Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Penemuan lampu listrik Lampu listrik pertama kali ditemukan oleh Otto Von Guericke, seorang ilmuwan Jerman pada tahun 1650. Kemudian disusul penemuan lampu pijar pertama oleh Thomas Alfa Edison pada tahun 1879 dengan menggunakan benang arang sebagai kawat pijar yang suhunya mencapai 2000 0C dimana cahaya yang dipancarkan kemerah-merahan dengan fluks cahaya 3 lm/W. Pada tahun 1910 ditemukan lampu wakum kawat wolfram oleh Coolidge dari Amerika. Lampu tabung gas pertama kali ditemukan oleh Langmuir dan fluks cahaya spesifiknya 12 lm/W. Kemudian pada tahun 1933, Phillips mengembangkan kawat pijar spiral ganda yang fluks cahayanya meningkat menjadi 14 lm/W dengan tingkat kesilauan yang lebih rendah (Harten, 2002).
Pada tahun-tahun selanjutnya lampu listrik mengalami perkembangan sesuai dengan kebutuhan cahaya yang diinginkan baik dari segi bentuk tabung, bahan yang digunakan, gas pengisi, pewarnaan, konstruksi maupun cara kerja. Dalam perkembangan terakhir lampu listrik dibagi menjadi 3 yaitu lampu pijar (incandescent lamp), lampu tabung gas (discharge lamp) dan lampu electroluminescent (Muhaimin, 2001). II.2 Lampu pijar (incandescent lamp) Lampu pijar tergolong lampu listrik generasi awal yang masih digunakan hingga saat ini. Cahaya lampu pijar dibangkitkan dengan mengalirkan arus listrik dalam suatu filamen yang pada akhirnya energi listrik diubah menjadi energi panas dan cahaya. Arus listrik dalam filamern merupakan gerakan elektron-elektron bebas yang karena pergerakannya mengakibatkan terjadinya benturan dengan elektronelektron yang terikat pada inti atom (Harten, 2002).
Elektron-elektron terikat senantiasa bergerak dalam orbit tertentu mengitari inti atom. Jika terjadi benturan dengan sebuah elektron bebas maka sebuah elektron terikat dapat keluar dari orbitnya dan menempati orbit lain yang lebih besar 5
dengan energi yang lebih besar pula. Pada saat elektron ini meloncat kembali ke orbitnya semula maka kelebihan energinya akan menjadi bebas dan dipancarkan sebagai cahaya tampak atau panas tergantung pada panjang gelombangnya (Harten, 2002).
Sumber cahaya buatan yang tergolong dalam lampu pijar adalah lampu pijar dengan filamen karbon, lampu wolfram, lampu halogen dan lampu photo flash (Muhaimin, 2001). II.2.1 Lampu pijar jenis wolfram Bahan filamen yang digunakan pada lampu pijar jenis wolfram dapat berupa tungsten, wolfram, campuran tantalium, karbida tungsten, zirkonium karena titik leburnya tinggi (±3655 0K) dan penguapannya rendah. Saat ini sebagian besar lampu pijar telah menggunakan tungsten dicampur dengan potash, silika atau alumina (Muhaimin, 2001).
Panjang filamen menentukan tegangan kerja yang diperlukan sedangkan diameter filamen mementukan besar arus yang diizinkan. Untuk dapat memancarkan sebanyak mungkin cahaya tampak maka suhu filamen harus ditingkatkan tetapi tidak melebihi titik lebur filamennya. Hal ini dapat dilaksanakan dengan mengatur besarnya arus listrik yang dialirkan lewat filamen (Depdikbud, 1987). Gambar 2.1 di bawah ini menunjukkan konstruksi lampu pijar. Tabung Filamen Kawat nikel (c) Molibdenum (b) Glass pinch (d) Glass Tabung Pipa Pengaman Seal Kawat Cap terminal
Gambar II.1. Lampu pijar jenis wolfram (home.howstuffworks.com dan en. Wikipedia.org, 2008) 6
Untuk mengurangi hilangnya panas maka konstruksi filamen dibuat spiral dan ujung filament ini dihubungkan dengan kawat nikel yang terletak pada glass pinch. Kawat pada glass pinch harus melewati kawat pengaman yang terbuat dari campuran tembaga dan nikel. Pada saat panas filamen ini akan melentur. Supaya tidak mudah putus diberikan penyangga dari bahan molibdenum karena bahan ini tidak mudah beroksidasi dan dapat menyalurkan sebagian panasnya (Depdikbud, 1987).
Tabung gelas yang digunakan harus memenuhi persyaratan antara lain koefisien suhu harus sesuai dengan koefisien suhu sekelilingnya, penyebaran energi cahaya yang merata dan tahan terhadap tekanan udara. Pada bagian tabung diisi dengan gas mulia yaitu argon atau nitrogen yang melindungi lampu jika terjadi pemutusan (Depdikbud, 1987).
Lampu pijar yang berwarna putih, bagian dalam tabungnya dilapisi dengan silika oksida (SiO2) atau seng sulfida (ZnS). Sedangkan untuk mendapatkan warna lain dapat diperoleh dengan pelapisan bagian dalam tabung dengan berbagai cara (Muhaimin, 2001) antara lain : a. Teknik yang disebut frosting yaitu pelapisan dengan membilas bagian dalam tabung menggunakan asam hidrofluorik sehingga menghasilkan lapisan tipis pada tabung. b. Teknik opalising yaitu melapisi bagian dalam bola lampu dengan serbuk halus silika atau titanium dioksida sehingga diperoleh difusi yang lebih baik. c. Pewarnaan bagian dalam bola lampu menggunakan cara frosting atau opalising dengan teknik elektrostatis yaitu melapisi bagian dalam bola lampu dengan cara penguapan warna pigmen pada keadaan hampa. d. Untuk reflektor dilakukan pelapisan gelas dengan uap aluminium atau paduan tembaga aluminium pada kondisi hampa udara.
Untuk menempelkan tabung dengan kakinya yang berbentuk ulir atau bayonet dan terbuat dari aluminium atau kuningan, maka digunakan semen tahan panas. 7
Sambungan dari pengaman ke terminal lampu menggunakan kawat yang terbuat dari tembaga yang ujungnya disolderkan. Kebanyakan pada lampu pijar dipasangkan sepotong kawat monel sebagai pengaman lebur jika terjadi hubung singkat (Harten, 2002).
Setelah dipakai sekian lama maka fluks cahaya lampu pijar akan menurun. Karena evaporasi (penguapan) pada filamen mengakibatkan luas penampang filament akan berkurang sehingga tahanan listriknya akan meningkat (bagian dalam tabung hitam) dan arus listriknya akan berkurang. Hal ini juga dapat mengurangi umur lampu. Dalam prakteknya, rata-rata masa pakai lampu pijar (life time) adalah 1000 jam nyala (Harten, 2002). II.2.2 Lampu halogen Lampu halogen tergolong lampu pijar dimana di dalam bola lampunya diisi dengan unsur halogen diantaranya iodida. Evaporasi wolfram pada lampu ini terjadi saat filamen berpijar. Gelas bola lampu halogen digunakan jenis gelas yang mampu menahan temperatur hingga 250 0C. Disamping itu dengan memakai gelas keras tersebut memungkinkan bola lampu diisi dengan gas dengan tekanan tinggi. Ada 2 penyebab keluaran cahaya lampu pijar menurun seiring makin bertambahnya waktu, yaitu : evoporasi pada filamen menyebabkan ada bagian filamen yang mengecil dan ini menyebabkan resistansi naik sekaligus mereduksi arus yang mengalir dan terjadinya bagian filamen yang tidak ”menempel” kembali ke filamen menyebabkan lapisan hitam pada bola lampu (Muhaimin, 2001). Bentuk lampu halogen dapat di lihat pada gambar 2.2.
Gambar II.2. Lampu halogen (en. Wikipedia.org, 2008) II.3 Lampu tabung gas (discharge lamp) Lampu tabung gas menghasilkan cahaya berdasarkan prinsip pelepasan elektron (electron discharge) melalui gas, uap logam atau campuran gas dengan uap 8
logam. Lampu ini terdiri dari tabung berbagai bentuk yang diisi dengan gas dan uap logam. Jika tabungnya dalam keadaan dingin maka logamnya berada dalam bentuk titik-titik logam atau dalam bentuk padat. Fungsi gas di dalam tabung adalah untuk membantu proses penyalaan, dimana gas yang digunakan adalah gas mulia misalnya neon dan argon karena gas ini memiliki sifat tidak mudah bereaksi dengan unsur yang lain. Logam yang digunakan adalah natrium dan air raksa (mercury) (Harten, 2002).
Jika elektroda tabung dihubungkan pada tegangan yang cukup tinggi maka elektron-elektron bebas yang terdapat dalam tabung akan bergerak dari elektroda yang satu ke elektroda yang lainnya. Akibat gerakan elektron-elektron menyebabkan benturan dengan elektron gas yang terikat pada inti atom sehingga elektron gas terlempar keluar dari orbitnya. Atom-atom yang kehilangan elektron dapat menangkap kembali elektronnya atau elektron bebas lain. Jika sebuah elektron memasuki orbit kosong kelebihan energinya akan menjadi bebas dan dipancarkan sebagai sinar elektromagnetik. Atom yang kehilangan elektron dan tidak dapat menangkap kembali elektronnya atau elektron lain akan mendapat muatan positif yang disebut ion (Harten, 2002).
Apabila tegangan pada elektroda-elektroda tabung tetap maka jumlah elektron yang terlempar keluar dari inti atom akan bertambah sehingga ionisasi meningkat dan suhu gas di dalam tabung naik. Peningkatan suhu gas menyebabkan logam yang ada dalam tabung akan menguap dan ikut serta dalam proses pembangkitan cahaya. Pada dasarnya lampu tabung gas (Santosa, 1990) terdiri dari lampu natrium, lampu merkuri, lampu metal halida dan lampu flouresen contohnya lampu flouresen bentuk pipa dan lampu flouresen bentuk compact. II.3.1. Lampu Natrium Lampu natrium (sodium) dibedakan menjadi 2 yaitu lampu natrium tekanan rendah (SOX) dan lampu Natrium tekanan tinggi (SON). Pada tabung U diisikan natrium padat dan gas neon. Natrium akan menjadi gas setelah mendapat pemanasan pada waktu kerja awal (Muhaimin, 2001). 9
Pada saat kerja awal selama 5 hingga 10 menit untuk SOX dan 5 - 7 menit untuk SON maka warna cahaya yang dihasilkan merah muda dan kemudian setelah natrium menguap semua warna cahaya yang dihasilkan menjadi kuning. Tabung pelepasan diisi beberapa puluh miligram merkuri natrium amalgam (cair) yang sebagian menjadi gas pada temperatur kerja. Sedangkan kandungan amalgamnya sendiri 20 %. Tekanan gas natrium dan merkuri yang diisikan ke dalam tabung pelepasan masing-masing 10 hingga 80 kPa. Merkuri merupakan gas yang berfungsi menstabilkan busur. Untuk memperbaiki efikesi dimasukkan pula xenon agar tegangan penyalaan bertambah sehingga diperlukan perangkat tamnbahan untuk start. Di samping itu campuran gas neon dan argon digunakan sebagai gas untuk penyalaan awal yang diisikan sekitar lilitan penyalaan yang dipasang pada tabung pelepasan (Muhaimin, 2001). Konstruksi lampu natrium dapat di lihat pada gambar 2.3 di bawah ini. Keterangan :
1
2
3
4
5
6 7
8
1. Pangkal 2. Penahan 3. Elektroda 4. Tabung U 5. Lapisan indium oksida 6. Gelas bening 7. Lekukan tempat natrium 8. Isolasi
Gambar II.3. Konstruksi lampu natrium (Muhaimin, 2001).
Penggunaan lampu natrium pada tempat-tempat yang memerlukan penerangan yang lebih terang dibandingkan sekedar kebutuhan monokromatik, contohnya pada terowongan, jalan utama, ruang penyimpanan, lampu sorot, penerangan daerah industri. Karena warna cahaya lampu natrium kuning kehijauan, lampu ini sangat tepat untuk daerah berkabut atau berdebu misalnya area pertambangan batubara (Muhaimin, 2001).
II.3.2. Lampu merkuri Lampu merkuri di dalamnya berisi uap merkuri yang berfungsi mengubah energi listrik menjadi energi cahaya. Tabung dalam (tabung pelepasan gas) berisi gas neon dan argon bertekanan rendah yang dilengkapi 2 elektroda dan tabung luar yang berfungsi mereduksi panas yang dipancarkan (Muhaimin, 2001). 10
Cara kerja lampu merkuri terdiri 3 tahapan yaitu pengapian, proses mencapai stabil dan stabil. Pada saat suplai tegangan diberikan terjadi medan listrik antara elektroda kerja awal dengan salah satu elektroda utama. Hal ini menyebabkan pelepasan muatan kedua elektroda dan memanaskan merkuri yang ada di sekelilingnya (Muhaimin, 2001). Lampu merkuri dapat dilihat pada gambar 2.4. 1 2
3 45 6
Keterangan : 1. Resistor 2. Elektroda bantu 3. Elektroda utama 4. Bola lampu liar 5. Tabung pelepasan 6. Penyangga
Gambar II.4. Lampu merkuri (Muhaimin, 2001).
Untuk menguapkan merkuri tersebut diperlukan waktu 4 hingga 8 menit. Setelah semua merkuri menjadi gas, resistansi elektroda kerja awal naik dan arus mengalir antar elektroda utama melalui gas. Warna kerja awal kemerahan dan setelah kerja normal sinar yang dihasilkan berwarna putih. Pemakaian lampu merkuri antara lain pada pabrik dengan langit-langit tinggi, aula untuk olah raga, tanah lapang, pompa bensin dan penerangan jalan raya (Muhaimin, 2001). II.3.3. Lampu metal halida Untuk memperbaiki warna lampu merkuri dilakukan penambahan unsur metal (yang lazim: Hg, Sn, Cd) ke dalam tabung pelepasan untuk menurunkan temperatur di dalam tabung. Untuk memudahkan penyalaan awal di dalam gas ditarnbahkan gas mulia yaitu neon dan argon atau kripton dan argon. Penyalaan awal lampu metal halida memerlukan waktu sekitar 2 menit (Muhaimin, 2001). Konstruksi lampu metal halida dapat dilihat pada gambar 2.5. 1 2
3 4 5
Keterangan : 1. Bola lampu luar 2. Elektroda 3. Tabung pelepasan 4. Penyangga tabung pelepasan 5. Penyangga
Gambar II.5. Konstruksi lampu metal halida (Muhaimin, 2001). 11
Elektroda lampu metal halida terdiri dari 3 bagian yaitu: timah hitam sebagai batang penghubung dengan bagian luar tabung pelepasan, lembaran molibdenum sebagai penyekat dan elektrodanya sendiri (Muhaimin, 2001). 2.3.4. Lampu flouresen Lampu tabung fluoresen terdiri dari gelas kaca dimana dinding bagian dalam dilapisi dengan serbuk phosphor yang pada dasarnya merupakan material semikonduktor dengan tambahan zat pengaktif lain untuk mengubah radiasi ultraviolet menjadi cahaya tampak (Andrizal, 2001) Zat aditif dan warna cahaya yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel 2.1 sebagai berikut : Tabel II.1. Zat aditif dan warna cahaya yang dihasilkan pada lampu flouresen Phospor Barium titanium phosphate Calcium silicate Calcium halophosphates Cadmium borade Cadmium silicate Calcium tungstate Magnesium flourogermanate Magnesium gallate Magnesium tungstate Strontium magnesium phosphates Zink beryllium Zink silicate
Warna cahaya Biru putih Merah muda Biru – merah muda Merah Kuning – merah muda Biru tua Merah tua Biru hijau Biru muda Putih kemerahan Kuning putih Hijau
Sumber : Andrizal, 2001 Lampu fluorescent didalamnya diisi dengan gas inert berupa argon atau kripton ± 0,002 atm yang berfungsi untuk penyalaan awal dan uap air raksa (mercuri) ± 0,00008 atm yang akan mengubah 60% dari daya input. Fungsi lain dari gas inert adalah memperpanjang umur elektroda karena keberadaan gas tersebut mengurangi evaporasi, pengendali kecepatan lintasan elektron bebas sehingga lebih memungkinkan terjadinya ionisasi merkuri dan mempermudah lewatnya arus di dalam tabung khususnya pada temperatur rendah (Mostavan, 2005). 12
Konstruksi jenis lampu flouresen bentuk pipa (tubular flourescent lamp) dapat dilihat pada gambar 2.6 di bawah ini :
Gambar II.6. Lampu flouresen (home.howstuffworks.com, 2007)
Panjang dan volume tabung tergantung pada besarnya daya. Pada kedua ujung tabung dipasang filamen tungsten yang sering disebut sebagai elektroda karena yang satu filamennya berfungsi sebagai anoda dan yang lainnya katoda dimana keduanya diberi lapisan barium oksida yang dicampur dengan logam alkali, biasanya terdiri dari barium, strontium dan calcium karbonat yang dibakar di pabrik
menjadi
oksida
untuk
mempermudah
emisi
elektron.
Untuk
memperpanjang umur elektroda dan memperendah tegangan discharge, diberikan filamen yang terbuat dari aluminium atau kuningan untuk memanaskan elektroda sebelum terjadi emisi elektron (Mostavan, 2005).
Fenomena resistansi pada pelepasan gas adalah negatif yang berarti jika arus lampu bertambah maka tegangan lampu berkurang. Untuk itu perlu perangkat pembatas arus yang dipasang seri dengan tabung untuk mengatur arus lampu terhadap perubahan tegangan. Perangkat tersebut adalah ballast yang dapat berupa resistor, kapasitor, induktor dan rangkaian elektronik (ballast electronic). Ballast 13
ini memiliki keunggulan antara lain memperbaiki sistem dan menaikan efikasi, tidak ada efek stroboskopis, tidak memerlukan stater dan tidak menimbulkan interferensi radio. Penggunaan ballast ini adalah pada lampu flouresen jenis compact yang lebih dikenal dengan lampu hemat energi (Muhaimin, 2001). Rangkaian lampu flouresen jenis compact dapat dilihat pada gambar 2.7 di bawah ini :
Gambar II.7. Rangkaian lampu flouresen jenis compact (www.pavouk.org/hw/lamp/en_index.html) Ballast resistor merupakan ballast yang tidak ekonomis karena menyebabkan kerugian daya yang besar dan energi listrik didesipasikan menjadi panas. Agar stabil ballast resistor harus disuplai dengan tegangan yang dapat mencapai 2 kali tegangan normal. Ballast induktor paling lazim digunakan untuk lampu tabung bentuk pipa karena kerugian daya yang ditimbulkan lebih kecil tetapi ballast ini harus dipadukan dengan stater agar menimbulkan tegangan induksi yang tinggi (Muhaimin, 2001).
Kemampuan arus mengalir melalui tabung dikarenakan ballast menghasilkan tegangan induksi yang tinggi. Namun tegangan induksi yang tinggi ini akan kembali normal ketika arus sudah mengalir melalui tabung, sesaat setelah waktu kerja awal starter memutuskan rangkaian. Starter adalah komponen yang berfungsi untuk penyalaan awal dengan metode pemanasan filamen khususnya lampu fluoresen yang menggunakan kontroler konvensional yang di dalamnya terdiri dari bimetal yang diletakkan dalam tabung kecil dan diisi dengan gas 14
helium tekanan rendah (Muhaimin, 2001). Setiap lampu memiliki kelebihan dan kelemahan baik itu lampu pijar, lampu flouresen dan lampu discharge tekanan tinggi (merkuri, natrium dan metal halida) yang dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel II.2. Kelebihan dan kelemahan lampu pijar, lampu flouresen dan lampu discharge tekanan tinggi Kelebihan Lampu flouresen
Lampu pijar - Pola distribusi cahaya mudah dikendalikan - Harga beli rendah - Sederhana, tidak butuh peralatan tambahan (ballas) - Keluaran cahaya tidak dipengaruhi temperatur lingkungan - Berukuran kecil - Pengaturan intensitas cahaya sederhana - Saat starting dan restarting tidak ada penundaaan - Tidak ada permasalahan stroboscopic - Dapat beroperasi dengan tegangan DC atau AC Lampu pijar - Efikasi rendah - Temperatur oprasinya sangat tinggi - Komponen inframerahnya tinggi - Sangat dipengaruhi oleh variasi tegangan - Sumber nyala menyilaukan - Life time pendek (750 -1000 jam) - Terbatas pada operasi tegangan yang lebih rendah
- Efikasi yang baik - Life time yang panjang (6000 - 9000 jam) - Tingkat intensitas cahaya rendah - Temperatur operasi rendah - Keluaran infra merah rendah - Performansi warna baik (warna cahaya berbedabeda) - Sinar tampak dengan spektrum lebih lebar - Dapat diopersikan pada tegangan sistem yang lebih tinggi - Penundaan starting dan restarting hanya sesaat Kelemahan Lampu flouresen - Bukan merupakan sumber cahaya titik sehingga distribusi cahaya lebih sulit dikendalikan - Membutuhkan peralatan tambahan sebagai kontroler lampu (ballas) - Harga beli lebih tinggi - Sangat dipengaruhi oleh temperatur lingkungan - Butuh ballas khusus untuk mengatur intensitas cahaya. - Ukuran lebih besar
Sumber : Iyawanti Enny, 2003
15
Lampu discharge tekanan tinggi (merkuri, natrium & metal halida) - Memiliki efikasi yang baik - Memiliki life time yang panjang (2000 - 24.000 jam) - Secara esensial merupakan sumber cahaya titik - Komponen infra merahnya sangat kecil - Keluaran cahaya tidak dipengaruhi oleh temperatur lingkungan - Dapat dioperasikan pada tegangan sistem yang lebih tinggi
Lampu discharge tekanan tinggi (merkuri, natrium & metal halida) - Harga beli sangat tinggi - Permasalahan dalam performansi warna - Membutuhkan peralatan tambahan sebagai kontroler lampu (ballas) - Sumber cahayanya sangat menyilaukan penglihatan. - Pengaturan intensitas cahaya sangat sulit dan mahal. - Membutuhkan waktu pemanasan dan restrike yang panjang - Efek stroboscopis menjadi permasalahan - Permasalahan penyalaan awal pada cuaca yang dingin
2.4. Lampu electrolumenescent Electrolumenescent dapat didefenisikan sebagai emisi cahaya hasil dari eksitasi di dalam suatu padatan. Efek tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan medan listrik pada bahan kristalin yang mempunyai sifat pemendaran khusus dan dapat dikontrol. Hingga saat ini terdapat terdapat 2 sumber cahaya electrolumenescent yaitu lighting emiting diode (LED) dan panel electrolumenescent (Muhaimin, 2001).
2.5. End of life lampu End of life merupakan hal yang kompleks karena berkaitan erat dengan penggunaan lampu dan lingkungan dimana lampu tersebut digunakan. Selanjutnya, getaran lampu dan pancarannya yang kontinu bukan hal umum yang dioperasikan di bawah kondisi standar. Oleh sebab itu, pihak pabrikan lampu tidak dapat memberikan nilai waktu yang spesifik untuk lampu. Waktu hidup getaran lampu secara normal diukur dalam suatu terminologi jumlah total shots atau pencahayaan yang dicapai pada suatu titik dimana output cahaya yang digunakan menurun dengan beberapa perubahan intensitas. Serupa dengan hal ini, pencahayaan lampu yang kontinu, biasanya memiliki life time yang diukur dalam jumlah total waktu operasinya. (Association Française de l'Eclairage, 1991).
Pengoperasian pencahayaan lampu secara kontinu dalam suatu sistem dimana aplikasinya mensyaratkan kekuatan output laser secara maksimum. Secara umum ada 4 hal yang menyebabkan lampu end of life (habis masa pakai) yaitu erosi dari elektroda, kontaminasi dari isi gas menuju ke arah kegagalan, kegagalan penyalaan, atau sulitnya simmer (membara), pecahnya kaca dan ledakan, timbulnya keretakan, devitrifikasi atau pecahnya dinding kwarsa (Association Française de l'Eclairage, 1991).
Untuk lampu yang dioperasikan dengan power supply pulse, metode yang dapat diajukan untuk menentukan lifetime suatu pulse lamp adalah memperhatikan pulse energy (E0) dalam terminologi korespondensi explosion energy (Ex) pada 16
durasi pulsa yang spesifik. Gambaran ini dapat dilukiskan dalam satu formula sebagai berikut: Ex = Kex t ½ Kex merupakan konstanta energy explosion yang dapat ditemukan pada semua data sheet Hezeraus Nobelight dan
table reference lampu. Dalam kasus
pembentukan jaringan pulse, t merupakan konstanta waktu circuit dalam detik . C adalah kapasitansi dalam farad dan L adalah
induktansi dalam Henry
(Association Française de l'Eclairage, 1991). t½ = LC Jika E0 diketahui dan Ex dapat dikalkulasi untuk durasi pulse spesifik, masa hidup lampu dapat diketahui dengan akurasi yang reasonable dengan menggunakan formula (Association Française de l'Eclairage, 1991) berikut ini :
Life time =
Eo-8.5 Ex
Dalam kaitannya dengan perangkap radiasi, pemberian rating kembali mungkin diperlukan
ketika lampu digunakan dalam kondisi
tight optical coupling,
misalkan laser cavities (rongga laser). Umumnya dibutuhkan reduksi 10-30%. Dalam desain sistem yang baik, life time yang lebih besar dari 108 pulses dicapai dalam kondisi loading yang sangat rendah. Ketika kandungan melebihi kira-kira 7500 A.cm-2 erosi pada dinding menjadi penting. Kalkulasi pasti dari efek ini tidak dimungkinkan karena selalu dipengaruhi oleh trigger dari sistem. Untuk life time lampu dapat dilihat pada lampiran E. (Association Française de l'Eclairage, 1991).
II.6. Tingkat bahaya sampah elektronik Rongsokan atau sampah elektronik mengandung sekitar 1.000 material, sebagian besar dikategorikan sebagai bahan beracun dan berbahaya (B3). Seperti limbah B3 lainnya, sampah elektronik menimbulkan masalah ketika dibuang, dibakar, atau didaur ulang. Ketika dibuang di TPA, sampah elektronik menghasilkan lindi yang mengandung berbagai macam logam berat terutama merkuri, timbal, kromiun,
17
kadmium, dan senyawa berbahaya seperti polybrominated diphennylethers (PBDE) (www.dml.or.id/dml5/sampah, 2008).
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18/99 juncto 85/999 salah satu tes untuk menentukan karakteristik bahaya dari limbah berbahaya di Indonesia adalah dengan uji Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP). Prosedur ini diadopsi dari metode TCLP USEPA.
Table II.3 Uji TCLP pada PCB Sampel A dan B TCLP (mg/L) Sampel Sampel perusahaan X perusahaan Y Arsen (As) < 0.001 < 0.001 Barium (Ba) 0.062 0.059 Boron (B) < 0.030 < 0.030 Cadmium (Cd) 0.011 0.009 Chromium (Cr) 0.005 0.005 Copper (Cu) 0.019 0.026 Lead (Pb) 11.082 0.257 Mercury (Hg) 0.0001 0.0001 Selenium (Se) 0.014 < 0.001 Silver (Ag) 1.022 0.009 Zinc (Zn) 0.322 0.028 Sumber : Enri Damanhuri, Sukandar, 2005 Parameter
Standard (mg/L TCLP) PP 18/1999 jun to USEPA PP 85/1999 5 5 100 100 1 1 5 5 10 5 5 0.2 0.2 5 5 50 -
Tabel II.4. Hasil uji TCLP pada kapasitor, lampu neon dan dioda Hasil Analisa TCLP pada sampel (mg/L) Parameter Lampu Dioda Kapasitor Neon Arsen (As) < 0.001 < 0.001 < 0.001 Barium (Ba) < 0.010 < 0.010 < 0.010 Boron (B) < 0.030 < 0.030 < 0.030 Cadmium (Cd) 0.010 < 0.001 0.040 Chromium (Cr) 0.011 0.024 < 0.001 Copper (Cu) 0.144 0.299 1.895 Lead (Pb) 2.929 2.191 265.47 Mercury (Hg) < 0.00001 < 0.00001 < 0.00001 Selenium (Se) < 0.001 0.050 < 0.001 Silver (Ag) < 0.001 2.782 < 0.001 Zinc (Zn) 52.984 0.782 8.011 Sumber : Enri Damanhuri, Sukandar, 2005
Standard (mg/L TCLP) PP 18/1999 jun to PP 85/1999 5 100 1 5 10 5 0.2 5 50
USEPA 5 100 1 5 5 0.2 5 -
Telah dilakukan tes pada sejumlah sampel limbah elektronik termasuk printet circuit board (PCB) dan sejumlah komponen individual dari limbah elektronik 18
seperti diode, lampu dan kapasitor. Table II.3 menunjukkan hasil dari uji TCLP dari 2 sampel PCB yang berasal dari perusahaan elektronik ynag berbeda. Sementara itu table II. 4 menunjukkan hasil uji TCLP dari sampel diode lampu dan kapasitor yang berbeda hasilnya menunjukkan bahwa Pb merupakan salah satu logam berat yang sangat beracun dan menjadi masalah dalam limbah elektronik.
II.6.1. Timbal (Pb) Timbal sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Istilah timbal tidak jauh beda dengan dengan unsur satu golongannya yaitu timah yang sudah dikenal di khalayak ramai. Orang Romawi menyebut timah sebagai plumbum album dan timbal sebagai plumbum nigrum sedangkan kita mengenal juga timah putih (Sn : Stanum) dan timah hitam (Pb : Plumbum) (www.dml.or.id/dml5/sampah, 2008).
Timbal bersifat toksik jika terhirup atau tertelan oleh manusia dan di dalam tubuh akan beredar mengikuti aliran darah, diserap kembali di dalam ginjal dan otak, dan disimpan di dalam tulang dan gigi. Timbal yang terserap oleh ibu hamil akan berakibat pada kematian janin dan kelahiran prematur, berat lahir rendah bahkan keguguran. Pada kadar rendah, keracunan timbal pada anak dapat menyebabkan kesulitan membaca dan menulis, hiperaktif dan gangguan perilaku, gangguan pertumbuhan dan fungsi penglihatan dan pergerakan, gangguan pendengaran dan penurunan IQ dan pemusatan perhatian . Pada kadar tinggi, keracunan timbal pada anak dapat menyebabkan anemia, kerusakan otak, liver, ginjal, syaraf dan pencernaan, koma, hiperaktif dan gangguan perilaku, kejang-kejang atau epilepsi dan kematian (www.dml.or.id/dml5/sampah, 2008)
Sebagian besar dari Pb yang terhirup pada saat bernafas akan masuk ke dalam pembuluh darah paru-paru. Tingkat penyerapan itu sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel dari senyawa Pb yang ada dan volume udara yang mampu dihirup pada saat peristiwa bernafas berlangsung. Makin kecil ukuran partikel debu, serta makin besarnya volume udara yang mampu terhirup, maka akan semakin besar pula konsentrasi Pb yang diserap oleh tubuh. Logam Pb yang masuk ke paru-paru 19
melalui peristiwa pernafasan akan terserap dan berikatan dengan darah paru-paru untuk kemudian diedarkan ke seluruh jaringan dan organ tubuh. Lebih dari 90% logam Pb yang terserap oleh darah berikatan dengan sel-sel darah merah (erytrocyt). Organ-organ tubuh yang banyak menjadi sasaran dari peristiwa keracunan logam Pb adalah sistem syaraf, sistem ginjal, sistem reproduksi, sistem endokrin, dan jantung. Timbal (Pb) dapat memberikan efek pada tubuh (Palar Heryando, 2004) antara lain sebagai berikut : a. Efek Pb dan sintesa haemoglobin Akibat kontaminasi dari logam Pb dapat menimbulkan hal-hal antara lain meningkatkan kadar ALA dalam darah dan urine, meningkatkan kadar protoporphirin dalam sel darah merah, memperpendek umur dan menurunkan jumlah sel darah merah, menurunkan kadar retikulosit (sel-sel darah merah yang masih muda) dan meningkatkan kandungan logam Fe dalam plasma darah (Palar Heryando, 2004).
b. Efek Pb pada sistem syaraf Di antara semua sistem pada organ tubuh, sistem syaraf merupakan sistem yang paling sensitif terhadap daya racun yang dibawa oleh logam Pb. Pengamatan yang dilakukan pada pekerta tambang dan pengolahan logam Pb menunjukkan bahwa pengaruh dari keracunan Pb dapat menimbulkan kerusakan pada otak. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan otak, sebagai akibat dan keracunan Pb adalah epilepsi, halusinasi, kerusakan pada otak besar, dan delirium, yaitu sejenis penyakit gula (Palar Heryando, 2004).
c. Efek Pb terhadap sistem urinaria Pada peredaranrrya, darah akan terus masuk ke glomerolus yang merupakan bagian dari ginjal. Ikut sertanya senyawa Pb yang terlarut dalam darah ke sistem urinaria (ginjal) dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan pada saluran ginjal. Kerusakan yang terjadi tersebut disebabkan terbentuknya intranuclear inclusion bodies yang disertai dengan membentuk aminociduria, yaitu terjadinya kelebihan asam amino dalarn urine. Aminociduria dapat kembali normal setelah selang waktu 20
beberapa minggu, tetapi intranuclear inclusion bodies membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk kembali normal (Palar Heryando, 2004).
c.
Efek Pb terhadap sistem reproduksi
Percobaan yang diperlakukan terhadap tikes putih jantan dan betina yang diberi perlakuan dengan 1% Pb-asetat ke dalam makanannya, menunjukkan hasil berkurangnya kemampuan sistem reproduksi dari hewan tersebut. Embrio yang dihasilkan dari perkawinan yang terjadi antara tikus jantan yang diberi perlakuan Pb-asetat dengan betina normal (yang tidak diberi perlakuan), mengalami hambatan dalam pertumbuhannya. Sedangkan janin yang terdapat pada betina yang diberi perlakuan dengan Pb-asetat mengalami penurunan dalam ukuran, hambatan pada pertumbuhan dalam rahim induk dan setelah dilahirkan (Palar Heryando, 2004).
d. Efek Pb terhadap sistem endokrin Pengukuran terhadap steroid dalam urine pada kondisi paparan Pb yang berbeda dapat digunakan untuk melihat hubungan penyerapan Pb oleh sistem endokrin. Dari pengamatan yang dilakukan dengan paparan Pb yang berbeda terjadi pengurangan pengeluaran steroid dan terus mengalami peningkatan dalam posisi minus. Kecepatan pengeluaran aldosteron juga mengalami penurunan selama pengurangan konsumsi garam pada orang yang keracunan Pb dari penyulingan alkohol. (Palar Heryando, 2004).
e.
Efek Pb terhadap jantung
Organ lain yang dapat diserang oleh racun yang dibawa oleh logam Pb adalah jantung. Namun sejauh ini perubahan dalam otot jantung sebagai akibat dari keracunan Pb baru ditemukan pada anak-anak (Palar Heryando, 2004).
II.6.2. Merkuri (Hg) Dalam bentuk logamnya, merkuri berbentuk cair, dengan titik didih yang tidak begitu tinggi sehingga sangat mudah untuk menguap. Uap merkuri dapat menimbulkan efek samping yang sangat merugikan bagi kesehatan karena dapat 21
meracuni manusia dan merusak sistem saraf otak, serta menyebabkan cacat bawaan. Di antara sesama senyawa merkuri anorganik, uap logam merkuri (Hg), merupakan yang paling berbahaya. Ini disebabkan karena sebagai uap, merkuri tidak terlihat dan dengan sangat mudah akan terhisap seiring kegiatan pernafasan yang dilakukan. Pada saat terpapar oleh logam merkuri, sekitar 80% dari logam merkuri akan terserap oleh alveoli paru-paru dan jalur-jalur pernafasan untuk kernudian ditransfer ke dalam darah (Palar Heryando, 2004).
Dalam darah akan mengalami proses oksidasi, yang dilakukan oleh enzim hidrogenperoksida katalese sehingga berubah menjadi ion Hg2+. Ion merkuri ini selajutnya dibawa ke seluruh tubuh bersama dengan peredaran darah.Waktu paruh merkuri dalam ginjal berkisar dalam 1 bulan. Sedangkan waktu paruh Hg di dalam otak bisa mencapai bertahun-tahun. Selama menumpuk pada organ-organ tubuh seperti penjelasan diatas, merkuri temyata mampu menembus membran placenta. Hal ini terbukti ketika dilakukan pengujian terhadap hewan percobaan yang hamil (Palar Heryando, 2004).
II.6.3. Tembaga Tembaga (Cu) juga berikatan dengan sel darah merah sebagai eritrocprein yaitu sekitar 60 % sel darah merah Cu. Sedangkan sisanya merupakan fraksi-fraksi yang labil. Darah selanjutnya akan membawa Cu kedalam hati yang merupakan tempat penyimpanan Cu yang paling besar yang diterima dari fraksi serum Cualbumin. Cu dapat menyebabkan gangguan ginjal, hati, anemia dan pinggang (Palar Heryando, 2004).
II.6.4 PBDE Sementara itu, senyawa PBDE merupakan salah satu jenis brominated flame retardants, suatu senyawa yang digunakan untuk mengurangi tingkat panas (flammability) pada bagian produk elektronik seperti PCB, komponen konektor, kabel, dan plastik penutup TV atau komputer. Ekspos terhadap PBDE diduga dapat merusak sistem endokrin dan mereduksi level hormon tiroksin di hewan mamalia dan manusia sehingga perkembangan tubuhnya menjadi terganggu. Jenis 22
lain dari brominated flame-retardants adalah polybrominated biphennyls (PBB). Sekali PBB terlepas ke lingkungan, senyawa tersebut dapat masuk ke dalam rantai makanan
dan
terakumulasi
di
dalam
jaringan
makhluk
hidup.
(www.dml.or.id/dml5/sampah, 2008).
II.6.5. Kadmium Kadmium adalah logam beracun yang bila masuk ke dalam tubuh melalui respirasi dan makanan yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal, sakit pinggang dan tekanan darah tinggi (Slamet Juli Soemirat, 2004)
II.6.6. Besi Kelebihan zat besi di dalam tubuh dapat merusak dinding usus dan debunya dapat diakumulasi dalam alveoli sehingga paru-paru kurang berfungsi (Slamet Juli Soemirat, 2004)
II.6.7 Selenium Selenium dapat menyebabkan gangguan syaraf, hilangnya refleksitas, iritasi dan konvulsi (Slamet Juli Soemirat, 2004)
Pembakaran sampah elektronik di insinerator juga sangat berbahaya karena menghasilkan dioksin dan logam berat. Senyawa polyvinylchloride (PVC) biasanya terdapat pada kabel dan bodi barang elektronik, ketika dibakar akan membentuk polychlorinated dibenzodioxins (dioksin) dan polychlorinated dibenzofurans (furan), suatu senyawa yang bersifat persisten, terakumulasi secara biologis, dan bersifat karsinogen. Selain itu, dioksin juga mengganggu sistem hormon, memengaruhi pertumbuhan janin, menurunkan kapasitas reproduksi, dan sistem kekebalan tubuh. Diketahui pula bahwa slag, fly ash, flue gas, dan filter cake yang dihasilkan dari pembakaran sampah elektronik mengandung logam berat yang tinggi. (www.dml.or.id/dml5/sampah, 2008).
Pada dasarnya pengelolaan limbah B3 di Indonesia mengacu pada prinsip-prinsip dan pedoman pembangunan berkelanjutan yang telah dituangkan dalam peraturan 23
perundang-undangan, khususnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup.
II.7 Area Pelayanan Jaringan (APJ) Kota Bandung Area Pelayanan Jaringan (APJ) Kota Bandung berada dalam wilayah distribusi Jawa Barat dan Banten yang membawahi 8 Unit Pelayanan Jaringan (UPJ) yaitu APJ Bandung Utara, APJ Bandung Timur, APJ Bandung Selatan, APJ Bandung Barat, UPJ Cijawura, UPJ Kopo, UPJ Ujung Berung dan UPJ Prima Bandung Berdasarkan data dari PT. (Persero) Perusahaan Listrik Negara untuk Area Pelayanan Jaringan (APJ) Bandung terhadap jumlah pelanggan yang ada setiap tahunnya memberikan peningkatan yang cukup signifikan. Data terakhir yang diperoleh dari APJ Bandung bahwa jumlah pelanggan sampai dengan bulan April 2008 tercatat sebanyak 567.898 pelanggan dengan grafik jumlah pelanggan berdasarkan golongan tarif dapat dilihat pada gambar 4.2 Industri 2733 pelanggan Bisnis 35384 pelanggan
Pemerintah 2211 pelanggan Multiguna 55 pelanggan Sosial 7.560 pelanggan
Industri 0,48 % Bisnis 6,23 %
Pemerintah 0,39 %
M ultiguna 0,01 % Sosial 1,33 %
Rumah tangga 519955 pelanggan
rumah tangga 91,56 %
Gambar II.8 Jumlah pelanggan dan persentasinya berdasarkan golongan tarif tahun 2008 Dari gambar II.8 menunjukkan bahwa jumlah pelanggan rumah tangga memiliki jumlah yang paling besar dari semua golongan tarif disusul kemudian dengan golongan tarif bisnis, sosial, industri, pemerintah dan penerangan jalan serta multiguna dengan persentasi sebesar 91,56 %. Grafik kenaikan jumlah pelanggan berdasarkan golongan tarif dan batas daya pada tegangan rendah, menengah dan tinggi untuk keperluan sosial, rumah tangga, bisnis, industri, pemerintah, 24
penerangan jalan dan multiguna sampai dengan bulan April tahun 2008 dapat dilihat pada gambar. 570000
510000
546750 534830
533859
545585
559865 532788
544702
558593 531371
543735
556789 542831 530166
528893
541926
553298 540730
552293 527074
539273
549739 538047
548818
547668
540123 526012
515000
519891
520000
524280
525000
522730
530000
536745
535000
535640
540000
521349
545000
551110
550000
555137
555000
560671
560000
562073
565000
Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007
505000 500000 495000 490000 Ja n
Feb
Ma r
Apr
Mei
Jun
Jul
Agust
Sep
Okt
Nop
Des
Gambar II.9 Grafik kenaikan jumlah pelanggan APJ Bandung Tahun 2005-2007 (Sumber Data PLN Cabang APJ Bandung, 2008) II.8 Asosiasi Perlampuan Listrik Asosiasi Industri Perlampuan Listrik Indonesia (APERLINDO) berdiri sejak Oktober 1986 dengan ketua umumnya adalah John Manoppo. Asosiasi ini beralamat di Wisma Indra Central Cempaka Blok AL Jl. Letjend. Soeprapto No.60 Jakarta 10520 Telepon : (021) 424 1761 Faksimili : (021) 424 1714. Dasar pendirian asosiasi industri perlampuan listrik ini adalah perlunya standarisasi lampu di Indonesia. Tujuannya sebagai wadah industri dari dan untuk pemerintah/konsumen dengan program kegiatannya mematuhi dan melaksanakan undang-undang
perlindungan
konsumen
serta
peningakatan
ekspor
(www.ghabo.com/gpedia/index.php, 2008)
Untuk wilayah Jawa Barat, asosiasi perlampuan ini berdiri sejak tahun 2005 yang awalnya diberi nama Asosiasi Pedagang Elektronik Dan Alat Listrik Indonesia Jabar yang beralamatkan di gedung Ramindo Building Jalan Ahmad Yani No. 245 Bandung. Namun tahun 2007, asosiasi ini mengalami penambahan menjadi Asosiasi Pedagang Elektronik, Audio Mobil, Alat Listrik dan barang teknik Indonesia Jawa Barat disingkat ASPERLINDO. Asosiasi ini diketuai oleh 25
Gunarsih yang sekretariatnya beralamatkan di Be Mall UG B-7 Jalan Naripan N0. 89 Bandung, Telepon 022.84467731 (Warta Asperlindo Jabar, 2008). Adapun yang menjadi visi dari asosiasi ini adalah sebagai berikut : 1. Memberikan informasi up to date yang sanggup menginspirasi serta membuahkan wawasan dalam dunia usaha. 2. Menumbuh kembangkan rasa persahabatan dan persaudaraan diantara para pedagang. 3. Menyadarkan dan memberikan wawasan kepada para anggota tentang hukum sekaligus mendapatkan perlindungan hukum melalui lembaga hukum resmi. 4. Membina dan menambah wawasan para anggota dalam hal pendidikan manajerial dan kepemimpinan untuk meningktkan usahanya.
Sampai saat ini keanggotaan ASPERLINDO untuk wilayah Jawa Barat sebanyak 711 pedagang sedangkan untuk Kota Bandung beranggotakan 387 pedagang yang meliputi pedagang lampu, armatur lampu, pedagang alat listrik, elektronik, audio mobil dan barang-barang teknik seperti alat-alat ukur, takel, mesin las, jet washer, generator, compressor, electromotor dan transformator yang semuanya dalam skala kecil.
II.9. Daur ulang sampah Pada
awal
abad
ke-21
keinginan
masyarakat
untuk
melindungi
dan
mengkonservasi lingkungan menjadi lebih kuat dan kritis. Untuk hal ini, daur ulang adalah salah satu alternatif yang dapat diterapkan dalam upaya minimasi sampah. Banyak industri yang melirik sektor ini karena alasan ekonomi yang menjanjikan, karena bagaimanapun pemilihan kelayakan studi daur ulang didominasi oleh faktor ekonomi. Usaha daur ulang pun dapat dijadikan upaya pengelolaan sampah yang berbasis masyarakat (Nita Kusuma Dewi, 2007).
Langkah pertama upaya daur ulang ialah mengumpulkan timbulan sampah baru atau mengakhiri masa pakai barang. Langkah selanjutnya adalah merubah potongan/rongsokan barang baru atau lama menjadi material mentah yang dapat 26
dikembalikan lagi pada proses produksi di pabrik. Keuntungan lain dari aplikasi daur ulang sampah (Nita Kusuma Dewi, 2007) adalah : 1. Minimasi sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sehingga memperpanjang usia TPA, mengurangi kebutuhan terhadap Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang baru. 2. Mengurangi penimbunan material logam pada lahan penampungan, yang dapat mengandung bahan polutan kimia non biodegradable yang berbahaya bagi manusia maupun lingkungan sekitarnya. 3. Mencipatakan lapangan kerja baru bagi sektor informal dan keuntungan investasi bagi sektor privat lokal yang terlibat dalam daur ulang sampah kota, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan perekonomian global. 4. Mengurangi biaya operasional untuk pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan sampah untuk mengurangi sampah. 5. Optimasi penggunaan sumber daya alam untuk keperluan bahan mentah produk barang yang bisa dudaur ulang. 6. Menambah masa pakai barang dengan cara pengunaan kembali selama barang tersebut masih bisa memberikan fungsi penggunaan awal. 7. Pabrik yang sumbernya material daur ulang, dengan sedikit pengecualian, akan menghemat biaya pembelian bahan primer, penggunaan energi dan menghasilkan pencemaran udara serta air lebih sedikit bila dibanding pabrik dengan sumber materialnya bahan mentah asli. Dalam hierarki manajemen sampah, daur ulang menempati urutan ketiga setelah reduksi dan reuse. Tujuan dari pembagian hierarki sampah ini untuk mengetahui strategi minimasi sampah, sehingga jumlah sampah yang dihasilkan lebih sedikit dan nilai ekonomi dari sampah dapat dioptimalkan. Secara definisi, ada beberapa istilah yang digunakan dalam sistem manajemen sampah, (Nita Kusuma Dewi, 2007) antara lain reduce, reuse, recovery, recycling dan reclamation. - Reduce
: Upaya mengurangi jumlah material yang digunakan. Metode minimasi di sumber melibatkan perubahan teknologi pada pabrik/industri, input bahan mentah dan semua cara yang mengacu pada pencegahan timbulnya sampah dari sumber. 27
- Reuse
: Upaya menggunakan sesuatu di luar kegunaan awal barang, tanpa melakukan proses pengubahan struktur secara signifikan pada sesuatu tersebut memperpanjang masa pakai produk dengan menggunakannya kembali.
- Recovery
: Upaya memberikan nilai ekonomi kembali pada sampah yang tak termanfaatkan dan dianggap tidak bernilai lagi.
- Recycling
: Upaya memproses kembali material yang telah digunakan untuk membuatnya menjadi produk baru.
- Reclamation : Upaya mereklamasi kembali barang bila limbah menjadi bahan baku baru. Upaya ini melalui tahapan proses produksi kembali dan mungkin dapat menghasilkan produk baru.
Pelaku daur ulang di masyarakat (Enri Damanhuri, 2007) dapat dikategorikan sebagai berikut: a. Mobile scavenger (pemulung keliling adalah orang yang mengumpulkan sampah untuk dijual kembali dengan cara keliling ke lokasi sumber sampah tanpa harus membeli b. Handcart crew (petugas sampah gerobak) biasanya beroperasi di TPS adalah orang yang mengumpulkan sampah dari lokasi sumber sampah untuk di bawah ke TPS. c. TPS scavenger (pemulung di TPS) adalah orang yang mengumpulkan sampah untuk dijual kembali dan memeliki lokasi tetap di TPS (tanpa harus keliling) d.
TPA scavenger (pemulung di TPA) adalah orang yang
mengumpulkan
sampah untuk dijual kembali dan memiliki lokasi tetap di TPA (tanpa harus keliling). e. Waste trade mobile (tukang loak, pedagang barang bekas keliling) adalah orang yang mengumpulkan barang bekas (belum dibuang) untuk dijual kembali dengan cara keliling ke lokasi sumber sampah dengan cara membeli. f. Waste trade (tukang loak /pedagang barang bekas adalah orang yang mengumpulkan barang bekas (belum dibuang) untuk dijual kembali dengan cara membeli dan menetap di suatu tempat. Contoh : Cihapit, Jatayu, Astana Anyar. 28
g. Lapak (TPS,TPA, tempat lain) adalah orang yang mengumpulkan sampah untuk dijual kembali dengan cara memebeli ke pemulung. h. Bos lapak adalah orang yang mengumpulkan sampah untuk dijual kembali dengan cara membeli ke lapak untuk dijual ke bandar. i. Bandar adalah orang yang mengumpulkan sampah dengan cara membeli untuk dijual kembali ke pengolah (intermediate/factory) j. Intermediate adalah oarang yang mengumpulkan sampah dengan cara membeli untuk diolah lebih lanjut dan dijual kembali sebagai bahan baku factory k. Factory adalah orang yang mengumpulkan bahan baku dengan cara membeli untuk diolah lebih lanjut dan dijadikan barang jadi. Di kota Bandung para pelaku daur ulang di atas mengumpulkan berbagai barang bekas baik logam maupun non logam untuk dijual kembali ataupun di daur ulang. Untuk logam diberikan data harga jual seperti yang tercantum dalam tabel II.5. Tabel II.5. Data harga jual logam berbagai jenis di Kota Bandung. No 1
2
3 4 5
6
Seng
Besi
Jenis logam Seng Kaleng Plat Biasa Siku Pipa Super Bahan Rongsok WF
Timah Anhas Stainless
Aluminium
7
Kuningan
8
Tembaga
Kaleng Panci Siku Blok Katel Gram Rongsok Bronz Seeng Rambut Bakar Super
Lapak (Rp) 667 591 1.527 1.676 1.880 1.771 2.005 1.808 1.554
Bandar kecil (Rp) 695 686 1.772 1.728 1.750 2.113 2.163 2.136 1.813
10.955 10.033 10.955 11.467 13.333 14.400
7.971 11.194 12.800 13.132 14.594 16.000
15.500 19.200 22.400 23.250 32.083 36.813 35.821 41.750
15.719 20.188 24.056 25.563 39.714 40.528 41.167 50.056
Sumber : Nita Kusuma Dewi (2007)
29
Bandar besar (Rp) 853 778 2.309 2.324 2.439 2.580 2.900 2.633 2.426 6.000 8.895 14.921 15.368 14.737 16.105 17.158 16.132 18.763 24.816 24.816 28.447 46.683 48.842 47.868 51.784
Untuk non logam diberikan data harga jual seperti yang tercantum dalam tabel II.6. Tabel II.6 Harga jual-beli sampah plastik daur ulang di Kota Bandung No 1 2 3 4 5
Pelaku Daur Ulang Pemulung Tukang Loak Lapak Bandar Kecil Bandar Besar
Harga Beli Plastik Rp. 0 Rp. 1000 Rp. 1263 Rp. 1479 Rp. 1800
Harga Jual Plastik Rp. 1200 Rp. 1250 Rp. 1754 Rp. 1997 Rp. 2925
Pada tabel II.5 dan II.6 di atas memperlihatkan bahwasannya barang bekas baik logam maupun non logam (plastik) memiliki nilai ekonomi untuk dijual (Nita Kusuma Dewi , 2007).
Pada laporan final yang dikutip dari
the pilot project on the recycling of
flourescent lamps in Thailand bahwasannya lampu jenis flouresen dapat dilakukan daur ulang untuk meduksi timbulan dan bahayanya terhadap lingkungan. Proses yang dilakukan dalam recycling lampu flouresen terdapat pada bagan gambar II.10. Chushing lampu
Sedimentation
Metal separator
Roasting furnace Glass
Metal caps
Sold for recycling
Sold for recycling
Condensation
Mercury
Sold to be used as chemical or used again in fluorescent lamps
Gambar II.10 Proses recycling lampu flouresen 30
Proses selengkapnya selengkapnya dapat dilihat pada gambar II.11 di bawah ini.
Gambar II.11. Alat recycling lampu flouresen
31