BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Lanjut usia 1. Pengertian Lansia Usia lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo&Martono, 2004). 2. Batasan Lanjut Usia Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Batasan lansia meliputi : a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun b. Lanjut usia (elderly) usia antara 60 sampai 74 tahun c. Lanjut usia tua (old) usia antara 75 sampai 90 tahun d. Usia sangat tua (very old) usia di atas 90 tahun Jadi lanjut usia dapat kita artikan sebagai kelompok penduduk yang berusia 60 tahun keatas proses menghilangnya secara perlahanlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya 3. Proses menua Menurut
Constantindes
(1994)
dalam
(Nugroho,2000)
mengatakan bahwa proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak
6
7
dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara alamiah dimulai sejak lahir dan setiap individu tidak sama cepatnya. Menua bukan status penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh
B. Depresi 1. Definisi Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri (Kaplan, 2010) 2. Etiologi Adapun beberapa teori menyatakan bahwa faktor penyebab depresi pada lansia dibagi menjadi faktor biologi, faktor genetik, dan faktor psikososial. a. Faktor biologi Faktor biologis penyebab depresi dibedakan menjadi: 1) Kelainan amin biogenik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin biogenik, seperti: 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic acid), MPGH (5 methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin dan cairan serebrospinal pada pasien gangguan mood. Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan pada pasien bunuh diri, beberapa pasien memiliki serotonin yang rendah. Terapi despiran mendukung teori bahwa norepineprin berperan dalam patofisiologi depresi (Kaplan,
8
2010). Selain itu aktivitas dopamin pada depresi adalah menurun. Hal
tersebut
tampak
pada
pengobatan
yang
menurunkan
konsentrasi dopamin seperti Respirin, dan penyakit dimana konsentrasi dopamin menurun seperti parkinson, adalah disertai gejala depresi. Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tyrosin, amphetamine, dan bupropion, menurunkan gejala depresi (Kaplan, 2010). 2) Disregulasi neuroendokrin Hipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis neuroendokrin, menerima input neuron yang mengandung neurotransmiter amin biogenik. Pasien yang mengalami depresi ditemukan adanya disregulasi neuroendokrin.Disregulasi ini terjadi akibat kelainan fungsi neuron yang mengandung amin biogenik.Sebaliknya, stres kronik yang mengaktivasi aksis Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) dapat menimbulkan perubahan pada amin biogenik sentral.Aksis neuroendokrin yang paling sering terganggu yaitu adrenal, tiroid, dan aksis hormon pertumbuhan.Aksis HPA merupakan aksis yang paling banyak diteliti (Landefeld et al, 2004).Hipersekresi CRH merupakan gangguan aksis HPA yang sangat fundamental pada pasien depresi.Hipersekresi yang terjadi diduga akibat adanya defek pada sistem umpan balik kortisol di sistem limpik atau adanya kelainan pada sistem monoaminogenik dan neuromodulator yang mengatur CRH (Kaplan, 2010).Sekresi CRH dipengaruhi oleh emosi.Emosi seperti perasaan takut dan marah berhubungan dengan Paraventriculer nucleus (PVN), yang merupakan organ utama pada sistem endokrin dan fungsinya diatur oleh sistem limbik.Emosi mempengaruhi CRH di PVN, yang menyebabkan peningkatan sekresi CRH (Landefeld, 2004). Orang yang lanjut usia terjadi penurunan produksi hormon estrogen. Estrogen berfungsi melindungi sistem dopaminergik negrostriatal terhadap
neurotoksin
seperti
MPTP,
6
OHDA
dan
9
methamphetamin.Estrogen bersama dengan antioksidan juga merusak monoamine oxidase (Unutzer dkk, 2002). 3) Kehilangan saraf atau penurunan neurotransmiter Sistem saraf pusat mengalami kehilangan secara selektif pada sel – sel saraf selama proses menua. Walaupun ada kehilangan sel saraf yang konstan pada seluruh otak selama rentang hidup, degenerasi neuronal korteks dan kehilangan yang lebih besar pada sel-sel di dalam lokus seroleus, substansia nigra, serebelum dan bulbus olfaktorius (Lesler, 2001). Bukti menunjukkan bahwa ada ketergantungan dengan umur tentang penurunan aktivitas dari noradrenergik, serotonergik, dan dopaminergik di dalam otak. Khususnya untuk fungsi aktivitas menurun menjadi setengah pada umur 80-an tahun dibandingkan dengan umur 60-an tahun (Kane dkk, 1999). Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di antara anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi berat (unipolar) diperkirakan 2 sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi umum. Angka keselarasan sekitar 11% pada kembar dizigot dan 40% pada kembar monozigot (Davies, 1999). Menurut Lesler (2001), pengaruh genetik terhadap depresi tidak disebutkan secara khusus, hanya disebutkan bahwa terdapat penurunan dalam ketahanan dan kemampuan dalam menanggapi stres. Proses menua bersifat individual, sehingga dipikirkan kepekaan seseorang terhadap penyakit adalah genetik. b. Faktor Psikososial Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi adalah kehilangan objek yang dicintai (Kaplan, 2010). Ada sejumlah faktor psikososial yang diprediksi sebagai penyebab gangguan mental pada lanjut usia yang pada umumnya berhubungan dengan kehilangan. Faktor psikososial tersebut adalah hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi, kematian teman atau sanak saudara, penurunan kesehatan,
10
peningkatan isolasi diri, keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi kognitif (Kaplan, 2010), sedangkan menurut Kane, faktor psikososial meliputi penurunan percaya diri, kemampuan untuk mengadakan hubungan intim, penurunan jaringan sosial, kesepian, perpisahan, kemiskinan dan penyakit fisik (Kane, 2001). Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi meliputi: peristiwa kehidupan dan stressor lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang berulang, teori kognitif dan dukungan sosial (Kaplan, 2010). Peristiwa kehidupan dan stresor lingkungan. Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood dari episode selanjutnya. Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memegang peranan utama dalam depresi, klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset depresi. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi
adalah
kehilangan
pasangan
(Kaplan,
2010).
Stressor
psikososial yang bersifat akut, seperti kehilangan orang yang dicintai, atau stressor kronis misalnya kekurangan finansial yang berlangsung lama, kesulitan hubungan interpersonal, ancaman keamanan dapat menimbulkan depresi. Penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2011) menemukan bahwa hubungan partisipasi sosial kurang, partisipasi sosial cukup, dan gangguan fungsional sedang dengan kejadian depresi pada lanjut usia di panti wreda mendapatkan nilai p<0,05, sehingga dinyatakan semua faktor risiko yang diteliti ada hubungan dengan kejadian depresi pada lansia. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa status perkawinan orang tua, jumlah sanak saudara, status sosial keluarga, perpisahan orang tua, perceraian, fungsi perkawinan atau struktur keluarga banyak berperan dalam terjadinya gangguan. Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi lansia, telah ditunjukkan dalam sebuah penelitian oleh Saputri dan Indrawati (2012),
11
bahwa dukungan sosial memiliki korelasi negatif yang tinggi dan bermakna terhadap timbulnya gejala-gejala depresi lanjut usia. Depresi terjadi lebih banyak pada umur yang lebih tua dan dukungan keluarga yang rendah. Faktor-faktor psikososial usia lanjut merupakan permasalahan yang sangat rawan membebani kehidupannya yang pada gilirannya dapat mempengaruhi gangguan fisik, sosial, dan mentalnya. Penelitian lain yang dilakukan oleh Manabung (2006) juga menunjukkan bahwa terjadinya stres pada psikososial adalah dapat disebabkan oleh takut akan datangnya kematian namun dukungan sosial keluarga memiliki pengaruh yang lebih tinggi. Stanley dan Beare (2007) menyebutkan bahwa terjadinya depresi pada lansia dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti gangguan fisik, isolasi sosial dan kesepian, sikap dari lanjut usia, penyangkalan, dan pengabaian terhadap proses penuaan normal. Faktor kepribadian. Beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat pada individu, seperti kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya depresi. Sedangkan kepribadian antisosial dan paranoid (kepribadian yang memakai proyeksi sebagai mekanisme defensif) mempunyai resiko yang rendah (Kaplan, 2010). Kepribadian dasar seseorang amat ditentukan pada masa kanak-kanak. Salah satunya adalah lingkungan sosial. Peristiwa tidak menyenangkan pada masa kecil dapat mempengaruhi perilaku dan kepribadian seseorang ketika ia dewasa (Santoso dan Ismail, 2009). Faktor psikodinamika. Berdasarkan teori psikodinamika Freud, dinyatakan bahwa kehilangan objek yang dicintai dapat menimbulkan depresi (Kaplan, 2010). Upaya untuk mengerti depresi, Sigmud Freud sebagaimana dikutip Kaplan (2010) mendalilkan suatu hubungan antara kehilangan objek dan melankolia. Kaplan (2010) menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien depresi diarahkan secara internal karena identifikasi dengan objek yang hilang. Freud percaya bahwa
12
introjeksi mungkin merupakan cara satu-satunya bagi ego untuk melepaskan suatu objek, ia membedakan melankolia atau depresi dari duka cita atas dasar bahwa pasien terdepresi merasakan penurunan harga diri yang melanda dalam hubungan dengan perasaan bersalah dan mencela diri sendiri, sedangkan orang yang berkabung tidak demikian. Faktor kognitif. Adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu, menyebabkan distorsi pikiran menjadi negatif tentang pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimisme dan keputusasaan. Pandangan yang negatif tersebut menyebabkan perasaan depresi (Kaplan, 2010). 3. Gambaran Klinis Depresi pada lansia adalah proses patoligis, bukan merupakan proses normal dalam kehidupan. Umumnya orang-orang akan menanggulanginya dengan mencari dan memenuhi rasa kebahagiaan. Bagaimanapun, lansia cenderung menyangkal bahwa dirinya mengalami depresi. Gejala umumnya, banyak diantara mereka muncul dengan menunjukkan sikap rendah diri, dan biasanya sulit untuk didiagnosa (Evans, 2000). Perubahan Fisik a) Penurunan nafsu makan. b) Gangguan tidur. c) Kelelahan dan kurang energy d) Agitasi. e) Nyeri, sakit kepala, otot keran dan nyeri, tanpa penyebab fisik. Perubahan Pikiran a) Merasa bingung, lambat dalam berfikir, penurunan konsentrasi dan sulit mengungat informasi. b) Sulit membuat keputusan dan selalu menghindar. c) Kurang percaya diri. d) Merasa bersalah dan tidak mau dikritik. e) Pada kasus berat sering dijumpai adanya halusinasi ataupun delusi. f) Adanya pikiran untuk bunuh diri.
13
perubahan Perasaan Penurunan ketertarikan dengan lawan jenis dan melakukan hubungan suami istri. a) Merasa bersalah, tak berdaya. b) Tidak adanya perasaan. c) Merasa sedih. d) Sering menangis tanpa alas an yang jelas. e) Iritabilitas, marah, dan terkadang agresif. Perubahan pada Kebiasaan Sehari-hari a) Menjauhkan diri dari lingkungan sosial, pekerjaan. b) Menghindari membuat keputusan. c) Menunda pekerjaan rumah. d) Penurunan aktivitas fisik dan latihan. e) Penurunan perhatian terhadap diri sendiri. f) Peningkatan konsumsi alcohol dan obat-obatan terlarang. 4. Derajat Depresi dan Penegakan Diagnosis Gangguan depresi pada usia lanjut ditegakkan berpedoman pada PPDGJ III (Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III) yang merujuk pada ICD 10 (International ClassificationDiagnostic 10). Gangguan depresi dibedakan dalam depresi berat, sedang, dan ringan sesuai dengan banyak dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang (Maslim,2000). Gejala Utama a. Perasaan depresif b. Hilangnya minat dan semangat c. Mudah lelah dan tenaga hilang Gejala Lain a. Konsentrasi dan perhatian menurun b. Harga diri dan kepercayaan diri menurun c. Perasaan bersalah dan tidak berguna d. Pesimis terhadap masa depan
14
e. Gagasan membahayakan diri atau bunuh diri f. Gangguan tidur g. Gangguan nafsu makan h. Menurunnya libido Tabel 2.1. Penggolongan Depresi Menurut ICD-10 (Soejono dkk, 2007) Tingkat
Gejala
Gejala lain
Fungsi
Keterangan
Depresi
Utama
Ringan
2
2
Baik
-
Sedang
2
3-4
Terganggu
Nampak distress
Berat
5.
3
>4
Sangat
Sangat
Terganggu
distress
Pengaruh Sosial Budaya Terhadap Depresi Pada Lansia Berdasarkan undang-undang kesehatan No.23 Tahun 1992 disebutkan bahwa kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (Notoatmodjo, 2003). Berikut ada beberapa faktor sosial yang mempengaruhi kejadian depresi pada lansia. a. Pendidikan dan Pengetahuan Umumnya lansia memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Rendahnya tingkat pendidikan ini berkorelasi positif dengan buruknya kondisi sosial ekonomi sebagian besar lansia, rendahnya derajat kesehatan dan ketidakmandirian (bergantung pada keluarga lain) lansia secara ekonomi (PKBI, 2001). Tingkat pendidikan ini mempunyai hubungan dengan tingkat pengetahuan, serta tingkat penghasilan seseorang. Orang yang mempunyai pendidikan dan pengetahuan cenderung akan meningkat penghasilannya sehingga jika mereka sakit akan memilih sarana kesehatan yang lebih baik. Oleh karenanya semua ini akan berdampak terhadap adanya usia harapan
15
hidup yang semakin meningkat. Pendidikan sangat berpengaruh terhadap terjadinya tingkat depresi di karenakan tingkat pendidikan lansia baik dari tingkat SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi akan mempengaruhi
kemampuan
lansia
dalam
memahami
setiap
permasalahan dan mempengaruhi kemampuannnya dalam mengambil keputusan. Kondisi ini terkadang menjadi penyebab terjadinya depresi di pengaruhi adanya pengetahuan dan ekonomi dari lansia tersebut (Notoatmodjo, 2007). b. Dukungan Keluarga Depresi pada lanjut usia dapat terjadi simptom yang kompleks yang disebabkan oleh gangguan fisik maupun kognitif dan stresor dari luar Dukungan sosial sangat dibutuhkan para lanjut usia dalam menyesuaikan diri menghadapi stresor psikososial terutama stresor yang berhubungan dengan kehilangan. Populasi lanjut usia yang ada yaitu sekitar 60-80%, diperkirakan dalam kondisi tidak berdaya dan membutuhkan pertolongan keluarga, untuk keperluan sehari – hari yang
bermakna.
Hampir
semua
populasi
lanjut
usia
lebih
membutuhkan dukungan emosional daripada finansial (Osterweill dkk, 2000). Dukungan sosial yang kurang sering dihubungkan dengan sindroma depresi. Pattern menyebutkan bahwa subjek yang dilaporkan tidak mempunyai seseorang untuk menceritakan masalah atau perasaan pribadinya, tidak mempunyai seseorang untuk meminta pertolongan dalamm kondisi kritis, tidak ada seseorang untuk diminta nasihat dalam mengambil keputusan penting, dan tidak ada seseorang dalam hidup mereka yang membuat mereka merasa dicintai dan diperhatikan ternyata lebih mudah menderita depresi (Pattern, 2002). c. Suku Indonesia adalah bangsa yang memiliki keanekaragaman budaya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dengan latar belakang etnis, suku dan tata kehidupan sosial yang berbeda satu dengan yang lain. Hal ini telah memberikan suatu formulasi struktur
16
sosial masyarakat yang turut mempengaruhi tingkat terjadinya depresi pada lansia. Banyak sekali penemuan para ahli sosiolog dan ahli gerontologi menyatakan bahwa faktor sosial sangat berperan terhadap proses terjadinya tingkah laku atau perbuatan seseorang yang mengakibatkan terjadinya depresi, sehingga Keragaman dan keunikan budaya yang dimiliki oleh suatu etnitas masyarakat tertentu merupakan wujud dari gagasan, rasa, tindakan dan karya sangat menjiwai aktivitas keseharian baik itu dalam tatanan sosial, teknis maupun ekonomi telah turut membentuk karakter fisik seseorang, seperti tingkah laku, sikap dan perbuatan (Beny, 2008).
C. Konsep Psikososial 1. Definisi psikososial Psikososial merupakan perkembangan ilmu pengetahuan yang baru, dan merupakan cabang dan ilmu pengetahuan psikologi pada umumnya. Ilmu tersebut menguraikan tentang kegiatan-kegiatan manusia dalam hubungannya dengan situasi-situasi sosial, seperti situasi kelompok, situasi masa dan sebagainya termasuk di dalamnya interaksi antar orang dan hasil kebudayaannya. Interaksi ini baik antar individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok yang dapat berjalan lancar atau dpat pula tidak. Interaksi aka berjalan lancar bila masing-masing pihak memiliki penafsiran yang sama atas pola tingkah lakunya, dalam suatu struktur kelompok sosial (Ahmadi, 2009). Pengertian psikososial ini berdasarkan pendapat dari beberapa ahli dikemukakan seperti oleh Hubert Bonner (dalam Ahmadi, 2009) yang menyebutkan
bahwa
psikososial
adalah
ilmu
pengetahuan
yang
mempelajari tingkah laku manusia. Bonner lebih menitikberatkan pada tingkah laku individu, bukan tingkah laku sosial. Tingkah laku itulah yang pokok, yang menjadi sasaran utama dalam mempelajari psikologi sosial.
17
Chorus (dalam Ahmadi, 2009) menekankan adanya tingkah laku tingkah laku individu dalam hubungannya sebagai anggota masyarakat. Chorus menyadari bahwa tiap-tiap manusia tidak bisa lepas dari hubungan masyarakat, dimana tidak mungkin manusia hidup normal apabila dirinya hidup di luar masyarakat atau hidup menyendiri di luar lingkungan masyarakat. 2. Faktor yang mendasari interaksi sosial Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa dalam psikososial erat kaitannya dengan interaksi sosial baik dari masing-masing individu maupun interaksi individu dengan lingkungan sosialnya. Interaksi sosial ini terbentuk berdasarkan (Ahmadi, 2009) a. Faktor imitasi Gabriel Tarde (dalam Ahmadi) menyebutkan bahwa kehidupan sosial sebenarnya berdasarkan pada faktor imitasi saja. Faktor imitasi ini terdapat dalam berbagai ragam kehidupan yang dapat berupa bahasa, berpakaian, adat dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa faktor imitasi memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. b. Faktor sugesti Faktor psikis ini ialah pengaruh psikis, baik yang datang dari dirinya sendiri maupun dari orang lain yang pada umumnya diterima tanpa adanya daya kritik. Faktor sugesti dalam dunia psikologi meliputi : 1) auto sugesti, yaitu sugesti terhadap diri yang datang dari dirinya sendiri. 2) Hereto sugesti, yaitu sugesti yang datang dari orang lain. Baik auto sugesti maupun hetero sugesti dalam kehidupan sehari-hari memegang peranan yang cukup penting. Dalam dunia psikologi sosial peranan hetero sugesti akan lebih menonjol daripada auto sugesti. Dunia psikologi sosial banyak individu-individu menerima sesuatu cata atau pun pedoman-pedoman, pandangan, norma-norma dan sebagainya dari orang lain tanpa adanya kritik terlebih dahulu terhadap apa yang diterima itu.
18
c. Faktor Identifikasi Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun secara batiniah. Misalnya identifikasi seoarang anak laki-laki untuk menjadi sama seperti ayahnya atau seorang anak perempuan untuk menjadi sama dengan ibunya. Proses identifikasi ini mula-mula berlangsung secara tidak sadar kemudian irasional, yaitu berdasarkan perasaan-perasaan atau kecenderungan dirinya yang tidak diperhitungkan secara rasional, dan yang ketiga identifikasi berguna untuk melengkapi sistem normanorma, cita-cita dan pedoman-pedoman tingkah laku orang yang mengidentifikasi itu. d. Faktor simpatik Simpatik adalah perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang yang lain. Simpati timbul atas dasar logis rasional, melainkan berdasarka penelitian peraaan seperti juga pada proses identifikasi. Bahkan orang tiba-tiba dapat merasa tertarik kepada orang lain dengan sendirinya karena keseluruhan cara-cara bertingkah laku menarik baginya. 3. Pengukuran psikososial Pengukuran gejala psikososial ini didasarkan pada indikator hilangnya peran sosial, penurunan kesehatan, penurunan kepercayaan diri, penurunan fungsi kognitif dan kesepian (Kaplan, 2010, Kane, 2001).
19
D. Kerangka Teori
Faktor biologis Faktor • • • •
Kejadian Depresi
Faktor psikososial
Imitasi Sugesti Identifikasi Simpati
Tingkat Depresi • Ringan • Sedang • berat
Indikator: • Hilangnya peran sosial • Penurunan kesehatan • Penurunan kepercayaan diri • Penurunan fungsi kognitif • Kesepian
(Kaplan, 2010 dan Ahmadi, 2009)
E. Kerangka konsep
Variabel independent Faktor psikososial
Variabel dependent Kejadian Depresi lansia
F. Variabel Penelitian Variabel-variabel yang diteliti meliputi : 1. Variabel Independent (bebas) Merupakan suatu variabel yang menjadi sebab atau timbulnya variabel dependent/terikat, atau variabel yang nilainya menentukan variabel lain (Alimul, 2003). Variabel Independent fakor psikososial.
20
2. Variabel Dependent (terikat) Merupakan
variabel
yang
dipengaruhi
atau
akibat
variabel
independent/bebas (Alimul, 2003). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian depresi.
G. Hipotesis Ada hubungan antara faktor psikososial dengan kejadian depresi pada lansia di wilayah RW IV Pedurungan Kidul Semarang.