, ketika mengambil keputusan dalam memilih komputer yang ingin dibeli. Pada tahun yang akan datang muncul lah model keluaran terbaru. Terkadang, decision maker membutuhkan beberapa informasi mengenai pilihan – pilihan yang tersedia. Decision maker juga membutuhkan sekumpulan informasi mengenai kriteria – kriteria yang mungkin untuk digunakan dalam membuat pilihan. Jika Anda tidak pernah beli computer sebelumnya, Anda mungkin meminta pendapat kepada orang yang ahli IT untuk menanyakan feature apa saja yang penting dalam computer. Jika tidak, Anda bisa saja membuat “wish list” feature computer yang ideal sesuai dengan tujuan Anda. 3) Structuring the decision Untuk keputusan yang kompleks, pembuat keputusan membutuhkan cara untuk mengorganisasikan berbagai informasi yang telah mereka dapatkan. Sebagai contohnya adalah ketika memilih jurusan kuliah. Dalam penelitian saya, saya melakukan survey pada mahasiswa dan mahasiswi tingkat pertama selama setahun mengenai keputusan mereka dalam memilih jurusan (Galotti, 1999). Beberapa mahasiswa dan mahasiswi yang disurvey terdaftar memiliki kriteria yang bervariasi dalam mempertimbangkan pengambilan keputusan ini. Diantara kriteria tersebut adalah “Apakah saya menikmati mata kuliah ini?” “Akankah mata kuliah ini akan mengarahkan kepada karir yang saya
14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
inginkan?” “Apakah karir yang saya inginkan membutuhkan banyak syarat?” “Apakah saya menyukai para staf pengajar di sini?”. Dalam penelitian ini, mahasiswa dan mahasiswi memiliki 28 jenis informasi yang berbeda yang harus dipikirkan dalam mengambil keputusan. Dengan jumlah informasi yang demikian maka decision maker harus menentukan atau menemukan cara untuk mengatur berbagai informasi. Proses inilah yang disebut dengan decision structuring. 4) Making a final choice Setelah mengumpulkan informasi, pembuat keputusan harus menyeleksi pilihan yang ada. Prosedur ini melibatkan pengambilan keputusan lainnya seperti memutuskan kapan harus berhenti pada fase mengumpulkan informasi atau memutuskan informasi mana yang lebih relevan atau reliabel. 5) Evaluating Pada fase terakhir ini merupakan evaluasi dari seluruh proses. Apa saja yang berjalan dengan baik? Apa saja yang tidak berjalan dengan baik? Tujuan dari fase ini adalah untuk merefleksikan proses dan mengidentifikasikan aspek – aspek yang dapat berkembang, begitu juga dengan aspek – aspek yang seharusnya digunakan lagi dalam pengambilan keputusan yang serupa di masa depan.
15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Berikut adalah fase decision making menurut Galotti :
Sumber : Galloti (2002, hal.97)
2.1.3
Faktor – faktor yang Memengaruhi Pengambilan Keputusan
Ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi pengambilan keputusan menurut The International Student Journal (2010). Faktor – faktor tersebut di antaranya past experiences, cognitive biases, escalation of commitment and sunk outcomes, individual differences termasuk age and socioeconomic status, dan belief in personal relevance.
16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
1) Past experiences Juliusson, Karlsson, dan Garling (2005) menyatakan bahwa pengalaman seseorang di masa lalu dapat memengaruhi pengambilan keputusan seseorang di masa yang akan datang. Hal ini menunjukan bahwa ketika keputusan yang diambil memiliki hasil yang positif, maka orang akan cenderung untuk menggunakan cara yang sama dalam situasi yang sama pula. Dengan kata lain, orang cenderung menghindar untuk mengulangi kesalahan yang ada di masa lalu (Sagi, & Friedland, 2007). 2) Cognitive biases Bias kognitif merupakan rumus berpikir yang berdasarkan pada observasi dan generalisasi yang menyebabkan terjadinya memory errors, inaccurate judgments, dan faulty logic (Evans, Barston, & Pollard, 1983; West, Toplak, & Stanovich, 2008). Kognitif bias tersebut diantaranya : a.
belief bias, yaitu ketergatungan yang berlebihan pada pengetahuan sebelumnya saat keputusan dibuat
b.
hindsight bias, yaitu kecenderungan seseorang untuk segera menjelaskan suatu kejadian sebagai sesuatu yang pasti terjadi
c.
omission bias, yaitu setiap orang memiliki kecenderungan untuk menghilangkan informasi yang dianggapnya beresiko
d.
confirmation bias, yaitu dimana orang mengobservasi apa yang mereka harapkan dalam observasi tersebut (Marsh, & Hanlon, 2007; Nestler & von Collani, 2008; Stanovich & West, 2008; lihat juga West et al., 2008).
17
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Dalam pengambilan keputusan bias kognitif dapat mempengaruhi seseorang dengan cara mengandalkan atau menaruh kepercayaan pada observasi yang diharapkan dan pengetahuan sebelumnya baik ketika menolak informasi dan observasi yang tidak meyakinkan. Faktor ini terkadang menghasilkan keputusan yang lemah, tetapi bias kognitif membuat individu untuk mengambil keputusan yang efisien dengan bantuan heuristik (Shah & Oppenheimer, 2008). 3) Escalation of commitment dan sunk outcomes Juliusson, Karlsson, dan Garling (2005) menyimpulkan bahwa seseorang membuat keputusan berdasarkan peningkatan komitmen yang irasional sehingga individu memberikan waktu, uang, dan usaha terhadap keputusan ketika mereka berkomitmen; lebih jauh, seseorang akan cenderung mengambil keputusan yang beresiko secara berkelanjutan ketika mereka merasa bertanggungjawab terhadap harga, waktu dan uang yang dikorbankannya. 4) Individual differences Penelitian menyatakan bahwa umur, status sosioekonomi (SSE) dan kemampuan kognitif mempengaruhi pengambilan keputusan (de Bruin Parker, & Fishchoff, 2007; Finucane, Mertz, Slovic, & Schmidt, 2005). Finucane et al. mengemukakan perbedaan pengambilan keputusan yang signifikan berdasarkan usia, yaitu ketika fungsi kognitif menurun seiring dengan meningkatnya usia maka hasil pengambilan keputusan pun akan menurun juga. Selebihnya, seseorang yang sudah tua mungkin saja terlalu percaya diri terhadap kemampuannya dalam mengambil keputusan dimana hal ini menjadi
18
http://digilib.mercubuana.ac.id/
penghambat kemampuannya untuk mengaplikasikan berbagai strategi (de Bruin et al., 2007). Adanya bukti yang mendukung bahwa orang dewasa tua memilih lebih sedikit pilihan daripada orang dewasa muda (Reed, Mikels, & Simon, 2008). Menurut Bruin et al. (2007), orang yang berada dalam kelompok SES rendah memiliki akses pendidikan dan sumber yang kurang dimana hal tersebut akan membuat mereka mejadi lebih rentan mengalami life event negative yang di luar control mereka. Hasilnya, SES individu yang rendah akan menghasilkan keputusan yang lebih buruk berdasarkan keputusan di masa lampau. 5) Belief in personal relevance Ketika orang percaya terhadap apa yang mereka pilih adalah penting, mereka cenderung membuat keputusan. Acevedo dan Krueger (2004) menguji rumus voting individu dan menyimpulkan bahwa orang akan lebih siap memberikan suara ketika mereka percaya pendapatnya indikatif terhadap perilaku orang pada umumnya. Begitu juga ketika mereka memiliki perhatian untuk kepentingan mereka sendiri terhadap hasil yang diberikan. Orang akan memberikan hak suaranya ketika mereka percaya haknya tersebut diperhitungkan. Semakin banyak orang yang memberikan suara maka suara individual semakin berkurang.
19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.2
ADHD (Attention Deficit Hiperactivity Disorder)
2.2.1
Definisi ADHD
Beberapa definisi ADHD menurut para ahli sebagai berikut : “ADHD is defined by a persistent pattern of inattentive or hyperactivityimpulsive symptoms that cause significant impairment in social, academic, or occupational functioning.” (American Psychiatric Association, dalam Castle dkk., 2007) “ADHD is developmental disorder featuring maladaptive levels of inattention, excessive activity, and impulsiveness.” (Durand & Barlow, 2010) “ADHD is a common childhood onset neuropsychiatric condition with long-term, wide-ranging impairments.” (Mannuzza et al., dalam Tai dkk., 2012)
Dari definisi – definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ADHD adalah gangguan yang dialami anak dalam masa perkembangannya dengan ciri munculnya gejala inatensi, hiperaktivitas-impulsivitas yang menyebabkan anak mengalami kesulitan menyatukan dirinya dengan lingkungan, adanya masalah dalam bidang akademis, serta kesulitan menjalankan fungsinya di bidang pekerjaan tertentu dalam jangka waktu yang cukup lama.
2.2.2
Sejarah ADHD
Menurut Haugaard (2008) sejarah ADHD pertama dijelaskan dalam buku anak – anak yang menonjolkan karakter Fidgity Phil dan Harry Who Looks in the 20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Air. Buku ini ditulis oleh psikiater asal Jerman bernama Heinrich Hoffman pada pertengahan tahun 1800-an. Karakter – karakter tersebut memiliki berbagai macam perilaku yang kini dikenal sebagai ciri utama ADHD (Wolarich, 1999). ADHD sendiri dalam bidang medis secara signifikan ditelurusi pertama kali oleh George Still tahun 1902 di Royal College of Physicians (Stubbe, 2000; Wolraich, 1999). The disorder inhibited children from internalizing rules for appropriate behavior, which resulted in defects in “moral control” (Still, 1902, hal.1008). Moral kontrol yang dimaksud adalah anak sebenarnya mampu untuk mempertahankan perilaku yang baik tetapi memilih untuk tidak melakukannya (Rafalovich, 2001). Hiperaktivitas anak terus menjadi perhatian di bidang klinis selama bertahun – tahun lamanya dan sebelum tahun 1968 dikeluarkannya diagnosis dalam DSM II (APA, 1968). Dalam DSM II diberi nama hyperkinetic impulse disorder yang menunjukan ciri utamanya adalah aktivitas impulsive. Berdasarkan penelitian di Virginia Douglas dan koleganya pada tahun 1970-an, hipotesis mengenai ciri utama ADHD berubah dari fokus pada hiperaktivitas menjadi fokus pada masalah – masalah inatensi (Stubbe, 2000). Oleh karena itu, dalam DSM-III (APA, 1980) gangguan ini diberi nama attention deficit disorder (ADD), menyatakan bahwa ciri utama gangguan ini adalah adanya kesulitan regulasi pada atensi dan arousal. Anak didiagnosa memiliki satu dari dua subtipe ADD atau ADD dengan hiperaktivitas, tergantung apakah anak memiliki level aktivitas motorik yang tinggi.
21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Pada DSM-III-R gangguan ini diganti nama dengan attention-deficit hyperactivity disorder dan simtom gangguan ini berada dalam satu kategori saja, mengharuskan adanya delapan symptom pada hiperaktivitas atau inatensifnes pada gangguan ini (APA, 1987). Tidak ada subtipe pada DSM ini. Sehingga, yang menjadi ciri utama pada gangguan ini adalah kombinasi inatensi dan hiperaktivitas. Penelitian selanjutnya (Lahey et al., 1988) menentukan dua kelompok simtom ADHD, yaitu inatensidan hiperaktivitas/impulsivitas. Oleh karena itu, DSM-IV (APA, 1994) menamakan gangguan ini attention-deficit/hyperactivity disorder dan ciri utamanya dapat berupa inatensifnes, hiperaktivitas/impulsivitas, atau keduanya. Tiga subtipe pada DSM ini meliputi predominantly inattentive type, predominantly hyperactive-impulsive type, dan combined type (Tannock, 1998). Namun DSM yang sekarang digunakan adalah DSM-V. Beberapa perubahan menurut American Psychiatric Association (APA) (2013) mengenai ADHD dari DSM-IV ke DSM-V sebagai berikut : a. Penambahan beberapa contoh pada item kriteria untuk mempermudah penggunaannya b. Diperkuatnya persyaratan situasional menjadi “several” simtom dalam setiap seting c. Kemunculan kriteria simtom telah diganti dari “symptoms that caused impairment were present before age 7 years” menjadi “several inattentive or hyperactive-impulsive symptoms were present prior to age 12”
22
http://digilib.mercubuana.ac.id/
d. Digantinya subtipe dengan adanya “specify” yang mengarahkan langsung pada subtipe yang sudah ada sebelumnya e. Diperbolehkannya diagnosis komorbiditas dengan autism spectrum disorder f. Adanya awal gejala pada orang dewasa untuk merefleksikan bukti substansial yang signifikan secara klinis pada kegagalan ADHD, ditandai dengan munculnya lima gejala, berbeda dengan anak – anak yang mengharuskan munculnya enam gejala. Baik pada inatensi dan hiperaktivitas dan impulsivitas.
2.2.3
Kriteria Diagnostik ADHD Dalam DSM-V
A. Sebuah pola tetap inatensi dan atau hiperaktivitas-impulsivitas yang mempengaruhi fungsi atau perkembangan, seperti yang dikarakterisasikan pada (1) dan/atau (2) : 1. Inatensi : enam atau lebih simtom berikut telah menetap setidaknya selama enam bulan pada tingkat yang tidak konsisten dengan tingkat perkembangan dan dampak negatif secara langsung pada aktivitas social dan akademik/pekerjaan : Catatan : simtom – simtom ini tidak semata – mata manifestasi oppositional behavior, pelanggaran, permusuhan, atau kegagalan untuk memahami tugas atau instruksi. Untuk remaja dan orang dewasa (usia lebih dari 17 tahun), setidaknya lima simtom yang diperlukan. a. Sering gagal untuk memperhatikan bagian hal terperinci atau membuat kesalahan yang ceroboh dalam pekerjaan sekolah, kantor,
23
http://digilib.mercubuana.ac.id/
atau selama aktivitas lainnya (misalnya, mengabaikan atau tidak menangkap hal terperinci, bekerja tidak akurat). b. Sering memiliki kesulitan untuk mempertahankan perhatian dalam tugas atau melakukan aktivitas (misalnya, memiliki kesulitan untuk mempertahankan fokus selama pelajaran, percakapan, atau bacaan yang panjang). c. Sering tidak terlihat mendengarkan ketika diajak berbicara secara langsung (misalnya, pikirannya terlihat melayang-layang, bahkan dalam ketiadaan pengalihan yang jelas). d. Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal untuk menyelesaikan pekerjaan sekolah, tugas, atau pekerjaan di tempat kerja (misalnya, memulai tugas tetapi dengan cepat kehilangan fokus dan dengan mudah teralihkan). e. Sering memiliki kesulitan mengatur tugas dan aktivitas (misalnya, kesulitan mengatur tugas yang berurutan; kesulitan menyimpan benda – benda dan barang sendiri dalam urutan; berantakan, pekerjaan tidak teroganisir; memiliki menejemen waktu yang buruk; gagal untuk memenuhi deadline). f. Sering menghindar, tidak suka, atau enggan untuk berurusan dengan tugas yang terus membutuhkan usaha mental (misalnya, pekerjaan sekolah atau pekerjaan sekolah; untuk remaja dan orang dewasa, mempersiapkan laporan, menyelesaikan surat isian, mereviu lembaran yang panjang).
24
http://digilib.mercubuana.ac.id/
g. Sering kehilangan sesuatu yang penting untuk tugas atau aktivitas (misalnya, benda – benda sekolah, pensil, buku, alat – alat, dompet, berkas kerja, kacamata, telepon genggam). h. Sangat mudah lengah oleh stimulus yang berlebihan (untuk remaja dan orang dewasa, biasanya meliputi pikiran – pikiran yang tidak berhubungan). i. Sering lupa dengan aktivitas sehari – hari (misalnya, mengerjakan tugas, mengerjakan pesanan; untuk remaja dan orang dewasa, meletakkan kembali telepon, membayar tagihan, menyimpan perjanjian). 2. Inatensi : enam atau lebih simtom berikut telah menetap setidaknya selama enam bulan pada tingkat yang tidak konsisten dengan tingkat perkembangan dan dampak negatif secara langsung pada aktivitas social dan akademik/pekerjaan : Catatan : simtom – simtom ini tidak semata – mata manifestasi oppositional behavior, pelanggaran, permusuhan, atau kegagalan untuk memahami tugas atau instruksi. Untuk remaja dan orang dewasa (usia lebih dari 17 tahun), setidaknya lima simtom yang diperlukan. a. Sering membuat gerakan atau menepuk tangan atau kaki atau menggeliat – geliut di atas kursi. b. Sering menginggalkan kursi dalam situasi dimana duduk adalah yang diharapkan (misalnya, meninggalkan tempat sendiri di ruang
25
http://digilib.mercubuana.ac.id/
kelas, di kantor atau tempat kerja, atau dalam situasi lainnya yang mengharuskan berada dalam tempat) c. Sering berjalan – jalan atau memanjat dalam situasi dimana tindakan tersebut tidaklah pantas. (catatan : pada remaja dan orang dewasa, bisa saja terbatas merasakan gelisah). d. Sering tidak bisa bermain atau bergabung dalam aktivitas senggang dengan tenang. e. Sering “dimana saja”, bertingkah seolah “digerakan oleh motorik” (misalnya tidak bisa menjadi atau tidak nyaman jika diam dalam waktu yang lama, seperti di dalam restoran, meeting; dirasakan oleh orang lain sebagai orang yang gelisah dan sulit untuk bertahan). f. Sering berbicara secara berlebihan. g. Sering menjawab tanpa berpikir sebelum pertanyaan telah diselesaikan (misalnya, menyelesaikan kalimat orang; tidak bisa menunggu giliran dalam percakapan). h. Sering memiliki kesulitan menunggu giliran (misalnya, saat mengantri). i. Sering mengganggu atau menyela orang lain (misalnya, menyondol dalam sebuah percakapan, permainan, atau aktivitas; mulai menggunakan barang orang lain tanpa meminta izin atau menerima izin; untuk remaja dan orang dewasa, menyela ke dalam atau mengambil alih apa yang orang lain sedang lakukan).
26
http://digilib.mercubuana.ac.id/
B. Beberapa simtom inatensi atau hiperaktivitas-impulsivitas muncul sebelum umur 12 tahun. C. Beberapa simtom inatensi atau hiperaktivitas-impulsivitas muncul pada dua tempat atau lebih (misalnya rumah, sekolah, tempat kerja; bersama teman atau saudara; dalam aktivitas lainnya). D. Adanya bukti yang jelas bahwa simtom tersebut berpengaruh pada, atau mereduksi kualitas social, akademik, atau fungsi pekerjaan. E.
Simtom tersebut tidak terjadi secara ekslusif selama mengarah pada schizophrenia atau gangguan psikotik lainnya dan tidak ada penjelasan lebih baik pada gangguan mental (misalnya mood disorder, anxiety disorder,
dissociative
disorder,
personality
disorder,
substance
intoxication atau withdrawal)
2.3
Terapi ADHD
Menurut Paternotte & Buitelaar (2010) terapi ADHD sebagai berikut : a. Medical Therapy Dalam terapi ini anak ADHD diberi obat – obatan dengan urutan pemilihan obat – obatan sebagai berikut Pilihan pertama adalah jenis obat sebagai berikut : Psikostimulansia : Methylfenidat (Ritalin, Concerta). Pilihan pertama pengobatan untuk ADHD hingga saat ini adalah yang menggunakan bahan dasar methylfenidat, yang
27
http://digilib.mercubuana.ac.id/
bisa didapatkan dengan merek dagang Ritalin dan Concerta atau dengan nama generiknya yaitu obat – obatan dari pabrik lain tetapi mempunyai bahan dengan cara kerja yang sama. Fungsi utama methylfenidat adalah memperbaiki kerja dopamin. Ritalin adalah salah satu bentuk methylfenidat yang bekerja dengan waktu yang pendek. Ritalin akan bekerja segera setelah setengah jam dan akan berefek sepanjang tiga hingga empat jam. Concerta adalah bentuk methylfenidat yang bekerja dengan jangka waktu yang panjang. Berbeda dengan Ritalin dimana pada obat Concerta ini tidak memiliki rebound-effect (efek ekstra hiperaktif jika kerja obat tersebut habis). Dexamfetamine (Dexedrine). Obat jenis ini adalah obat yang jarang diresepkan bila dibandingkana dengan methylfenidat. Alasan yang penting adalah karena para dokter mempunyai pengalaman yang minim dan juga lebih sedikit penelitian – penelitian yang menggunakan obat jenis ini. Efek samping psikostimulansia : Keluhan yang umum adalah masalah menjelang tidur dan merosotnya nafsu makan. Pengobatan psikostimulansia dalam beberapa kasus juga akan menyebabkan penekanan pada pertumbuhan badan. Ketergantungan : Karena
lebih
dari
setengah
penyandang
ADHD
juga
mempunyai
ketergantungan terhadap obat – obatan, maka sudah lama dikhawatirkan bahwa methylfenidat dapat menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah populasi ketergantungan obat – obatan golongan narkotika. Dikhawatirkan, jika orang menggunakan obat – obatan golongan amphetamine, maka ia akan
28
http://digilib.mercubuana.ac.id/
lebih sensitif dan mudah mengalami ketergantungan terhadap obat golongan narkotika misalnya cocaine. Keamanan psikostimulansia : Psikostimulansia adalah obat ADHD kelompok amphetamine dan memang sudah diketahui bahwa amphetamine dapat merusak sel – sel saraf. Bukan psikostimulansia : Atomoxetine (Stattera). Obat ini memiliki cara kerja yang berbeda dengan metyhlfenidat, yaitu bekerja pada sistem neurotransmitter. Methylfenidat bekerja secara langsung pada sistem dopamine, sedangkan Stattera bekerja pada sistem noradrenaline. Obat ini bekerja pada bagian otak yang mengatur hiperaktivitas dan konsentrasi. Efek samping Atomoxetine : Pada anak – anak sering muncul efek samping seperti mengantuk, nafsu makan menurun, mual, muntah, rasa lelah, dan keluhan pada perut. Pilihan kedua adalah jenis obat antidepresiva lama (klasik), yaitu : Imipramine (Trofanil) dan notriptyline (Nortrilen). Obat ini juga disebut TCA (Tricylic Antidepressiva). Obat – obat ini digunakan untuk ADHD orang dewasa dan sudah dilakukan penelitian untuk anak – anak. Obat ini juga
berpengaruh
terhadap
berbagai
neurotransmitter,
terutama
neurotransmitter noradrenaline, namun stereotinine juga akan terstimulasi. Keamanan : TCA memang dapat memengaruhi sistem kerja jantung (denyut dan ritme jantung). Anak – anak yang sensitive terhadap obat – obatan ini dapat
29
http://digilib.mercubuana.ac.id/
menyebabkan denyut jantungnya terganggu. Tekanan darah dan denyut jantung harus selalu dikontrol sebelum, selama, dan saat peningkatan dosis. Efek samping : Efek samping obat ini di antaranya merosotnya nafsu makan, gangguan tidur, mulut kering, pusing, penglihatan kabur, pikiran kosong, mudah tersinggung, apatis, sering buang air kecil, sembelit. Pilihan ketiga adalah jenis obat – obatan anti-tekanan darah tinggi seperti : Clonidine (Dixarit) dan guanfacine (Estulic). Clonidine akan lebih memperbaiki perilaku (hiperaktivitas, impulsivitas, dan agresi) daripada memperbaiki rentang perhatian. Clonidine juga memiliki efek positif terhadap gangguan tidur yang biasa terjadi pada penyandang ADHD. Keamanan : Pengobatan ini tidak memiliki dampak negative terhadap perkembangan otak. Efek samping : Sebanyak 10% dari pengobatan obat – obatan ini terjadi pada peningkatan hiperaktivitas pada saat awal pengobatan. Penurunan hiperaktivitas terjadi setelah 1-2 minggu. Setelah satu minggu, setengah dari satu per tiga dari anak – anak yang mengonsumsi obat ini mempunyai masalah pada mulut kering, tidur tidak nyenyak, mengompol, meningkatnya keluhan depresi, pada penggunaan jangka panjang akan terjadi peningkatan berat badan (karena terjadi peningkatan nafsu makan).
30
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Obat yang beberapa kali diresepkan adalah jenis obat sebagai berikut : Antipsikotika
(neuroleptika).
Obat
jenis
ini
misalnya
Pipamperon,
Rispiridone, dan Olanzapine adalah bukan obat – obatan yang biasa digunakan untuk ADHD. Obat ini diberikan sementara bila terjadi penekanan darah yang hebat dan agresi yang harus ditekan atau pada pengobatan untuk perilaku membangkang dan anti-sosial. Pada dasarnya antipsikotika digunakan terutama bagi ADHD yang mempunyai kombinasi dengan autisme spectrum disorder (ASD) atau retardasi mental parah. Keamanan : Saat ini sedang dilakukan penelitian keamanan penggunaan Risperdal terutama untuk anak – anak, yang lamanya kadang sampai tiga tahun. Karena untuk dosis normal belum ada penjelasan apakah mempunyai resiko terhadap kesehatan. Peningkatan berat badan untuk beberapa kasus memang akan menyababkan beberapa masalah yang membutuhkan pengaturan diet dan perubahan gaya hidup. Resiko pada penggunaan jangka panjang misalnya, akan muncul penyakit diabetes; tekanan darah tinggi; peningkatan kolestrol dalam darah, juga masih belum jelas. Efek samping : Banyak liur atau sebaliknya justru mulut kering, mata kering, menurunnya kemampuan bereaksi, masalah konsentrasi, mengantuk, pusing, gangguan penglihatan dekat (kesulitan membaca), peningkatan berat badan. Dengan pengobatan maka si anak akan dapat mengendalikan perilakunya sendiri, dapat mengerjakan tugas – tugas sekolah dengan lebih baik, dapat
31
http://digilib.mercubuana.ac.id/
diberi pendidikan, tugas – tugas yang menggunakan motoric halus menjadi lebih baik (misalnya, tugas menulis). b. Behavioral Therapy Cognitive Behavior Therapy (CBT) Salah satu program yang terkenal untuk terapi ini adalah terapi yang dikembangkan oleh seorang dokter Amerika, Meichenbaum. Program ini dikenal sebagai Teddy Bears Program yang menggunakan beberapa gambar boneka beruang yang berbeda – beda. Dalam gambar itu si boneka beruang bertanya sendiri “Apa yang menjadi masalah”, “Apa solusinya?”, “Solusi yang mana untuk rencana saya?”, “Bagaimana saya harus mengerjakannya?”, “Apakah hal itu sudah dapat menolong?”. Setelah selesai si boneka dapat memberikan nilai sendiri bila ada solusi yang baik yang sudah dipilihnya. Dengan cara mencari solusi secara bertahap – tahap maka si anak akan belajar memecahkan masalah secara mandiri. Mediation Therapy Penggunaan CBT ternyata memberikan hasil yang mengecewakan. Dalam kenyatannya anak – anak ADHD tidak dapat melaksanakan apa yang telah dipelajari dalam CBT. Dapat diketahui bahwa CBT dapat bekerja lebih baik jika orangtua, guru, dan lingkungan si anak membuat sikap dengan cara memberikan banyak penghargaan (reward). Dengan alasan inilah kemudian dikembangkan apa yang disebut sebagai Mediation Therapy. Di sini orangtua belajar bagaimana caranya agar dapat memberikan sendiri terapi perilaku bagi anaknya.
32
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Self-regulation Self-ragulation dilakukan pada anak – anak agar anak mampu berpikir untuk berbuat dan meningkatkan keterampilan sosial. Sekalipun bukti ilmiah tentang efek perilaku masih sedikit sekali, menurut pendapat anak – anak pelatihan yang diberikan akan sangat menyenangkan baginya. Hal ini karena memberikan rasa yang menyenangkan saat bermain bersama dengan orang – orang yang tidak memberikan kritik terhadapnya, semua gangguan yang dimilikinya akan dikenalnya dan menyenangkan, serta mendapatkan tip – tip yang bermanfaat. Multi-Method Social-Cognitive Behavior Therapy Pelatihan ini ditujukan untuk orangtua dan biasanya juga dikombinasikan dengan pelatihan untuk anak. Dalam terapi ini stimulasi dilakukan dalam segala tempat dan segala bentuk. Terkadang pelatihan ditujukan untuk individual dan terkadang juga untuk kelompok. Ada juga pelatihan individual yang dikombinasikan dengan bentuk kelompok. Tujuannya adalah agar para orangtua menguasai keterampilan melakukan terapi perilaku dan mempelajari agar dapat cocok dalam keluarganya. Menurut www.education.com (2010), terdapat beberapa pendekatan berbasis edukasi untuk anak ADHD, yaitu : Cognitive Behavior Modification (CBM) Tujuan dari CBM ini adalah untuk mengajarkan anak strategi – strategi problem-solving dan teknik self-contol. Murid diajarkan prosedur langkahdemi-langkah untuk mengawasi dan mengarahkan perilaku mereka.
33
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Misalnya, murid diajarkan untuk berhubungan dengan konflik dengan cara bersikap tenang sebelum bereaksi impulsive, mengidentifikasi perasaan dan mengekspresikan perasaan dengan cara yang pantas, membuat tujuan positif untuk diri mereka sendiri, berpikir solusi alternatif terhadap masalah, mencoba membuat rencana dan mengevaluasi hasil (Greenberg, 19998). Tujuan keseluruhan adalah murid dapat berpikir secara spontan disaat mereka merasa terimpulsi untuk bertindak. Social Skills Training Tujuan dari Social Skills Training ini adalah untuk membenarkan kemampuan social mereka yang rendah melalui instruksi secara langsung maupun tidak langsung. Pendekatan proaktif ini untuk merubah perilaku murid yang mengganggu dengan memfokuskan skill baru daripada pendekatan reaktif untuk menghilangkan perilaku - perilaku yang mengganggu. Misalnya, murid yang berperilaku secara impulsif akan bermanfaat jika mereka mengungkapkan perasaan mereka (proaktif) daripada menghukumnya dengan time-out (reaktif). Kurikulum pelatihan ini bermacam – macam seperti modeling, step-by-step scripts, classroom meetings, reinforcement, dan menenkankan kemampuan sosial di dalam kurikulum umum seperti menggunakan sains untuk mengajarkan bagaimana mengantisipasi konsekuensi atau menggunakan literatur anak untuk mengajarkan perkembangan konflik.
34
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Contingency Management Didasarkan pada prinsip – prinsip perilaku, murid diberikan penghargaan ketika mereka menunjukan perilaku sosial yang pantas. Kontingensi juga dapat meliputi konsekuensi negatif untuk perilaku yang tidak pantas. Konsekuensi yang positif dapat meliputi pujian atau hadiah yang konkret. Guru harus waspada untuk memastikan konsekuensi negatif bersifat wajar dan cocok dengan perilaku yang tidak pantas. Structured Activity and Movement Pada pendekatan ini murid diizinkan untuk bergerak – gerak di dalam kelas, berbicara dengan teman, dan berinteraksi dengan material konkret untuk membantu anak mempertahankan perhatian dan mengurangi stress karena mencoba untuk mempertahankan aktivitas motorik secara konstan. Teknik yang sering digunakan adalah
learning centers, interaksi murid yang
direncanakan, seni, music, aktivitas kinestetik, permainan, dan pengalaman belajar yang autentik seperti mengajarkan perbandingan dengan membuat jus jeruk dari intisarinya (Relf, 1998). Self-Management Strategies Murid dengan ADHD memiliki kemampuan organisasional yang kurang untuk mempertahankan perhatian dan menyelesaikan proyek – proyek. Instruksi secara langsung dalam manajemen waktu membantu murid untuk belajar membagi tugas ke dalam subunit. Dengan memperhatikan batasan waktu secara bertahap, guru membantu murid dalam mengatur waktu dan menghindari penundaan. Membantu murid bagaimana mengorganisasi benda
35
http://digilib.mercubuana.ac.id/
merupakan kunci lain dari strategi self-management. Mengisi kertas, mengatur, menyimpan kertas dalam binder dan mempersiapkan materi yang bersifat periodik merupakan tujuan dari strategi self-management. Classroom Accomodations Tata ruang fisik kelas merupakan elemen penting untuk memfokuskan perhatian. Buku teks dengan sampul berwarna cerah akan manganggu di bawah lampu pijar. Dengungan dan lampu pijar yang berkerlip merupakan hal yang bisa dijadikan selingan untuk anak ADHD dan harus diganti dengan lampu bohlam. Musik yang lembut dan klasik sebagai latar belakang bersifat menyejukan. Suara rekaman natural juga memiliki efek yang sama. Kanal pada pandangan jendela dapat membantu mengeliminasi selingan visual. Beberapa guru melaporkan bahwa projector di langit – langit dapat membantu mengurangi selingan visual dengan mereduksi “kebisingan” saat menggunakan papan tulis (Flick, 1998). Selain itu, dalam memberikan behavior therapy untuk anak ADHD tidak hanya dengan metode – metode yang berbasis ilmu psikologi saja. Adanya penemuan baru dalam melakukan jenis terapi ini juga bisa diterapkan pada anak ADHD yang memiliki masalah pada bagian otak lobus frontal. Menurut Amen (dalam Jacobelli dan Watson, 2008), apabila latihan yang diberikan pada anak ADHD tidak menyenangkan, mereka mencoba untuk berkonsentrasi pada latihan tersebut yang menyebabkan otak lobus frontal menjadi “under-perform”. Menurut Jacobelli dan Watson (2008), maka dari itu perilaku orangtua ketika bekerja dengan mereka dalam mengerjakan latihan – latihan harus sabar,
36
http://digilib.mercubuana.ac.id/
suportif, dan bermanfaat. Lebih lanjut mereka mengatakan bahwa Martial Arts, yang diajarkan oleh pelatih yang baik, merupakan cara lainnya yang sangat baik pada anak ADHD dengan masalah pada otak lobus frontalnya untuk belajar mengantisipasi tindakan orang lain, untuk belajar sebab dan akibat, dan berfikir berdasarkan situasi (semua fungsi otak lobus frontal). “Brain Age”, video game yang dibuat oleh neuroscientist Jepang bernama Dr.Kyuta Kawashima, membuktikan bahwa kecanggihan teknologi game dapat meningkatkan fungsi otak lobus frontal pada anak. Alasan dilakukan Behavioral Therapy menurut Paternotte & Buitelaar (2010) sebagai berikut: Perilaku anak ADHD yang tidak mudah diasuh dan tidak mudah diprediksi menyebabkan orangtuanya merasa malu, tidak bisa merasa tenang, dan tidak dapat memberikan reaksi yang positif. Bahayanya adalah hubungan antara anak dan orangtua akan menjadi hilang. Dengan hilangnya kontak, maka orangtua juga akan kesulitan untuk melihat sisi positif dari anaknya. Semua itu akan berakibat menjadi spiral negative yang akan berlangsung terus-menerus, dimana tidak ada kekuatan dalam hubungan antara orangtua dan anak, yang ada justru kesedihan, dan perasaan jatuh. Dalam hal ini, terapi perilaku dapat menjadi sebuah alat bantu untuk mengembalikan situasi ini. Selain jenis terapi yang sudah disebutkan sebelumnya, menurut www.hunffingtonpost.com (2011) anak ADHD dapat berpartisipasi dalam kegiatan olahraga. Kegiatan olahraga dapat menjadi saluran keluar energi mereka dan dapat meningkatkan self- esteem. Beberapa keuntungan lainnya
37
http://digilib.mercubuana.ac.id/
adalah dapat mengurangi perilaku beresiko dan meningkatkan integrasi ke dalam seting sosial (Kremarik, 2000). Pada anak ADHD, partisipasi dalam kegiatan olahraga dapat meningkatkan peer relation, dimana peer relation pada anak ADHD sering bersifat negatif (Bagwell et al, 2001). Dalam berbagai jenis behavior therapy yang disebutkan sebelumnya, perlu melibatkan berbagai pihak demi tercapainya tujuan terapi dan terwujudnya perubahan perilaku yang baik pada anak ADHD. Menurut hasil penelitian Professor Gregory A. Fabiano (dalam www.apa.org, 2013), terapi perilaku anak ADHD dibagi menjadi tiga kategori, yaitu : a. Program orangtua Pada program jenis ini fokus pada strategi orangtua untuk membantu anak mereka menjadi sukses. Salah satu pendekatan adalah untuk membuat anak berperilaku baik. Jika orangtua berfikir anak mereka adalah anak yang memiliki ADHD, maka anak akan selalu mengingatnya ketika mereka berperilaku buruk. Hal yang harus juga diperhatikan oleh orangtua adalah memperhatikan anak mereka ketika mereka berbuat baik dan memberikan label serta komentar pada perilakunya sehingga anak mulai memperhatikan perilaku baiknya sendiri. b. Program guru Pada program ini memberikan perilaku guru yang strategis saat berada di ruang kelas. Perilaku tersebut meliputi pemberian instruksi yang terbuka dan sekaligus
pada
anak
memperhatikannya.
dan
memberitahukan
Pendekatan
lainnya
konsekuensi
adalah
dengan
saat
tidak
manajemen 38
http://digilib.mercubuana.ac.id/
kontingensi. Dengan menggunakan strategi ini anak akan menerima kartu raport harian yang menguraikan seberapa baik mereka mencapai tujuan seperti berbicara pada saat kesempatan bicara diberikan atau mengumpulkan pekerjaan rumah. Ketika mereka dapat mencapai tujuan, maka mereka mendapatkan hadiah. c. Program rekreasi terapeutik Pada program ini anak dengan ADHD berinteraksi dengan satu sama lain pada summer camp maupun pada acara lainnya yang serupa. Program ini memberikan berbagai aktivitas seperti, kerajinan tangan, olahraga dan kegiatan tradisional lainnya selain dari intervensi perilaku. Berbeda dengan treatment ADHD lainnya, intevensi ini berlangsung seharian selama beberapa minggu. Program ini meliputi pelatihan kemampuan bersosialisasi dan juga bermain kelompok yang digabung dengan strategi manajemen kontingensi. Selain belajar kemampuan social, mereka juga belajar kemampuan dalam bidang olahraga dan keanggotaan kelompok. c. Combined Therapy Selain kedua jenis terapi yang disebutkan sebelumnya, jenis terapi yang juga dapat dilakukan untuk anak ADHD adalah combined therapy yang merupakan gabungan antara medical therapy dan behavioral therapy. “Behavioral, medication, and combined behavioral and medication treatment are each efficacious in managing ADHD” (American of Pediatrics, 2001; Pelham & Fabiano, 2008 dalam Jiang et al., 2014).
39
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Menurut Haugaard (2008) beberapa penelitian telah mengevaluasi kefektivitasan dari dua atau lebih intervensi yang diberikan secara terpisah atau dikombinasikan. Penelitian ini khususnya membantu untuk memahami keefektivitasan yang bersifat relative pada beberapa intervensi karena intervensi tersebut memiliki perbandingan keefektivitasan dari setiap jenis intervensi sendiri dan juga dalam kombinasi dengan intervensi lain. Sebuah studi (Abikoff & Hechtman, dijabarkan dalam Hinshaw, Klein, & Abikoff (2002)), meliputi 102 anak usia 7-9 tahun yang merespon Ritalin dengan baik. Mereka dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok satu, melanjutkan obat Ritalin dan tidak berkomunikasi dengan anggota proyek studi tersebut; kelompok dua, melanjutkan obat Ritalin dan menjalankan intervensi psikososial anak, orangtua dan guru secara ekstensif; kelompok tiga, melanjutkan obat Ritalin dan berinteraksi secara rutin dengan para anggota proyek studi tetapi tidak menjalankan intervensi seperti kelompok kedua. Anak – anak dalam kelompok dua diberhentikan pengobatannya untuk menilai apakah intervensi psikososial dapat diganti dengan pengobatan. Namun pemberian obat diberikan kembali setelah dua minggu karena perilaku mereka semakin memburuk. Studi kedua yang serupa juga menggunakan terapi perilaku sebagai terapi psikososial. Hasilnya adalah anak – anak dalam kombinasi terapi obat Ritalin dan terapi perilaku memiliki hasil yang lebih baik pada pengukuran perilaku post-test daripada anak – anak yang tetap mengkonsumsi Ritalin tetapi tidak menggunakan terapi perilaku (Klein & Abikoff, 1997). Hasil yang sama dengan penelitian sebelumnya, ketika anak – anak dalam kombinasi terapi obat
40
http://digilib.mercubuana.ac.id/
dan perilaku dan diberhentikan pengobatannya, perilaku mereka memburuk dan akhirnya mereka kembali mengkonsumsi obat. Pada penelitian kombinasi terapi ADHD terbesar disponsori oleh National Institute of Mental Health (Cooperative Group MTA, 1999). Penelitian ini melibatkan 579 anak yang berusia diantara 7 dan 10 tahun, yang semuanya sesuai dengan kriteria diagnostic tipe kombinasi ADHD (40% memiliki komorbiditas oppositional defiant disorder, 14% komorbiditas conduct disorder, dan 33% memiliki komorbiditas anxiety disorder). Hasilnya adalah pengobatan Ritalin lebih unggul pada kelompok kontrol community-care (bukan merupakan kelompok kontrol group yang tidak diberikan treatment, tetapi 67% mengkonsumsi Ritalin atau pengobatan lainnya yang dianjurkan oleh psikiater dan yang lainnya menjalankan beraneka ragam intervensi psikososial) dan terapi perilaku pada kebanyakan rating orangtua dan guru, terapi kombinasi tidaklah lebih unggul daripada terapi obat Ritalin saja pada kebanyakan rating ini, intervensi perilaku tidak lebih unggul daripada kelompok kontrol communitycare.
41
http://digilib.mercubuana.ac.id/