BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kemunduran Fisiologis 1. Kemunduran Fisiologis Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kemunduran berarti berkurang, menjadi buruk (Poerdarminto, 2002 : h 764). Fisik berarti jasmani, badan (2002, h: 317) kemunduran Fisiologis berarti berkurangnya kondisi jasmani atau badan. Kemunduran Fisiologis itu juga bisa berarti terjadinya perubahan faali yang dapat menyebabkan daya tahan tubuh berkurang sehingga membuat seseoarang rentan terhadap berbagai macam penyakit. Perubahan faali ini terjadi dengan lanjutnya usia. Banyak penyakit dalam hal prevalensi memang bertambah bila usia lanjut (Masoro dalam Charm, 1993,h :7). Charm (1993, h: 24) juga mengemukakan bahwa Kemunduran Fisiologis adalah perubahan-perubahan pada tubuh yang terjadi dalam proses menua seperti rambut menjadi beruban dan berkurang, kulit menjadi kering dan berkerut, tulang berubah susunannya, setelah umur 60 tahun manusia menjadi lebih pendek, jantung tidak bereaksi secepat dulu, peredaran darah berlahanlahan mulai terganggu, dan pencernaan tidak begitu baik lagi. 2. Gejala-gejala Kemunduran Fisiologis Seseorang yang telah lanjut usianya tentu mengalami berbagai perubahan dalam dirinya. Hurlock (1993, h: 380) menjelaskan bahwa proses menjadi tua
atau senencence ditandai dengan Kemunduran Fisiologis dan mental disebabkan karena berkurangnya kemampuan adaptasi atau penyesuaian diri terhadap diri sendiri, orang lain, masyarakat serta lingkungan. Kemunduran Fisiologis dan mental pada seorang lanjut usia akan menghambat berlangsungnya aktivitas kehidupan keseharian mereka. Berkurangnya kemampuan fisik dan mental ini juga dapat mengakibatkan ketidakmampuan dalam melaksanakan peranan hidup secara normal. Keterbatasan kemampuan fisik merupakan hambatan bagi lanjut usia untuk menikmati hari tua yang sehat dan tenang. Menurunnya fungsi alat tubuh mengatasi gerak lanjut usia dan sering menimbulkan keluhan yang sangat mengganggu sehingga pada akhirnya menurunkan produktivitas lanjut usia (Carm, 1993, h: 92). Berikut adalah gejala-gejala dari Kemunduran Fisiologis yang dialami oleh lanjut usia : (Mickey dan Patricia, 2006, h:128-138) a. Menurunnya fungsi panca indera 1) Penglihatan Perubahan penglihatan mempengaruhi pemenuhan aktivitas sehari-hari. Perubahan penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal; dalam proses penuaan termasuk penurunan kemampuan untuk melakukan akomodasi, kontriksi pupil akibat penuaan dan perubahan warna serta kekeruhan lensa mata (katarak). 2) Pendengaran Penurunan pendengaran berupa perubahan dalam persepsi pendengaran adanya suara berdenging ditelinga (tinnitus), nyeri pada satu atau kedua
telinga, perubahan kemampuan untuk mendengar suara frekuensi tinggi, menarik diri, ansietas, respons tidak sesuai dalam percakapan dan buktibukti klinis tentang pendengaran. 3) Perabaan Menurunnya fungsi peraba menyebabkan lanjut usia tidak sensitive terhadap sentuhan. 4) Pengecapan Penurunan fungsi pengecap pada lidah menyebabkan kepekaan terhadap rasa menurun dengan akibat berkurangnya nafsu makan dan bertambahnya kecenderungan lanjut usia untuk menambah bumbu seperti garam, gula, dan lain-lain pada makananya. 5) Penciuman Penurunan fungsi penciuman mengurangi pula nafsu dan selera makan para lanjut usia.. b. Meningkatnya tulang keropos (osteoporosis) Tulang keropos dapat mengakibatkan patah tulang spontan yang sering terjadi pada tulang belakang (mengakibatkan bungkuk), leher tulang paha atau pangkal paha (menyebabkan penderita terbaring di tempat tidur terasa nyeri pada setiap gerakan tungkai yang bersangkutan). Semuanya berakibat penderita menjadi sangat terbatas mobilisasinya (sulit gerak). Hal ini berakibat menurunnya tingkat kemandirian penderita dan menjadikannya beban bagi keluarga dan masyarakat.
c. Menurunnya fungsi sistem pencernaan 1) Gigi Gigi yang rusak, tanggal atau lepas sangat mempengaruhi proses pelumatan makanan diakibatkan oleh terganggunya fungsi pengunyah. Pembuatan dan pemakaian gigi palsu (prothesa) dalam hal ini sangatlah penting. 2) Air ludah Mulai berkurang produksinya. Hal ini berakibat “mulut kering” dan berdampak kesulitan menelan makanan. 3) Lambung Menurun fungsinya, berakibat menurunnya proses pencernaan makanan. Hal ini terasa sebagai rasa “penuh”, bahkan kemudian menjadi rasa “kembung” akibat pembentukan dan penumpukan gas yang berlebihan yangberasal dari hasil proses pembusukan oleh kuman yang ada di saluran pencernaan. Sering kali lanjut usia mempergunakan obat-obatan penghilang rasa nyeri atau obat anti reumatik tidak jarang berakibat samping gangguan fungsi lambung. Kebiasaan merokok juga dapat mengganggu fungsi lambung di samping pembuluh darah dan jantung. 3) Usus Peristaltik atau gerakan usus yang semakin menurun dengan menyebabkan semakin lambatnya makanan bergerak melalui system pencernaan. Keluhan yang sering ditemui selain sebah, penuh, juga sembelit (sukar buang air).
4) Hati (liver) Menurunnya fungsi hati berakibat menurunnya toleransi terhadap obat, jamu, makanan (berlemak, kolestorol tinggi, berpengawet, penyedap makanan, zat warna, dan lain-lain), serta minuman beralkohol. Menurunan fungsi hati ini dapat dirasakan dengan gejala mudah lelah, intoleransi terhadap lemak, perut bengkak, kulit dan mata kuning. Pada tahap akhir dapat timbul muntah darah dan gangguan kesadaran. d. Menurutnya fungsi organ tubuh lain Pada umumnya terjadi penurunan fungsi berbagai organ tubuh seiring dengan semakin bertambahnya usia. 1) Ginjal Semakin menurun fungsinya sebagai alat untuk membuang air dan sisa pembakaran (metabolisme) tubuh melalui air seni. Hal ini penting diperhatikan karena erat kaitannya dengan konsumsi makanan tertentu, obat-obatan, jamu, zat warna makanan, zat pengawet makanan dan cairan. Selain itu, zat itu dapat membebani ginjal dan organ tubuh yang lain, konsumsi garam yang berkelebihan juga sangat membebani ginjal dan jantung. 2) Jantung Jantung serta pembuluh darah sering mengalami kerusakan berupa penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah. Hal ini sangat meningkat resiko terjadinya gangguan jantung berupa penyakit jantung koroner, gagal jantung akibat tekanan darah tinggi, dan lain-lain.
3) Pembuluh darah Penyempitan pembuluh darah dapat mengakibatkan gangguan aliran darah. Pada tungkai (kaki), gangguan darah ini sering dikeluhkan berupa berat bila berjalan jauh, kesemutan, dan pada penderita diabetes (kencing manis) lambatnya penyembuhan luka. Gangguan
aliran
darah
dalam
pembuluh
darah
otak
dapat
mengakibatkan penurunan fungsi otak yang sering berupa pikun atau pelupa, sulit berkonsentrasi. Gangguan aliran darah di otak (pendarahan otak dan penyumbatan pembuluh darah) yang berat dapat berakibat stroke dengan resiko kelumpuhan dan bahkan kematian. Gangguan aliran darah ke ginjal dapat menurunkan fungsi ginjal dan dirasakan dalam bentuk peningkatan tekanan darah (hipertensi), pembengkakan pada wajah, pembengkakan pada tungkai bilamana banyak berjalan atau duduk. 4) Syaraf dan otak Menurunnya fungsi syaraf dan otak pada lanjut usia sering dikeluhkan dalam bentuk pelupa, pusing dan sakit kepala, tremor, sulit berkonsentrasi sampai gangguan tidur. Pada gangguan fungsi otak yang berat, penderita sulit kontak dengan dunia luar akibat kesadarannya yang menurun. Gangguan pada syaraf misalnya pada tangan dan kaki yang sering dirasakan sebagai kesemutan, dan sulit digerakkan. Kerusakan dari tulang belakang akibat dari tulang keropos sering menimbulkan keluhan
nyeri di punggung, kesemutan pada tungkai atau lengan, kesulitan menggerakkan anggota tubuh tertentu.
B. Stress pada lanjut usia 1. Pengertian stress pada lanjut usia Menurut Hardjana (1994, h: 14) stress adalah keadaan atau kondisi yang tercipta bila transaksi orang yang mengalami stres dan hal yang dianggap mendatangkan
stress
membuat
orang
yang
bersangkutan
melihat
ketidaksepadanan, entah itu nyata atau tidak nyata, antara keadaan atau kondisi dan system sumber daya biologis, psikologis, dan sosial yang ada padanya. Stress adalah tanggapan yang menyeluruh dari tubuh terhadap setiap tuntutan yang datang. Tanggapan itu tidak hanya terbatas pada satu bagian seperti jari tanggan , atau satu kesatuan tubuh, seperti tanggan dari pangkal sampai ujungnya, tetapi menyangkut seluruh tubuh. Stress meliputi seluruh tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki. Para psikolog memandang stress sebagai suatu proses yang berkaitan dengan berfikir dan respon dari ancaman dan bahaya. Stress juga bisa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang. Menurut Helmi (2000, h: 43), stress adalah peristiwa yang menekan sehingga seseorang dalam keadaan tidak berdaya dan biasanya menimbulkan dampak negative, misalnya : pusing, tekanan darah tinggi, mudah marah, sedih, sulit berkonsentrasi, nafsu makan berubah, tidak bisa tidur ataupun merokok terus menerus. Sedangkan
persepsi seseorang terhadap keadaan yang dianggap melebihi kemampuannya dianggap membahayakan atau mengancam kesejahteraan dirinya (weel–being). Stress akan melibatkan tahapan penilaian kognitif yang dimiliki oleh seseorang terhadap hal yang dianggap tidak sesuai dengan dirinya. Stress yang dirasakan oleh manusia dapat mempengaruhi kehidupannya karena dapat menimbulkan hilangnya selera makan, bicara berlebihan atau juga menarik diri, gejala muka yang memerah atau tubuh yang menggigil kedinginan, dan masih banyak lagi akibat-akibat yang bisa dipetik dari adanya stress yang melanda manusia. Di sisi lain, dapat digambarkan pula bahwa karena stress, manusia akan sensitive (peka) terhadap depresi, kecelakaan virus, masuk angin, serangan jantung, bahkan kanker (Doelhadi, 1997, h: 378). Davis dan Newstrom (1993,h :195) stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran dan kondisi fisik seseorang. Jadi stress disini adalah respon atau tanggapan dari tubuh, baik secara fisik maupun mental terhadap tututan atau perubahan dilingkungan yang dirasakan mengganggu dan mengancam diri individu serta mengarah pada perilaku yang tidak wajar. Pendapat lain dikatakan yang menyatakan stress adalah istilah yang digunakan dalam ilmu perilaku dan ilmu alam untuk mengidentifikasikan situasi-situasi atau kondisi fisik, biologis, dan psikologis organisme itu, sehingga ia berada di atas ambang batas kekuatan adaptifnya. Stress dapat juga diartikan sebagai keadaan yang tidak seimbang, tekanan atau gangguan yang melibatkan tahapan penilaian kognitif yang dimiliki oleh seseorang terhadap hal
yang dianggap tidak sesuai dengan dirinya dan dapat mengakibatkan gangguan pada kondisi fisik, biologis, dan psikologis (Kumolohadi, 2001, h: 31). 3. Gejala-gejala stress pada lanjut usia Stress tidak hanya menyangkut pada segi lahir, tetapi juga batin kita, maka tidak mengherankan jika gejala stress ditemukan dalam segala segi diri kita yang penting : fisik, emosi, intelek, dan interpersonal. Gejala itu tentu saja berbeda pada setiap orang karena pengalaman stress amat pribadi sifatnya. Pada lanjut usia, gejala dari stress ini akan lebih kelihatan karena lanjut usia lebih rentan terhadap stress. (Hardjana 1994, h: 24) mengatakan beberapa contoh dari gejala-gejala stress adalah sbb : a. Gejala fisikal Gejala stress yang berkaitan dengan kondisi dan fungsi fisik atau tubuh dari seseorang. Beberapa gejala yang sering dialami oleh lanjut usia : 1) Sakit kepala, pusing, pening 2) Tidur tidak teratur : Insomnia (susah tidur), bangun terlalu awal 3) Sakit punggung, terutama dibagian bawah 4) Urat tegang-tegang terutama pada leher dan bahu 5) Tekanan darah tinggi atau serangan jantung 6) Berubah selera makan 7) Mudah lelah atau kehilangan daya energy 8) Bertambah banyak melakukan kekeliruan atau kesalahan kerja dan hidup
b. Gejala emosional Gejala stress yang berkaitan dengan keadaan psikis atau mental dari lanjut usia. Bila tidak ditanggani dengan baik, stress ini dapat membawa orang berurusan dengan psikiater. Contoh dari gejala emosional: 1) Gelisah atau cemas 2) Sedih, depresi, menangis 3) Mood atau suasana hati sering berubah-ubah 4) Mudah panas atau cepat marah 5) Rasa harga diri menurun atau merasa tidak aman 6) Terlalu peka dan mudah tersinggung 7) Gampang menyerah pada orang dan mempunyai sikap bermusuhan 8) Emosi mengering atau kehabisan sumber daya mental (burn out) c. Gejala intelektual Stress juga berdampak pada kerja intelek. Gejala intelektual ini berkaitan dengan pola piker seseorang. Gejala yang paling sering muncul pada lanjut usia : 1) Susah berkonsentrasi dan memusatkan pikiran 2) Sulit membuat keputusan 3) Mudah lupa (pikun) 4) Daya ingat menurun 5) Melamun secara berlebihan 6) Produktifitas atau prestasi kerja menurun 7) Mutu kerja rendah
8) Dalam kerja bertambah jumlah kekeliruan yang dibuat d. Gejala interpersonal Gejala stress yang mempengaruhi hubungan dengan orang lain, baik di dalam maupun di luar rumah . gejala-gejala tersebut antara lain : 1) Kehilangan kepercayaan pada orang lain 2) Mudah menyalahkan orang lain 3) Mudah membatalkan janji atau tidak memenuhinya 4) Suka mencari-cari kesalahan orang lain atau menyerang orang dengan kata-kata 5) Mengambil sikap terlalu membentengi dan mempertahankan diri 6) Mendiamkan atau memusuhi orang lain Hardywinoto dan Setiabudhi (1999, h: 90) mengatakan gejala stress pada lanjut usia meliputi penyakit darah tinggi, stroke, jantung koroner yang tinggi frekuensinya, menangis, rasa ketakutan yang berlebihan, menyalahkan diri dan rasa penyesalan yang tidak sesuai, daya ingat menurun, pikun, tidak bisa mengatasi persoalan dengan benar, tidak mudah percaya pada orang lain, tidak sabar menghadapi orang lain, dan menarik diri dari pergaulan. Bila banyak dari gejala tersebut diatas terjadi pada seseorang, khususnya di sini pada lanjut usia, maka ada kemungkinan lanjut usia tersebut betul-betul mengalami stress. Jadi stress pada lanjut usia tersebut dapat diartikan sebagai kondisi tidak seimbang, tekanan atau gangguan yang tidak menyenangkan, yang terjadi menyeluruh pada tubuh dan dapat mempengaruhi kehidupan, yang tercipta bila
orang yang bersangkutan melihat ketidaksepadanan antara keadaan dan system sumber daya biologis, psikologis dan sosial yang berkaitan dengan berfikir dan respon dari ancaman dan bahaya pada lanjut usia. Dimana terjadi penurunan kemampuan mempertahankan hidup, menyesuaikan diri terhadap lingkungan, fungsi badan dan kejiwaan secara alami dan yang akhirnya mengakibatkan kematian. Singkatnya stress pada lanjut usia adalah kondisi tidak seimbang, terjadi menyeluruh pada tubuh yang tercipta bila orang yang bersangkutan melihat ketidaksepadanan antara keadaan dan system sumber daya biologis, psikologis dan sosial, dimana terjadi penurunan kemampuan mempertahankan hidup yang akhirnya mengkibatkan kematian. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi stress pada lanjut usia
Menurut Hardjana (1994, h: 27), faktor-faktor stress dibagi sbb : a. Faktor internal Faktor internal ini berarti stress yang bersumber dari diri seseorang. Orang dapat mengalami stress lewat penyakit (illness) dan pertentangan (konflik) 1) Penyakit (illness) Menderita penyakit dapat mengakibatkan perubahan fungsi fisiologis pada orang yang menderitanya. Perubahan fungsi tersebut dapat mempengaruhi kehidupan seseorang dimana hal itu dapat menyebabkan stress pada kaum lanjut usia yang mengalaminya. Macam perubahan fungsi fisiologis yang dialami seseorang tergantung pada penyakit yang dideritanya. Proses penuaan mengakibatkan perubahan struktur dan fisiologis pada lanjut usia seperti : (Ismayadi, 2008)
a) Penurunan Penglihatan Fungsi penglihatan mengalami kemunduran disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti timbulnya sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, kekeruhan pada lensa yang menyebabkan katarak. Penurunan fungsi penglihatan mengakibtkan berkurangnya luas pandangan dan menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau b) Penurunan Pendengaran Hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, hal itu 50% terjadi pada usia diatas umur 60 tahun. Pada usia tersebut mengalami pengumpulan serumen karena meningkatnya keratin. Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa/stress. c) Penurunan sistem paru Fungsi paru-paru mengalami kemunduran disebabkan berkurangnya elastisitas jaringan paru-paru dan dinding dada, berkurangnya kekuatan kontraksi otot pernafasan sehingga menyebabkan sulit bernafas. Infeksi sering diderita pada lanjut usia diantaranya pneumonia, kematian cukup tinggi sampai 40 % yang terjadi karena daya tahan tubuh yang menurun. Tuberkulosis pada lansia diperkirakan masih cukup tinggi.
c) Penurunan pada persendian tulang. Kemunduran pada sendi ini adalah akibat degenerasi atau kerusakan pada permukaan sendi-sendi tulang yang banyak dijumpai pada lansia. Lansia sering mengeluhkan linu-linu, pegal, dan kadang-kadang terasa nyeri. Biasanya yang terkena adalah persendian pada jari-jari, tulang punggung, sendi-sendi lutut dan panggul. Gangguan metabolisme asam urat dalam tubuh (gout) menyebabkan nyeri yang sifatnya akut. Terjadinya osteoporosis menjadi menyebab tulang-tulang lanjut usia mudah patah. Biasanya patah tulang terjadi karena lanjut usia tersebut jatuh, akibat kekuatan otot berkurang, koordinasi anggota badan menurun, mendadak pusing, penglihatan yang kurang baik, dan bisa karena cahaya kurang terang dan lantai yang licin. 2) Pertentangan (konflik) Hidup ini berupa berbagai pilihan, dalam proses memilih itulah terjadi pertentangan (konflik) karena ada dua kekuatan motivasi yang berbeda bahkan berlawanan. Berhadapan dengan dorongan memilih yang berbeda dan berlawanan itu orang mengalami stress. Saat membuat pilihan, ada dua dorongan : yang satu mendekat (approach) dan yang lain menghindar (avoidance). Dari dorongan ini dapat tercipta tiga macam pertentangan (konflik). Ada pertentangan antara mendekati dan mendekati (approach-approach conflict), konflik ini terjadi bila kita berhadapan dengan dua pilihan yang sama-sama baik. Bentuk
pertentangan yang ke dua adalah pilihan antara dua hal yang sama-sama tidak diinginkan (avoidance conflict). Akhirnya bentuk konflik yang ketiga adalah pendekatan dan penghindaran (approach-avoidance conflict) yaitu pilihan antara yang diinginkan dan yang tidak diinginkan (Hardjana, 1994, h: 27-28). b. Faktor eksternal 1) Keluarga Keluarga dapat menjadi sumber stress tersendiri. Stress dalam keluarga tersebut dapat disebabkan karena adanya konflik dalam keluarga, seperti perilaku yang kurang terkendali adalah harapan, keinginan dan cita-cita yang berlawanan, serta sifat-sifat yang tidak dapat dipadukan. Keluarga juga dapat menjadi sumber stress karena peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan para anggota keluarga yang sakit, apalagi serius dan berkepanjangan,
dan
juga
kematian
anggota
keluarga
dapat
mendatangkan stress berat bagi para anggota keluarga yang ditinggalkan (Hardjana, 1994, h: 29) 2) Lingkungan Kita mempunyai dua lingkungan yang pokok. Yang pertama adalah lingkungan kerja dan yang ke dua adalah hidup disekitar kita (Hardjana, 1994, h: 30). Lingkungan kerja dapat menjadi sumber stress karena beberapa alasan antara lain tuntutan kerja yang terlalu besar dan berat, tanggung jawab kerja keras atas keselamatan orang atau berkaitan dengan orang, lingkungan fisik yang terlalu kotor dan berdebu, rasa
kurang memiliki pengendalian (Insufficient Control) atas kerja, hubungan antara manusia yang buruk, kurang pengakuan dan peningkatan jenjang karier, serta rasa kurang aman baik secara fisik maupun psikis (Hardjana, 1994, h: 30). Kita juga bisa terkena stress yang muncul ditempat padat dimana kita hidup. Lingkungan yang tidak padat pun bisa menjadi sumber stress bila penuh dengan suara bising dan keras di luar pengendalian kita. Tempat kita akan menjadi semakin penuh stress bila udara di sekitar tercemar zat beracun, apalagi radio aktif atau airnya terpopulasi zat beracun. Dalam situasi semacam itu kita merasa tidak aman, dan tentu saja dihantui stress (Hardjana, 1994, h: 35). Sedangkan menurut Suprato (2000, h: 244), stress bergantung pada faktorfaktor sebagai berikut : a. Kepribadian : semakin luas dan semakin tinggi harapan seseorang tentang hidup (optimis), semakin jauh ia dari stress. b. Falsafah hidup : semakin berserah diri kepada Tuhan, semakin terbebaskan stress seseorang. c. Persepsi (penangkapan) : semakin “santai” suatu kejadian dipersepsi, semakin sukar seseorang terjangkit stress karena kejadian tersebut. d. Posisi sosial : semakin berperan dan menyatu seseorang dengan lingkungan sosialnya, semakin sukar stress timbul dalam dirinya. e. Pengalaman : semakin sering suatu stressor tertentu mengunjungi seseorang, semakin sering kemungkinannya terserang stress akibat stressor tersebut.
f. Kesehatan : semakin sehat jasmani seseorang semakin jarang ia terkena stress, dan sebaliknya, semakin mundur kesehatan seseorang, maka semakin stress seseorang. Maka dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi stress antara lain faktor internal yang terdiri dari penyakit, pertentangan, kepribadian, falsafah hidup, persepsi, dan kesehatan, serta faktor eksternal yang terdiri keluarga, lingkungan, posisi sosial dan pengalaman. Lebih lanjut yang akan diteliti pada penelitian ini adalah faktor persepsi.
C. Hubungan antara Kemunduran Fisio;ogis Dengan Stres pada Lanjut Usia Proses menjadi tua di dalam perjalanan hidup manusia adalah merupakan suatu hal wajar yang akan dialami semua orang yang akan dikaruniai umur panjang. Proses tersebut tidak dapat lepas dari munculnya berbagai gejala kemunduran fisik. Gejala-gejala itu sendiri ditandai dengan menurunnya fungsi panca indera, meningkatnya tulang keropos, menurunnya fungsi system pencernaan, menurunnya fungsi organ tubuh lain (misalnya ginjal, jantung, dan pembuluh darah), juga menurunnya fungsi syaraf dan otak (Carm, 1993, h: 92). Akibat dari kemunduran fisik tersebut tentukan antara lain oleh lanjut usia itu sendiri. Green Berg dan Baron (1995, h. : 262) mengatakan bahwa karyawan yang mengalami stres kerja akan menampakkan perubahan-perubahan yang bersifat negatif, seperti perubahan biologis, (sakit kepala, tidak dapat tidur, kehilangan nafsu makan, dan berat badan berkurang), perubahan perilaku (kurang toleransi, suasana hati yang buruk, kecurigaan bertambah, mudah marah) dan penampilan
kerja (produktivitas kerja kurang, keras kepala, ketertarikan pada pekerjaan berkurang dan kurang inisiatif). Menurut penelitian Wahyu (2001, h : 5) stres yang dialami lanjut usia dapat dikatakan tinggi. Keadaan ini menempatkan lanjut usia pada posisi yang tidak menguntungkan, sehingga tidak jarang kita jumpai lanjut usia yang menampakkan sikap yang kurang ramah dan masa bodoh. Kemunduran fisik dapat dijelaskan melalui aspek kognitif dan aspek afektif terhadap gejala-gejala kemunduran fisik. Aspek kognitif kemunduran fisik pada lanjut usia menyangkut pandangan dan cara berpikir lanjut usia terhadap gejala-gejala dari kemunduran fisik yang dialaminya. Seorang lanjut usia sering kali berpikir, karena dia sudah tua maka dirinya mengalami penurunan fungsi panca indera, dimana dia tidak dapat melihat dengan jelas lagi, tidak dapat mencium bau setajam dulu, ataupun tidak dapat mendengar sejelas dulu lagi. Selain itu lanjut usia juga berpikir bahwa dirinya mengalami sakit punggung karena osteoporosis, mengalami penurunan fungsi pencernaan, dan masih banyak lagi gejala kemunduran fisik yang lainnya. Begitu pula dengan aspek afektif terhadap kemunduran fisik. Lanjut usia tidak hanya berpikir mengenai kemunduran fisik yang dialaminya, namun mereka juga merasakan dirinya mengalami kemunduran fisik. Lanjut usia sering merasa mengalami gangguan pada syaraf dan otaknya, seperti tangan dan kaki yang kesemutan dan susah digerakkan, sering pusing, mudah lupa, dan lain-lain. Semua gejala-gejala yang dialaminya tersebut membuat lanjut usia melakukan perubahan-perubahan. Apabila lanjut usia menghadapi suatu perubahan
hidup, maka dia akan berusaha untuk mengatasinya atau menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Semua ini dapat membantu mengatasi masalahnya atau sebaliknya juga dapat memperberat masalah dalam hidupnya (Suparto, 2000, h: 240). Jika lanjut usia tidak dapat mengatasi atau menyesuaikan diri, dan dia tidak dapat menerima keadaan bahwa seorang lanjut usia pasti akan mengalami kemunduran fisik, maka lanjut usia tersebut akan terus memikirkan dan memiliki persepsi yang buruk terhadap kemunduran fisik tersebut. Bila lanjut usia terus memiliki persepsi yang buruk, maka dia akan menjadi pusing, mudah lelah, sulit tidur, dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut merupakan gejala dari stress sehingga lanjut usia yang memiliki persepsi buruk terhadap kemunduran fisik dapat dikatakan terkena stress. Stress tidak berbicara tentang peristiwa dan pengalaman, namun lebih tentang persepsi terhadap situasi-situasi yang terjadi dalam hidupnya. Tingkat stress seseorang berhubungan dengan apa yang seseorang tercapai (Colbert, 2003, h: 26). Apa yang dianggap menciptakan stress bagi seorang lanjut usia, bagi lanjut usia lain barang kali sama sekali sama sekali tidak demikian. Seorang lanjut usia mungkin dapat menjalani berbagai kemunduran fisik yang dialami dengan begitu tenang dan dapat terus menikmati kehidupannya. Lanjut usia lain mungkin begitu panik ketika memikirkan tentang kemunduran fisik yang dialaminya. Perbedaan apakah kemunduran fisik itu menciptakan stress atau tidak terletak pada persepsi pada apa yang lanjut usia percayai sebagai sesuatu yang penting dari kemunduran fisik, akibat-akibat potensial dari kemunduran fisik tersebut, dan besarnya usaha yang berkaitan dengan kemunduran fisik tersebut.
Hardjana (1994, h: 39) mengatakan bahwa : jika seseorang terlalu berlebihan dalam memikirkan sesuatu, maka orang tersebut akan stress sehingga tidak bisa berkonsentrasi meskipun untuk hal-hal yang sepele, pengalaman stress cenderung disertai emosi. Apabila seseorang memiliki emosi yang buruk terhadap sesuatu, maka orang tersebut akan terkena stress, apabila seseorang sakit, dia akan berperilaku seperti orang sakit sehingga dapat mengakibatkan stress. Pikiran, emosi, dan perilaku tersebut merupakan aspek dari persepsi. Persepsi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi stress, selain itu persepsi juga mempengaruhi kemunduran fisik pada lanjut usia, dengan kata lain persepsi terhadap kemunduran fisik mempengaruhi stress pada lanjut usai. Maka, dari uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa bila lanjut usia mampu mempersiapkan kemunduran fisik yang dialaminya dengan baik, maka dia akan terhindar dari stress, namun sebaliknya, bila lanjut usia tersebut kurang mampu mempersiapkan kemunduran fisik yang terjadi padanya dengan baik, maka dia tidak dapat terhindar dari stress. D. Kerangka Teori
• •
Internal Penyakit (Illness) Pertentangan (Konflik) Kemunduran Fisiologis
• •
Eksternal Keluarga Lingkungan
Sumber : Harjana (1994) Gambar 2.1 : Kerangka Teori
Stress Lanjut Usia
E. Kerangka Konsep Variabel Bebas
Variabel Terikat
KEMUNDURAN FISIOLOGIS
STRESS LANJUT USIA
F. Variabel Penelitian 1. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat dari variabel bebas (Alimul, 2003). Variabel terikat yang akan diteliti adalah kemunduran fisiologis. 2. Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel terikat (Sugiyono, 2003). Variabel bebas yang akan diteliti yaitu stress lanjut usia G. Hipotesis Berlandaskan teori di atas, maka penulis mengajukan hipotesis penelitian sebagai berikut : Ho : Tidak ada hubungan antara Kemunduran Fungsi Fisiologis Dengan Stres Pada Lanjut Usia di Kelurahan Kaliwiru Semarang. Ha : Ada hubungan antara Kemunduran Fungsi Fisiologis Dengan Stres Pada Lanjut Usia di Kelurahan Kaliwiru Semarang.