BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian yang Relevan Widya Astuti ( 2011) dalam skripsinya yang berjudul “ Pengaruh model pembelajaran problem solving terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas IX- IS MA Muhammadiyah 2 Paciran.” Berdasarkan
hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan model pembelajaran problem solving. Nilai signifikan gain score 0,000<0,05. sehingga penggunaan model pembelajaran problem solving berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. Erni Pujiastuti (2013 ) dalam jurnal penelitiannya yang berjudul “Upaya meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dengan menggunakan model pembelajaran problem solving materi faktorisasi suku aljabarkelas VIII A SMP N 2 Pundong.” Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan berpikir siswa kelas VIII A SMP N 2 Pundong khususnya keterampilan berpikir kritis mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran problem solving. Tahap-tahap pembelajaran metamatika dengan model pembelajaran problem solving yang dapat meningkatan keterampilan berpikir kritis siswa adalah sebagai berikut: (1) working for better understanding, (2) hunting for the helpful idea,sebelum menyelesaikan soal yang diberikan siswa dituntut untuk menentukan langkahlangkah penyelesaian,(3) carrying our the plan, siswa menyelesikan soal sesuai dengan langkah-langkah yang dipilih, (4) looking back, siswa memeriksa kembali hasil pekerjaannya baik langkah-langkah maupun perhitungan. Peningkatan
10
11
keterampilan berpikir siswa dari siklus I ke siklus II ditunjukkan oleh peningkatan skor setiap aspek keterampilan berpikir kritis yaitu penjelasan lebih lanjut, strategi dan taktik dan menyimpulkan. Penelitian-penelitian
tersebut
telah
membuktikan
bahwa
model
pembelajaran Problem Solving ternyata dapat membantu proses pembelajaran. Hal ini dibuktikan dengan hasil belajar peserta didik yang meningkat lebih baik dibanding penggunaan model pembelajaran yang lainnya seperti yang disebutkan di atas. Pembelajaran kooperatif dengan model Problem Solving sangat baik diterapkan untuk dilaksanakan karena siswa dapat bekerja sama dan saling tolong menolong mengatasi tugas yang dihadapinya. Model ini sekiranya dapat membantu siswa memahami konsep yang sulit untuk memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi dengan penuh kreativitas dan dengan menggunakan pengetahuan awal yang sudah dimilikinya dan juga berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerja sama, dan membantu teman. Namun dalam pelaksanaan model pembelajaran problem solving perlu adanya pengelolaan waktu yang baik agar model pembelajaran problem solving dapat terlaksana dengan baik. Pengelolaan tersebut dapat dilakukan dengan merencanakan waktu yang ada dalam RPP dengan cermat. Dari beberapa penelitian yang diuraikan nyatanya belum ada yang menjelaskan analisis dari keterlaksanaan model Problem Solving dan korelasinya terhadap kemampuan berpikir kritis siswa, oleh karena itu
peneliti akan
melakukan penelitian mengenai analisis dari keterlaksanaan model Problem Solving dan korelasinya terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada materi hidrokarbon dan minyak bumi di SMKN 3 Kota Jambi.
12
2.2 Definisi Belajar Belajar merupakan tindakan dan prilaku siswa yang kopleks.sebagai tindakan,maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri.siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar .proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatau yang ada di lingkungan sekitar. (Dimyanti dan mudjiono,2009:7) Menurut Hanafiah dan Suhana ( dalam Kasamadi, 2013) , belajar adalah proses perubahan perilaku berkat adanya interaksi dengan lingkuangan pembelajar.perubahan perilaku tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Sudut pandang modern mengenai belajar lebih berorientasi pada perubahan perilaku secara holistik dan integral. Pandangan modern itu didukung oleh beberapa pakar pendidikan. Antara lain, Whiterington yang menyatakan, bahwa belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan. Sedangkan Gagne, Berliner, dan Hilgard menyatakan, bahwa belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang muncul karena pengalaman. Dalam kesimpulan yang dikemukakan Abdillah ( dalam Aunurrahman, 2012:35) belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu. Jika kita simpulkan dari sejumlah pandangan dan definisi tentang belajar Wragg (dalam Aunurrahman,2012:36) beberapa ciri-ciri umum kegiatan belajar sebagai berikut :
13
1.
Belajar menunjukkan suatu aktivitas pada diri seseorang yang disadari atau disengaja
2.
Belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungannya
3.
Hasil belajar di tandai dengan perubahan tingkah laku
2.3 Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas di jadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk memahami konsep yang di fasilitasi oleh guru. Pembelajaran kooperatif dapat diartikan sebagai model pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa dalam kelompok kecil, mempelajari materi pelajaran dan mengerjakan tugas. Model pembelajaran ini memanfaatkan bantuan siswa lain untuk meningkatkan pemahaman dan penguasaan bahan pelajaran, karena terkadang siswa lebih paham akan hal yang disampaikan temannya daripada guru serta bahasa yang digunakan siswa kadang lebih mudah dipahami oleh siswa lainnya. ( Daryanto, 2014 : 35) 2.4 Model Problem Solving 2.4.1 Pengertian Model Problem Solving Model pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan model dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama. Penyelesaian masalah merupakan proses dari menerima tantangan dan usaha – usaha untuk menyelesaikannya sampai menemukan penyelesaiannya. menurut Syaiful Bahri Djamara (2006 : 103) bahwa:
14
Model
problem solving ( model
pemecahan masalah) bukan hanya
sekedar model mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berfikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode lain yang dimulai dari mencari data sampai kepada menarik kesimpulan. Menurut N.Sudirman (1987:146) model
problem solving adalah cara
penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha untuk mencari pemecahan atau jawabannya oleh siswa. Sedangkan menurut Gulo (2002:111) menyatakan bahwa problem solving adalah model
yang mengajarkan
penyelesaian masalah dengan memberikan penekanan pada terselesaikannya suatu masalah secara menalar. Senada dengan pendapat diatas Sanjaya (2006:214) menyatakan pada model pemecahan masalah, materi pelajaran tidak terbatas pada buku saja tetapi juga bersumber dari peristiwa – peristiwa tertentu sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Ada beberapa
kriteria pemilihan bahan pelajaran untuk model
pemecahan masalah yaitu: a) Mengandung isu – isu yang mengandung konflik bias dari berita, rekaman video dan lain – lain . b) Bersifat familiar dengan siswa c)
Berhubungan dengan kepentingan orang banyak
d) Mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki siswa sesuai kurikulum yang berlaku
15
e) Sesuai dengan minat siswa sehingga siswa merasa perlu untuk mempelajari Dalam pelaksanaan pembelajaran sehari-hari model pemecahan masalah banyak digunakan guru bersama dengan penggunaan model lainnya. Dengan model ini guru tidak memberikan informasi dulu tetapi informasi diperoleh siswa setelah memecahkan masalahnya. Pembelajaran pemecahan masalah berangkat dari masalah yang harus dipecahkan melalui praktikum atau pengamatan. Suatu soal dapat dipandang sebagai “masalah” merupakan hal yang sangat relatif. Suatu soal yang dianggap sebagai masalah bagi seseorang, bagi orang lain mungkin hanya merupakan hal yang rutin belaka. Dengan demikian, guru perlu berhati-hati dalam menentukan soal yang akan disajikan sebagai pemecahan masalah. Bagi sebagian besar guru untuk memperoleh atau menyusun soal yang benar-benar bukan merupakan masalah rutin bagi siswa mungkin termasuk pekerjaan yang sulit. Akan tetapi hal ini akan dapat diatasi antara lain melalui pengalaman dalam menyajikan soal yang bervariasi baik bentuk, tema masalah, tingkat kesulitan, serta tuntutan kemampuan intelektual yang ingin dicapai atau dikembangkan pada siswa. Berpikir memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu yang baru adalah kegiatan yang kompleks dan berhubungan erat satu dengan yang lain. Suatu masalah umumnya tidak dapat dipecahkan tanpa berpikir, dan banyak masalah memerlukan pemecahan yang baru bagi orang-orang atau kelompok. Sebaliknya, menghasilkan sesuatu (benda-benda, gagasan-gagasan) yang baru bagi seseorang, menciptakan sesuatu, itu mencakup problem solving. Ini berarti
16
informasi fakta dan konsep-konsep itu tidak penting. Seperti telah kita ketahui, penguasaan informasi itu perlu untuk memperoleh konsep; keduanya itu harus diingat dan dipertimbangkan dalam problem solving dan perbuatan kreatif. Begitu pula perkembangan intelektual sangat penting dalam problem solving (Slameto, 1990 : 139) Pada pembelajaran problem solving siswa dituntut untuk melakukan pemecahan masalah-masalah yang disajikan dengan cara menggali informasi sebanyak-banyaknya, kemudian dianalisis dan dicari solusi dari permasalahan yang ada. Solusi dari permasalahan tersebut tidak mutlak mempunyai satu jawaban yang benar artinya siswa dituntut pula untuk belajar secara kritis. Siswa diharapkan menjadi individu yang berwawasan luas serta mampu melihat hubungan pembelajaran dengan aspek-aspek yang ada di lingkungannya. Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan model pembelajaran problem solving adalah suatu penyajian materi pelajaran yang menghadapkan siswa pada persoalan yang harus dipecahkan atau diselesaikan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran ini siswa di haruskan melakukan penyelidikan otentik untuk mencari penyelesaian terhadap masalah yang diberikan.
Mereka
menganalisis
dan
mengidentifikasikan
masalah,
mengembangkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi dan membuat kesimpulan. Problem Solving dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat 3 ciri utama dari Problem Solving.
17
a) Problem Solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi Problem Solving ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. Problem Solving tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui Problem Solving siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan. b) aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Problem Solving menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran. c) pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan penedekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu; sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas. Berhasil tidaknya suatu pengajaran bergantung kepada suatu tujuan yang hendak dicapai. Tujuan dari pembelajaran problem solving adalah seperti apa yang dikemukakan oleh Hudojo (2003: 155), yaitu sebagai berikut : a. Siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan kemudian menganalisisnya dan akhirnya meneliti kembali hasilnya. b. Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam sebagai hadiah intrinsic bagi siswa. c. Potensi intelektual siswa meningkat.
18
d. Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses melakukan penemuan. Orientasi pembelajaran Problem Solving merupakan infestigasi dan penemuan yang pada dasarnya pemecahan nasalah. Apabila solving yang diharapkan tidak berjalan sebagaimana yang diinginkan berarti telah terjadi di dalam tahap-tahap awal sehingga setiap enginer harus mulai kembali berfikir dari awal yang bermasalah untuk mendapatkan pemahaman menyeluruh mengenai masalah yang sedang dihadapi. Jadi, dalam mempelajari konsep kimia yang baru harus didasari konsep-konsep yang sebelumnya. Mempelajari konsep B yang mendasari konsep A, seorang harus memahami dulu konsep A tidak mungkin orang itu memahami konsep B. ini berarti kimia harus bertahap, dan berkaitan dengan konsep yang satu dengan konsep yang lainnya. Selanjutnya problem solving merupakan taraf yang harus dipecahkan dengan cara memahami sejumlah pengetahuan dan ketrampilan kerja dan merupakan hasil yang dicapai individu setelah individu yang bersangkutan mengalami
suatu
proses belajar problem
solving yang
diajarkan
suatu
pengetahuantertentu Jadi, yang dimaksud dengan problem solving dalam penelitian ini adalah hasil suatu masalah yang melahirkan banyak jawaban yang dihasilkan dari penelitian yang menghasilkan kesimpulan secara realistik dalam problem solving . (Lawson, 1991:53) 2.4.2 Tahapan - Tahapan model Problem Solving Berdasarkan pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan langkah – langkah yang harus diperhatikan oleh guru dalam memberikan pembelajaran problem solving sebagai berikut:
19
1. Merumuskan masalah Dalam merumuskan masalah kemampuan yang diperlukan adalah kemampuan mengetahui dan merumuskan suatu masalah. 2. Menelaah masalah Dalam
menelaah
masalah
kemampuan
yang
diperlukan
adalah
menganalisis dan merinci masalah yang diteliti dari berbagai sudut. 3.
Menghimpun dan mengelompokkan data sebagai bahan pembuktian hipotesis Menghimpun dan mengelompokkan data adalah memperagakan data
dalam bentuk bagan, gambar, dan lain-lain sebagai bahan pembuktian hipotesis. 4.
Pembuktian hipotesis Dalam pembuktian hipotesis kemampuan yang diperlukan adalah
kecakapan menelaah dan membahas data yang telah terkumpul. 5.
Menentukan pilihan pemecahan masalah dan keputusan Dalam
menentukan
pilihan
pemecahan
masalah
dan
keputusan
kemampuan yang diperlukan adalah kecakapan membuat alternatif pemecahan, memilih alternatif pemecahan dan keterampilan mengambil keputusan. Penyelesaian masalah menurut J.Dewey dalam bukunya W.Gulo (2002:115) dapat dilakukan melalui enam tahap yaitu Tabel 2.1. Tahap – tahap penyelesaian masalah 1)
Tahap – Tahap Merumuskan masalah
2)
Menelaah masalah
3)
Merumuskan hipotesis
4) Mengumpulkan dan mengelompokkan data sebagai bahan pembuktian hipotesis 5)
Pembuktian hipotesis
Kemampuan yang diperlukan Mengetahui dan merumuskan masalah secara jelas Menggunakan pengetahuan untuk memperinci menganalisa masalah dari berbagai sudut Berimajinasi dan menghayati ruang lingkup, sebab – akibat dan alternative penyelesaian Kecakapan mencari dan menyusun data menyajikan data dalam bentuk diagram,gambar dan tabel Kecakapan menelaah dan membahas data, kecakapan menghubung – hubungkan dan
20
6)Menentukan pilihan penyelesaian
menghitung Ketrampilan mengambil keputusan dan kesimpulan Kecakapan membuat altenatif penyelesaian kecakapan dengan memperhitungkan akibat yang terjadi pada setiap pilihan
Sintaks suatu pembelajaran berisi langkah-langkah praktis yang harus dilakukan oleh guru dan siswa dalam suatu kegiatan. Pada pengajaran problem solving
terdiri dari lima langkah utama yang dimulai dengan guru
memperkenalkan siswa dengan situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja. Tabel 2.2 Sintaks Pengajaran Problem Solving Tahap Tahap-1 Orientasi siswa pada Masalah
Tahap-2 Mengorganisasi siswa untuk belajar Tahap-3 Membimbing penyelidikan individual
Tahap-4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Tahap-5 Menganalisis dan mengevaluasi proses Pemecahan Masalah
Tingkah Laku Guru Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena/demonstrasi/cerita untuk memunculkan Masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalamPemecahan Masalah yang dipilih. Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan denganMasalah tersebut Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahanMasalah. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiakan karya yang sesuai seperti laporan, video, model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
(Wina Sanjaya : 2006) 2.4.3 Sasaran dari Model Problem Solving Sasaran dari model Problem Solving (Amrulloh,2010:25) adalah sebagai berikut: 1. Siswa akan mampu menyatakan urutan langkah-langkah pemecahan masalah dalam Problem Solving. 2. Siswa mampu menemukan kemungkinan-kemungkinan strategi pemecahan masalah. 3. Siswa mampu mengevaluasi dan menyeleksi kemungkinan-kemungkinan tersebut kaitannya dengan kriteria-kriteria yang ada.
21
4. Siswa mampu memilih suatu pilihan solusi yang optimal. 5. Siswa mampu mengembangkan suatu rencana dalam mengimplementasikan strategi pemecahan masalah. 6. Siswa mampu mengartikulasikan bagaimana Problem Solving dapat digunakan dalam berbagai bidang/ situasi. 2.4.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Problem Solving 2.4.4.1 Kelebihan model Problem Solving a) Dapat membuat peserta didik menjadi lebih menghayati kehidupan seharihari. b) Dapat melatih dan membiasakan para peserta didik untuk menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil. c)
Dapat mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik secara kreatif.
d) Peserta didik sudah mulai dilatih untuk memecahkan masalahnya. Sedangkan, dalam strategi pembelajaran (Wina Sanjaya : 2006) Problem Solving memiliki beberapa keunggulan, diantaranya:
1. Pemecahan Masalah (Problem Solving) merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran. 2. Pemecahan Masalah (Problem Solving) dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa. 3. Pemecahan Masalah (Problem
Solving) dapat
meningkatkan
aktivitas
pembelajaran siswa 4. Pemecahan Masalah (Problem Solving) dapat membantu siswa bagaimana menstransfer pengetahuan mereka untuk memahami Masalahdalam kehidupan nyata.
22
5. Pemecahan Masalah (Problem Solving) dapat membantu siswa untuk mengembangkan
pengetahuan
barunya
dan
bertanggung
jawab
dalam
pembelajaran yang mereka lakukan. 6. Pemecahan Masalah (Problem Solving) bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap matapelajaran pada dasarnya merupakan cara berfikir yang harus dimengerti oleh siswa. 7. Pemecahan Masalah (Problem Solving) dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa 8. Pemecahan Masalah (Problem Solving) dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berfikir kritis. 9. Pemecahan Masalah (Problem Solving) dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata. 10. Pemecahan Masalah (Problem Solving) dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar. 2.4.4.2 Kekurangan model Problem Solving Sedangkan menurut Hudojo dan Sutawijaya (dalam Hudojo, 2003:162), model problem solving juga memiliki beberapa kekurangan, yakni: a) Memerlukan cukup banyak waktu. b) Melibatkan lebih banyak orang. c) Tidak semua materi pelajaran mengandung masalah. d) Memerlukan perencanaan yang teratur dan matang. e) Tidak efektif jika terdapat beberapa siswa yang pasif. Untuk
menutupi
kekurangan-kekurangan
tersebut,
peneliti
dapat
menggunakan metode tanya jawab, pengamatan, penugasan, percobaan, dan diskusi kelompok. Hal ini dikarenakan metode ini dapat mengembangkan pikiran dan pengetahuan siswa, mereka bisa mengembangkan pengetahuannya pada saat
23
mereka melakukan diskusi. Dengan menerapkan metode pembelajaran tersebut maka proses pembelajaran yang berlangsung akan menghasilkan pembelajaran yang efektif bagi siswa. 2.5 Kemampuan Berpikir Kritis Salah satu sifat dari berpikir adalah goal directed yaitu berpikir tentang sesuatu, untuk memperoleh pemecahan masalah atau untuk mendapatkan sesuatu yang baru. Berpikir juga dapat dipandang sebagai pemprosesan informasi dari stimulus yang ada (starting position), sampai pemecahan masalah (finishing position) atau goal state. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa berpikir itu merupakan
proses
kognitif
yang
berlangsung
antara
stimulus
dan
respons.(Walgito Bimo 2005 : 195 ). Menurut Webster’s New Encyclopedic All New 1994 Edition (dalam Amri
dan
Ahmadi
2010),
“kritis”
(critical)
adalah
menerapkan
atau
mempraktikkan penilaian yang teliti dan obyektif sehingga berpikir kritis dapat diartikan sebagai yang mmebutuhkan kecermatan dalam membuat keputusan. Pengertian yang lain diberikan oleh Ennis ( dalam Amri dan Ahmadi,2010:62) yaitu: berpikir kritis merupakan sebuah proses yang bertujuan untuk membuat keputusan yang masuk akal mengenai apa yang kita percayai dan apa yang kita kerjakan. Costa (Sugiarto, 2009:38) mengkategorikan proses berpikir kompleks atau berpikir tingkat tinggi ke dalam empat kelompok yang meliputi pemecahan masalah (problem solving), pengambilan keputusan (decision making), berpikir kritis (critical thinking), dan berpikir kreatif (creative thinking). Wijaya
(dalam Amri dan Ahmadi, 2010:66) mengatakan bahwa : “
Kemampuan berpikir kritis
sebagai bagian dari keterampilan berpikir perlu
24
dimiliki oleh setiap anggota masyarakat, sebab banyak sekali persoalan-persoalan dalam kehidupan yang harus dikerjakan dan diselesaikan”. Keterampilan berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir bagi seseorang dalam membuat keputusan yang dapat dipercaya dan bertanggung jawab yang mempengaruhi hidup seseorang. Keterampilan berpikir kritis juga merupakan inkuiri kritis sehingga seorang yang berpikir kritis akan menyelidiki masalah, mengajukan pertanyaan, mengajukan jawaban baru yang menantang status quo, menemukan informasi baru, dan menentang dogma dan dokrin (Schafersman, 1991). Sementara itu, Lipman (2003) mengungkapkan bahwa keterampilan berpikir kritis sangat penting dimiliki agar kita dapat mengindarkan diri dari penipuan, indokrinasi, dan pencucian otak (mindwashing). Pembelajaran yang tidak menekankan pada upaya pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi (keterampilan berpikir kritis) cenderung mengkondisikan siswa ke dalam belajar hafalan (rote learning). Siswa sangat mudah melupakan materi yang telah dipelajari sebelumnya. Bassham (2007) melaporkan bahwa dalam pembelajaran kebanyakan sekolah cenderung menekankan keterampilan berpikir tingkat rendah. Siswa diharapkan menyerap informasi secara pasif dan kemudian mengingatnya pada saat mengikuti tes. Dengan pembelajaran seperti ini siswa tidak memperoleh pengalaman mengembangkan keterampilan berpikir kritis, di mana keterampilan ini sangat diperlukan untuk menghadapi kehidupan dan untuk berhasil dalam kehidupan. Menurut Bonnie dan Potts (dalam Amri Sofan dan Ahmadi, 2010:66), secara singkat dapat disimpulkan bahwa ada tiga buah strategi untuk mengajarkan kemampuan-kemampuan berpikir kritis, yaitu : (1) Building Categories (Membuat
25
Klasifikasi), (2) Finding Problem (Menemukan Msalah), dan (3) Enhancing the Environment (Mengkondusifkan Lingkungan). Disebutkan beberapa ciri khas praktik mengajar untuk berpikir kritis meliputi : (1) Meningkatkan interaksi di antara para siswa sebagai pebelajar, (2) Mengajukan pertanyaan open-ended, (3) Memberikan waktu yang memadai kepada para siswa untuk memberikan refleksi terhadap pertanyaan yang diajukan atau masalah-masalah yang diberikan, dan (4) Teaching for transfer (Mengajarkan kemampuan yang baru saja diperoleh terhadap situasi-situasi dan pengalaman yang dimiliki para siswa). Menurut Ennis (dalam Hassoubah, 2008 :87), berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pada pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Oleh karena itu, indikator kemampuan berpikir kritis dapat diturunkan dari aktivitas kritis siswa sebagai berikut : Tabel 2.3 Indikator Berpikir Kritis menurut ennis No 1.
Aspek Memberikan penjelasan sederhana
Indikator Memfokuskan pertanyaan -
Menganalisis argument
-
Bertanya dan menjawab pertanyaan 2.
Membangun Keterampilan Dasar
Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak
-
Sub-Indikator Mengidentifikasikan atau merumuskan pertanyaan Mengidentifikasi atau merumuskan kriteria untuk mempertimbangkan kemungkinan jawaban Menjaga kondisi berpikir Mengidentifikasi kesimpulan Mengidentifikasi kalimat-kalimat pernyataan/bukan pernyataan Mengidentfikasi dan menanggapi ketidaktepatan Melihat struktur dari suatu argumen Membuat ringkasan Memberikan penjelasan sederhana Menyebutkan contoh Mempertimbangkan keahlian Mempertimbangkan kesesuaian sumber Mempertimbangkan reputasi Mempertimbangkan penggunaan
26
-
Mengobservasi dan mempertimbangkan laporan observasi
-
3.
Menyimpulkan
Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi
-
Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi Membuat dan menentukan hasil pertimbangan
-
-
4.
Memberikan penjelasan lanjut
Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan suatu definisi
-
-
5.
Mengatur strategi dan taktik
Mengidentifikasi asumsiasumsi Menentukan suatu tindakan
-
Berinteraksi dengan orang lain -
prodsedur yang tepat Mempertimbangkan resiko untuk reputasi Kemempuan untuk memberikan alasan Kebiasaan berhati-hati Melibatkan dugaan Menggunakan waktu yang singkat antara observasi dan laporan Melaporkan hasil observasi Merekam hasil observasi Menggunakan bukti-bukti yang benar Menggunakan aksesyang baik Menggunakan teknologi Mempertanggungjawabkan hasil observasi Siklus logika Mengkondisikan logika Menyatakan tafsiran Mengemukakan hal yang umum Mengemukakan kesimpulan dan hipotesis Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan latar belakang fakta-fakta Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan akibat Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan keseimbangan Membuat bentuk definisi (sinonim, klasifikasi, rentang, ekivalen, operasional, contoh dan bukan contoh) Strategi membuat definisi 1. bertindak dengan memberikan penjelasan lanjut 2. mengidentifikasi dan menangani ketidakbenaran yang disengaja Membuat isi definisi Penjelasan bukan penyataan Mengkontruksi arggumen Mengungkap masalah Memilih kriteria untuk mempertimbangkan solusi yang mungkin Merumuskan solusi alternatif Menentukan tindakan sementara Mengulang kembali Mengamati penerapannya Menggunakan argument Menggunakan strategi logika Menggunakan strategi retorika
27
Catatan: lndikator-indikator tersebut di atas hanya contoh dan masih dapat dikembangkan agar lebih lengkap dan tepat mendukung dimensi sikap yang akan diukur. Berdasarkan penjelasan mengenai indikator kemampuan berpikir kritis menurut Ennis, maka dapat dibuat rubrik dengan pemberian skor 1 sampai skor 4. Skor 1 adalah skor terendah dan skor 4 adalah skor tertinggi. Rubrik tersebut ditampilkan pada Tabel 2.4 Tabel 2.4 Rubrik penilaian berpikir kritis No 1.
Aspek yang Dinilai Memfokuskan pertanyaan
4 Mendefinisikan masalah dengan sangat jelas ( dapat menentukan apa yang diketahui dan apa yang ditanya) Merumuskan beberapa alternatif pemecahan masalah secara logis dan berdasarkan konsep
2.
Bertanya dan menjawab pertanyaan
3.
Menguji dan memeriksa ide-ide
Mengidentifikas i ide dan menjelaskan konsep-konsep yang mendasari permasalahan secara sistematis dann akurat
4.
Mengevaluasi dan mempertimba ngkan argument
Mengumpulkan fakta dan argumen yang relevan
Penilaian 3 2 Mendefinisi Mendefinisikan kan masalah masalah kurang dengan jelas jelas)
Merumuskan beberapa alternatif pemecahan masalah yang kurang logis dan tidak berdasarkan konsep. Mengidentifi kasi ide dan menjelaskan konsepkonsep yang mendasari permasalaha n kurang akurat Mengumpul kan fakta dan argumen yang kurang relevan
1 Mendefinisikan masalah tidak jelas
Merumus Kan beberapa alternatif pemecahan masalah yang tidak logis
Tidak merumuskan alternatif pemecahan masalah
Mengidentifikas i ide dan menjelaskan konsep-konsep yang mendasari dengan tidak akurat
Tidak mampu Mengidentifikas i ide dan menjelaskan konsep-konsep yang mendasari permasalahan
Mengumpulkan fakta dan argumen sederhana yang tidak relevan
Tidak mampu mengumpulkan fakta dan argumen yang relevan
28
5.
Membuat berbagai alternatif konjektur
Menarik kesimpulan berupa solusi pemecahan masalah yang logis dan berdasarkan konsep
Menarik kesimpulan berupa solusi pemecahan masalah yang logis
6.
Mengkomunik asikan pendapat
Mengkomunika sikan argumen dengan jelas dan tepat
7.
Bersikap berpikir terbuka
dan
Mengidentifikas i sudut pandang yang berbeda secara objektif dari segala aspek
8.
Mengoreksi alasan dan hasil berpikir
Melakukan koreksi terhadap hasil pekerjaan secara mandiri dan teliti
Mengkomun ikasikan argumen yang tepat tetapi kurang jelas Mengidentifi kasi sudut pandang yang berbeda secara objektif dari aspek tertentu Melakukan koreksi secara mandiri terhadap hasil pekerjaan tetapi kurang teliti
Menarik kesimpulan berupa solusi pemecahan masalah yang kurang logis dan tidak berdasarkan konsep Mengkomunika sikan argumen dengan kurang tepat.
Tidak mampu menarik kesimpulan berupa pemecahan masalah
Kurang memperhatikan sudut pandang yang berbeda secara objektif
Tidak memperhatikan sudut pandang yang berbeda.
Melakukan koreksi secara mandiri terhadap hasil pekerjaan dengan tidak mandiri dan tidak teliti
Tidak melakukan koreksi terhadap hasil pekerjaan sendiri.
Tidak dapat mengkomunikas ikan argumennya
Sesuai pendapat Ennis (dalam Amri dan Ahmadi, 2010) menyatakan bahwa terdapat enam unsur dasar dalam berpikir kritis, yaitu fokus (focus), alasan (reason), kesimpulan (inference), situasi (situation), kejelasan (clarity), dan tinjauan ulang (overview). Dari pendapat ini dapat dijelaskan bahwa tahap-tahap dalam berpikir kritis sebagai berikut : 1. Fokus
(focus).
Langkah
awal
dari
berpikir
kritis
adalah
mengindetifikasi masalah dengan baik. Permasalahan yang menjadi fokus bisa terdapat dalam kesimpulan sebuah argumen. 2. Alasan (reason). Apakah alasan-alasan yang diberikan logis atau tidak unutk disimpulkan seperti yang tercantum dalam fokus.
29
3. Kesimpulan (inference). Jika alasannya tepat, apakah alasan itu cukup untuk sampai pada kesimpilan yang diberikan. 4. Situasi (situation). Mencocokan dengan situasi yang sebenarnya. 5. Kejelasan (clarity). Harus ada kejelasan mengenai istilah-istilah yang dipakai dalam argument tersebut sehingga terjadi kesalahan dalam membuat kesimpulan. 6. Tinjauan ulang (overview), artinya kita perlu mencek apa yang sudah ditemukan, diputuskan, diperhatikan, dipelajari dan disimpulkan. Sedangkan menurut Glaser (dalam Kowiyah, 2012) indikator-indikator berpikir kritis adalah sebagai berikut: a. Mengenali masalah b. Menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah-masalah itu, c. Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan, d. Mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan, e. Memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas, dan khas, f. Menganalisis data g. Menilai fakta dan mengevaluasi pernyataan-pernyataan, h. Mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah, i. Menarik kesimpulan-kesimpulan dan kesamaan-kesamaan yang diperlukan, j. Menguji kesamaan-kesamaan dan kesimpulan-kesimpulan yang seseorang ambil,
30
k. Menyusun kembali pola-pola keyakinan seseorang berdasarkan pengalaman yang lebih luas, l. Membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas-kualitas tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Selain
itu,
Gokhale
(1995)
dalam
penelitiannya
yang
berjudul
Collaborative Learning Enhances Critical Thinking menyatakan bahwa yang dimaksud dengan soal berpikir kritis adalah soal yang melibatkan analisis, sintesis, dan evaluasi dari suatu konsep. Cotton (1991), menyatakan bahwa berpikir kritis disebut juga berpikir logis dan berpikir analitis. Selanjutnya menurut Langrehr (2006), untuk melatih berpikir kritis siswa harus didorong untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut : (1) Menentukan konsekuensi dari suatu keputusan atau suatu kejadian; (2) Mengidentifikasi asumsi yang digunakan dalam suatu pernyataan; (3) Merumuskan
pokok-pokok
permasalahan;
(4)
Menemukan
adanya
bias
berdasarkan pada sudut pandang yang berbeda; (5) Mengungkapkan penyebab suatu kejadian; (6) Memilih fakor-faktor yang mendukung terhadap suatu keputusan. Menurut Susanto (2012: 129-129) untuk mengajarkan atau melatih siswa agar berpikir kritis dapat ditempuh melalui beberapa tahapan yaitu 1. Keterampilan menganalisis Dalam keterampilan tersebut tujuan pokoknya adalah memahami sebuah konsep global dengan cara menguraikan atau merinci globalitas tersebut kedalam bagian yang lebih terperinci. 2. Keterampilan menyintesis
31
Keterampilan menggabungan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru, sehingga dapat menciptakan ide-ide baru yang tidak dinyatakan secara eksplisit didalam bacaannya. 3. Keterampilan mengenal Keterampilan ini menuntut pembaca untuk memahami bacaan dengan kritsis sehingga setelah kegiatan membaca selesai, siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokok bacaan, sehingga mampu mempola sebuah konsep. 4. Keterampilan menyimpulkan Pada keterampilan ini pembaca dituntut untuk mampu menguraikan dan memahami berbagai aspek secara bertahap agar sampai kepada suatu formula yaitu simpulan. 5. Keterampilan mengevaluasi atau menilai Menurut pembaca agar memberikan penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan standar tertentu.
2.6
Materi Termokimia Dalam materi termokimia, terdapat sub-sub materi yang akan diajarkan
dalam penelitian dengan menggunakan model problem solving. •
Pengertian Termokimia Bagian dari ilmu kimia yang mempelajari perubahan kalor atau panas
suatu zat yang menyertai suatu reaksi atau proses kimia dan fisika disebut termokimia. Secara operasional termokimia berkaitan dengan pengukuran dan pernafsiran perubahan kalor yang menyertai reaksi kimia, perubahan keadaan, dan pembentukan larutan. Termokimia merupakan pengetahuan dasar yang perlu
32
diberikan atau yang dapat diperoleh dari reaksi-reaksi kimia, tetapi juga perlu sebagai pengetahuan dasar untuk pengkajian teori ikatan kimia dan struktur kimia. Fokus bahasan dalam termokimia adalah tentang jumlah kalor yang dapat dihasilkan oleh sejumlah tertentu pereaksi serta cara pengukuran kalor reaksi. a. Sistem , Lingkungan dan Alam Semesta Jika sepotong pita magnesium kita masukkan ke dalam larutan asam klorida, maka pita magnesium akan segera larut atau bereaksi dengan HCl disertai pelepasan kalor yang menyebabkan gelas kimia beserta isinya menjadi panas. Campuran pita magnesium dan larutan HCl itu kita sebut sebagai Sistem. Sedangkan gelas kimia serta udara sekitarnya kita sebut sebagai Lingkungan. Jadi, sistem adalah bagian dari alam semesta yang sedang menjadi pusat perhatian. Bagian lain dari alam semesta yang berinteraksi dengan sistem kita sebut lingkungan. Sistem kimia adalah adalah campuran pereaksi yang sedang dipelajari seperti pada gambar.
Gambar 2.1. Sistem Campuran magnesium dan larutan asam klorida Pada umumnya sebuah sistem jauh lebih kecil dari lingkungannya. Di alam ini terjadi banyak kejadian atau perubahan sehingga alam mengandung sistem dalam jumlah tak hingga, ada yang berukuran besar (seperti tata surya),
33
berukuran kecil (seorang manusia dan sebuah mesin), dan berukuran kecil sekali (seperti sebuah sel dan satu atom). Akibatnya, satu sistem kecil dapat berada dalam sistem besar, atau satu sistem merupakan lingkungan bagi sistem yang lain. Akan tetapi bila sebuah sistem dijumlahkan dengan lingkungannya, akan sama besarnya dengan sebuah sistem lain dijumlahkan dengan lingkungannya, yang disebut alam semesta. Alam semesta adalah sistem ditambah lingkungannya. Oleh sebab itu, alam semesta hanya ada satu, tiada duanya. Interaksi antara sistem dan lingkungan dapat berupa pertukaran materi dan atau pertukaran energi. Berkaitan dengan itu maka sistem dibedakan menjadi tiga , yaitu sistem terbuka, sistem tertutup, dan sistem terisolasi.
Gambar 2.2. Sistem dan Lingkungan Sistem dikatakan terbuka jika antara sistem dan lingkungan dapat mengalami pertukaran materi dan energi. Pertukaran materi artinya ada hasil reaksi yang dapat meninggalkan sistem (wadah reaksi), misalnya gas, atau ada sesuatu dari lingkungan yang dapat memasuki sistem. Sistem pada gambar 1 tergolong sistem terbuka. Selanjutnya sistem dikatakan tertutup jika antara sistem dan lingkungan tidak dapat terjadi pertukaran materi, tetapi dapat terjadi
34
pertukaran energi. Pada sistem terisolasi, tidak terjadi pertukaran materi maupun energi dengan lingkungannnya (perhatikan Gambar 3 berikut)
Gambar 2.3. a) Sistem Terbuka b) Sistem Tertutup c) Terisolisasi Pertukaran energi antara sistem dan lingkungan dapat berupa kalor (q) atau bentuk-bentuk energi lainnya yang secara kolektif kita sebut kerja (w). Adanya pertukaran energi tersebut akan mengubah jumlah energi yang terkandung dalam sistem. Kerja adalah suatu bentuk pertukaran energi antara sistem dan lingkungan di luar kalor. Ada 3 jenis sistem, berdasarkan transformasi materi dan energinya, yaitu: 1. Sistem terbuka, yaitu sistem dimana pertukaran materi dan energi keluar masuk sistem dapat dilakukan. Contohnya, air dalam gelas terbuka. 2. Sistem tertutup, dimana hanya ada pertukaran energi atau materi satu arah. Contohnya, air panas dalam gelas tertutup, dimana hanya panas (energi) dari dalam gelas yang bergerak ke arah lingkungan. 3. Sistem terisolasi, yaitu dimana tidak terjadi pertukaran materi dan energi sama sekali. Contohnya, air dalam termos.
35
b. Entalpi Entalpi, seperti asal kata Yunaninya, berarti kandungan energi pada suatu benda. Jika kita bayangkan kita melihat sebuah ember yang kita tidak tahu volumenya dan berisi air. Seperti banyak air yang tidak kita tahu, besar entalpi juga tidak kita ketahui. Namun, jika dari ambil atau beri air sebanyak satu gayung dari/pada ember tersebut, kita tahu perubahan isinya. Begitulah kita tahu perubahan entalpi. Entalpi dilambangkan dengan huruf H (terkadang dengan h). Kita dapat mengetahui perubahan entalpi pada suatu reaksi dengan: ∆H = Hproduk - Hreaktan Dimana semuanya terdapat dalam satuan J atau kal. Jika kita hubungkan entalpi dengan hukum termodinamika yang pertama, kita akan tahu bahwa entalpi secara global tidak pernah berubah. Energi hanya bergerak, namun tidak bertambah atau berkurang. -
Reaksi Eksoterm dan Endoterm
Reaksi dibagi menjadi dua jenis, sesuai dengan arah perpindahan energi. Mereka adalah : (a) reaksi eksoterm dan (b) reaksi endoterm. Kita akan membahas yang pertama dahulu. 1. Reaksi Eksoterm Reaksi eksoterm, adalah kejadian dimana panas mengalir dari sistem ke lingkungan. Maka, ∆H < O dan suhu produk akan lebih kecil dari reaktan. Ciri lain, suhu sekitarnya akan lebih tinggi dari suhu awal. Contoh
36
C(s)+O2
CO2 (g)
∆H=-393.4
kJmol-1
Diagram reaksi eksoterm berupa:
Gambar 2.4. Diagram reaksi eksoterm 2. Reaksi Endoterm Reaksi endoterm adalah kejadian dimana panas diserap oleh sistem dari lingkungan. Maka, ∆H > 0 dan suhu sekitarnya turun. Contoh: 2HI (g) ∆H=51.9 kJ mol-1
•
H2 (g) + I2 (g)
•
Ba(OH)2 (s) + 2NH4Cl (s)
•
Penguapan Alkohol
BaCl2 (l) + 2NH3 (g) + 2H2O (l)
Gambar 2.5. Diagram reaksi endoterm
37
-
Kondisi Standar & Persamaan Termokimia
Semua persamaan termokimia akan dituliskan dengan kondisi standar (STP) sebagai acuannya, yaitu 1 atm (101.3 kPa) dan 25oC (298 K). Ini digunakan karena unsur pada kondisi ini berada dalam tingkat paling stabil. Persamaan termokimia akan menyatakan jumlah mol reaktan dan produk, serta menyatakan jumlah energi yang terlibat. SI untuk ∆H adalah kJ mol-1. 'mol-1' tidak menyatakan jumlah penyusun senyawa, namun jumlah per mol dalam persamaan tersebut, biasanya dengan acuan mol produk adalah 1. Contoh CO (g) + 1/2 O2 (g) 2CO (g) + O2 (g)
CO2 (g) ∆H= -283 kJ mol-1 2CO2 (g) ∆H= -566 kJ mol-1
Catatan: 1. Terkadang mol-1 hanya dituliskan jika mol reaktan adalah 1, atau tidak dituliskan sama sekali 2. Persamaan termokimia juga harus memasukkan kondisi fisis senyawanya -
Jenis-Jenis Perubahan Entalpi
Ada beberapa jenis entalpi, namun kurikulum Indonesia hanya mensyaratkan 4 diantaranya (anda boleh lega, karena siswa Singapura belajar 7 jenis), yaitu: 1. Entalpi Pembentukan Standar (∆Hf0= Standard Enthalpy of Formation) Entalpi pembentukan standar adalah perubahan entalpi untuk membentuk senyawa satu mol dari unsur-unsurnya pada kondisi standar. Contoh: H2 (g) + 1/2 O2
H2O (l) ∆H=-286 kJ mol-1
C (grafit) + O2 (g)
CO2 (g) ∆H=-393 kJ mol-1
38
KMnO4(s) ∆H=-813 kJ mol-1
K(s) + Mn(s) + 2O2 Catatan: •
∆Hf elemen stabil adalah 0
•
∆Hf digunakan untuk memperkirakan stabilitas senyawa dibanding penyusunnya
•
Semakin kecil ∆Hf, semakin stabil energi senyawa itu
•
∆Hf tidak mencerminkan laju reaksi (akan dibahas pada bab selanjutnya)
2. Entalpi
Penguraian
Standar
(∆Hd0=
Standard
Enthalpy
standar
adalah
kebalikan
pembentukan,
of
Decomposition) Entalpi
penguraian
yaitu kembalinya senyawa ke unsur dasarnya. Maka, entalpinya pun akan berbalik. Contoh: H2O (l)
H2 (g) + 1/2 O2 (g) ∆H=+286 kJ mol-1 (bnd. contoh Hf no. 1)
3. Entalpi Pembakaran Standar (∆Hc0= Standard Enthalpy of Combustion) Entalpi pembakaran standar adalah perubahan entalpi ketika 1 mol materi dibakar habis menggunakan oksigen pada kondisi standar. Contoh : 1/2 C2H4 (g) + 3/2 O2
CO2 (g) + H2O (l) ∆H=-705.5 kJ mol-1
Catatan: •
∆Hc selalu negatif, karena panas pasti dilibatkan
•
∆Hc bisa digunakan untuk menilai kandungan energi bahan bakar atau makanan
39
4. Entalpi Pelarutan Standar (∆Hs0= Standard Enthalpy of Solution) Entalpi pelarutan standar adalah perubahan entalpi ketika 1 mol materi terlarut pada sebuah larutan menghasilkan larutan encer. Setelah itu, tidak akan terjadi perubahan suhu bila larutan awal ditambahkan. Contoh: •
NH3 (g) + aq
NH3 (aq)
∆Hs=-35.2 kJ mol-1
•
HCl (g) + aq
H+ (aq) + Cl- (aq)
∆Hs=-72.4 kJ mol-1
•
NaCl (s) + aq
Na+ (aq) + Cl- (aq)
∆H=+4.0 kJ mol-1
Catatan: •
Jika ∆Hs sangat positif, zat itu tidak larut dalam air
•
Jika ∆H negatif, zat itu larut dalam air
-
Perubahan Entalpi Berdasarkan Hukum Hess
Banyak reaksi yang dapat berlangsung secara bertahap. Misalnya pembakaran karbon atau grafit. Jika karbon dibakar dengan oksigen berlebihan terbentuk karbon dioksida menurut persamaan reaksi: C(s) + O2 (g)
CO2 (g) ∆H = - 394
kJ.Reaksi diatas dapat berlangsung melalui dua tahap. Mula-mula karbon dibakar dengan oksigen yang terbatas sehingga membentuk karbon monoksida. Selanjutnya, karbon monoksida itu dibakar lagi untuk membentuk karbon dioksida. Persamaan termokimia untuk kedua reaksi tersebut adalah: C (s) + ½ O2 (g) CO (g) + ½ O2 (g)
CO (g) ∆H = - 111 kJ CO2 (g) ∆H = - 283 kJ
40
Jika kedua tahap diatas dijumlahkan, maka diperoleh: C (s) + ½ O2 (g)
CO (g) ∆H = - 111 kJ
CO (g) + ½ O2 (g)
CO2 (g) ∆H = - 283 Kj
------------------------------------------------------------------------- + C(s) + O2 (g) -
CO2 (g) ∆H = - 394 kJ
Perubahan Entalpi Berdasarkan Entalpi Pembentukan Kalor suatu reaksi dapat juga ditentukan dari data entalpi pembentukan zat
pereaksi dan produknya. Dalam hal ini, zat pereaksi dianggap terlebih dahulu terurai menjadi unsur-unsurnya, kemudian unsur-unsur itu bereaksi membentuk zat produk. Secara umum untuk reaksi: m AB + n CD
p AD + q CB
∆H0 = jumlah ∆H0 f (produk) - jumlah ∆H0 f (pereaksi) -
Perubahan Entalpi Berdasarkan Energi Ikatan Energi ikatan didefinisikan sebagai energi yang diperlukan untuk
memutuskan 1 mol ikatan dari suatu molekul dalam wujud gas. Energi ikatan dinyatakan dalam kilojoule per mol (kJ mol -1 ). 2.7 Kerangka Berpikir Latar belakang dari penelitian ini yaitu kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI AV SMKN 3 Kota Jambi kurang dilatih sehingga pembelajaran kurang aktif dan belum sepenuhnya mengakomodasi siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa sehingga masih tergolong dalam kategori rendah, serta siswa masih kurang tanggap dalam mengatasi masalah dan enggan dalam mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, mengemukakan ide dari
41
permasalahan yang diajukan guru. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti adakah korelasinya
terhadap kemampuan berpikir kritis setelah pelaksanaan model
Problem Solving dan bagaimanakah kemampuan berpikir kritis siswa dan juga pelaksanaan dari model Problem Solving tersebut. Dalam penelitian ini digunakan satu kelas sebagai kelas eksperimen. Pada kelas eksperimen ini akan dilaksanakan proses pembelajaran menggunakan model Problem Solving. Materi termokimia memuat konsep-konsep dan penghitungan kimia yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. termokimia tidak hanya berisi teori-teori yang bersifat hafalan tetapi juga berisi rumus-rumus yang banyak sehingga siswa membutuhkan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan yang baik. Dengan adanya model Problem Solving yaitu suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan. Ketika dihadapkan dengan suatu pertanyaan, siswa dapat melakukan keterampilan memecahkan masalah
untuk memilih
dengan cara menghafal
dan mengembangkan
tanggapannya. Tidak hanya
tanpa dipikir, keterampilan memecahkan masalah
memperluas proses berpikir . Model Problem Solving mempunyai karakteristik untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa karena didalam
pembelajaran ini siswa di berikan suatu permasalahan yang harus di pecahkan serta mencari solusi dari masalah tersebut yang berkaitan dengan kehidupan nyata siswa. Tahapan model Problem Solving yaitu menentukan permasalahan yang akan di pecahkan agar siswa dapat memahami tentang penyelesaian seperti apa yang diharapkan, ,penyelesaian masalah , mengembangkan menyajikan hasil, analisis dan evaluasi.
42
Penelitian yang dilakukan oleh (Widya Astuti , 2011) dalam skripsinya yang berjudul “pengaruh model pembelajaran problem Solving terhadap kemampuan berpikir kritis menyimpulkan bahwa dengan model ini siswa dapat aktif dalam proses pembelajaran sehingga dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Kelebihan dari model Problem Solving, dengan model ini dapat melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan, merangsang perkembangan kemajuan berpikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat, mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa dan kemampuan mereka mengadaptasikan
situasi
pembelajaran
baru
serta
membantu
siswa
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata. 2.8 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian pustaka yang diajukan, secara teoritis hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara keterlaksanaan model Problem Solving dan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi termokimia di SMKN 3 Kota Jambi.