Bab II Tinjauan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Umum
Perencanaan alternative struktur bangunan rangka atap baja yang akan dibahas dalam Tugas akhir ini adalah ‘Bangunan guest house Cipayung Jakarta Timur ’ akan dimodifikasi dengan sistem bentang panjang dan plane truss. Dalam tugas akhir ini dibahas tentang Perencanaan alternative struktur rangka atap baja bentang panjang pada proyek bangunan guest house Ponpes Hasan Ma’shum Cipayung dengan menggunakan Sistem rangka batang bidang (plane truss). Yang mana awalnya ( alternative 1 ) di desain menggunakan rangka atap baja berat atau
baja konvensional dengan profil siku dan C, pada saat
pertengahan pembangunan sempat berhenti sampai 1 bulan karena ada suatu kegiatan pesantren dan libur hari raya setelah kegiatan pembangunan mulai dilaksanakan kembali pihak owner minta alternatif lain pada pekerjaan struktur atapnya dengan panjang bentang 24 meter, agar biaya lebih ringan pengerjaan lebih cepat dan efisien serta aman pada strukturnya, oleh karena itu di keluarkan alternative ke 2 dengan menggunakan rangka atap baja ringan. Baja merupakan salah satu bahan konstruksi yang penting. Sifat-sifatnya yang terutama penting dalam penggunaan dibandingkan terhadap bahan lain yang tersedia dan sifat ductility. Ductility adalah kemampuan untuk berdeformasi secara nyata baik dalam tegangan maupun regangan sebelum terjadi kegagalan (Salmon, 1992). Dalam satu abad belakangan ini, desain struktur baja dan jenisnya semakin berkembang antara lain baja cold-formed atau baja ringan adalah komponen struktur baja dari lembaran pelat baja dengan proses pengerjaan dingin. Potongan penampang, konfigurasi, proses manufacture dan fabrikasi cold-formed steel berbeda dengan baja konvensional. Pada produksi cold-formed baja dibentuk sedemikian rupa dalam suhu ruangan dengan menggunakan bending brakes, press II - 1 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
brake, dan roll-forming machines. Baja canai dingin semakin popular digunakan sebagai alternative material pengganti kayu dan baja konvensional.
2.2 Material Baja Jenis – jenis material yang selama ini dikenal dalam dunia konstruksi antara lain adalah baja, beton bertulang, serta kayu. Material baja sebagai bahan konstruksi telah digunakan sejak lama mengingat beberapa keunggulannya dibandingkan dengan material yang lain. Beberapa keunggulan baja sebagai material konstruksi antara lain adalah (Agus Setiawan. 2008. Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD. Erlangga) : a. Mempunyai kekuatan yang tinggi, sehingga dapat mengurangi ukuran struktur serta juga mengurangi mengurangi berat sendiri dari struktur. Hal ini cukup menguntungkan bagi struktur-struktur yang bersifat memanjang, bahkan pada bangunan dengan kondisi tanah buruk. b. Memiliki keseragaman dan keawetan yang tinggi, tidak seperti halnya material beton bertulang yang terdiri dari bermacam bahan penyusun. Dan juga memiliki tingkat keawetan yang tinggi.
c. Bersifat elastis, dimana baja mempunyai perilaku yang cukup dekat dengan asumsi-asumsi yang digunakan untuk melakukan analisa, sebab baja memiliki perilaku elastis hingga tegangan yang cukup tinggi mengikuti hukum hooke. Dan momen Inersia dari suatu profil baja juga dapat dihitung dengan pasti sehingga memudahkan dalam melakukan analisa struktur.
d. Daktilitas baja cukup tinggi, karena suatu batang baja yang menerima tegangan tarik yang tinggi akan mengalami regangan tarik cukup besar sebelum terjadinya keruntuhan.
e. Beberapa keuntungan lain dari pemakaian baja adalah kemudahan dalam penyambungan antar elemen yang satu dengan yang lainnya dengan menggunakan alat sambung las atau baut. Pembuatan baja melalui proses gilas panas mengakibatkan baja menjadi mudah dibentuk menjadi penampang-penampang yang diinginkan. Kecepatan pelaksanaan konstruksi baja juga menjadi suatu keunggulan material baja.
II - 2 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
Selain keuntungan-keuntungan yang disebutkan tersebut, material baja juga memiliki beberapa kekurangan, terutama dari sisi pemeliharaan. Konstruksi baja yang berhubung langsung dengan udara atau air, secara periodic harus dicat ulang. Perlindungan terhadap bahaya kebakaran juga harus menjadi perhatian serius, sebab material baja akan mengalami penurunan kekuatan secara drastis akibat kenaikan temperature yang cukup tinggi, disamping itu juga baja merupakan konduktor panas yang baik, sehingga nyala api dalam suatu bangunan justru dapat menyebar dengan lebih cepat. Kelemahan lain dari struktur baja adalah masalah tekuk yang merupakan fungsi dari kelangsingan suatu penampang. Keuntungan dan kekurangan material baja tersebut, dapat kita ketahui juga dari sifat mekaniknya pada kurva hubungan dan tegangan. Dalam gambar dibawah ini, ditunjukkan kurva hubungan tegangan-regangan untuk kondisi tarik baja. Kurva tegangan-regangan ditentukan dengan menggunakan suatu tegangan unit yang diperoleh dengan cara membagi beban dengan luas penampang asli dari specimen, sedangkan regangan diperoleh dari pertambahan panjang dibagi dengan panjang awal. Kurva ini naik dari batas elastic, batas plastis dan sampai pada suatu tingakat tegangan maksimum (yang dikenal sebagai kekuatan tarik) dan kemudian dengan bertambahnya regangan, menukik tajam sampai pada saat spesimennya patah/putus (fracture).
II - 3 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.1 Kurva Hubungan Antara Tegangan Dan Regangan (Sumber : Agus Setiawan, Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD)
2.3
Definisi Struktur Bentang Panjang/Lebar Bangunan bentang lebar merupakan bangunan yang memungkinkan
penggunaan ruang bebas kolom yang selebar dan sepanjang mungkin. Bangunan bentang lebar biasanya digolongkan secara umum menjadi 2 yaitu bentang lebar sederhana dan bentang lebar kompleks. Bentang lebar sederhana berarti bahwa konstruksi bentang lebar yang ada dipergunakan langsung pada bangunan berdasarkan teori dasar dan tidak dilakukan modifikasi pada bentuk yang ada. Sedangkan bentang lebar kompleks merupakan bentuk struktur bentang lebar yang II - 4 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
melakukan modifikasi dari bentuk dasar, bahkan kadang dilakukan penggabungan terhadap beberapa sistem struktur bentang lebar. Bentangan merupakan suatu jarak antara 2 tumpuan sebagai penyangga beban yang harus ditumpu dan disalurkan ke pondasi sebagai tempat pendukung akhir suatu bangunan. Bentangan ini mempunyai kriteria pembagian bentangan : a. Bentang pendek, jika jarak tumpuan kurang dari 10 m. b. Bentang sedang, jika bentangan sesudah mencapai jarak antara 10 – 20 m. c. Bentang panjang/lebar, jika bentangan sudah mencapai jarak lebih dari 20 m. Biasanya bangunan bentang lebar dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan yang membutuhkan ruang bebas kolom yang cukup besar, seperti untuk kegiatan olah raga berupa gedung stadion, pertunjukan berupa gedung pertunjukan, audiotorium dan kegiatan pameran atau gedung exhibition. Struktur bentang lebar, memiliki tingkat kerumitan yang berbeda satu dengan lainnya. Kerumitan yang timbul dipengaruhi oleh gaya yang terjadi pada struktur tersebut dan beberapa hal lain yang akan di bahas di masing-masing. Secara umum, gaya dan macam struktur bentang.
2.4
Perbandingan baja konvensional dan baja ringan
Kelebihan Baja Konvensional 1
Tahan terhadap semua gaya termasuk kombinasinya sehingga dapat digunakan untuk semua jenis struktur.
2
Profil tunggal yang beragam sehingga profil tunggal dapat digunakan untuk struktur dengan pembebanan tinggi. Dan dapat digunakan untuk baja tulangan.
3
Semua jenis sambungan untuk baja dapat digunakan pada baja konvensional.
4
Peraturan yang lebih umum dan standar profil yang sama sehingga lebihmudah dalam perencanaan. II - 5 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
Kekurangan Baja Konvensional. 1. Adanya pengaruh tegangan sisa yang menyebabkan penurunan kekuatan material dikarenakan tidak keseragaman kecepatan pendinginan pada saat pembentkan profil. 2. Tidak tersedianya material yang tipis sehingga untuk struktur – struktur yang ringan cenderung boros. 3. Ketahanan terhadap korosi rendah. 4. Proses pengerjaan yang relative sulit Kelebihan Baja Ringan 1. Penggunaan lebih luas selai untuk kontruksi dapat pula untuk peralatan otomotif, furniture rumah, rak penyimpanan, peti dan fasilitas drainase. 2. Berat komponen baja ringan 35% sampai 50%lebih rinhan dari kayu apalagi besi konvensional sehingga penanganan dan transportasinya lebih mudah 3. Sebagai akibat cold formed process dimana tidak ada tegangan sisa yang menyebabkan pengurangan kekuatan material. 4. Pemasangan lebih mudah dan praktis serta efisien. 5. Material dengan dimensi yang stabil tahan perubahan bentuk karena suhu ruang dan cuaca. 6. Material yang tahan lama karena penggunaan galvaniz yang menyebabkan material ini lebih tahan terhadap korosi disbanding dengan baja konvensional. Kekurangan Baja Ringan 1. Ketebalan yang terbatas menyebabkan material tidak dapat digunakan untuk struktur yang memikul momen dan gaya tekan yang sangat besar dikarenakan bahaya tekuk yang tinggi, contoh untuk struktur gedung maksimum enam lantai. 2. Tidak semua jenis sambungan dapat digunakan untuk material yang sangat tipis.
II - 6 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
3. Peraturan yang yang belum terlalu popule, untuk beberapa negara pengguna material baja ringan masih merupakan hal yang baru. 4. Standar ukuran profil dari tiap produsen tidak selalu sama. 5. Jenis profil tunggal yang terbatas, sehingga untuk mendapatkan kekuatan hyang diharapkan banyak dilakukan profil gabungan. 2.5
Sistem Rangka Batang 2 Dimensi (Plane Truss Sistem) Struktur terbentuk dari elemen-elemen batang lurus (lazimnya prismatis)
yang dirangkai dalam bidang datar, dengan sambungan antar ujung-ujung batang diasumsikan "sendi sempurna". Beban luar yang bekerja harus berada di titik-titik buhul (titik sambungan) dengan arah sembarang namun harus sebidang dengan bidang struktur tersebut. Posisi tumpuan, yang dapat berupa sendi atau rol, juga harus berada pada titik-titik buhul. Berdasarkan pertimbangan stabilitas struktur, bentuk dasar dari rangkaian batang-batang tersebut umumnya adalah berupa bentuk segitiga. Apabila semua persyaratan tersebut dipenuhi maka dapat dijamin bahwa semua elemen-elemen pembentuk sistem rangka batang 2 dimensi (plane truss system) tersebut hanya akan mengalami gaya aksial desak atau tarik. Berbagai contoh struktur di lapangan yang dapat diidealisasikan menjadi sistem rangka batang 2 dimensi antara lain adalah: struktur kuda-kuda, penyangga atap bangunan dan struktur jernbatan rangka. 2.5.1. Bentuk truss pada umumnya:
(Sumber : Internet) II - 7 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
2.6
Sistem Portal 2 Dimensi (Plane Truss Sistem)
Struktur terbentuk dari elemen-elemen batang lurus (lazimnya prismatis) yang dirangkai dalarn bidang datar, dengan sambungan antar ujung-ujung batang diasumsikan "kaku sempurna" namun dapat berpindah tempat dalam bidang strukturnya dan dapat berputar dengan sumbu putar yang tegak lurus bidang struktur tersebut. Beban luar yang bekerja boleh berada di titik-titik buhul maupun pada titiktitik disepanjang-batang dengan arah sembarang namun harus sebidang dengan bidang struktur tersebut. Posisi tumpuan, yang dapat berupa jepit, sendi, atau rol, juga harus berada pada titik-titik buhul. Mengingat sambungan antar ujung-ujung batang adalah kaku sempurna yang dapat menjamin stabilitas elemen, maka sistern portal 2 dimensi ini meskipun lazimnya mendekati bentuk-bentuk segiempat, namun pada prinsipnya boleh berbentuk sembarang dan tidak memerlukan bentuk dasar segitiga seperti halnya pada sistem rangka batang 2 dimensi. Elemen-elemen pembentuk sistem portal 2 dimensi (plane truss system) tersebut akan dapat mengalami gaya-gaya dalam (internal forces) berupa : gaya aksial (desak atau tarik), momen lentur (bending moment), dan gaya geser. Berbagai contoh struktur di lapangan yang dapat diidealisasikan menjadi sistem portal 2 dimensi ( plane truss system) antara lain adalah: struktur portal-portal gedung berlantai banyak, struktur portal bangunan-bangunan industri/pabrik/gudang, dan jembatan-jembatan balok menerus statis tak tentu. Khusus pada sistem balok menerus, apabila beban yang bekerja, didominasi oleh gaya-gaya yang berarah tegak lurus sumbu batang, maka gaya aksial pada batang relative kecil atau bahkan tidak terjadi, dan gaya-gaya dalam yang diperhitungkan dialami oleh elemen hanya berupa momen lenturdan gaya geser saja.
II - 8 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
2.7
Konsep Dasar Perencanaan LRFD (Load Resistance Factor Design)
Perencanaan struktur baja yang selama ini dilakukan di Indonesia menganut konsep tegangan ijin atau lebih dikenal dengan Allowable Stress Design (ASD). Metode ASD telah digunakan selama kurun waktu 100 tahun, dan dalam 20 tahun terakhir telah bergeser keperencanaan batas (LRFD) yang lebih rasional dan berdasarkan konsep probabilitas. Keadaan batas adalah kondisi struktur diambang batas kemampuan dalam memenuhi fungsi-fungsinya. Keadaan batas dibagi dalam dua katagori yaitu tahanan dan kemampuan layan. Keadaan batas tahanan (atau keamanan) adalah perilaku struktur saat mencapai tahanan plastis, tekuk, leleh, fraktur, guling, dan gelincir. Keadaan batas kemampuan layan berkaitan dengan kenyamanan penggunaan bangunan, antara lain masalah lendutan, getaran, perpindahan permanen, dan retak-retak. Kuat rencana setiap komponen struktur tidak boleh kurang dari kekuatan yang dibutuhkan yang ditentukan berdasarkan kombinasi pembebanan LRFD Ru ≤ φ. Rn Dimana : Ru
= kekuatan yang dibutuhkan (LRFD)
Rn
= kekuatan nominal
φ
=faktor tahanan (<1.0) (SNI : factor reduksi)
II - 9 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
2.8
Batang Tarik Batang tarik banyak dijumpai dalam banyak struktur baja seperti struktur-
struktur jembatan, rangka atap, menara transmisi, ikatan angin, dan lain sebagainya. Batang tarik ini sangat efektif dalam memikul beban. Batang ini dapat terdiri dari profil tunggal ataupun profil-profil tersusun. Contoh-contoh penampang batang tarik adalah profil bulat, pelat, siku, siku ganda, siku bintang, kanal, WF, dan lain-lain. Gambar 2.3. menunjukkan beberapa penampang dari batang tarik yang umum digunakan.
Gambar 2.3. Beberapa Penampang Batang Tarik
Struktur rangka atap biasanya menggunakan profil siku tunggal atau dapat pula digunakan dua buah profil siku yang diletakkan saling membelakangi satu sama lain. Jarak diantara dua buah profil siku tersebut harus cukup agar dapat diselipkan sebuah pelat (biasa dinamakan pelat buhul) yang digunakan sebagai tempat penyambungan antar batang. Siku tunggal dan siku ganda mungkin merupakan profil batang tarik yang paling banya digunakan. Profil T biasanya juga dapat digunakan dalam struktur rangka atap sebagai alternatif dari profil siku. II - 10 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
2.8.1
Tahanan Nominal Dalam menentukan tahanan nominal suatu batang tarik, harus diperiksa
terhadap tiga macam kondisi keruntuhan yang menentukan, yaitu: a. Leleh dari luas penampang kotor, di daerah yang jauh dari sambungan. b. Fraktur dari luas penampang efektif pada daerah sambungan. c. Geser blok pada sambungan. Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 10.1 dinyatakan bahwa semua komponen struktur yang memikul gaya tarik aksial terfaktor sebesar Tu, maka harus memenuhi : Tu ≤ Tn SNI 03-1729-2002 menggunakan notasi Nu untuk menyatakan gaya tarik aksial terfaktor, Tu adalah gaya tekan aksial. Tn adalah tahanan nominal dari penampang yang ditentukan berdasarkan tiga macam kondisi keruntuhan batang tarik. Besarnya tahanan nominal, Tn suatu batang tarik utntuk tipe keruntuhan leleh dan fraktur ditentukan sebagai berikut :
-
Kondisi Leleh dari Luas Penampang Kotor Bila kondisi leleh yang menentukan, maka tahanan nominal, Tn dari batang tarik memenuhi persamaan : Tn = Ag fy Dengan : Ag fy
-
= luas penampang kotor, mm2 = kuat leleh material, MPa
Kondisi Fraktur dari Luas Penampang Efektif pada Sambungan Untuk batang tarik yang mempunyai lubang, misalnya untuk penempatan baut, maka luas penampangnya tereduksi, dan dinamakan luas neto (An). lubang pada batang menimbulkan konsentrasi tegangan akibat beban kerja. Teori elastisitas menunjukkan bahwa tegangan tarik di sekitar lubang baut tersebut adalah sekitar 3 kali tegangan rerata pada penampang neto. Namun II - 11 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
saat serat dalam material mencapai regangan leleh εy = fy//Es, tegangan menjadi konstan sebesar fy, dengan deformasi yang masih berlanjut sehingga semua serat dalam material mencapai εy atau lebih. Tegangan yang terkonsentrasi di sekitar lubang tersebut menimbulkan fraktu pada sambungan.
Gambar 2.5. Distribusi Tegangan Akibat Adanya Lubang pada Penampang
2.8.2
Luas Netto Lubang yang dibuat pada sambungan untuk menempatkan alat pengencang
seperti baut atau paku keling, mengurangi tahanan penampang tersebut. Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 17.3.5 mengenai perlubangan untuk baut, dinyatakan bahwa suatu lubang bulat untuk baut harus dipotong dengan mesin pemotong dengan api, atau dibor ukuran penuh, atau dipons 3 mm lebih kecil dan kemudian diperbesar, atau dipons penuh. Selain itu, dinyatakan pula bahwa suatu lubang yang dipons hanya diijinkan pada material dengan tegangan leleh (fy) tidal lebih dari 360 MPa dan ketebalannya tidak melebihi 5600/ fy mm. Selanjutnya dalam pasal 17.3.6 diatur mengenai ukuran lubang suatu baut, dinyataka bahwa diameter nominal dari suatu lubang yang sudah jadi, harus 2 mm lebih besar dari diameter nominal baut untuk suatu baut yang diameternya tidak
II - 12 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
lebih dari 24 mm. untuk baut yang diameternya lebih besar dari 24 mm, maka ukuran lubang harus diambil 3 mm lebih besar. Luas netto penampang batang tarik tidak boleh diambil lebih besar dar pada 85 % luas brutonya, An ≤ Ag.
2.8.3
Geser Block (Block Shear) Geser Blok adalah kondisi batas di mana tahanan ditentukan oleh jumlah
kuat geser dan kuat tarik pada segmen yang saling tegak lurus.
Gambar 2.6. Keruntuhan Geser Blok
Keruntuhan geser blok merupakan penjumlahan tarik leleh (atau atrik fraktur) pada satu irisan dengan geser fraktur (atau geser leleh) pada irisan lainnya yang saling tegak lurus. Dan tahanan nominal tarik dalam keruntuhan geser blok diberikan oleh persamaan berikut : a. Geser leleh – Tarik Fraktur (fu Ant ≥ 0,6 fu Anv) Tn = 0,6 fy Agv + fu Ant b. Geser Fraktur – Tarik Leleh (fu Ant < 0,6 fu Anv) Tn = 0,6 fy Anv + fu Agt
II - 13 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
Dengan :
2.8.4
Agv
= Luas kotor akibat geser
Agt
= Luas kotor akibat tarik
Anv
= Luas netto akibat geser
Ant
= Luas kotor akibat tarik
fu
= Kuat tarik
fy
= Kuat leleh
Kelangsingan Struktur Tarik Untuk mengurangi problem yang terkait dengan lendutan besar dan
vibrasi, maka komponen struktur tarik harus memenuhi syarat kekakuan. Syarat ini berdasarkan pada rasio kelangsingan, λ = dengan :
λ
= angka kelangsingan struktur
L
= panjang komponen struktur
r
= jari-jari girasi (r =
), nilai λ diambil maksimum 240
untuk batang tarik utama, dan 300 untuk batang tari sekunder. 2.9
Batang Tekan Batang – batang tekan yang banyak dijumpai yaitu kolom dan batang-
batang tekan dalam struktur rangka batang. Komponen struktur tekan dapat terdiri dari profil tunggal atau profil tersusun yang digabung dengan menggunakan pelat kopel. Syarat kestabilan dalam mendesain komponen struktur tekan sangat perlu diperhatikan, mengingat adanya bahaya tekuk (buckling) pada komponenkomponen tekan yang langsing.
II - 14 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
2.9.1
Kekuatan Kolom Kolom ideal yang memenuhi persamaan Euler, harus memenuhi anggapa-
anggapan sebagai berikut : a. Kurva hubungan tegangan-tegangan tekan yang sama di seluruh penampamg. b. Tak ada tegangan sisa. c. Kolom benar-benar kurus dan prismatic. d. Beban bekerja pada titik berat penampang, hingga batang melentur. e. Kondisi tumpuan harus ditentukan secara pasti. f. Berlakunya teori lendutan kecil (small deflection theory). g. Tak ada punter pada penampang, selama terjadi lentur. Pcr =
=
dengan : Et
= tangent Modulus Elastisitas ada tegangan Pcr/Ag
Ag
= luas kotor penampang batang
kL/r
= rasio kelangsingan efektif
k
= faktor panjang efektif
L
= panjang batang
r
= jari-jari girasi
Komponen tekan yang panjang akan mengalami keruntuhan elastic, sedangkan komponen tekan yang cukup pendek dapat dibebani leleh atau bahkan hingga memasuki daerah penguatan regangan. Namun, dalam kebanyakan kasus keruntuhan tekuk terjadi setelah sebagian dari penampang melintang batang mengalami leleh. Kejadian ini dinamakan tekuk inelastik.
II - 15 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
2.9.2
Tahanan Tekan Nominal Suatu komponen struktur yang mengalami gaya tekan konsentris, akibat
beban terfaktor Nu, menurut SNI 03-1729-2002 pasal 9.1 harus memenuhi : Nu < φc Nn Dengan : φc
= 0,85
Nu
= beban terfaktor
Nn
=kuat tekan nominal struktur Ag fcr
Tegangan kritis untuk daerah elastik, dituliskan sebagai berikut :
=
=
Sehingga :
= Daya dukung nominal Nn struktur tekan di hitung sebagai berikut : Nn
= Ag fcr = Ag
2.9.3
Panjang Tekuk Kolom dengan kekuatan yang besar terhadap rotasi dan translasi pada
ujung-ujungnya (contohnya tumpuan jepit) akan mampu menahan beban yang lebih besar dibandingkan dengan kolom yang mengalami rotasi serta translasi pada bagian tumpuan ujungnya (contohnya tumpuan sendi). Selain kondisi tumpuan ujung, besar beban yang diterima oleh suatu komponen struktur tekan juga tergantung dari panjang efektifnya. Semakin kecil panjang efektif suatu komponen struktur tekan, maka semakin kecil pula resikonya terhadap masalah tekuk.
II - 16 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.7. Panjang Tekuk untuk Beberapa Kondisi Perletakan (SNI 03-1729-2002)
Panjang efektif suatu kolom secara sederhana didefinisikan sebagai jarak diantara dua titik pada kolom yang mempunyai momen sama dengan nol. Dalam perhitungan kelangsingan komponen struktur tekan (λ = L/r), panjang komponen struktur yang digunakan harus dikalikan suatu faktor panjang tekuk k untuk memperoleh panjang efektif dari kolom tersebut. SNI 03-1729-2002 pasal 7.6.3.1 memberikan daftar nilai faktor panjang tekuk untuk berbagai kondisi tumpuan ujung dari suatu kolom. Nilai k diperoleh dengan mengasumsikan bahwa kolom tidak mengalami goyangan atau translasi pada ujung-ujung tumpuannya. Nilai k untuk masing-masing sistem portal tersebut dapat dicari dari nomogram dalam Gambar 2.8 bahwa k merupakan fungsi dari GA dan GB yang merupakan perbandingan antara kekakuan komponen struktur yang dominan II - 17 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
terhadap tekan (kolom) dengan kekakuan komponen struktur yang relative bebas gaya tekan (balok). Nilai G ditetapkan berdasarkan persamaan sebagai berikut : Besarnya
dihitung dengan menjumlahkan kekakuan semua
komponen struktur tekan (kolom) dengan bidang lentur yang sama, yang terhubungkan secara kaku pada ujung komponen struktur yang ditinjau. Besarnya
dihitung dengan menjumlahkan kekakuan semua
komponen struktur tekan (balok) dengan bidang lentur yang sama, yang terhubungkan secara kaku pada ujung komponen struktur yang ditinjau.
Gambar 2.8. Nomogram Faktor Panjang Tekuk k (SNI 03-1729-2002)
II - 18 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
2.9.4
Tekuk Torsi dan Tekuk Lentur Torsi Jika sebuah komponen struktur tekan dibebani beban aksial tekan sehingga terjadi tekuk terhadap keseluruhan elemen tersebut. Ada tiga macam potensi tekuk yang terjadi diantaranya : a. Tidak lentur, pada umunya kekuatan komponen struktur dengan beban aksial tekan murni ditentukan oleh tekuk lentur. Tekuk lentur mengakibatkan defleksi terhadap sumbu lemah (sumbu dengan rasio kelangsingan terbesar). b. Tekuk torsi, model tekuk ini terjadi akibat adanya puntir dalam sumbu memanjang komponen struktur tekan. Tekuk torsi hanya terjadi pada elemen-elemen yang langsing dengan sumbu simetri ganda. c. Tekuk lentur torsi, yang terjadi akibat kombinasi dari tekuk lentur dan tekuk torsi. Tekuk lentur torsi dapat terjadi pada penampangpenampang dengan satu sumbu simetri saja seperti profil kanal, T, siku ganda, dan siku tunggal sama kaki. Selain itu juga dapat terjadi pada penampang-penampang tanpa sumbu simetri seperti profil siku tunggal tidak sama kaki dan profil Z.
Gambar 2.9. Tiga Macam Model Tekuk Komponen Struktur Tekan II - 19 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
2.10
Komponen Struktur Balok – Kolom Suatu komponen struktur biasanya harus memikul beban aksial (tarik atau
tekan) serta momen lentur. Apabila besarnya gaya aksial yang bekerja cukup kecil dibandingkan momen lentur yang bekerja, maka efek dari gaya aksial tersebut dapat diabaikan, dan komponen struktur tersebut dapat didesain sebagai komponen balok terlentur. Sedangkan jika gaya aksial yang bekerja lebih dominan dari pada momen lentur, maka komponen struktur tersebut harus harus didesain sebagai komponen struktur tarik (jika yang bekerja adalah gaya aksial tarik) atau didesain sebagai komponen struktur tekan (jika yang bekerja adalah gaya aksial tekan). Pada suatu komponen struktur terkadang efek gaya aksial maupun momen lentur tidak dapat diabaikan salah satunya, kombinasi dari gaya aksial dan momen lentur harus dipertimbangkan dalam proses desain komponen struktur tersebut. Komponen struktur tersebut sering disebut sebagai elemen balok-kolom (beamcolumn). Pada struktur-struktur tak tentu umumnya dijumpai elemen balok-kolom. Perhatikan struktur portal statis tak tentu pada Gambar 3.1 .
Gambar 2.10. Struktur Portal Statis Tak Tentu
II - 20 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
Tipe – tipe keruntuhan dari suatu komponen struktur yang memikul beban kombinasi antara gaya aksial dan lentur, sebagai berikut : a. Aksial tarik dan lentur, keruntuhan biasanya disebabkan oleh leleh b. Aksial tekan dan lentur satu sumbu, keruntuhan disebabkan oleh ketidakstabilan dalam bidang lentur, tanpa terpuntir (sebagai contoh adalah balok-kolom dengan beban transversal tanpa ada pengaruh tekuk torsi lateral). c. Aksial tekan dan lentur terhadap sumbu kuat, keruntuhan disebabkan oleh pengaruh tekuk torsi lateral. d. Aksial tekan dan lentur dua arah, untuk penampang yang memiliki kekakuan
torsi
yang
cukup
besar,
keruntuhan
disebabkan
oleh
ketidakstabilan dalam salah satu sumbu utama (sebagai contoh adalah penampang IWF). e. Aksial tekan dan lentur dua arah, untuk penampang terbuka bedinding tipis, keruntuhan akan disebabkan oleh kombinasi antara punter dan lentur. f. Aksial tekan, lentur dua arah dan torsi, keruntuhan akan disebabkan oleh kombinasi antara punter dan lentur jika pusat geser tidak terletak pada bidang lentur. Perencanaan komponen struktur balok-kolom, diatur dalam SNI 03-1729-2002 pasal 2.9. yang menyatakan bahwa suatu komponen struktur yang mengalami momen lentur dan gaya aksial harus direncanakan untuk memenuhi ketentuan sebagai berikut: Untuk
≥ 0,2
1,0
Untuk
≥ 0,2
1,0 II - 21 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
dengan : Nu
= gaya tekan aksial terfaktor.
Nn
= tahanan tekan nominal dengan menggangap batang sebagai suatu elemen tekan murni.
φ
= faktor reduksi tahanan tekan = 0,85
Mux
=
momen
lentur
terfaktor
terhadap
sumbu
x,
dengan
memperhitungkan efek orde kedua. Mnx
= tahanan momen nominal untuk lentur terhadap sumbu x
φb
= faktor reduksi tahanan lentur = 0,90.
Muy
= sama dengan
Mux, namun dihitung dengan acuan terhadap
sumbu y. Mny
= sama dengan
Mnx, namun dihitung dengan acuan terhadap
sumbu y.
2.11 Peraturan Pembebanan Bangunan Beban adalah gaya luar bekerja pada suatu struktur. Penentuan secara pasti besarnya beban yang bekerja pada suatu struktur selama umur layannya merupakan salah satu pekerjaan yang cukup sulit. Dan pada umumnya penentuan besarnya beban hanya merupakan salah satu pekerjaan yang cukup sulit. Dan pada umumnya penentuan besarnya beban hanya merupakan suatu estimasi saja. Meskipun beban yang bekerja pada suatu lokasi dari struktur dapat diketahui secara pasti, namun distribusi beban dari elemen ke elemen, dalam suatu struktur umumnya memerlukan asumsi dan pendekatan. Jika beban – beban yang bekerja pada struktur telah diestimasi, maka masalah berikutnya adalah menetukan kombinasi – kombinasi beban yang paling dominan yang mungkin bekerja pada struktur tersebut. Besar beban yang bekerja pada suatu struktur diatur oleh peraturan – pembebanan yang berlaku, sedangkan masalah kombinasi dari beban – beban yang bekerja telah diatur dalam SNI 03-1729-2002 pasal 6.2.2 yang akan dibahs kemudian. Beberapa jenis beban yang sering dijumpai antara lain: II - 22 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
2.11.1 Beban mati (PPIUG 1983 bab 2) Beban mati terdiri atas : a. Berat sendiri dari bahan-bahan bangunan penting dan dari beberapa komponen gedung yang harus ditinjau di dalam menentukan beban mati dari suatu gedung. b. Apabila dengan bahan bangunan setempat diperoleh berat sendiri yang menyimpang lebih dari 10% terhadap nilai-nilai yang tercantum dalam Tabel 2.1, maka berat sendiri tersebut harus ditentukan tersendiri dengan memperhitungkan kelembaban setempat, dan nilai yang ditentukan ini harus dianggap sebagai pengganti dari nilai yang tercantum dalam Tabel 2.1 (terlampir) itu. Penyimpangan ini dapat terjadi terutama pada pasir (antara lain pasir besi), koral (antara lain koral kwarsa), batu pecah, batu alam, batu bata, genting, dan beberapa jenis kayu. c. Berat sendiri dari bahan bangunan dan dari komponen gedung yang tidak tercantum dalam Tabel 2.1 (terlampir) harus ditentukan tersendiri. Tabel 2.1. Berat sendiri bahan bangunan dan komponen gedung Bahan Bangunan
Berat
Baja
7850 kg/m3
Beton
2200 kg/m3
Beton bertulang
2400 kg/m3
Kayu (kelas I)
1000 kg/m3
Pasir
1600 kg/m3
Komponen Gedung Spesi dari semen, per cm tebal
21 kg/m3
Dinding bata merah ½ batu
250 kg/m3
Penutup atap genting
50 kg/m3
Penutup lantai ubin semen per cm tebal
24 kg/m3
II - 23 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
(Sumber : Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung, 1983 2.11.2 Beban hidup (PPIUG 1983 bab 3) Beban hidup adalah beban gravitasi yang bekerja pada struktur dalam masa layannya, dan timbul akibat penggunaan suatu gedung. Termasuk beban ini adalah berat manusia, perabotan yang dapat sipindah – pindah, kendaraan, dan barang – barang lain. Karena besar dan lokasi beban yang senantiasa berubah – ubah, maka penetuan beban hidup secara pasti adalah merupakan suatu hal yang cukup sulit. Beberapa contoh beban hidup menurut kegunaan suatu bangunan, ditampilkan dalam Tabel 2.2. Tabel 2.2. Beban hidup pada lantai gedung Kegunaan Bangunan
Berat
Lantai dan tangga rumah tinggal sederhana
125 kg/m3
Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, took, toserba, Restoran, hotel, asrama, dan rumah sakit
250 kg/m3
Lantai ruang olah raga
400 kg/m3
Lantai pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan, Ruang arsip, took buku, ruang mesin, dan lain-lain.
400 kg/m3
Lantai gedung parker bertingkat, untuk lantai bawah
800 kg/m3
(Sumber : Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung, 1983)
2.11.3 Beban Angin (PPIUG 1983 Bab 4) Beban Angin, adalah beban yang bekerja pada struktur akibat tekanan – tekanan dari gerakan angin. Umumnya beban angin baru diperhitungkan untuk struktur yang memiliki minimal 4 lantai atau memiliki tinggi bangunan minimal 16 m. Angin yang bergerak menabrak struktur dianggap bekerja sebagai tekanan positif pada sisi yang berhadapan langsung dengan arah angin dan tekanan negatif (isap) pada sisi belakangnya. Tekanan tiup angin yang bekerja pada struktur untuk daerah normal sebesar 25 kg/m2 dan untuk daerah pantai diambil 40 kg/m2. II - 24 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
Beban angin dihitung sebagai berikut : p= dimana : p
= Desain tekanan angin (kg/m)
V
= Kecepatan angin (m/dtk)
2.11.4 Beban gempa (SNI – 03 – 1726 – 2002 Pasal 6.1.2) Beban gempa adalah semua beban static ekivalen yang bekerja pada struktur akibat adanya pergerakan tanah oleh gempa bumi, baik pergerakan arah vertical maupun horizontal. Namun pada umumnya percepatan tanah arah horizontal lebih besar daripada arah vertikalnya, sehingga pengaruh gempa horizontal jauh lebih menetukan daripada gempa vertical. Perhitungan beban gempa dengan analisa beban dinamis. Gaya geser dasar rencana total (V), ditetapkan sebagai berikut (SNI 03-1726-2002 Pasal 6.1.2 ):
V
=
x Wt
T1 = 0,085 (hn)3/4 Gaya geser dasar rencana total (V), tidak lebih besar daripada nilai berikut (SNI 03-1729-2002 Pasal 15.2-2): V ≤ Vmaks =
x Wt
Dimana : V
= Gaya geser dasar Nominal statik ekivalen (N)
Vmaks
= Gaya geser dasar rencana maksimum (N)
R
= Faktor reduksi gempa (Tabel L.2)
T
= Waktu getar alami struktur (detik) II - 25 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
t
= Berat total struktur (N)
I
= Faktor keutamaan gedung
C
= Faktor respon gempa yang ditentukan berdasarkan lokasi bangunan dan jenis tanahnya.
Hn
= Tinggi total struktur.
Pembatasan waktu getar alami fundamental (SNI – 03 – 1726 – 2002 Pasal 5.6 ) T1 < ζ n dimana : ζ
= Koefisien untuk wilayah gempa tempat struktur gedung berada.
n
= Jumlah tingkat.
Berat total struktur Wt ditetapkan sebagai jumlah dari beban – beban berikut ini : a.
Beban mati total dari struktur bangunan.
b.
Bila digunakan dinding pertisi pada perencanaan lantai maka harus diperhitungkan tambahan sebesar 0,5 Kpa
c.
Pada gedung-gedung dan tempat-tempat penyimpanan barang maka sekurang-kurangnya 25% dari beban hidup rencana harus diperhitungkan.
d.
Beban total dari seluruh peralatan dalam struktur bangunan harus diperhitungkan.
2.11.5 Kombinasi Pembebanan (SNI – 03 – 1729 – 2002 Pasal 6.2.2 ) Pembebanan struktur baja harus mampu memikul semua kombinasi pembebanan di bawah ini : a. 1.4D b. 1.2D + 1.6L + 0,5 (La atau H) c. 1.2D + 1,6 (La atau H) + (γL L atau 0.8W) d. 1.2D + 1.3W + γL L + 0,5 (La atau H) e. 1.2D + 1,0E + γL L f. 0.9D ± (1.3W atau 1,0E) II - 26 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
dimana : D
= Beban Mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi hermanen, termasuk
dinding, lantai, atap, plafon, partisi
tetap, tangga, dan peralatan layan tetap. L
= Beban Hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain.
La
= Beban Hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak.
W
= Beban Angin
E
= Beban Gempa, yang ditentukn menurut SNI 03 – 1726 2002, atau penggantinya.
H
2.12
= Beban Hujan, tidak termasuk diakibatkan oleh genangan air.
Sambungan Baut Setiap struktur baja merupakan gabungan dari beberapa komponen batang
yang disatukan dengan alat pengencang. Salah satu alat pengencang disamping las yang cukup popular adalah baut terutama baut mutu tinggi. Baut mutu tinggi menggeser penggunaan paku keeling sebagai alat pengencang karena beberapa kelebihan yang dimilikinya dibandingkan paku keeling, seperti jumlah tenaga kerja yang lebih sedikit, kemampuan menerima gaya yang lebih besar, dan secara keseluruhan dapa menghemat biaya konstruksi. Selain mutu tinggi ada pula baut mutu normal A307 terbuat dari baja kadar karbon rendah. Dua tipe dasar baut mutu tinggi yang distandarkan oleh ASTM adalah tipe A325 dan A490. Baut ini mempunyai kepala berbentuk segi enam. Baut A325 terbuat dari baja karbon yang memiliki kuat leleh 560-630 MPa, baut A490 terbuat dari baja alloy dengan kuat leleh 790-900 MPa, tergantung pada diameternya.Diameter baut mutu tinggi berkisar antara ½ - 1 ½ in, yang sering II - 27 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
digunakan dalam struktur bangunan berdiameter ¾ dan 7/8 in, dalam desain jembatan antara 7/8 hingga 1 in. Dalam pemasangan baut mutu tinggi memerlukan gaya tarik awal yang cukup yang diperoleh dari pengencangan awal. Gaya ini akan memberikan friksi sehingga cukup kuat untuk memikul beban yang bekerja. Gaya ini dinamakan proof load. Prood load diperoleh dengan mengalikan luad daerah tegangan tarik (As) dengan kuat leleh yang diperoleh dengan metode 0,2% tangent atau 0,5% regangan yang besarnya 70% fu untuk A325, dan 80 % fu untuk A490. As
=
dengan : db
= diameter nominal baut
n
= jumlah ulir per mm
Baut mutu normal dipasang kencang tangan. Baut mutu tinggi mula-mula dipasang kencang tangan, dan kemudian diikuti ½ putaran lagi (turn of the nut method). Sambungan baut mutu tinggi dapat didesain sebagai sambungan tipe friksi (jika dikehendaki tidak ada slip) atau juga sebagai sambungan tipe tumpu. Dalam Tabel 2.3. ditampilkan tipe-tipe baut dengan diameter, proof load dan kuat tarik minimumnya.
Tabel 2.3. Tipe - Tipe Baut Tipe Baut
Diameter (mm)
A307
6.35 – 104
-
60
A325
12.7 – 25.4
585
825
28.6 – 38.1
510
725
12.7 – 38.1
825
1035
A490
Proof Strees(MPa) Kuat Tarik Min. (MPa)
Sambungan baut mutu tinggi dapat didesain sebagai sambungan tipe friksi (jika dikehendaki tak ada slip) atau juga sebagai sambungan tipe tumpu.
II - 28 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
Berdasarkan metode analisa struktur baja maka AISC membagi sambungan baut menjadi 3 jenis, yaitu : 1. Sambungan yang kaku (rigid) Pada sambungan ini sudut antara batang-batang yang disambung relative tidak akan berubah baik sebelum maupun setelah pembebanan. Jadi pengekangan rotasi relative besar mencapai lebih dari 90 % dari yang diperlukan guna mencegah perubahan sudut. Sambungan demikian cocok untuk dipakai pada perencanaan tegangan kerja berdasarkan rigid design method. 2. Sambungan sendi (pin connected) Pada sambungan ini, rotasi ujung batang relative lebih besar, dengan kata lain derajat pengekangan ujung batang amat kecil, kurang dari 20 % terhadap kapasitas yang diperlukan untuk mencegah perubahan sudut. Sambungan ini terutama bekerja memindahkan gaya lintang ke batang balin, misalnya dari balok kekolom. Sambungan ini tidak dipakai dalam perencanaan plastis, hanya diterapkan pada struktur yang direncanakan berdasarkan simple design method, dimana dalam perhitungan dianggap sebagai tumpuan sendi. 3. Sambungan semi kaku (semi rigid = partially restrained) Pada sambungan ini, derajat pengekangan rotasi berkisar antara 20 % sampai dengan 90 % dari kapsitas yang diperlukan untuk mencegah perubahan sudut. Sambungan demikian dipergunakan pada perencanaan berdasarkan rigid design method. Tetapi berhubung besarnya derajat pengekangan rotasi tidak mudah ditentukan maka metode ini jarang dipakai.
Gambar 2.11. Sambungan pada baja II - 29 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
2.12.1 Tahanan Nominal Baut
a.
Kekuatan Baut Suatu baut yang memikul beban terfaktor Ru, sesuai persyaratan LRFD harus memenuhi: Ru ≤ Ø.Rn Dengan Rn adalah tahanan nominal baut sedangkan Ø adalah faktor reduksi yang diambil sebesar 0.75. besarnya Rn berbeda-beda untuk masing-masing tipe sambungan.
b. Tahanan Geser Baut Tahanan nominal satu buah baut yang memikul gaya geser memenuhi persamaan:
Dengan:
= 0,50 untuk baut tanpa ulir pada bidang geser = 0,40 untuk baut tanpa ulir pada bidang geser adalah kuat tarik baut (MPa) adalah luass bruto penampang baut pada daerah tak berulit m adalah jumlah bidang geser
c.
Tahanan Tarik Baut Baut yang memikul gaya tarik tahanan nominalnya dihitung menurut:
Dengan :
adalah kuat tarik baut (MPa) adalah luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir
d. Tahanan Tumpu Baut Tahanan tumpu nominal tergantung kondisi yang terlemah dari baut atau komponen pelat yang disambung. Besarnya ditentukan sebagai berikut: =
II - 30 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
Dengan :
adalah diameter baut pada daerah tak berulir adalah tebal pelat adalah tarik putus terendah dari baut atau pelat
Persamaan 2.10.6 berlaku untuk semua baut, sedangkan untuk lubang baut selot panjang tegak lurus arah gaya berlaku: =
e.
Baut pada sambungan tipe tumpu yang memikul kombinasi geser dan tarik. Baut yang memikul gaya geser terfaktor Vu dan gaya tarik terfaktor Tu secara bersamaan harus memenuhi ketiga persyaratan sebagai berikut:
≤ r1. φf. fub. m
fuv
=
φf. Tn
= φf . ft. Ab. ≥
f1 ≤ f1 – r2. fuv ≤ f2
dimana:
n
= jumlah baut
m
= jumlah bidang geser
f1
= 807 MPa; f2 = 621 MPa
r2
= 1,9; untuk baut dengan ulir pada bidang geser
r2
= 1,5; untuk baut tanpa ulir pada bidang geser
2.12.2 Tata Letak Baut a.
Jarak Minimum Jarak minimum antara pusat lubang pengencang adalah 3 kali diameter
nominal pengencang. b. Jarak tepi minimum Jarak minimum dari pusat pengencang ke tepi pelat atau pelat sayap profil harus memenuhi spesifikasi sebagai berikut: -
Jika tepi dipotong dengan tangan
: 1,75 db
II - 31 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
-
Jika tepi dipotong dengan mesin
: 1,5 db
-
Jika tepi profil bukan hasil potongan : 1,25 db Dimana db adalah diameter nominal baut.
c.
Jarak maksimum Jarak maksimum antara pusat lubang pengencang adalah 15 tp atau 200
mm, dimana tp = tebal pelat lapis tertipis di dalam sambungan. Pada baris luar pengencang dalam arah gaya rencana, jarak maksimumnya (4tp + 100 mm) atau 200 mm.
d. Jarak tepi maksimum Jarak maksimum dari pusat pengencang ke tepi terdekat suatu bagian yang berhubungan dengan tepi yang lain adalah 12 kali tebal pelat lapis luar tertipis di dalam sambungan atau 150 mm. atau 200 mm + 100 mm) atau 200 mm
Gambar 2.12. Tata Letak Baut
II - 32 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
2.12.3 Pendekatan Menentukan Jumlah Baut -Untuk sambungan geser sentries jumlah baut bisa langsung dicari :
dimana:
Ru
= Ø Rn
n
= jumlah baut
- Untuk sambungan geser eksentries jumlah baut harus direncanakan dulu baru dikontrol kekuatannya. Sebagai perkiraan awal jumlah baut dapat digunakan rumus pendekatan sebagai berikut :
dimana:
n
= jumlah baut
Mu
= Momen terfaktor
µ
= jarak vertical antar baut
-Rumus tersebut berlaku untuk beban Mu saja dan baut hanya 1 baris. -Untuk beban Mu dan Pu, nilai Ru direduksi. -Untuk baut lebih dari 1 baris, nilai Ru dinaikkan.
2.12.4 Sambungan Baut a.
Sambungan baut Pemikul Beban tidak Sebidang (Eksentris) Pada tipe sambungan ini beban bekerja tidak lagi pada sambungan, maka
akan timbul gaya lintang dan momen lentur pada bidang sambungan.
Gambar 2.13. Baut Pemikul Beban tidak Sebidang (Eksentris)
II - 33 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
Untuk sambungan dengan beban A, maka beban menjadi geser sentries, sehingga beban Pu dibagi secara merata pada tiap baut.
b. Sambungan baut tipe tumpu cara ultimate Akibat momen terjadi tegangan tekan yang dipikul pelat dan tegangan tarik yang dipikul oleh baut.
Gambar 2.14. Baut tipe tumpu cara ultimate
Gaya netral didapat dari keseimbangan gaya tekan = gaya tarik : fyp. A. b
= ∑T
T
= gaya tarik pada 1 baut
fyp
= tegangan leleh pelat
baut selain memikul beban tarik, juga memikul beban geser :
- Kontrol tarik : Tu ≤ Td = φf. ft. Ab - Dimana : ft = f1 – r2 fuv ≤ 2t - Anggap beban tarik baut = Td (diambil dari Td tarik murni dan kombinasi geser tarik, mana yang terkecil) - Garis netral :
II - 34 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
Momen rencana yang dapat dipikul oleh sambungan : MR = Ø Mn = - Kontrol momen terfaktor : Mu ≤ Ø Mn
2.13
Sambungan Las
2.13.1 Keuntungan Sambungan Las Mengingat bahan las minimal mempunyai kekuatan yang sama dengan atau bahkan lebih besar daripada bahan profil yang akan disambungkan, maka pada dasarnya tidak ada pembatasan dalam menggunakan sambungan las pada konstruksi baja. Konstruksi baja yang menggunakan sambungan las dapat memberikan kontinuitas dalam sistem konstruksi. Keuntungan sambungan las pada konstruksi baja, antara lain : a. Penghematan penggunaan material baja, karena tidak ada pengurangan luas penampang. b. Adanya kontinuitas penampang profil, ukuran profil dapat diperkecil. c. Waktu yang diperlukan untuk melakukan detailing sambungan dan fabrikasi akan berkurang, sehingga pada akhirnya dapat menghemat biaya dalam detailing konstruksi. d. Pelat penyambung dapat ditiadakan. e. Memungkinkan dibuatnya suatu konstruksi yang estetis. Pada prinsipnya ada dua jenis las yang biasa digunakan, yaitu las tumpul dan las sudut.
2.13.2 Las Tumpul dan Las Sudut Dalam sambungan dengan las, pada dasarrnya perlu dipenuhi bahwa las yang digunakan minimum sama dengan kekuatan profil baja yang akan disambung. Pada umunya ada dua jenis sambungan las, yaitu : II - 35 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
a. Las Tumpul (groove welds). b. Las Sudut (fillet welds).
Gambar 2.15. Jenis Sambungan Las
2.13.3 Tahanan Nominal Sambungan Las Filosofi umum dari LRFD terhadap persyaratan keamanan suatu struktur, dalam hal ini terutama untu las, adalah terpenuhinya persamaan : φ Rnw ≥ Ru Dengan :
φ
adalah faktor tahanan
Rnw
adalah tahanan nominal per satuan panjang las
Ru
adalah beban terfaktor per satuan panjang las
1. Las Tumpul Kuat las tumpul penetrasi penuh ditetapkan sebagai berikut : a. Bila sambungan dibebani dengan gaya tarik atau gaya tekan aksial terhadap luas efektif, maka : φ Rnw = 0,90. te. . fy (bahan dasar) φ Rnw = 0,90. te. . fyw (las) b. Bila sambungan dibebani dengan gaya geser terhadap luas efektif, maka : φ Rnw = 0,90. te. . (0,6fy) (bahan dasar) φ Rnw = 0,80. te. . (0,6fyw) (las)
II - 36 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
Dengan fy dan fu adalah kuat leleh dan kuat tarik putus 2. Las Sudut Kuat las rencana per satuan panjang las sudut, ditetapkan sebagai berikut : φ Rnw = 0,75. te. . (0,6fuw) (las) φ Rnw = 0,80. te. . (0,6fu) (bahan dasar)
2.13.4 Pembatasan Ukuran Las Sudut Ukuran las sudut ditentukan oleh panjang kaki. Panjang kaki harus ditentukan sebagai panjang a1 dan a2 (Gambar 3.4). Bila kakinya sama panjang, ukurannya adalah tw. Ukuran minimum las sudut, ditetapkan dalam Tabel 2.4.
Gambar 2.16. Ukuran Las Sudut Tabel 2.4. Ukuran Minimum Las Susut Tebal Pelat (t, mm) Paling tebal
Ukuran Minimum Las Sudut (a, mm)
t≤7
3
7 < t < 10
4
10 < t < 15
5
15 < t
6
Sedangkan pembatasan ukuran maksimum las sudut : a. Untuk komponen dengan tebal kurang dari 6,4 mm, diambil setebal komponen. b. Untuk komponen dengan tebal 6,4 mm atau lebih, diambil 1,6 mm kurang dari tebal komponen. II - 37 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana
Bab II Tinjauan Pustaka
Panjang efektif las sudut adalah seluruh panjang las sudut berukuran penuh dan paling tidak harus 4 kali ukuran las, jika kurang maka ukuran las untuk perencanaan dianggap sebesar ¼ kali panjang efektif.
Gambar 2.17. Ukuran Maksimum Las
2.14 Standar Perencanaan Baja Cold Formed Dalam menghitung perencanaan baja dibutuhkan peraturan yang dapat dipakai dari perhitungan tersebut. Baja kanai dingin dengan baja kanai panas memiliki perlakuan yang berbeda (Wei Wen Yu), oleh dibeberapa negara dibuatlah peraturan yang berbeda mengenai kedua macam baja tersebut. Untuk perhitungan baja konvensional (hot rolled steel) dapat digunakan peraturan SNI 03-1729-2002, walaupun sebetulnya peraturan SNI 03-1729-2002 menganut peraturan AISC-LRFD (American Institute of Steel Construction-Load Resistant Factor Design). Pada baja cold formed (baja mutu tinggi) peraturan SNInya hingga kini masih belum ada, tapi peraturan AISI (American Iron and Steel Institute) dapat digunakan sebagai pedoman perhitungan tersebut dan buku handbook yang terkenal adalah karya Wei Wen Yu yang dapat digunakan sebagai literatur perhitungan baja cold formed (baja mutu tinggi). Metode perhitungan baja terdapat dua metode yaitu ASD-Allowable Stress Design dan LRFD-Load Resistance Factor Design. Pada tugas akhir ini akan dipakai metode ASD pada perhitungan konstruksi baja tersebut. Dan untuk perhitungan baja cold formed atau baja mutu tinggi akan dipakai peraturan AISI (American Iron and Steel Institute). II - 38 Teknik Sipil Dan Perencanaan – Universitas Mercubuana