BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Karakteristik Anak Usia Sekolah Menurut Brown (2005), anak usia sekolah dapat digolongkan menjadi dua kategori, yaitu middle childhood dan preadolescence. Middle childhood merupakan kategori untuk anak usia lima sampai sepuluh tahun, preadolescence merupakan kategori anak usia 9 sampai 11 tahun untuk anak perempuan dan usia 10 sampai 12 tahun untuk anak laki-laki.
Pada anak usia middle childhood, kekuatan otot, koordinasi motorik, dan stamina meningkat secara terus menerus. Anak-anak pada usia ini dapat melakukan gerakan yang lebih kompleks. Dengan meningkatnya aktifitas fisik ini, maka diikuti pula dengan peningkatan asupan makanan (Brown, 2005). Selain peningkatan aktifitas fisik, pada anak usia sekolah juga terjadi perkembangan kesadaran diri (sense of self). Anak-anak akan semakin mandiri dan belajar tentang perannya dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dengan kemandiriannya, maka anak akan mulai mengkonsumsi santapan atau jajanan di luar rumah, sehingga diperlukan pengawasan dari orang tua agar anak tepat dalam memilih makanan (Brown, 2005).
Pada masa anak usia sekolah dasar disebut juga sebagai masa intelektual atau masa keserasian sekolah (Aswin, 1996). Pada masa ini anak-anak lebih mudah untuk
dididik daripada sebelumnya. Karakteristik anak pada usia sekolah dasar dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Masa kelas rendah, yaitu anak dengan usia tujuh sampai sembilan tahun Karakteristik anak pada kelas ini adalah: a. Sikap yang patuh terhadap peraturan pada permainan b. Suka membandingkan diri sendiri dengan teman yang lain dan kecendrungan meremehkan orang lain c. Jika anak tidak mampu menyelesaikan suatu hal, maka hal tersebut dianggap tidak penting d. Pada masa ini anak mengharapkan nilai pelajaran yang baik, tanpa mempedulikan prestasinya memang pantas diberi nilai yang baik atau tidak.
2. Masa kelas tinggi, yaitu anak dengan usia 10 sampai 12 tahun. Karakteristik anak pada kelas ini adalah: a. Anak selalu ingi tahu, ingin belajar dan realistis b. Pada masa ini anak memandang nilai rapot sebagai ukuran yang tepat untuk prestasi sekolah c. Anak-anak pada masa ini akan membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk dapat bermain bersama-sama d. Adanya keinginan untuk hidup praktis dalam keseharian yang konkret e. Adanya minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus
1.2 Perilaku Konsumsi Makanan Anak Usia Sekolah 1.2.1
Perilaku Konsumsi Makanan
Perilaku terhadap gizi, makanan dan minuman merupakan aspek dalam perilaku pemeliharaan kesehatan. Makanan dan minuman dapat memelihara kesehatan seseorang, namun makanan dan minuman juga dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang. Hal tersebut tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Green (2003), kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor perilaku (behavioral causes) dan faktor di luar perilaku (non behavioral causes). Faktor yang menyebabkan perilaku kesehatan tersebut dibagi menjadi tiga faktor yaitu: 1. Faktor predisposisi (predisposing) Merupakan faktor yang mempermudah atau merintangi terwujudnya perilaku yang berasal dari dalam diri seseorang. Faktor-faktor ini meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai dan variabel demografis (umur, jenis kelamin, bangsa, kelompok etnis)
2. Faktor enabling Merupakan faktor dari setiap karakteristik lingkungan yang mempermudah perilaku kesehatan dan setiap keterampilan dan sumber daya yang diperlukan untuk
mewujudkan perilaku. Faktor ini meliputi lingkungan fisik sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan. Faktor enabling ini juga menyangkut keterjangkauan berbagai sumber daya, biaya, waktu dan sebagainya.
Keterjangkauan sumber daya meliputi kebiasaan membawa bekal pada anak, adanya kemauan orang tua untuk menyiapkan makanan untuk dijadikan bekal dan ketersediaan bahan-bahan makanan yang akan dijadikan bekal makanan. Biaya meliputi besarnya uang saku yang diterima anak-anak untuk jajan di sekolah.
3. Faktor reinforcing Merupakan faktor yang berkaitan dengan pengaruh dari orang lain, yang hasilnya dapat mendorong atau melemahkan perilaku. Faktor tersebut meliputi keluarga, teman sebaya, guru, petugas dan penyedia sarana kesehatan.
Menurut Khomsan (2002), perilaku makan pada dasarnya merupakan bentuk penerapan dari kebiasaan makan. Menurut Khumaidi (1989), kebiasaan makan merupakan tingkah laku manusia atau kelompok manusiadalam memenuhi kebutuhannya akan makanyang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Sikap seseorang terhadap makanan dapat bersifat positif maupun negatif yang bersumber pada nilai-nilai afektif yang berasal dari lingkungan (alam, budaya, social dan ekonomi) sebagai tempat manusia atau kelompok itu tumbuh.Kepercayaan bersumber pada nilai-nilai kognitif yang berkaiatan dengan kualiatas baik dan buruk.
Pemilihan makanan adalah proses psikomotorikuntuk memilih makanan sesuai dengan sikap dan kepercayaannya.
Menurut Suharjo (1989),
kebiasaan makanan adalah suatu istilah
untuk
menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang berhubungan dengan makan dan makanan, seperti tata karma, frekuensi makan seseorang, pola makan, kepercayaan tentang makanan (pantangan), distribusi makanan diantara anggota keluarga, penerimaan terhadap makanan (suka atau tidak suka) dan cara pemilihan makanan yang akan dimakan.
1.2.2
Perilaku Konsumsi Makanan Jajanan Anak Sekolah
Perilaku makanan anak sekolah sehari-hari mencangkup lima aspek yaitu kebiasaan makan pagi, kebiasaan mengkonsumsi makanan jajanan di sekolah, keragaman konsumsi makanan dalam sehari (di rumah maupun di sekolah), kebiasaan mengkonsumsi protein hewani dan kebiasaan mengkonsumsi sayuran. Perilaku makan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi gizi pada seseorang (Devi, 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Hermina (2000), mendapatkan bahwa perilaku makan pada siswa SD sebagian besar (48,3%) kurang baik. Salah satu penyebabnya adalah karena sebagian murid masih mengalami sulit makan makanan pokok dan terlalu banyak memakan jajanan di sekolah, sehingga mempengaruhi nafsu makan anak
terhadap kualitas dan kuantitas makanan makanan pokok pada anak menjadi tidak maksimal. Menurut Brown (2005), ketika anak usia sekolah makan di luar rumah, biasanya anak usia sekolah paling sering makan di kantin sekolah, di rumah teman atau restoran cepat saji. Pada anak usia sekolah, frekuensi mengkonsumsi snack berkisar antara empat sampai lima kali per hari pada hari sekolah dan anak usia sekolah biasanya mengkonsumsi snack pada waktu istirahat atau jam pulang sekolah (Thrams & Pipes, 2000).
1.3 Makanan Jajanan 2.3.1 Definisi Makanan Jajanan Menurut Iswarawanti dan Februhartanty (2004), makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan maupun pada tempat keramaian umum. Menurut Winarno (2004), makanan jajanan merupakan jenis makanan yang dijual di pedagang kaki lima, pinggiran jalan, di pasar dan di tempat keramaian. Menurut pengertian dari Keputusan Menteri Kesehatan nomor 942/MenKes/SK/VII/2003, makanan jajanan merupakan makanan dan minuman yang diolah penyaji makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanann siap santap untuk dijual.
2.3.2 Jenis-jenis Makanan Jajanan Menurut Tarwotjo (1998), mengelompokkan makanan jajanan menjadi dua jenis, yaitu jajanan dengan rasa manis dan jajanan dengan rasa asin. Jajanan dengan rasa manis terdiri dari kue basah manis dan kue kering manis. Jajanan dengan rasa asin
contohnya yaitu kue lemper, arem-arem, kroket, kastangel dan sosis. Jenis jajanan ada juga yang berupa minuman yaitu minuman panas (seperti wedang ronde dan wedang jahe) dan minuman dingin (seperti es buah, jus buah, es doger, es teller dan softdrink). Menurut Depkes RI (2013), makanan jajanan di sekolah dikelompokkan sebagai berikut: 1. Makanan utama, seperti nasi soto, nasi goreng, mie ayam, mie bakso, gado-gado dan sejenisnya. 2. Penganan atau kue, seperti apem, kripik, cilok dan sejenisnya. 3. Minuman, seperti es sirup, es campur, es teh dan sejenisnya. 4. Buah-buahan, seperti melon potong, semangka potong, papaya potong, nanas potong dan sejenisnya.
2.3.3
Keamanan Makanan Jajanan
Pengaruh makanan jajanan terhadap anak usia sekolah dapat memberikan asupan energi untuk menambah kebutuhan akan gizi pada anak. Selain gizi, kebersihan makanan jajanan di kantin sekolah perlu diperhatikan karena kebersihan makanan pada kantin pada umumnya masih rendah, sehingga kurang menjamin keamanan makanan jajanan tersebut (Yuliastuti, 2012).
Berdasarkan hasil survei BPOM (2007), pada makanan jajanan anak sekolah masih terdapat makanan jajanan yang tidak memenuhi syarat. Adapun kriteria makanan jajanan yang tidak memenuhi persyaratan yaitu menggunakan bahan tambahan
pangan (BTP) yang melebihi batas, penyalahgunaan bahan berbahaya yang seharusnya tidak boleh digunakan dalam pangan, serta cemaran mikroba pada jajanan anak sekolah. Menurut Setiawan (2010), kontaminasi kimiawi ditemukan pada makanan jajanan adalah penggunaan boraks, formalin, rhodamin-B dan methanill yellow. Pengaruh jangka pendek penggunaan bahan kimiawi tersebut dapat menimbulkan pusing, mual, muntah, diare dan susah buang air besar. Dalam jangka waktu panjang, penggunaan bahan kimiawi akan terakumulasi pada tubuh orang yang mengkonsumsinya dan bersifat karsinogenik sehingga dapat menimbulkan penyakit seperti kanker dan tumor.
Makanan jajanan yang sehat dan aman adalah pangan jajanan yang bebas dari bahaya fisik, cemaran bahan kimia dan bahaya biologis (Direktorat Perlindungan Konsumen, 2006) : 1. Bahaya fisik dapat berupa benda asing yang masuk kedalam pangan, seperti isi stapler, batu/kerikil, rambut, kaca. 2. Bahaya kimia dapat berupa cemaran bahan kimia yang masuk ke dalam pangan atau karena racun yang sudah terkandung di dalam bahan pangan, seperti: cairan pembersih, pestisida, cat, jamur beracun, jengkol. 3. Bahaya biologis dapat disebabkan oleh mikroba patogen penyebab keracunan pangan, seperti: virus, parasit, kapang, dan bakteri.
Adapun cara memilih pangan jajanan yang sehat dan aman yaitu (Direktorat Perlindungan Konsumen, 2006) : 1. Hindari pangan yang dijual di tempat terbuka, kotor dan tercemar, tanpa penutup dan tanpa kemasan 2. Beli pangan yang dijual ditempat bersih dan terlindung dari matahari, debu, hujan, angin dan asap kendaraan bermotor. Pilih tempat yang bebas dari serangga dan sampah. 3. Hindari pangan yang dibungkus dengan kertas bekas atau koran. Belilah pangan yang dikemas dengan kertas, plastik atau kemasan lain yang bersih dan aman. 4. Hindari pangan yang mengandung bahan pangan sintetis berlebihan atau bahan tambahan pangan terlarang dan berbahaya. Biasanya pangan seperti itu dijual dengan harga yang sangat murah. 5. Warna makanan atau minuman yang terlalu mencolok, besar kemungkinan mengandung pewarna sintetis, jadi sebaiknya jangan dibeli. 6. Untuk rasa, jika terdapat rasa yang menyimpang, ada kemungkinan pangan mengandung bahan berbahaya atau bahan tambahan pangan yang berlebihan 7. Makanan tidak berbau busuk dan berlendir.
2.3.4
Dampak Makanan Jajanan
Mengkonsumsi makanan jajanan memiliki keuntungan, hal tersebut dapat membantu ibu yang tidak sempat membuatkan anak mereka makanan, maka dengan membeli makanan
jajanan
di
kantin
sekolah
dirasa
sebagai
solusi
dari
masalah
tersebut.Keuntungan lain yang didapat oleh anak adalah terpenuhinya asupan untuk energi mereka, karena di sekolah memerlukan aktifitas fisik, terutama terpenuhinya kebutuhan energi bagi anak yang belum sarapan (Devi, 2012). Selain keuntungan, mengkonsumsi makanan
jajanan yang terlalu sering dapat
berdampak negatif, karena dengan seringnya mengkonsumsi makanan jajanan maka konsumsi nasi anak akan berkurang atau tidak makan nasi sama sekali. Ditinjau dari segi kebersihan, makanan jajanan masih masih diragukan kebersihannya, terlebih pada makanan jajanan yang tidak dibungkus atau terbuka (Devi, 2012).
2.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kebiasaan Konsumsi Makanan Jajanan 1. Jenis Kelamin Anak laki-laki akan mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan anak perempuan. Hal ini dikarenakan aktifitas fisik laki-laki lebih sering dan lebih berat dibandingkan perempuan (Worthington & Roberts, 2000). 2. Pengetahuan Gizi Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain penting untuk membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003). Menurut Wawan dan Dewi (2010), faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu: a.Faktor interna, meliputi pendidikan, pekerjaan dan umur b.Faktor ekterna, meliputi faktor lingkungan dan sosial budaya
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang materi yang ingin diukur dari responden (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan gizi menjadi landasan dalam menentukan konsumsi makanan (Khomsan, 2002). Individu yang memiliki pengetahuan yang baik akan mempunyai kemampuan dalam mengaplikasikan pengetahuan gizinya dalam memilih maupun mengolah makanan agar dapat mencukupi kebutuhannya (Yuliastuti, 2012).
Pengetahuan tentang gizi yang seimbang seharusnya diberikan sejak dini agar dapat menuntun anak dalam memilih makanan yang tepat, serta anak dapat memahami dan menerapkan konsumsi makanan yang sehat dalam kehidupan sehari-hari (Irawati, 1998).
Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari–hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memerhatikan keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan ideal (Depkes, 2014).
Makanan seimbang haruslah memiliki kandungan zat gizi yang meliputi air, karbohidrat, protein, vitamin & mineral dan lemak. 1. Air bermanfaat untuk pencernaan dan metabolisme tubuh yang baik. Air juga berfungsi untuk menghilangkan rasa haus. Dalam sehari, kebutuhan air putih untuk tubuh minimal 2 liter (8 gelas).
2. Karbohidrat sangat dibutuhkan oleh tubuh, karena zat inilah yang memiliki peran penting sebagai sumber energi utama untuk kegiatan sehari-hari pada tubuh manusia. Contohnya nasi, kentang, mie, ubi, singkong, dan lainnya. Bila tubuh mengalami ketidak cukupan zat karbohidrat, maka gejala paling awal yang paling mudah didapati adalah tubuh terasa lebih cepat lelah karena kekurangan tenaga dari biasanya. Pada makanan jajanan bisa berbentuk roti, biskuit, nasi goreng, mie goreng dan lain-lain. 3. Lemak merupakan zat yang bersifat sebagai cadangan energi bagi tubuh. Lemak yang berlebihan dapat membuat tubuh menjadi gemuk. Contohnya terdapat pada minyak, margarin, santan, kulit ayam, kulit bebek dan lemak hewan lainnya. Pada makanan jajanan, lemak bisa berbentuk gorengan, cokelat, keripik, kolak dan lainlain. 4. Protein berfungsi untuk pertumbuhan tubuh dan mengganti jaringan yang rusak pada tubuh. Zat protein dibutuhkan oleh tubuh setiap hari. Contoh makanan yang berprotein terdapat pada ikan, ayam, daging, telur, susu, tahu, tempe serta kacangkacangan. Pada makanan jajanan, protein bisa berbentuk tahu goreng, tempe goreng, bakso, ayam goreng dan lain-lain. 5. Vitamin dan mineral memiliki fungsi untuk membantu melancarkan kinerja tubuh. Vitamin dan mineral banyak terdapat pada sayuran dan buah-buahan. Contohnya sayur bayam, kangkung, kacang panjang, wortel, tomat, buah semangka, mangga, jeruk, pisang, dan lain-lain. Pada makanan jajanan vitamin dan mineral dapat berbentuk es buah, buah-buahan yang dipotong kecil, manisan buah dan lainlain.
Selain bahan makanan yang bergizi dan bermanfaat bagi tubuh, perlu diketahui bahwa terdapat juga bahan makanan yang dapat berbahaya bagi tubuh bila bahan tersebut terlalu banyak ada pada makanan yang disebut bahan tambahan makanan (BTM).
Bahan Tambahan Makanan atau zat aditif merupakan zat tambahan yang biasanya diberikan pada sejumlah makanan dan minuman. Pemberian zat aditif dimaksudkan untuk menjadikan makanan lebih enak dan lebih menarik sehingga dapat meningkatkan selera makan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan pangan atau aditif, bahan tambahan makanan atau zat aditif dapat berupa bahan pewarna, penyedap, pemanis, pengawet, dan antikempal. a.
Bahan Pewarna
Bahan pewarna yang terdapat dalam bahan tambahan makanan dibedakan menjadi bahan pewarna alami dan buatan. Bahan pewarna alami seperti warna kuning dari kunyit dan warna hijau dari daun suji tidak membahayakan kesehatan. Bahan pewarna buatan dapat bersifat racun (toksik) dan dapat menimbulkan kanker (karsinogen). b.
Bahan Penyedap
Bahan penyedap rasa dan aroma yang masih bagi kesehatan adalah vetsin atau monosodium glutamate (MSG). Meskipun masih pada batas aman, penggunaan MSG
yang berlebihan dapat menimbulkan rasa pusing dan mual. Sebagai pengganti rasa gurih pada makanan cukup ditambahkan garam dan rempah-rempah. c.
Bahan Pemanis
Pemakaian bahan pemanis buatan yang berlebihan dengan dosis tinggi dapat mengakibatkan gejala-gejala kanker dalam waktu relatif lama. Efek pemakaian pemanis buatan tidak langsung atau dalam jangka waktu yang lama. Contoh bahan pemanis buatan adalah sakarin, siklamat, dan aspartam.
d.
Bahan Pengawet
Bahan pengawet alami tersebut dinamakan chitosan.Chitosan berupa kristal berwarna putih yang dapat larut dalam larutan asam organik seperti asam asetat. Beberapa bahan kimia yang disalahgunakan untuk pengawetan bahan makanan adalah asam borat (boraks) dan formalin. e.
Bahan Antikempal
Bahan tambahan pangan lain yang digunakan adalah antikempal. BTP ini biasanya digunakan pada produk tepung-tepungan seperti terigu dan susu bubuk. Tujuannya agar tepung-tepung tersebut tidak menggumpal. Antikempal yang diizinkan antara lain aluminium silikat, kalsium silikat, magnesium oksida, dan magnesium silikat.
Bahan tambahan makanan berbahaya menurut badan POM yaitu bahan kimia yang digunakan pada bahan makanan antara lain formalin, rodhamin, methanil yellow dan boraks.
1) Formalin Formalin adalah bahan kimia yang kegunaannya digunakan untuk urusan di luar tubuh. Contohnya untuk pembunuh hama, pengawet mayat, bahan disinfektan dalam industri plastik, busa, dan resin untuk kertas. Di dalam formalin terkandung sekitar 37% formaldehid dalam air. Biasanya ditambahkan metanol hingga 15% sebagai pengawet.
Akibat masuknya formalin pada tubuh bisa akut maupun kronis. Kondisi akut tampak dengan gejala alergi, mata berair, mual, muntah, seperti iritasi, kemerahan, rasa terbakar, sakit perut dan pusing. Kondisi kronis tampak setelah dalam jangka lama dan berulang bahan ini masuk ke dalam tubuh. Gejalanya iritasi parah, mata berair, juga gangguan pencernaan, hati, ginjal, pankreas, sistem saraf pusat, menstruasi dan memicu kanker.
Ciri makanan berformalin: a. Bau menyengat seperti khas formalin b. Awet, tahan dua hari dalam suhu kamar (25ºCelsius). Pada suhu 10ºCelsius atau dalam lemari es bisa tahan lebih 15 hari c. Makanan tampak mengkilat (seperti berminyak dan tidak lengket) d. Bentuk makanan tidak mudah hancur e. Tekstur makanan kenyal 2) Boraks
Boraks adalah bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu, antiseptik kayu, dan pengontrol kecoak antara lain, natrium biborat, natrium piroborat, natrium tetraborat. Sifatnya berwarna putih dan sedikit larut dalam air.
Sering mengonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, lemak, dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan, bahkan kematian. Ciri makanan berboraks sama seperti formalin, cukup sulit menentukan apakah suatu makanan mengandung boraks.
Ciri-ciri makanan yang mengandung boraks adalah: a. Tekstur makanan lebih kenyal dari makanan yang tidak mengandung boraks b. Bila digigit akan kembali ke bentuk semula c. Tahan lama atau awet beberapa hari d. Bau makanan terasa tidak alami, ada bau lain yang muncul
3) Pewarna Textile Bahan berbahaya seperti pewarna tekstil, kertas, dan cat (Rhodamin B), methanyl yellow, amaranth. Pemakaian ini sangat berbahaya karena bisa memicu kanker serta merusak ginjal dan hati. Bahan-bahan ini ditambahkan pada jajanan untuk anak-anak seperti es sirup atau cendol, minuman ringan seperti limun, kue, gorengan, kerupuk dan saus sambal.
Ciri makanan yang mengandung Rhodamin B: 1.
Warna kelihatan cerah (berwarna-warni), sehingga tampak menarik
2.
Ada sedikit rasa pahit (terutama pada sirop atau limun)
3.
Muncul rasa gatal di tenggorokan setelah mengonsumsinya
4.
Baunya tidak alami sesuai makanannya
3. Besar uang jajan Jumlah uang jajan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kebiasaan makanan, karena semakin banyak uang jajan yang dimiliki seseorang akan dapat mempengaruhi apa yang dikonsumsi oleh orang tersebut (Berg, 1986). Besarnya uang jajan berhubungan dengan frekuensi konsumsi makanan jajanan. Semakin besar uang jajan yang diterima anak, maka semakin sering anak tersebut untuk mengkonsumsi jajanan (Novitasari, 2005). Menurut Suci (2005), di Indonesia 90% alasan orang tua memberikan uang saku pada anaknya adalah bertujuan agar anaknya bisa memperoleh makanan ketika lapar. Menurut Yuliastuti (2012), mengatakan bahwa pada anak yang memiliki banyak uang saku, mereka akan lebih sering memanfaatkan uang saku untuk membeli jajanan.
4. Kebiasaan membawa bekal Salah satu alasan anak membeli makanan di sekolah adalah karena anak-anak tidak membawa bekal dari rumah (Suci, 2009). Dengan memiliki kebiasaan membawa bekal dari rumah maka akan dapat mengurangi frekuensi jajanan anak (Sandall, 2002).
Menurut Moehji (2002), terdapat keuntungan jika anak-anak membawa bekal dari rumah, yaitu anak-anak dapat terhindar dari rasa lapar, pemberian bekal dapat menghindari anak dari kekurangan kalori, dan membawa bekal akan dapat menghindari anak dari kebiasaan jajanan.
5. Pengaruh teman sebaya Teman sebaya memberikan pengaruh yang kuat pada diri seorang anak, bahkan pada situasi tertentu pengaruh teman sebaya menjadi lebih besar daripada keluarga. Dalam pemilihan makanan, anak-anak akan meminta atau menolak makanan berdasarkan usulan dari temannya (Brown, 2005).
Pengaruh teman sebaya pada anak akan lebih besar dengan adanya keinginan dari dalam diri anak untuk dapat diterima di kelompok teman sebayanya (Hurlock, 2002).
6. Pengaruh orang tua Pengaruh orang tua merupakan pengaruh utama dalam membentuk kepribadian anak, membuat standar kebiasaan dan menetapkan sistem nilai (Cahyaningsih, 2011).
Menurut Kraak dan Pelletier (1998), keluarga merupakan salah satu faktor lingkungan yang paling berpengaruh dalam keputusan dan perilaku terkait dengan kebiasaan makan dan interaksi antara anak dengan orang tua.
Kebiasaan jajan anak sekolah tidak terlepas dari kehidupan ekonomi dan kebiasaan makan dalam keluarga. Kebiasaan jajanan pada anak dimulai ketika anak melihat salah satu anggota keluarganya memakan makanan jajanan (Brown, 2005).
Kebiasaan orang tua yang mengajak anaknya membeli makanan di luar akan mendorong perilaku anak yang senang jajan (Indrisari, 2007).